BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara-negara di dunia umumnya memiliki masyarakat yang majemuk. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki berbagai kebudayaan
husus yang jelas sekali. Demikian juga dengan Negara kita Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang
berbeda dengan suku bangsa lainnya. Ismail, 2004; 69 Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-beribu suku
bangsa yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan dalam Soekanto 2005:21 mengklasifikasikan suku
bangsa Indonesia dengan mengambil patokan kriteria bahasa, kebudayaan daerah serta susunan masyarakat terdiri dari 366 suku bangsa, dengan rincian yaitu 1
Sumatera, 49 suku bangsa 2 Jawa, 7 suku bangsa 3 Kalimantan, 73 suku bangsa 4 Sulawesi, 117 suku bangsa 5 Nusa Tenggara, 30 suku bangsa 6
Maluku-Ambon, 41 suku bangsa 7 Irian Jaya, 49 suku bangsa. Selama ratusan bahkan ribuan tahun itu pula, mereka telah menumbuhkan, memelihara dan
mengembangkan tradisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebuah Daerah Istimewa setingkat
provinsi yang terletak di Pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara,
Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra
Universitas Sumatera Utara
Utara di sebelah tenggara dan selatan. Terdiri dari suku-suku sebagai berikut; orang Aceh, Orang Gayo, Orang Alas, Aneuk Jamee, Melayu Tamiang. Buku
Statistik Kependudukan Pemkab Aceh Tengah Orang Aceh kaya akan adat istiadat, kesenian dan tarian-tarian. Untuk
setiap kabupaten mempunyai perbedaan dan variasi masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada upacara-upacara perkawinan, kelahiran bayi, turun ke sawah, turun ke
laut, peusijuk tepung tawar, khanduri mauled maulid Nabi, Nuzulul Quran 17 Ramadhan dan lain-lain. Sedangkan bentuk budaya dapat dilihat pada tulisan
kaligrafi, rumah-rumah adat, meunasah surau, balee, dayahtempat pengajian dengan kesenian seperti dalaeil khairat puji-pujian berbentuk irama, dikeezikir,
nasyidrebana. Dan motif-motif adat lainnya dapat dilihat pada perhiasan emas, perak, keramik dan ukiran-ukiran berbagai ornament, termasuk pada batu nisan
Aceh, ruang pelamin dan aneka pakaian adat Ismail, 2004; 69 Orang-orang Aceh sebagai umat Islam, amat kuat memegang kepribadian
Aqidah Islam dalam kehidupan, sebagai asas pokok dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wawasan budaya itu amat sejalan dengan
perkembangan watak etnik Aceh dimana aspek kultural, idiologi dan struktural bersenyawa dengan adat dan agama Islam. Dimana satu sama lain sulit
dipisahkan. Bagi orang Aceh agama dengan adat, Lagei Zat Ngon Sifuet seperti zat dengan sifat artinya antara adat dengan peraturan agama tidak dapat
dipisahkan. Adat bersumber dari syarak dan syarak bersumber dari Kitabullah Kitab Allah. Karena itu adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat Aceh
tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran agama Islam Ismail, 2004; 68 Dalam hubungan ini lahirlah Hadih Maja :
Universitas Sumatera Utara
“ Adat bak Po Teumeuruhom, hukom bak Syiah Kuala, Kanun bak Putroe Phang,Reusam bak Laksamana”.
