penyakit disentri, keputihan, haid tidak lancar, serta perut mulas saat haid Wasito, 2011.
Bagian tanaman kunyit yang paling banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang kunyit terdapat di bagian pangkal batang, berkulit coklat,
bersisik dan jika diiris bagian dalamnya berwarna kuning. Rimpang kunyit memiliki berbagai kandungan, yaitu minyak atsiri, pati, resin, selulosa, dan
beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5. Komponen utama rimpang kunyit adalah pati, berkisar 40-50 dari berat kering rimpang.
Komponen zat warna atau pigmen pada kunyit yang utama adalah kurkumin, yaitu sebanyak 2,5
– 6. Pigmen inilah yang memberi warna kuning jingga pada rimpang. Senyawa kurkumin ini diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang
tinggi Sharma dkk., 2005, anti inflammatory Chainani, 2003, anti kanker Huang dkk., 1994.
D. Buah Asam Jawa
Asam jawa Tamarindus indica L. merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong, memiliki biji sebanyak 2
– 5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman Kurniawati, 2010.
Daging buah asam jawa yang masak di pohon per 100 gramnya mengandung nilai kalori sebanyak 239 kalori; protein 2,8 gram; lemak 0,6 gram; karbohidrat 62,5
gram; kalsium 74 mg; fosfor 113 mg; zat besi 0,6 mg; vitamin A 30 SI; vitamin B1 0,34 mg; serta vitamin C 2 mg Agromedia, 2008.
Buah asam
menunjukkan potensi
sebagai antidiabetes
dan antihiperlipidemik Maiti dkk., 2005, dan antioksidan Siddhuraju, 2007. Buah
asam jawa juga memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai laksatif Latief, 2012. Selain itu, daging buah asam jawa juga dimanfaatkan sebagai bumbu
masakan dan campuran obat tradisional. Buah asam banyak digunakan dalam industri minuman, es krim, selai, manisan atau gula-gula, sirup, dan obat
tradisional atau jamu Rukmana, 2005.
E. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan bakunya BPOM, 2005. Hal tersebut
sama halnya dengan jamu, yaitu perlu dibuat dengan cara yang baik agar menjamin kualitas jamu tersebut.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor: HK.00.05.4.138 mengenai
pedoman dalam pembuatan obat tradisional yang baik, dikenal dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik CPOTB. CPOTB meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan
personalia yang menangani BPOM, 2005. Industri obat tradisional dengan skala besar yang memiliki izin edar wajib
menerapkan CPOTB. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu
gendong dan racikan tidak memerlukan izin edar karena produksi yang bersifat lokal dan distribusi yang kecil. Usaha jamu gendong dan racikan tidak diwajibkan
menerapkan CPOTB, tetapi CPOTB dapat menjadi pedoman dalam proses pembuatan jamu sehingga kualitas dan keamaman untuk dikonsumsi dapat
terjamin Depkes RI, 2012. Berdasarkan CPOTB, pembuat jamu harus mencuci tangan terlebih
dahulu dengan sabun sebelum mulai membuat jamu untuk mencegah kontaminasi bakteri yang berasal dari tangan pembuat jamu. Kemudian bahan baku yang
digunakan harus dicuci dengan air mengalir hingga bersih dengan cara pencucian sebanyak 2-3 kali. Selain itu, kebersihan tempat pembuatan jamu juga harus selalu
dijaga. Jamu yang telah jadi harus dikemas dalam wadah sesuai yang memenuhi persyaratan higienitasnya BPOM, 2005. Pembuat jamu juga sebaiknya
menggunakan pakaian pelindung tambahan seperti kaca mata pelindung, masker dan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi mikroba Wasito, 2011.
F. Angka Lempeng Total