Metode Penulisan KELUARGA KRISTIANI

12 perkawinan yang bukan didirikan oleh manusia melainkan oleh Tuhan sendiri”. Di dalam sebuah keluarga kehendak bebas tidaklah lepas dari sebuah ikatan kudus dimana Allah sendiri adalah pembentuk sebuah ikatan perkawinan yang dilengkapi dengan berbagai kebaikan dan tujuan untuk membentuk keluarga yang kristiani. Ikatan perkawinan sebagai kebersamaan hidup dan cinta kasih yang mendalam dibentuk oleh Sang Pencipta dan dilindungi. Ikatan perkawinan tersebut diharapkan mampu melestarikan aturan Ilahi karena perkawinan adalah sesuatu yang sakral. Melalui ikatan perkawinan pasangan suami istri bersatu dan membuka diri untuk menerima keturunan dengan demikian ikatan perkawinan tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun. Dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 dinyatakan bahwa: ”Tidak ada kekuasaan yang dapat membatalkan hak untuk menjalin ikatan perkawinan ataupun mengubah kekhasan dan penetapan tujuan dari perkawinan”. Perkawinan yang sudah terjalin oleh suatu ikatan sudah tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun kecuali oleh maut ke karena maut tidak direncanakan dan tidak dapat dihindari. Manusia sendiri tidak memiliki hak untuk menguasai ikatan perkawinan karena pasangan suami istri yang ada dalam ikatan perkawinan tersebut sudah saling menjanjikan kesetiaan timbal balik serta membantu dan menerima keturunan.

b. Panggilan Allah

Perkawinan sebagai tanggapan pangggilan Allah. Injil Matius 19:9 “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu karena itu apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”. Panggilan Allah akan sebuah 13 perkawinan yang menjadi satu kesatuan tak dapat diceraikan oleh manusia. Allah mempersatukan pasangan suami istri dalam sebuah ikatan perkawinan yang suci yang tidak boleh dipisahkan oleh manusia dan hanya boleh dipisahkan oleh maut. Allah memanggil pasangan suami istri untuk menjadi pasangan yang dapat menyatukan segala perbedaan yang ada. Melalui perbedaan yang ada tersebut pasangan suami istri ini diharapkan menjadi satu jalan, satu pikiran dan satu tujuan dalam menangapi panggilan Allah melalui perkawinan mereka sehingga perkawinan mereka dapat berlangsung sampai maut memisahkan. Dalam kejadiaan 2:24 Allah bersabda “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Allah menghendaki agar pengantin laki-laki meningggalkan ayah dan ibunya, kemudian menyatu dengan istrinya untuk membangun keluarga kecil mereka. Setelah menikah mereka diharapkan menjadi satu, satu dalam suka dan duka dan nantinya dapat menghasilkan sebuah keturunan. Dalam Kejadian 2:28 ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka; beranak cuculah dan bertambah banyak”. Dalam ayat ini jelas dinyatakan bahwa Allah itu menghendaki setiap pasangan suami istri untuk beranak cucu sebanyak- banyaknya. Allah mengharapkan agar pasangan suami istri yang dipanggil Allah dapat membangun keluarganya dengan baik dan memperoleh keturunan yang banyak.

c. Iman Akan Yesus Kristus

Menurut Telaumbanua 1999 orang yang beriman akan Yesus kristus berarti: 14 Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh kesadaran kepada-Nya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh kebutuhan dan kebenaran Allah. Pasangan suami istri dapat dikatakan beriman akan Yesus Kristus apabila mau menerima dan mempercayakan seluruh hidup rumah tangganya kepada Allah. Maka pasangan suami istri perlu membiasakan diri terus menerus menghadirkan Roh Kudus dalam seluruh peristiwa kehidupan keluarganya dan membiarkan keluarganya dipimpin oleh-Nya, karena melalui dan di dalam-Nya kehidupan pasangan suami istri semakin terarah dan akhirnya memampukan pasangan suami istri untuk semakin percaya dan berharap pada Tuhan adalah kebenaran. Dapat dikatakan pasangan suami istri yang beriman kepada Yesus Kristus berarti menyerahkan seluruh kehidupan keluarganya hanya untuk Tuhan dan tanpa ada suatu paksaan melainkan suatu keyakinan penuh dan suka rela. Oleh karena itu beriman kepada Yesus Kristus sesungguhnya adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa melainkan dengan sukarela.