Yang artinya : ‘’Adat ada pada Po Teumeuruhom, Hukum ada pada Syiah Kuala, Kanun
ada pada Putroe Phang, Resam ada pada Laksamana ”. Arti atau makna yang terkandung dalam kalimat Adat Bak Po
Teumeureuhom ialah Adat padamilik almarhum, maksudnya adalah bahwa Adat itu sebagai penanggung jawabnya Almarhum Sulthan Iskandar Muda, sebab
diwaktu Sulthan Iskandar Muda masih hidup, adat tersebut sangat dijunjung tinggi dan harus dijalankan tanpa memandang tingkat derajat dan pangkatkedudukan
seseorang, karena RajaSulthan adalah sebagai simbol dari Adat tersebut, apabila Sulthan lemah dalam melaksanakan Adat, maka Adat tidak menjadi menjadi satu
kekuatan dalam pelaksanaan pemerintahan. Hukom Bak Syiah Kuala memiliki makna bahwa hukum yang dijalankan
adalah menurut keputusan Syiah kuala yang merupakan seorang ulama. Beliau adalah ulama yang sanggup mendamaikan rakyat dan para pemimpin Aceh pada
masa itu, karena bertentangan pendapat akan ratu wanita dan perselisihan perebutan kekuasaan, semua lapisan masyarakat hidup rukun dan damai. Syiah
Kuala yang memiliki nama lengkap Syeikh Abdur Rauf adalah seorang ulama besar, negarawan, filosof, Kadhi Malikul Adil Hakim Agung dimasa
pemerintahan Ratu Safiatuddin dan tiga Ratu sesudahnya pada tahun 1086-1109 H atau 1675-1699 M.
Universitas Sumatera Utara
Kanun Bak Putroe Phang artinya undang-undang pada Putri Pahang. Puteri Pahang adalah isteri dari Sulthan Iskandar Muda, Puteri Pahang nama
aslinya adalah putri Kamaliah. Beliau dikawini oleh Sulthan Iskandar Muda untuk mengikat hubungan antara Aceh dengan Pahang, karena putri Kamaliah berasal
dari Negeri Pahang di semenanjung Malaya pada saat itu. Peranan besar Putroe Phang pada saat itu adalah, dengan prakarsa dan saran dari beliau terbentuknya
Mahkamah Rakyat DPR sekarang yang sebelumnya tidak pernah ada dengan tujuan untuk bermusyawarah dalam rangka membuat undang-undang Kanun
dengan simbolnya Putroe Phang. Reusam Bak Lakeumana, disini persoalan yang berhubungan dengan
reusam simbolnya adalah lakseumana ADMIRAL, Panglima Tinggi Angkatan LautAngkatan Perang, sedangkan reusam mengurus atau membidangi
diplomatik, etika dan keprotokolan, oleh karena itu diplomasi, keprotokolan dan etika ditangani oleh lakseumana. Kebetulan pada saat itu antara tahun 1607-1636
M Lakseumana Keumala Hayati seorang perempuan, maka yang berhubungan dengan reusam ditata sesuai dengan kehalusan rasa seorang perempuan Umar,
2008; 36, 43-45, 76. “ Mate Anuek meupat jeurat gadoh adat pat tamita”
Yang artinya: ‘’Mati anak tinggal pusara hilangnya adat mau dicari kemana’’. Umar,
2008; 76.
Hadih Maja ini memiliki arti seandainya seseorang itu tidak lagi mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dalam masyarakat, berarti seseorang atau
Universitas Sumatera Utara
anggota masyarakat tersebut tindak tanduknya menjurus kepada pembasmian adat istiadat yang berlaku. Kalau hal itu terjadi bagaimanakah untuk mengembalikan
adat istiadat tersebut pada tempatnya semula Syamsuddin, dkk, 1988; 161. Hadih maja tersebut juga menjelaskan bahwa setiap bagian dari tertentu di
pertanggung jawabkan pada ahlinya masing-masing dan begitu pentingnya hukum adat bagi orang Aceh karena dalam pahamnya orang Aceh adat para nenek
moyang dulu takkan bisa di dapatkan lagi. Dari hadih maja di atas dapat dijelaskan bahwa setiap bagian tertentu di
pertanggung jawabkan pada ahlinya masing-masing dan begitu pentingnya hukum adat bagi orang aceh karena dalam pahamnya orang aceh adat para nenek moyang
dulu takkan bisa di dapatkan lagi. Berdasarkan hadih maja di atas jelas menggambarkan bagian-bagian
sumber peraturan yang dijalankan oleh masyarakat, dan hadih maja yang kedua menunjukkan suatu kalimat nasihat kepada masyarakat Aceh akan pentingnya
menjaga dan melestarikan adat istiadat serta menjaganya dengan baik sampai ke anak cucu kita.
