tengah-tengah masyarakat Aceh, namun tidaklah semua masyarakat Aceh melaksanakan upacara peusijuek. Ada sebahagian masyarakat Aceh yang tidak
mau melaksanakan peusijuek, bahkan menentangnya. Kelompok ini umumnya terdiri dari masyarakat Aceh yang lebih radikal atau tegas dalam pemahaman
keagamaannya. Kelompok ini menganggap bahawa peusijuek itu bukan berasal dari ajaran agama Islam, akan tetapi merupakan warisan dari sisa-sisa ajaran
agama Hindu. Hal ini diakui oleh tokoh agama dan masyarakat Aceh, namun mereka beranggapan bahwa peusijuek itu telah menjadi adat dan budaya
masyarakat Aceh. Sebagaimana pernyataan dari Muhammad Hakim Nya Pha, seorang
pensyarah di Universita Syiah Kuala Banda Aceh, kini menjawat sebagai Hakim Agung di Jakarta dan juga tokoh adat Aceh. Beliau telah banyak menulis tentang
hukum adat Aceh dalam berbagai seminar, beliau menyatakan bahawa peusijuek itu memang merupakan peninggalan budaya Hindu, akan tetapi telah menjadi
tradisi dan budaya Aceh sejak zaman dahulu hingga saat ini, dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
7
Lain halnya upacara-upacara adat yang dilaksanakn oleh masyarakat Perlak Asan, hampir keseluruhan masyarakat melaksanakan acara peusijuek dalam
semua bidang. Oleh kerana peusijuek mengiringi hampir semua upacara dalam masyarakat Gampong Perlak Asan, sehingga amat sukar untuk membedakan
aspek adat dari amalan agama.
2.2. Adat Peutron Aneuk pada Masyarakat Aceh di Desa Perlak Asan
7
30http:www.indonesia.go.id.sosial-budaya-provinsi-nanggroe-aceh-darussalam, diakses 12 Oktober 2011
Universitas Sumatera Utara
Dalam kebudayaan Aceh khususnya di Desa Perlak Asan, upacara peusijuek dilaksanakan pada upacara Peutron Aneuk pada saat sibayi sudah
berumur 44 hari, hampir semua masyarakat Perlak Asan melaksanakan upacara adat tersebut, pelaksanaan upacara adat yang dilakukan oleh semua golongan
masyarakat tidak terkecuali kaya atau miskin. Kepedulian masyarakat terhadap perilaku adat, terlihat dari pelaksanaan
kegiatan upacara yang dilaksanakan dalam kesehariannya. Masyarakat Perlak Asan benar-benar menghayati ajaran agama Islam dalam kehidupannya.
Penghayatan yang begitu besar dan mendalam terhadap ajaran agama Islam diwujudkan dalam bentuk akulturasi antara adat dan ajaran agama. Hal ini berarti
seseorang yang telah berperilaku dan bersikap sesuai dengan yang dituntut atau digariskan dengan adat, ia telah berperilaku dan bersikap sesuai dengan ajaran
agama atau sekurang-kurangnya tidak keluar dari bingkai agama yang mereka anut, 100 masyarakat Desa Perlak Asan adalah beragama Islam.
Adat Peutron Aneuk di Desa Perlak Asan, merupakan tradisi yang dilahirkan oleh para nenek moyang terdahulu yang secara turun temurun telah
dilaksanakan oleh masyarakat setempat, walaupun proses penyelenggaraannya berbeda-beda, tergantung pada kemampuan ekonomi orang tua sibayi, masyarakat
Perlak Asan sangat menyakini yang bahwa adat peutron Aneuk yang dilaksanakan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama walaupun didalamnya terkandung
ajaran Hindu. Maka adat yang dilaksanakan dalam masyarakat Desa Perlak Asan tidak lepas dari ajaran-ajaran atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan
dalam ajaran agama Islam.
Universitas Sumatera Utara
Upacara adat peutron aneuk yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di Desa Perlak Asan ketika si anak telah berumur 44 hari selanjutnya diturunkan
kehalaman dengan dipayungi dan kaki anak tersebut diinjakkan ke tanah peugiho tanoh. Pada upacara ini diatas kepala si anak dibelah buah kelapa dengan alas
kain putihkain panjang yang dipegang oleh 4 orang yang dipercayakan. Kelapa yang telah dibelah tersebut, sebelah diberikan kepada pihak orang tua suami dan
sebelah lagi diberikan kepada pihak orang tua si istri, dengan tujuan supaya kedua belah pihak tetap kekal dalam persatuan, rukun damai, kompak dan teguh dalam
persaudaraan. Selanjutnya diadakan pembakaran petasan mercon dan disuruh orang-
orang yang tangkas dan ahli bermain pedang mempertunjukkan ketangkasan dengan mencincang batang pisang, supaya anak tersebut nanti berani dalam
menghadapi peperangan membela negara, dan dapat menjadi panglima perang yang tangkas dan arif bijaksana. Selanjutnya anak tersebut ditempatkan ke dalam
sebuah balai di halaman, dengan tujuan supaya anak tersebut nanti dapat menyesuaikan dirinya dengan masyarakat dan dapat menjadi orang terkemuka
dalam masyarakat. Setelah upacara tersebut barulah anak itu dibawa masuk ke dalam rumah dengan terlebih dahulu orang tua yang membawa memberi Salam
dan disambut salam serta do’a restu untuk kebahagian si anak. Nilai Budaya yang dapat di ambil dari tradisi Upacara Turun Tanah
Peutron Aneuk adalah sebagai berikut: Turun tanah adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Perlak Asan. Upacara yang sangat erat kaitannya dengan
lingkaran hidup individu ini, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan, baik
Universitas Sumatera Utara
di dunia maupun akhirat alam baqa. Nilai-nilai itu, antara lain: kerajinan, kesatriaan, keberanian, dan ketaqwaan. Nilai kerajinan tercermin dalam makna
simbolik dari ritual menyapu halaman dan menampi beras yang dilakukan oleh dua orang kerabat sang bayi dan ini dilakukan jika sibayi tersebut perempuan.
Nilai kesatriaan tercermin dari ritual mencangkul tanah dan mencincang batang pisang atau batang tebu. Kemudian, nilai keberanian tercermin dari pemecahan
buah kelapa. Dan, nilai ketaqwaan tercermin dari pelekatan pulut kuning pada telinga anak dan pengolesan bibir dengan madu lebah yang disertai dengan
ucapan: “Mudahlah rezekimu, taat dan beriman serta berguna bagi agama”.
Universitas Sumatera Utara
BAB III UPACARA PEUTRON ANEUK DI DESA PERLAK ASAN