Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan

20 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP Pada tahun 2012, kewenangan PTSP diperluas menjadi sembilan izin. Di tahun yang sama bupati menginstruksikan dilakukannya pemetaan perizinan yang menghasilkan penyederhanaan dari 129 izin menjadi tinggal 22 jenis izin. Bupati kemudian memutuskan untuk menyerahkan seluruh pengurusan perizinan ini kepada PTSP pada tahun 2013. PTSP Barru pun tak pernah lagi sepi dari penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional. “Dengan perbaikan pelayanan dan inovasi yang dilakukan, bupati memberikan kepercayaan yang semakin besar kepada KP3M. Hal ini tentunya setelah bupati mendapatkan informasi-informasi dari customer,” kata Syamsir merefleksikan perkembangan PTSP di bawah kepemimpinannya. Dalam komunikasi PTSP dengan para pemimpin daerah, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa peningkatan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik memiliki korelasi positif dengan kepercayaan kepada pemda yang juga bernilai dalam konteks politik. Setelah kemajuan dikomunikasikan, PTSP juga menjadi lebih mudah mendorong penerbitan regulasi yang mendukung kinerjanya, baik dalam kaitan dengan program PTSP maupun anggaran untuk mengeksekusi. Syamsir mengatakan ia dan para pejabat PTSP Barru pernah merasakan susahnya mengurus izin saat masih menjadi anggota masyarakat biasa. Bahkan sesama PNS pun kerapkali dipersulit dalam mengurus izin. “Setelah izin dilimpahkan, kami merasa cukup kami yang merasakan sulitnya. Bagaimana kami bisa memberikan kemudahan, sebab kami pernah menjadi masyarakat. Prinsip pelayanan kami adalah bahwa kami juga bagian dari masyarakat di Barru.” Dengan kesadaran seperti itu, maka kemajuan atau kemunduran Barru menjadi tanggung jawab bersama. Pengelola PTSP merasa dapat berkontribusi bagi kemajuan Barru dengan memberikan pelayanan terbaik dalam perizinan. Mereka yang mengenal Syamsir mengatakan bahwa yang bersangkutan memang dikenal cukup dekat dengan masyarakat. Ketika menjadi lurah dan camat, hampir tidak ada cerita miring mengenai dirinya. Latar belakang pendidikan di bidang ilmu pemerintahan serta pengalaman bekerja di lembaga swadaya masyarakat diakuinya turut membentuk pola pikirnya.