W.A. Haviland 1999;336 mengatakan bahwa kebudayaan tanpa masyarakat adalah tidak mungkin, seperti juga tidak mungkin ada masyarakat
tanpa individu. Sebaliknya, tidak ada masyarakat manusia yang dikenal tidak berbudaya. Koentjaraningrat 2004; 74-75 berpendapat bahwa kebudayaan
adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Selanjutnya dia berpendapat bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1 wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3 wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Kebudayaan ideal ini dapat kita sebut dengan adat istiadat. Kebudayaan ideal itu biasanya juga
berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dengan demikian
terlihat bahwa adat istiadat berkaitan erat dengan kebudayaan, karena adat istiadat merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Untuk tetap mempertahankan adat
istiadat tersebut, masyarakat pendukungnya akan menurunkan kepada generasi yang berikutnya.
Masyarakat mewujudkan adat istiadat dalam berbagai bentuk upacara. Upacara menurut jenisnya dapat digolongkan kedalam dua kategori yaitu Upacara
Sepanjang Lingkaran Hidup Individu Individual Life Cycle dan Upacara Keramat Ritual of Application . Upacara sepanjang lingkaran hidup individu
Individual Life Cycle misalnya masa bayi, masa penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa akhil baligh, masa bertunangan, masa setelah menikah, masa
hamil, masa tua dan masa setelah meninggal dunia Syamsuddin; 1988;2 Ada 7 Unsur kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Unsur dari Sistem Upacara Keagamaan
Setiap kebudayaan terdapat kepercayaan yang dianut. Kepercayaan yang dianutdi Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen protestan, Katolik, Hindu dan
Budha. Dari kelima agama tersebut terdapat upacara keagamaan yang berbeda- beda. Akan tetapi untuk masyarakat yang tinggal di kota upacara keagamaan
sepertinya sudah tidak dilaksanakan lagi kecuali dalam hal-hal tertentu saja. Sedangkan masyarakat yang tinggal di desa masih banyak yang melaksanakan
upacara keagamaan tersebut. 2.
Unsur dari Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Kebudayaan di Indonesia beragam dan sangat banyak. Terdapat
masyarakat Jawa,Sunda, Batak, Bugis dsb. Dari macam-macam kebudayaan tersebut, perlu ditanamkan nilai-nilai kemanusiaan yaitu membiasakan bergaul
dengan kebudayaan yang lain. Dan saling berinteraksi dengan rukun. Di Indonesia banyak terdapat kebudayaan yang harus di lestarikan bersama. Jangan kita saling
bersaing untuk kepentingan pribadi dengan kebudayaan lain, karena itu sama saja kita memecah belahkan kebudayaan yang sudah ditanam oleh leluhur sebelumnya.
3. Unsur dari Bahasa
Kebudayaan yang beragam sangat berpengaruh pada bahasa yang dipakainya. Contohnya bahasa Inggris, Jerman, Italia, Sunda, Jawa, dsb. Dari
banyak bahasa tersebut kita dapat mempelajarinya untuk pengetahuan yang lebih luas. Tidak hanya bahasa yang dipelajari berasal dari bahas luar negeri saja, tetapi
bahasa dari Indonesiapun perlu kita pelajari untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia.
4. Unsur dari Sistem Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak sistem pengetahuan misalnya pertanian, perbintangan, perdaganganbisnis, hukum dan perundang-undangan, pemerintahaanpolitik dsb.
Hal tersebut juga bagian dari kebudayaan. Kita wajib mempelajarinya karena dengan adanya sistem pengetahuan kita menjadi tahu dunia luar dan sangat
bermanfaat untuk kehidupan karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak perlu semua kita pelajari cukup beberapa
saja kita kuasai, maka akan banyak informasi yang kita dapat. 5.
Unsur dari Kesenian. Salah satu ciri khas dari kebudayaan adalah kesenian. Banyak hal yang
bisa kita pelajari mengenai kesenian. Misalnya seni sastra, lukis, musik, tari, drama dan lain sebagainya. Hal tersebut bagian dari khas yang dimiliki setiap
daerah maupun setiap negara. Misalnya untuk kesenian musik, kita bisa mengetahui dan mencari musik yang khas dari setiap daerah maupun negara.
