f85e
2. Sertifikasi Menjadi Penghambat Pelaku Usaha Lain Masuk ke Pasar
Penyalahgunaan kewenangan LPJK oleh pelaku usaha yang dominan, dapat dilihat dari penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan sertifikasi. Akreditasi
kepada asosiasi telah menyebabkan tumbuh suburnya asosiasi baru bermotifkan ”penjualan” sertifikat serta untuk menyingkirkan pelaku usaha dari proses tender
dalam jenis pekerjaan tertentu. Pelaku usaha pesaing didiskriminasi untuk masuk ke dalam pasar karena tidak
diizinkan mendapat sertifikat dari asosiasi yang telah diakreditasi. Dalam perkembangan terakhir, sering sub bidang yang selama ini menjadi bagian pekerjaan
besar lainnya dibuat menjadi sebuah sub bidang yang hanya dikelola oleh asosiasi tertentu yang sangat spesifik. Dalam prakteknya kemudian hanya satu asosiasi
tertentu saja yang diakeditasi. Efeknya selain banyak pelaku usaha yang tersingkir, sertifikasipun telah berubah menjadi komoditas yang cukup mahal.
3. Keterlibatan Pelaku Usaha Sebagai Unsur LPJK berdampak negatif
Akar permasalahan dari kisruh di jasa konstruksi berasal dari hadirnya unsur pelaku usaha dalam LPJK. Kehadiran pelaku usaha ini menjadi sangat dominan
karena kemampuan lobi dan finansial mereka. Bahkan boleh jadi asosiasi pelaku usahalah yang saat ini menjalan roda LPJK diberbagai daerah. Akibatnya dapat
ditebak, karena pengusaha mengatur sendiri usaha mereka maka pengembangan jasa konstruksipun menjadi sepenuhnya tergantung kepada mereka.
Hal inilah yang terjadi saat ini. LPJK identik dengan wakil asosiasi pelaku usaha dan wakil asosiasi adalah pelaku usaha sehingga dapat disimpulkan pada
akhirnya LPJK adalah kumpulan pelaku usaha.
4. Konstruksi Kelembagaan Akar Permasalahan Jasa Konstruksi Indonesia
Berbagai permasalahan yang timbul ternyata hakikatnya merupakan sebuah efek dari konstruksi kelembagaan dalam industri jasa konstruksi. Beberapa
permasalahan yang timbul antara lain :
a. Legalitas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Kontroversi berakhir sampai di lembaga peradilan, dengan menetapkan LPJK sebagai satu-satunya lembaga jasa konstruksi yang sah.
f86e
b. Konstruksi Kelembagaan Yang Belum Jelas
Konstruksi kelembagaan jasa konstruksi Indonesia ternyata menjadi akar dari seluruh permasalahan yang terjadi. Beberapa hal terkait dengan konstruksi
kelembagaan tersebut antara lain menyangkut :
i. Status Kelembagaan
Status LPJK lebih mirip organisasi massa ketimbang sebuah lembaga regulator yang perannya sangat penting bagi pengembangan industri
jasa konstruksi Indonesia.
ii. Hubungan Kelembagaan
Permasalahan ini lebih disebabkan oleh persoalan status kelembagaan. Akibat status kelembagaan yang tidak jelas, maka hubungan LPJK
dengan institusi kelembagaan jasa konstruksi seperti Departemen Umum juga tidak jelas. Bahkan pertanggungjawaban LPJK, sepertinya
mirip dengan organisasi massa yakni kepada musyawarah nasional.
iii. Profesionalitas Kelembagaan Terabaikan
Hal ini juga terkait dengan konstruksi kelembagaan yang mengarah kepada model organisasi massa dengan aturan yang tidak jelas dan
gampang dimanipulasi, maka profesionalitas menjadi terabaikan. Kemampuan politis dan lobby menjadi lebih mengemuka ketimbang
kompetensi.
iv. Persoalan Waktu dan Luasnya Cakupan Wilayah
Salah satu penyebab persoalan krusial jasa konstruksi Indonesia adalah keinginan untuk mewujudkan agar sistem yang dianut dalam
UU No 18 Tahun 1999 dapat diimplementasikan. Akibat desakan waktu serta luasnya cakupan wilayah, maka kemudian pembentukan
LPJK terutama di daerah dilakukan dalam kondisi yang kurang mendukung terwujudnya LPJK sebagaimana yang diinginkan. Baik
dilihat dari kebutuhan terkait kualitas kompetensi maupun terkait dengan sarana dan prasarana pendukung.