Perumusan Masalah Pengaruh Keanggotaan Koperasi Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah Di Kud Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali

11

2.2 Koperasi

2.2.1 Definisi Koperasi

UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian memberikan definisi koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Definisi tersebut mengandung unsur – unsur bahwa : 1. Perkumpulan koperasi bukan merupakan perkumpulan modal bukan akumulasi modal. 2. Sukarela untuk menjadi anggota netral terhadap aliran dan agama. 3. Tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah anggota dengan kerjasama secara kekeluargaan Widiyanti dan Sunindhia, 1998. Pengertian lain koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan Sitio dan Tamba, 2001. Berdasarkan berbagai definisi dan pengertian koperasi, maka dapat disimpulkan terdapat beragam unsur yang terkandung, namun ada beberapa unsur pokok yang sama, yaitu: 1. Merupakan perkumpulan orang, bukan hanya perkumpulan modal usaha. 2. Ada kesamaan tujuan, kepentingan dan kegiatan ekonomi. 3. Merupakan usaha yang bersifat sosial namun memiliki motif ekonomi. 4. Berlandaskan atas azas kekeluargaan. 5. Mandiri dan sukarela. 6. Keuntungan dan manfaat sama, resiko ditanggung bersama.

2.2.2 Tujuan, Peran dan Fungsi koperasi

Perkembangan usaha sapi perah rakyat di Indonesia juga tidak terlepas dari peranan koperasi yang merupakan salah satu lembaga yang mewadahi peternak sapi perah. Pada awalnya peranan koperasi susu hanya sebatas pada penampungan dan pemasaran susu dari peternak ke IPS. Peternak tidak dapat menjual langsung ke IPS karena adanya persyaratan jumlah minimal setiap penyetoran susu, yang tidak mungkin dipenuhi oleh peternak jika tidak bergabung dalam suatu koperasi. Sebelum adanya kebijakan bukti serap BUSEP dijalankan, banyak IPS tidak menerima susu domestik dan lebih memilih susu impor untuk bahan baku industri karena kualitas dan harga susu impor yang lebih murah. Koperasi GKSI berhasil mendesak pemerintah untuk mengendalikan susu impor, mewajibkan IPS untuk menyerap susu rakyat, penentuan harga susu secara nasional, pembebasan pajak bagi koperasi, dan terus memajukan persusuan nasional melalui gerakan koperasi serta merealisir usaha pengembangan sapi perah di Indonesia Syarief, 1997. Pengembangan agribisnis peternakan sapi perah tidak dapat lepas dari peran