Contohnya lagu-lagu daerah ampar-ampar pisang yang berasal dari Kalimantan Selatan yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut.
6. Unsur dari Sistem Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian sangat diperlukan untuk setiap masyarakat karena bermanfaat untuk memenuhi kehidupan manusia. Misalnya kaum pegawai
karyawan, kaum, petani, nelayan, pedangan. buruh dan seterusnya. Hal tersebut merupakan mata pencaharian yang harus kita tekuni. Contohnya masyarakat yang
hidup dipesisir pantai lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan atau masyarakat yang hidup di perkotaan lebih banyak bermata pencaharian sebagai
pegawai kantoran. 7.
Unsur dari Sistem Teknologi dan Peralatan
Universitas Sumatera Utara
Teknologi semakin lama semakin luas. Karena makin banyaknya masyarakat yang hidup modern. Teknologi sangat diperlukan akan tetapi tidak
untuk melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku. Sekarang banyak yang menyalah gunakan alat teknologi khususnya internet.
Tidak sedikit masyarakat yang tertipu atau melakukan perbuatan asusila dengan internet. Hal tersebut harus kita perhatikan. Jangan sampai kebudayaan kita
menjadi minus dimata negara lain. contoh lainnya dari sistem teknologi dan peralatan adalah peralatan kantor, rumah tangga, pertanian, nelayan, tukang kayu,
peralatan ibadah dan sebagainya lagi. Unsur kebudayaan secara universal sangat beragam. Kita bisa pelajari dengan baik maka akan dapat banyak sekali
pengetahuan yang sangat bermanfaat.
1
Ketujuh unsur tersebut di atas yang dijadikan masyarakat sebagai landasan mempertahankan adat istiadatnya dimana ke tujuh unsur tersebut saling
menyangkut satu sama lainnya dalam segala bidang. Setiap kali kehidupan individu itu beralih dari suatu tingkat ketingkat selanjutnya, biasanya lingkungan
masyarakatnya mengadakan upacara tertentu yang menunjuk pada peralihan status. Peralihan sepanjang lingkaran hidup individu adalah saat yang dianggap
penuh bahaya krisis atau rawan terhadap gangguan bahaya gaib, oleh sebab itu harus dilaksanakan upacara-upacara tertentu. Upacara adalah kelakuan simbolis
yang mengkonsolidasikan atau memulihkan tata alam dan menempatkan manusia dan perbuatannya dalam tata tersebut. Dalam upacara dipergunakan kata-kata, doa
dan gerak-gerik tangan atau badan. Syamsuddin, 1988; 166
1
10
http:id.shvoong.comsocial-sciencessociology2023362-pengertian-adat-secara-
umumixzz1rRZ9QlXxdiakses 10 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencegah datangnya kekuatan yang datang mengganggu biasanya dilakukan beberapa ritual khusus yang dimaksudkan agar suatu bahaya yang
berasal dari kekuatan diluar diri manusia tidak mengganggu kehidupannya. Dalam beberapa kebudayaan ada anggapan bahwa manusia akan mengalami masa-masa
bahaya terutama pada masa peralihan dari satu tingkat kehidupan ketingkat kehidupan yang lain. Yaitu mulai masa bayi, masa remaja, dewasa, hingga
meninggal, baik berupa bahaya gaib ataupun nyata. Untuk menghindari bahaya tersebut maka diperlukan upacara-upacara ritus ataupun untuk memberitahukan
kepada orang banyak bahwa seseorang telah memasuki tahapan kehidupan tertentu Koentjaraningrat, 1998.
