Menjalin Hubungan Baik dan Membangun Dukungan dari Luar

44 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP PTSP Barru membuat slogan bersama bagi seluruh staf yang berbunyi: ‘ikhlas bekerja, simpatik melayani.’ Slogan ini dirumuskan bersama-sama staf dan disepakati sebagai nilai yang diperjuangkan bersama. Slogan dibuat untuk memotivasi staf. Bahwa berubah secara pribadi mungkin sulit, tetapi karena ini dilakukan secara tim maka diharapkan semua mengikuti. PTSP Barru belakangan menggunakan slogan masiga , yaitu akronim dari Ramah, Pasti dan Gampang. Dalam bahasa Bugis, masiga juga berarti ‘cepat.’ “Itu menjadi ruh. Kalau tidak, Anda bukan masiga,” begitu Kepala PTSP Barru Syamsir mengulang-ulang menyampaikan kepada staf maupun anggota tim teknis dari instansi lain yang bekerja bersama PTSP. Ada PTSP yang mengadakan semacam pemilihan staf terbaik bulan ini best employee of the month sebagai bagian dari upaya memotivasi secara positif. Upaya lain yang dilakukan untuk menjaga kualitas pelayanan secara umum dengan SDM yang ada adalah meminta kepada kepala daerah agar tidak melakukan mutasi selama periode tertentu terhadap staf yang telah dilatih. Pelatihan bagi staf diusahakan berlangsung rutin dengan aspek yang menjadi fokus adalah cara melayani service excellence dan pengetahuan teknis. Berdasarkan pengalaman beberapa PTSP, upaya meningkatkan kapasitas SDM dengan cara-cara tersebut dapat dikatakan telah membuahkan hasil. Di Kubu Raya, sejumlah staf bahkan mampu menjadi pendamping bagi PTSP lain. Kepala PTSP memberikan kepercayaan kepada staf untuk menggantikan pada sejumlah forum. Penugasan kepada staf untuk mewakili kepala PTSP dengan demikian tidak dilakukan tanpa dasar, tetapi dengan maksud menumbuhkan sekaligus menunjukkan kepercayaan. Kepercayaan dibangun dengan secara konkrit memberi peran kepada setiap orang sesuai dengan kapasitasnya. Seorang kepala PTSP menyampaikan pengalamannya sebagai berikut: “Kalau ada anggota forum PTSP ingin berkomunikasi di level teknis, saya sarankan langsung ke staf teknis. Kenapa saya yakin memberikan referensi ke staf? Karena saya yakin dengan kemampuan mereka karena praktik yang sudah kami lakukan. Saya budayakan mereka harus tahu. Saya mulai dari saya. Saya selalu mencari informasi aturan terbaru. Saya sampaikan ke mereka. Akhirnya mereka terpola.”