d. Nilai Sakramen

Kitab Hukum Kanonik Kan. 1055 menyatakan: Perjanjian foedus perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum serta kelahiran dan pendidikan anak antara orang-orang yang baptis oleh kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. Dalam sebuah perkawinan sakramen perkawinan menjadi suatu patokan yang mampu mengingatkan janji perkawinan yang diucapkan. Di mana janji tersebut 15 terarah pada suatu kesejahteraan keluarga serta keterbukaan suatu keluarga dalam menerima kelahiran seorang anak. Masih dari Kitab Hukum Kanonik Kan. 1057 mengenai perjanjian nikah: “Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik atau dibatalkan oleh pihak manapun karena perjanjian tersebut sudah sah dimata gereja dan sungguh-sungguh diucapkan dari hati oleh kedua belah pihak. Perjanjian tersebut bukti penyerahan diri secara utuh dari kedua belah pihak untuk membangun sebuah keluarga. Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan lagi mengenai Sakramen perkawinan: Sakramen perkawinan mencakup seluruh kenyataan manusia dari cinta kasih suami istri dengan segala konsekuensinya, memampukan dan mewajibkan para suami istri dan orang tua Kristen untuk menghidupi panggilannya sebagai awam dan dengan demikian mencari Kerajaan Allah dalam usaha dan penataan hal-hal duniawi. Sakramen perkawinan merupakan suatu kenyataan dimana cinta kasih setiap pasangan suami istri terikat dengan segala resiko yang akan dihadapi agar mampu melaksanakan segala kewajibannya sebagai pasangan suami istri untuk menagapi panggilannya sebagai keluarga awam yang mencari Kerajaan Allah.

3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani

a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih

Keluarga kristiani yang diresapi oleh cinta kasih menurut Gaudium et Spes , art. 49 “Seringkali para mempelai dan suami istri diundang oleh sabda ilahi, 16 untuk memelihara dan memupuk janji setia mereka dengan cinta yang murni dan perkawinan mereka dengan kasih yang tak terbagi. Undangan sabda ilahi bagi pasangan suami istri amat sangat berarti”. Melalui undangan tersebut pasangan suami istri diharapkan mampu memelihara dan memupuk janji setia dalam kehidupan perkawinan agar kelak bisa membangun keluarganya menjadi sebuah keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Melalui cinta kasih pasangan suami istri menjadi semakin saling menghargai dan mencintai satu sama lain. Mereka diharapkan untuk tidak membagi kasih setia dan cintanya kepada orang yang bukan pasangan hidupnya. Mereka diharapkan mampu menjunjung kesetiaan dalam hidup perkawinannya. Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 “ Cinta kasih suami istri hakekatnya terbuka bagi penerimaan kehidupan”. Cinta kasih dalam kehidupan pasangan suami istri kiranya dapat terbuka bagi keturunan, dimana sebuah keturunan menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan sebuah keluarga. Keterbukaan akan kehadiran keturunan kiranya atas dasar kesamaan tersebut dibentuk keluarga sebagai satu persekutuan hidup manusia yang dipersatukan didalam cinta kasih.

b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan

Dalam perkawinan katolik terdapat dua sifat hakiki perkawinan yang tak dapat dipisahkan atau diceraikan oleh manusia yaitu monogam dan tak terceraikan, seperti yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik Kan. 1056 “sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak terceraikan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen” 17