Kepercayaan masyarakat Aceh khususnya masyarakat Perlak Asan sama halnya sebagaimana yang di ungkapkan oleh Koentjaraningrat yaitu mulai masa
bayi, masa remaja, dewasa, hingga meninggal, baik berupa bahaya gaib ataupun nyata. Untuk menghindari bahaya tersebut maka diperlukan upacara-upacara
ataupun untuk memberitahukan kepada orang bahwa seseorang telah memasuki tahapan kehidupan tertentu dan harus siap menghadapi dalam hal apapun. Dalam
pelaksanaannyapun harus mempersiapkan seperti tempat upacara, saat upacara waktu upacara, benda-benda upacara, orang-orang yang melakukan upacara dan
pemimpin upacara. Orang Aceh mempercayakan pemimpin upacara pada Ustadz atau Tgk. Imam, yang memiliki sifat dan sikap yang baik dan taat pada ajaran
agama. Hal ini sama halnya sebagaimana yang di ungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa; Dalam pelaksanaan upacara religi ada 5 komponen
upacara yaitu tempat upacara, saat upacara waktu upacara, benda-benda upacara orang-orang yang melakukan upacara dan pemimpin upacara. Orang yang
Universitas Sumatera Utara
memimpin upacara terbagi atas 3 golongan yaitu Pendeta, Dukun dan Shaman Koentjaraningrat: 1987.
Dengan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti satu bagian dari upacara sepanjang lingkaran hidup individu yaitu adat peutron Anuek turun
tanah yang ada pada masyarakat Aceh di desa Perlak Asan kecamatan Sakti kabupaten Pidie. Adat Peutron Anuek memiliki banyak pengertian dan makna-
makna yang terkandung didalamnya. Secara umum pengertian Adat Peutron Anuek ialah kebiasaan masyarakat membawa anak turun ke tanah, upacara ini
adalah upacara memperkenalkan seorang bayi untuk pertama kalinya kepada lingkungan masyarakat luas baik di lingkungan itu sendiri seperti sanak saudara
famili maupun masyarakat luar. Upacara adat ini dilaksanakan ketika bayi berumur 44 hari .
Bagi setiap pasangan suami istri, kelahiran seorang bayi baik laki-laki maupun perempuan merupakan anugerah dan berkah dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Semenjak kelahiran si bayi, setiap orang tua selalu mempunyai harapan- harapan tertentu apabila si anak kelak menjadi dewasa. Pengharapan-pengharapan
orang tua terhadap anak-anaknya dimanifestasikan dalam bentuk upacara adat. Dalam upacara tersebut adakalanya dipotong hewan sembelihan, terutama bagi
keluarga yang mampu secara ekonomi. Saat pelaksanaan upacara Peutron Anuek tidak mempunyai kesamaan
waktu di seluruh masyarakat Aceh. Peutron Anuek pada masyarakat Gayo dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi lahir, bersamaan dengan upacara cukur
rambut, pemberian nama dan hakikah. Pada masyarakat Anuek Jamee turun tanah disebut Turun Ka Aie, dilakukan pada hari ke empat puluh empat, bersamaan pula
Universitas Sumatera Utara
dengan cukur rambut, pemberian nama, kadang-kadang pula disertai dengan upacara hadiah. Begitu pula di Tamiang dan masyarakat Aceh lainnya. Dahulu
ada kalanya Peutron Anuek dilakukan setelah bayi berumur satu sampai dua tahun, lebih-lebih jika bayi itu anak yang pertama. Karena anak yang pertama
biasanya upacaranya lebih besar Syamsuddin, 1988; 128 Berbagai upacara adat yang terdapat pada suku bangsa Aceh,
pelaksanaanya selalu dipengaruhi atau diiringi dengan nilai-nilai agama Islam meskipun pengaruh Hindu juga masih kental. Demikian pula halnya dengan
upacara Peutron Anuek pada suku bangsa Aceh. Agama Islam yang dianut tidak sampai pula menjadikan masyarakat Aceh bersifat fanatik bahkan membenarkan
terus berlangsungnya tradisi-tradisi setempat namun akan selalu berpedoman kepada ajaran-ajaran Islam. Meskipun tradisi-tradisi tersebut masih selalu
dilaksanakan masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya sudah banyak mengalami perubahan sesuai dengan perubahan masyarakat dari dahulu sampai sekarang.
Adapun maksud peneliti memilih Upacara Adat Peutron Anuek pada masyarakat Aceh yaitu berusaha memaparkan lebih jauh lagi tentang upacara
tersebut mulai makna dari pelaksanaannya, proses, fungsinya dan makna simbol- simbol atau lambang-lambang yang banyak dipergunakan dalam upacara Adat
Peutron Anuek tersebut.
1.2. Rumusan Masalah