Definisi DBD Agent Infeksius Vektor Penular

dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya pengembangan peran serta masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan didasarkan kepada beberapa hal: a. Community felt need. Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, berarti masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut, artinya pelayanan kesehatan bukanlah berdasarkan kebutuhan penguasa tapi benar-benar kebutuhan masyarakat itu. b. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat, ini berarti fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri. c. Pelayanan kesehatan akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri, artinya tenaga dan penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang didasarkan sukarela Notoatmodjo, 2007 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofil partisipasi masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat.

2.3. Demam Berdarah Dengue DBD

2.3.1. Definisi DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang Universitas Sumatera Utara ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemahlesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan Nimmannitya, 2007.

2.3.2. Agent Infeksius

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Arthropod Borne Virus Arboviroses kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal Nimmannitya, 2007

2.3.3 Vektor Penular

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan daerah urban sedangkan daerah pedesaan daerah rural kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan Hadinegoro, 2005. Biasanya nyamuk Aedes Aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak Universitas Sumatera Utara aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap beristirahat di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat- tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya Hadinegoro, 2005. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes Aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari jentik ke nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2°c sampai 42°C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air maka telur dapat menetes lebih cepat Depkes. RI, 2005.

2.3.4. Mekanisme Penularan DBD Soegijanto, 2004