1. Monogam

Monogam menurut Kitab Hukum Kanonik kan. 1056 artinya satu suami dan satu istri. Perkawinan kodrati selalu membangun kesatuan yaitu melibatkan dua pribadi yang ingin mempersatukan diri dan hidup dengan pasangannya. Maka perkawinan katolik harus monogam. Pendidikan anak-anakpun hanya dapat lengkap dalam persekutuan hidup monogam, karena hal itu tidak hanya berarti kesejahteraan material. Persekutuan hidup berdasarkan kesetiaan manusiawi membutuhkan demi terwujudnya kesejahteraan hidup perkawinan. Namun kesetiaan tidak hanya berarti bahwa menyeleweng kepada orang lain melainkan setia pada pasangannya. Dalam surat Ef 5:22-29 Paulus menyatakan harapan agar suami istri kristiani saling mencintai sepenuh-penuhnya, seperti Kristus dalam Gereja saling mencintai. Kesetiaan Gereja pada Kristus dan cinta Kristus pada Gereja harus menjadi contoh bagi suami istri. Suami harus mencintai istrinya seperti badannya sendiri begitu pula sebaliknya, sebab Allah sendirilah yang telah menyatukan suami istri itu sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan kata lain perkawinan katolik harus bercirikan kesetiaan sepenuh-sepenuhnya. Kesetiaan dalam hidup perkawinan ditegaskan kembali dalam Konsili Vatikan II yang menyatakan bahwa poligami mengaburkan nilai perkawinan dan bahwa monogami dituntut oleh kesetiaan cinta suami istri yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Lebih lanjut dikatakan, perceraian mengaburkan seluruh perkawinan karena telah menentang ajaran gereja. Maka ditegaskan bahwa 18 kesatuan suami istri dan kepentingan anak-anak menuntut tak terceraikan perkawinan. Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981 art. 33 menegaskan tentang perkawinan dan hidup berkeluarga: Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antar pribadi yang saling mencinta. Kesatuan pertama ialah cinta eksklusif suami istri. Roh kudus mencurahkan lewat sakramen perkawinan cinta sejati antar mereka, seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Kesatuan semacam itu dilawan oleh poligami yang menentang kehendak Allah.

2. Tak-Terceraikan

Perkawinan yang tak-terceraikan berarti bahwa ikatan yang timbul dari perjanjian perkawinan itu berlaku seumur hidup. Pandangan itu berdasarkan pada Mrk 10:9 yang mengatakan “karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Perkawinan yang tak-terceraikan merupakan sifat yang berdasarkan cinta kasih antar pasangan suami istri. Semangat dan nilai-nilai cinta kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci mendorong suami istri kearah cinta kasih personal. Cinta kasih personal mereka merupakan dasar hidup perkawinan yang sungguh-sungguh membahagiakan. Mereka memperkembangkan sifat-sifat manusia yang terluhur cinta kasih dan dirindukan oleh setiap manusia. Cinta kasih yang digambarkan itu diekspresikan secara khusus dalam persetubuan. Dalam persetubuan cinta kasih antar suami istri secara personal dan total yang dikukuhkan oleh Allah sedemikian erat sehingga keduanya bukan lagi dua melainkan satu, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Gereja mengajarkan bahwa perkawinan sah antar orang dibaptis yang telah disempurnakan dengan 19 persetubuan adalah mutlak tak-terceraikan kecuali oleh kematian. Seperti dalam Kan.1141 ”Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian”. Tak- terceraikan perkawinan itu berhubungan erat dengan ciri perkawinan sebagai sakramen, karena sakramen melambangkan hubungan cinta tak-terceraikan antara Kristus dengan Gereja. Perkawinan yang tak-terceraikan memberi manfaat bagi suami istri, anak dan bagi seluruh masyarakat.

c. Keluarga Adalah Tempat Kudus

Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: “keluarga yang didasarkan pada perkawinan sungguh-sungguh merupakan tempat kudus untuk kehidupan”. Keluarga merupakan tempat Kudus dimana kehidupan keluarga dimulai dan sebagai hadiah dari Allah, diterima secara senang hati dan selalu diberi perlindungan dari berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kehidupan keluarga dalam mengembangkan kehidupan keluarga. Masih dari Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 dinyatakan bahwa: “keluarga memberi sumbangsi besar bagi kesejahteraan bersama melalui pelaksanaan tugas sebagai ayah dan ibu yang bertanggungjawab. Dengan itu mereka ambil bagian atas cara istimewa dalam karya penciptaan Allah”. Tanggung jawab sebagai ayah dan ibu tidak boleh menjadi suatu alasan untuk membenarkan segala keegoisan yang ada dalam diri masing-masing baik dalam menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, tetapi harus mengarahkan pada suatu pembenaran akan penerimaan pasangan suami istri atas kehidupan yang diberikan oleh Tuhan dengan penuh rasa syukur tak terhingga dan tiada batasnya. 20 Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: orang tua mempunyai tugas untuk mendidik: “keluarga memainkan peranan yang asli dan tak tergantikan dalam mendidik anak-anak”. Cinta kasih orang tua yang memberi dirinya untuk melayani anak-anaknya karena mereka hendak membantu anak- anak itu agar sanggup melakukan yang terbaik darinya, menemukan perwujudannya yang penuh di dalam tugas pendidikannya. Hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya harus disebut sebagai yang utama karena hak dan kewajiban ini melekat pada penerusan kehidupan itu sendiri, sebagai tugas yang asli dan pertama dibandingkan dengan tugas-tugas lainnya dari orangtua berdasarkan kekhasan relasi yang ada antara orang tua dan anak. Sebagai tugas yang tak tergantikan dan tak dapat dirampas karena tidak dapat dialihkan secara menyeluruh kepada orang lain ataupun diambil orang lain. Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk memberi pendidikan agama dan moral kepada anak-anak mereka. Hak ini tidak dapat diambil dari mereka tetapi harus dihargai dan diteguhkan menjadi satu kewajiban utama yang tidak dapat diabaikan oleh keluarga atau diserahkan ke pihak lain.

