Latar Belakang Position Paper KPPU Terhadap Perkembangan Industri Jasa Konstruksi
f2e Indonesia boleh berbangga hati, karena berbagai pembangunan infrastruktur telah
mampu melahirkan beberapa pelaku usaha yang handal dalam percaturan industri jasa konstruksi Indonesia, baik yang berupa Badan Usaha Milik Negara BUMN maupun
swasta. Di jajaran BUMN kita mengenal Wijaya Karya, Adhi Karya, Hutama Karya, Waskita Karya, Pembangunan Perumahan, dan beberapa BUMN lainnya. Sementara di
swasta kita pasti mengenal Jaya Construction, Bumi Karsa, Bakrie dan yang lainnya. Tetapi di tengah perkembangan yang menarik tersebut, kontroversi berupa
hadirnya perilaku yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat menyeruak. Hal tersebut terutama menyangkut proses tender atau pelelangan
pelaksanaan proyek jasa konstruksi. Sebagai lembaga yang berwenang terhadap hal tersebut, KPPU telah menerima berbagai pengaduan baik dari pelaku usaha maupun
masyarakat yang memiliki perhatian terhadap keinginan untuk melihat sebuah proses persaingan usaha yang sehat di jasa konstruksi. Bahkan KPPU telah memutus bersalah
para peserta tender atau pelelangan pekerjaan proyek multiyears di provinsi Riau. Selain itu berbagai kasus persaingan dalam industri jasa konstruksi terus bermunculan, yang
umumnya muncul dalam bentuk persekongkolan tender. Sampai saat ini 70 dari seluruh kasus di KPPU merupakan kasus persekongkolan tender di mana beberapa di
antaranya terkait dengan industri jasa konstruksi. Mencermati kondisi ini, KPPU kemudian secara aktif melakukan pemantauan
khusus tentang berbagai perilaku persaingan usaha tidak sehat yang berpotensi muncul dalam industri jasa konstruksi. Selain itu, melihat berbagai pengaduan yang datang ke
KPPU, tampak bahwa beberapa pengaduan terkait dengan hadirnya persaingan usaha tidak sehat di sektor jasa konstruksi yang disebabkan oleh hadirnya peraturan
perundangan dalam sektor ini, yakni UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturan perundangan pelaksananya.
Salah satu fokus pengaduan adalah kehadiran Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi LPJK, dengan dua kewenangan utamanya yakni melakukan sertifikasi
profesi dan sertifikasi badan usaha jasa konstruksi. Dalam praktek di lapangan seringkali kewenangan ini dijadikan sandaran bagi munculnya perilaku yang bertentangan dengan
UU No 5 Tahun 1999, antara lain dalam bentuk hadirnya entry barrier berupa kesulitan mendapatkan sertifikasi badan usaha dalam bidang tertentu. Hal ini ternyata bersumber
dari keberadaan LPJK yang anggotanya selain terdiri dari akademisi dan Pemerintah yang independen, juga beranggotakan pelaku usaha.
f3e Pemerintah sendiri tampaknya telah menyadari persoalan dalam industri jasa
konstruksi sebagaimana dipaparkan di atas, untuk itu Pemerintah secara pro aktif saat ini tengah menyiapkan perubahan terhadap PP No 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Serta Masyarakat Jasa Konstruksi, yang dianggap menjadi salah satu sumber munculnya perkembangan yang tidak kondusif dalam industri jasa konstruksi. Dengan harapan
perbaikan terhadap kebijakan tersebut dapat mereduksi nilai-nilai negatif termasuk perilaku yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha tidak sehat dalam industri
jasa konstruksi. Berkaitan dengan perkembangan di atas, KPPU merasa perlu untuk melakukan
evaluasi kebijakan Pemerintah dalam sektor industri jasa konstruksi, khususnya berkaitan dengan perkembangan industri jasa konstruksi saat ini, serta peran LPJK di dalamnya.
Diharapkan melalui kegiatan ini, KPPU dapat memberikan saran pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mendorong hadirnya peraturan perundangan dalam jasa
konstruksi yang selaras dengan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.