11
mempunyai suatu kewajiban untuk menjalin kerjasama yang baik dengan keluarga yang lain agar terciptalah keluarga yang kristiani dalam suatu masyarakat.
b. Pengertian Keluarga Kristiani
Menurut Gaudium et Spes, art. 48 menyatakan: keluarga kristiani merupakan “Gambaran dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan
Gereja”. Gambaran dan partisipasi yang dimaksudkan dalam rumusan ini adalah gambaran dan partisipasi sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan perjanjian
cinta kasih kepada Kristus dan kepada Gereja, karena perjanjian cinta kasih dalam sebuah keluarga harus selalu berlandaskan pada cinta kasih akan Kristus yang
telah mempersatukan dan Gereja yang telah menjadikan sebuah keluarga menjadi keluarga yang kristiani. Jika gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih
antara Kristus dan Gereja sudah terwujudkan maka keluarga kristiani dapat dibangun dengan baik.
Gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih antar Kristus dan Gereja dapat menjadi contoh bagi pasangan suami istri dalam upaya membangun
keluarganya sebagai keluarga yang kristiani, dimana kristus dan gereja dapat sama-sama dijadikan sebagai sebuah patokan dalam keluarga kristiani.
2. Dasar-dasar Keluarga Kristiani
a. Kehendak Bebas
Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: ”Dasar keluarga adalah kehendak bebas dari suami-istri untuk masuk kedalam kehidupan
perkawinan dan serentak memperhatikan makna dan nilai khusus dari institusi
12
perkawinan yang bukan didirikan oleh manusia melainkan oleh Tuhan sendiri”. Di dalam sebuah keluarga kehendak bebas tidaklah lepas dari sebuah ikatan kudus
dimana Allah sendiri adalah pembentuk sebuah ikatan perkawinan yang dilengkapi dengan berbagai kebaikan dan tujuan untuk membentuk keluarga yang
kristiani. Ikatan perkawinan sebagai kebersamaan hidup dan cinta kasih yang
mendalam dibentuk oleh Sang Pencipta dan dilindungi. Ikatan perkawinan tersebut diharapkan mampu melestarikan aturan Ilahi karena perkawinan adalah
sesuatu yang sakral. Melalui ikatan perkawinan pasangan suami istri bersatu dan membuka diri untuk menerima keturunan dengan demikian ikatan perkawinan
tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun. Dalam Kompendium Ajaran Sosial
Gereja, 2009 dinyatakan bahwa: ”Tidak ada kekuasaan yang dapat membatalkan hak untuk menjalin ikatan perkawinan ataupun mengubah kekhasan dan
penetapan tujuan dari perkawinan”. Perkawinan yang sudah terjalin oleh suatu ikatan sudah tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun kecuali oleh maut
ke karena maut tidak direncanakan dan tidak dapat dihindari.
Manusia sendiri tidak memiliki hak untuk menguasai ikatan perkawinan karena pasangan suami istri
yang ada dalam ikatan perkawinan tersebut sudah saling menjanjikan kesetiaan timbal balik serta membantu dan menerima keturunan.
b. Panggilan Allah
Perkawinan sebagai tanggapan pangggilan Allah. Injil Matius 19:9 “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu karena itu apa yang sudah
dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”. Panggilan Allah akan sebuah