d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini

Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya Membangun Keluarga Kristiani, 1995 “Keluarga kristiani merupakan Gereja mini artinya persekutuan dasar iman dan tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga kristiani, pertama-tama diharapkan perkembangan iman yang dapat menghangatkan satu sama lain. Kehangatan dimana suatu keluarga tersebut bisa hidup tenang, damai dan sejahtera. Keluarga yang hangat ini diharapakan bisa memperkembangkan Iman 21 akan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keluarga kristiani akan tumbuh dengan sendirinya karena keluarga kristiani merupakan satu penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Dalam keluarga kristiani ditampilkan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda, citra dan persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Keluarga dipanggil, supaya mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Keluarga kristiani mempunyai suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil karena Injil menjadi sumber kekuatan dalam keutuhan keluarga. Keluarga kristiani diharapkan mampu menjadi pengikut Yesus Kristus yang sejati dengan mewartakan dan menyebarluaskan Injil dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan bermasyarakat. Keluarga kristiani di sini adalah keluarga yang membangun persekutuan hidup berdasarkan persaudaraan dan iman akan Yesus. Dalam keluarga kristiani ditampakkan kasih suami dan istri melalui kesediaan untuk berkurban, kesetiaan dan kerjasama yang penuh kasih antara semua anggotanya. Dengan demikian keluarga tersebut menampilkan cinta kasih Allah kepada Gereja-Nya.

B. UPAYA-UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI

Keluarga kristiani dipersiapkan melalui kursus persiapan perkawinan. Dengan mengikuti kursus persiapan perkawinan ini pasangan suami istri diharapkan sudah mempunyai gambaran mengenai kehidupan berkeluarga. Keluarga kristiani juga dapat dibangun melalui kesetiaan suami istri karena dengan kesetiaan kehidupan berkeluarga dijamin akan tumbuh seperti apa yang 22 mereka harapkan, kesetiaan suami istri dan pengembangan komunikasi juga mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam membangun keluarga kristiani.