3.1.2. Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan

PTSP merupakan instansi yang diadakan dengan maksud memberikan pelayanan perizinan yang lebih mudah, cepat, murah, transparan dan akuntabel bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha. Bila sebelumnya pemohon terpaksa berurusan dengan banyak instansi sebelum bisa memperoleh izin yang diperlukan, dalam PTSP pemohon cukup memasukkan permohonan kepada satu instansi. PTSP akan mengurus semuanya sekaligus memberikan persetujuan. Adapun instansi teknis hanya berfungsi memberikan rekomendasi. Persetujuan dari instansi teknis dipersyaratkan sejauh diperlukan, tetapi itu pun PTSP yang akan menguruskannya bagi pemohon. Dengan kata lain, PTSP sejak awal didesain untuk menjalankan kewenangan pemberian izin yang dahulu berada di instansi teknis. PTSP yang berfungsi baik mensyaratkan adanya pelimpahan kewenangan dari instansi teknis. Ketika kewenangan ini terbatas, bahkan lemah, maka keberadaan PTSP relatif tidak akan berdampak terhadap 21 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP pelayanan perizinan. Masalah minimnya kewenangan tersebut dihadapi oleh banyak PTSP di Indonesia. Sebagian besar daerah membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan masalah ini. Tetapi, tidak ada pilihan lain. PTSP hanya mungkin bermanfaat sejauh kewenangan yang diberikan memadai. Praktik baik dari sejumlah PTSP menunjukkan bahwa proses pelimpahan kewenangan membutuhkan adanya kemampuan untuk meraih kepercayaan dari pihak terkait, dalam hal ini terutama kepala daerah dan pejabat SKPD. Kepercayaan dibangun melalui relasi yang baik dan pembuktian kinerja secara terus-menerus. Kinerja dimaksud bukan hanya PTSP saja, tetapi bagaimana kinerja PTSP itu berdampak baik terhadap kinerja pemerintah di mata publik secara keseluruhan. Singkat kata, PTSP harus mampu menyodorkan fakta manfaat positif bagi pihak terkait dengan adanya perbaikan pelayanan perizinan. Seorang pengelola PTSP menceritakan pengalamannya demikian: “Pendekatan kami di awal adalah menyamakan persepsi dengan menunjukkan asas manfaat. Kami tidak langsung katakan tidak boleh. Samakan persepsi. Buka satu per satu izin. Ada pendekatan formal dan informal. Seri workshop. Di warung kopi.” Penyamaan persepsi dilakukan dengan semua pihak terkait. Di internal pemerintah, pengelola PTSP melakukan pertemuan-pertemuan dengan bidang terkait di kantor bupati, terutama bidang hukum dan organisasi. Dua bidang tersebut strategis sebab ketika maju ke meja sekretaris daerah, hampir pasti sekda akan meminta pendapat atau kajian dari bidang hukum dan organisasi. Setelah dari sekda, barulah usulan dan rekomendasi diteruskan kepada bupati. Meskipun proses ini tidak selalu terencana seperti itu, namun komunikasi dengan pihak-pihak yang disebut itu dinilai merupakan kunci bagi keberhasilan pelimpahan kewenangan. Begitu sekda dan bupati setuju, maka langkah berikutnya relatif lebih mudah. Asas manfaat bagi SKPD teknis antara lain ditunjukkan oleh PTSP Kubu Raya. Kubu Raya memilih 14 izin untuk dilayani pada awalnya juga dengan pertimbangan kemampuan internal. Pro-kontra yang dalam beberapa kesempatan ditunjukkan oleh penolakan SKPD untuk membicarakan pelimpahan kewenangan dijawab oleh 22 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP PTSP dengan membuat database dan laporan pengurusan izin yang baik yang pada gilirannya membantu memperlancar pekerjaan instansi teknis terkait. PTSP juga terus berkoordinasi dengan SKPD, melibatkan mereka dalam rencana-rencana perbaikan. “Akhirnya jumlah izin yang dilimpahkan terus bertambah. SKPD malah bertanya kapan izin mereka ditarik,” kisah seorang pengelola PTSP. Sebelum berargumentasi dengan para pihak tersebut, PTSP mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh memahami regulasi yang ada. Pada titik tertentu, ketika situasi diperkirakan lebih sulit, beberapa PTSP memanfaatkan pihak luar untuk menjadi semacam juru bicara. Ini dilakukan melalui pelaksanaan workshop dan pertemuan teknis. Kehadiran pihak luar ini, terutama dari pemerintah pusat, dirasakan cukup efektif sebab bagaimanapun posisi pengelola PTSP berada di bawah kewenangan bupati maupun sekda, serta tidak lebih tinggi dari Kepala SKPD. Para pejabat dapat dikondisikan untuk lebih bersedia mendengarkan ketika yang berbicara memiliki posisi yang setara atau lebih tinggi. Dalam kasus Kubu Raya, pengelola PTSP meminta waktu kepada bupati untuk berbicara dalam forum pertemuan Kepala SKPD. PTSP mengatakan kepada bupati bahwa keengganan SKPD untuk melimpahkan kewenangan sama artinya dengan membiarkan fungsi PTSP tidak berjalan. Bupati setuju. Dalam forum itu, PTSP mempresentasikan perkembangan terkini dan secara terbuka menyampaikan kendala yang ada. Di akhir presentasi itu, bupati berbicara dan memerintahkan agar izin dimaksud dilimpahkan kepada PTSP. Meskipun dalam pelaksanaan tetap tidak benar-benar mulus, momen ini dianggap menentukan proses pelimpahan kewenangan di Kubu Raya. Dalam hal ini, ada komunikasi untuk memperoleh dukungan kepala daerah, serta proses penyiapan argumentasi yang sungguh-sungguh untuk meyakinkan instansi teknis. Pelimpahan kewenangan membuat pelayanan perizinan terpusat di PTSP. Tergantung pada gradasi pelimpahannya, kepala PTSP di sejumlah daerah dapat menetapkan mekanisme perizinan, kelengkapan persyaratan, hingga menandatangani izin atas nama kepala daerah. Ini memperbesar kewenangan dan, pada gilirannya, kewibawaan kelembagaan PTSP. Di sisi lain, masyarakat menjadi hanya harus berurusan dengan satu pihak sehingga proses perizinan relatif lebih pasti, mudah dan cepat. Dengan kewenangan lebih besar, PTSP juga memiliki ruang kreasi lebih luas untuk memperbaiki pelayanan perizinan. Setelah ada pelimpahan kewenangan, sejumlah PTSP membentuk tim teknis yang anggotanya mewakili SKPD. Tim teknis tersebut selain untuk memenuhi fungsi pelayanan perizinan satu pintu, juga sampai batas tertentu merupakan bentuk keterlibatan instansi teknis terkait dalam PTSP. Tim teknis selanjutnya memungkinkan PTSP untuk memelihara relasi dengan SKPD. Pelimpahan kewenangan yang dilakukan di sejumlah PTSP yang baik juga tidak tertutup kemungkinan dapat dilakukan di daerah lain. Hal ini karena pada dasarnya hanya dibutuhkan keputusan kepala daerah dan strategi lobi yang jitu. PTSP hendaknya tetap melibatkan SKPD dalam proses perbaikan pelayanan tersebut, sehingga kinerja yang dicapai menjadi kinerja bersama. 23 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP

3.1.3. Penyederhanaan Jenis Izin