3.2.4. Menjalin Hubungan Baik dan Membangun Dukungan dari Luar

Ini sebuah paradoks PTSP: Instansi ini menerima pelimpahan kewenangan dari instansi teknis, tetapi pada saat yang sama tidak dapat berfungsi tanpa keterlibatan instansi teknis. Pada sebagian besar jenis izin, dibutuhkan rekomendasi teknis dari instansi lain. Dalam prosesnya, instansi lain juga perlu memenuhi standar pelayanan perizinan agar apa yang baik dari konsep PTSP, yaitu pelayanan perizinan yang mudah, cepat, murah, akuntabel dan transparan dapat tercapai. Tanpa instansi terkait di luar PTSP mengikuti irama gendang standar pelayanan, PTSP akan sangat sulit menghadirkan pelayanan yang secara signifikan lebih baik bagi pelaku usaha dan masyarakat. 45 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP Berdasarkan pengalaman PTSP, ada dua pilihan cara yang dapat ditempuh untuk menangani masalah tersebut. Cara pertama menggunakan pemaksaan lewat otoritas yang lebih tinggi. PTSP bisa saja mengadukan instansi teknis yang tidak kooperatif kepada kepala daerah. Ini tentu saja mengandaikan bahwa kepala daerah mempunyai keberpihakan kepada reformasi pelayanan perizinan. Dalam kasus tertentu, cara ini digunakan oleh sejumlah PTSP. PTSP akan menyampaikan kepada kepala daerah mengenai situasi yang dihadapi dan meminta intervensi. Meski demikian, disadari cara ini tidak dapat dilakukan terus-menerus, apalagi secara frontal, sebab PTSP membutuhkan instansi teknis dalam pelaksanaan kebijakan, apapun itu. Maka, cara kedua diperlukan, yaitu dengan mengupayakan kerjasama dari instansi teknis secara organik, dalam arti tanpa tekanan atau paksaan dari otoritas lebih tinggi. Cara ini jelas berdasarkan pengalaman menelan waktu yang lebih lama. PTSP harus berulang kali, terus menerus, bernegosiasi dan berargumentasi dengan instansi teknis mengenai hampir semua hal sepanjang berurusan dengan kewenangan instansi teknis. Persoalannya, cara ini tidak jarang menemui jalan buntu ketika PTSP gagal meyakinkan instansi teknis. Kepala SKPD dan PTSP biasanya memiliki eselon yang sama. Dalam tidak sedikit kasus, eselon kepala PTSP bahkan berada di bawah Kepala SKPD teknis. Hal ini menyulitkan PTSP untuk bernegosiasi. Tantangan meyakinkan rekan di pemerintahan tidak hanya berlaku dalam hal SKPD teknis. Ada saja PTSP yang justru masih harus meyakinkan kepala daerah mengenai usulan perbaikan pelayanan. Dengan posisi yang lebih inferior, PTSP memang harus mematuhi keputusan kepala daerah. Secara internal yang dapat dilakukan hanya menyiapkan argumentasi terbaik untuk disampaikan kepada kepala daerah. Dalam hal itu, PTSP akan sangat sulit untuk berhasil jika bekerja sendirian. PTSP membutuhkan dukungan pihak luar. Dukungan pihak luar tersebut terutama berupa dukungan moril dan informasi. Pihak luar membantu memberikan tekanan kepada pemerintah untuk melaksanakan agenda perubahan. Pihak luar juga menyediakan informasi mengenai berbagai hal yang membantu PTSP berargumentasi dengan pihak terkait. Beberapa pengelola PTSP menceritakan pengalamannya demikian: “PTSP sangat terbantu oleh Kinerja USAID program donor, MSF multistakeholder forum perizinan dan media yang mempromosikan perbaikan pelayanan perizinan. Hal ini menjadi pressure bagi SKPD teknis agar mereka bersedia melimpahkan izinnya ke PTSP.” “Kami berkomunikasi dengan BKPM, Menpan, Bangda, PTSP Sragen dan lainnya tentang hal-hal tertentu ketika sudah mentok. Sampai sekarang kami masih berkomunikasi dengan mereka, bahkan makin baik.” 46 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP Temuan di lapangan menunjukkan bahwa PTSP yang baik pasti memperoleh dukungan dari pihak luar. Pihak luar sengaja dilibatkan dalam pertemuan mengenai PTSP, entah sebagai narasumber atau pemantau, sehingga pemerintah menjadi tidak hanya ‘berhadapan’ dengan PTSP, tetapi dengan PTSP dan ‘pendukungnya.’ Sejumlah PTSP secara rutin berkomunikasi dengan pihak luar, termasuk BKPM, Kemendagri, LSM, pers dan asosiasi pelaku usaha untuk bertukar informasi. Komunikasi dengan pihak luar dilakukan secara formal dan informal. Komunikasi formal melalui pertemuan dalam kegiatan resmi, seperti workshop, rapat dan sebagainya. Adapun komunikasi informal melalui pertemuan sambil makan bersama atau bahkan lewat telepon. Seorang pengelola PTSP mengatakan ia biasanya bertemu secara informal dengan pihak luar di warung kopi. “Hampir tidak ada warung kopi di kota ini yang belum saya pakai sebagai tempat berdiskusi informal dengan pihak luar dari berbagai latar belakang, mulai dari politisi, LSM, pers dan lain-lain.” Komunikasi di warung kopi dianggap cukup efektif, termasuk saat hendak membicarakan persoalan yang muncul dengan pejabat SKPD teknis. Bila dimaknai lebih luas, warung kopi dapat dilihat melampaui sekadar sebuah tempat untuk menikmati kopi dan penganan ringan. Warung kopi mewakili suatu situasi di mana ada kesetaraan dan keleluasaan. Semua orang bisa mampir ke warung kopi. Kesetaraan dan keleluasaan itu memungkinkan orang untuk bersikap lebih terbuka. Apapun dapat dibicarakan di warung kopi. Praktik baik dari PTSP menunjukkan bahwa dukungan dari pihak luar perlu digalang secara aktif. PTSP harus terus mendekati semua pihak, berkomunikasi dengan baik dan dengan cerdik memanfaatkan dukungan pihak luar itu ketika diperlukan. Beberapa PTSP yang ditemui dalam studi ini memang memiliki pemimpin dengan kemampuan komunikasi di atas rata-rata. Mereka adalah orang yang senang berbagi, suka berdiskusi dan selalu haus akan informasi. Sementara itu, dukungan dari pihak luar hanya mungkin sejauh PTSP mampu menjalin hubungan baik dengan para pihak yang terkait. Ini termasuk dengan pihak-pihak yang mungkin menghambat upaya perbaikan pelayanan perizinan. Seorang kepala PTSP mengatakan ia selalu berusaha tetap menempatkan Kepala SKPD teknis sebagai senior yang dihormati baik ketika bertemu di forum maupun personal. “Saya memanggil mereka yang mempersulit proses ini dengan panggilan Abang,” kata seorang pelaku. Sejumlah PTSP sengaja terus berkoordinasi dengan SKPD dan melibatkan mereka. Ini tidak berhenti setelah pelimpahan kewenangan maupun penetapan standar pelayanan, melainkan terus-menerus. PTSP Kubu Raya, misalnya, setiap tiga bulan menggelar evaluasi bersama SKPD. Dalam pertemuan itu, PTSP menyampaikan kendala dan kemajuan yang ada. Semua persoalan dibicarakan dengan baik, dengan sedapat mungkin menghormati pendapat pihak lain, terlepas dari apakah pendapat itu berlawanan dengan usulan PTSP. 47 Kumpulan Praktik yang Baik Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP

3.2.5. Mendorong Masyarakat Mengurus Izin