1. Kursus Persiapan Perkawinan

Menurut Brayat Minulyo dalam buku yang berjudul Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga , 2006 bertujuan untuk: Mempersiapkan muda-mudi yang akan menikah dan hendak membina rumah tangga serta memberikan pegangan, bekal bagi mereka untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azaz dan moral kristiani, memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan dan hidup berumah tangga juga menanamkan benih panggilan kristiani melalui keluarga-keluarga kristiani. Kursus persiapan hidup berkeluarga merupakan wadah yang tepat untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga kristiani dengan segala konsekuensinya kepada calon pasangan suami-istri. Sebelum melangsungkan perkawinan calon pasangan suami-istri diwajibkan untuk mengikuti kursus persiapan perkawian sebagai modal awal sebelum membangun keluarga kristiani. Persiapan perkawinan dibagi dalam tiga bagian yaitu: persiapan perkawinan jangka jauh yang dimulai sejak kanak-kanak, persiapan jangka dekat diberikan kepada remaja yang beranjak dewasa, persiapan perkawinan akhir yaitu kursus persiapan perkawinan. Persiapan akhir perkawinan bertujuan untuk memberikan kesempatan dalam mendaftarkan perkawinan sesuai dalam aturan kitab hukum kanonik dan mengumumkan hari, tanggal, tempat dan halangan- halangan yang mungkin ada di gereja pada saat perayaan ekaristi minggu. 23 Dari keterangan di atas tampak jelas bahwa kursus persiapan perkawinan sangat diperlukan oleh calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan dan masih mengalami kekurangan-kekurangan atau kesulitan mengenai ajaran dan praktek hidup kristiani. Mereka selama mengikuti kursus persiapan perkawinan dibekali pengetahuan yang mendalam tentang misteri Kristus dan Gereja, arti rahmat dan tanggungjawab perkawinan Katolik, serta persiapan untuk menghayati persiapan liturgi. Dengan melihat betapa pentingnya tujuan kursus persiapan perkawinan seperti ini bagi kehidupan pasangan suami-istri, maka kursus persiapan perkawinan sebagai sarana mendapat pemahaman minimal mengenai perkawinan katolik menjadi syarat wajib untuk memasuki jenjang perkawinan . Sementara Paus Yohanes II menegaskan melalui anjuran apostoliknya yang berjudul Familiaris Consortio, 1981, art. 66 menyatakan bahwa: Oleh karena itu, Gereja harus mengembangkan program-program persiapan pernikahan yang lebih baik dan lebih intensif, untuk sedapat mungkin menyingkirkan kesulitan-kesulitan, yang dialami oleh cukup banyak pasangan suami istri; malahan lebih lagi: untuk secara positif mendukung terwujudnya pernikahan-pernikan yang makin mantab dan berhasil. Menaggapi anjuran Paus tersebut, hendaknya bahan-bahan dan waktu yang singkat dalam pelaksanaan kursus persiapan perkawinan dapat dikembangkan lagi demi terwujudnya keluarga kristiani yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Dengan demikian setiap pasangan suami-istri dapat membangun keluarga kristiani dan dapat merencanakan keluarganya secara matang. Dalam pelaksanaan kursus, peserta kursus atau calon suami-istri harus mengerti apa tujuan dari kursus tersebut bagi kehidupan perkawinan mereka dikemudian hari. Materi serta proses kursus persiapan perkawinan harus 24 dipersiapkan sebaik mungkin agar peserta kursus benar-benar mendapat pengetahuan dan wawasan yang mereka butuhkan mengenai hidup berkeluarga. Kursus persiapan perkawinan adalah syarat utama sebelum melaksanakan perkawinan. Melalui kursus persiapan perkawinan calon pasangan suami istri yang hendak menikah diberi bekal tentang hidup perkawinan agar pasangan suami-istri ini mampu meletakkan dasar kehidupan keluarga yang baik di dalam rumah tangganya. Kursus persiapan perkawinan menjadi bekal bagi pasangan suami istri agar mereka dapat membangun keluarganya secara harmonis, sejahtera dan bahagia. Kepada calon pasangan suami-istri yang hendak menikah kursus persiapan perkawinan ini memang perluh diberikan karena di jaman yang berubah secara cepat, zaman yang penuh dengan tantangan dapat menggoyakan hidup perkawinan. Kemajuan zaman yang disertai dengan perkembangan nilai-nilai dapat mempengaruhi hidup perkawinan. Selain itu, juga berkembang nilai-nilai yang merendahkan martabat hidup perkawinan seperti, poligami, perceraian, sek-pranikah, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, demi menghindari kemungkinan- kemungkinan semacam itu, setiap calon pasangan suami-istri perlu mengikuti kursus persiapan perkawinan yang dilaksanakan oleh pihak Gereja.

a. Persiapan Perkawinan Jangka Jauh

Persiapan ini diadakan jauh sebelum perkawinan yaitu dimulai sejak kanak-kanak. Persiapan bagi mereka diwujudkan dengan menciptakan situasi keluarga yang sehat, serasi, pendidikan, kegiatan sosial dan mengajarkan keterampilan yang berguna bagi mereka. Oleh karena itu, materi persiapan 25 perkawinan ini tidak langsung berhubungan dengan masalah perkawinan, melainkan menanamkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang akan diperlukan bagi mereka untuk membangun hidup. Penanggungjawab persiapan perkawinan jangka jauh adalah orang tua masing-masing.

b. Persiapan Perkawinan Jangka Dekat

Persiapan ini sering disebut juga persiapan perkawinan dalam arti khusus atau sempit. Persiapan perkawinan jangka dekat, terutama diberikan kepada remaja yang masih duduk di bangku sekolah tingkat atas. Dalam persiapan ini, remaja diberi penjelasan tentang hal-hal yang bermanfaat untuk hidup berkeluarga. Tekanan utama dalam persiapan perkawinan ini adalah pembinaan kepribadian remaja dan muda-mudi supaya mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hidup perkawinan.

c. Persiapan Akhir Menjelang Perayaan Sakramen Perkawinan

Untuk merayakan Sakramen perkawinaan harus diadakan dalam bulan- bulan dan minggu-minggu terakhir sebelum pernikahan, supaya dapat memberikan arti, isi dan bentuk yang baru pada apa yang disebut sebagai penelitian pranika dalam beberapa hari misalnya selama satu pekan setiap sore.

2. Kesetiaan Suami Istri

a. Kesetiaan Suami Istri Berpangkal Pada Kesetiaan Allah Pada Umat-Nya

Pasangan suami istri merupakan gambaran kesetiaan Allah kepada umat- Nya yang demikian besar itu harus menjadi model dan teladan bagi suami-istri 26 dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesetiaan diantara mereka. St. Paulus menegaskan hal itu ketika ia memberikan nasihat kepada jemaat di Efesus: Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya Ef 5, 22-26a. St. Paulus memberi nasehat kepada pasangan suami istri dengan berbicara mengenai kesetiaan istri terhadap suami dan sebaliknya, namun nasihat yang diberikannya kepada jemaat di Efesus seperti dikutip di atas kiranya dapat ditempatkan juga dalam konteks kesetiaan. Dengan menggunakan dua kata berbeda yakni tunduk dan kasih St. Paulus mengajak para suami-istri untuk hidup dalam relasi yang harmonis satu sama lain sehingga akan tercipta sebuah keluarga kristiani, keluarga yang hidupnya didasari dan ditopang oleh kasih dan cinta yang solid dari suami-istri. Tanpa adanya kesetiaan maka akan menjadi sangat sulit atau mungkin mustahil mencipatakan keluarga kristiani seperti itu. Pola atau rujukan yang dipakai oleh St. Paulus adalah kasih Kristus. Sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan menyerahkan diri-Nya baginya demikianlah seharusnya sikap suami- istri terhadap pasangannya. Sebagaimana Kristus telah setia mencintai jemaat-Nya dengan cinta yang tidak terbagi demikianlah hendaknya cinta suami istri terhadap pasangannya masing-masing. Suami-istri pun dituntut untuk saling mencintai dalam kesetiaan satu sama lain dengan cinta yang tidak terbagi. Sebagaimana pengorbanan Kristus bagi jemaat-Nya mendatangkan keselamatan demikian juga halnya pengorbanan

Dokumen yang terkait

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik terhadap pendidikan iman anak di wilayah Juwono, Paroki Santa Maria Lourdes Sumber, Magelang Jawa Tengah.

0 36 140

Penghayatan spiritualitas keterlibatan umat berinspirasi pada Santa Maria dalam hidup menggereja di Paroki Santa Maria Kota Bukit Indah Purwakarta.

0 0 189

Upaya peningkatan hidup rohani keluarga kristiani di Lingkungan Santo Paulus Maguwoharjo Paroki Marganingsih Yogyakarta melalui katekese keluarga.

0 1 150

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

Upaya menumbuhkan hidup doa dalam keluarga-keluarga kristiani umat lingkungan Santa Maria stasi Majenang paroki Santo Stefanus Cilacap melalui katekese umat - USD Repository

0 0 137

Peranan kunjungan keluarga dalam upaya untuk meningkatkan iman keluarga Katolik di Stasi St. Paulus Pringgolayan Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository

0 0 157

UPAYA MENINGKATKAN PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI UMAT STASI KEDAMIN DARAT HULU PAROKI HATI MARIA TAK BERNODA PUTUSSIBAU KALIMANTAN BARAT MELALUI KATEKESE KELUARGA

0 0 155

PERANAN KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN DALAM RANGKA MEMBANGUN HIDUP IMAN KELUARGA MUDA DI PAROKI SANTO MARKUS MELAK KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR

0 1 188

Upaya untuk meningkatkan keharmonisan keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali melalui Katekese - USD Repository

0 0 185

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT

0 0 137