Upaya membangun keluarga Kristiani melalui pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Yuniarti Ninu NIM: 061124006
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
(3)
(4)
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa
Ayahku Yunus Agustinus Ninu, S. Pd. Sd
Ibuku Yustina Sarika, S. Pd. sd
Abangku Junarto Ninu, S.IP
Adikku Marietha Widuri
Kekasihku Heronimus Timbang, S. Kom
Dan umat di Paroki Kunjungan Santa Maria
(5)
v MOTTO
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,…
(6)
(7)
(8)
viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan pandangan penulis tentang pentingnya upaya membangun keluarga kristiani. Upaya ini dapat dilakukan bukan hanya oleh keluarga itu sendiri tapi perlu didukung oleh tim pendamping keluarga. Berdasarkan fakta di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, keluarga kristiani belum mendapat pendampingan keluarga dengan baik.
Persoalan mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Untuk menanggapi persoalan ini, maka penulis mengadakan penelitian lapangan tentang pendampingan keluarga pada pasangan suami istri di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Selain penelitian lapangan penulis juga melakukan studi pustaka tentang pendampingan keluarga dan usaha membangun keluarga kristiani, sehingga membantu penulis dalam mengola dan menganalisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat sudah melakukan upaya membangun keluarga kristiani melalui pendampingan keluarga. Namun di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pendampingan keluarga belum terlaksana dengan baik dan ada kebutuhan tim pendamping keluarga. Oleh karena itu, untuk menanggapi kebutuhan tersebut, maka penulis mengusulkan program kaderisasi untuk calon pendamping keluarga dan pendamping keluarga yang sudah ada. Melalui kaderisasi penulis berharap akan tersedianya pendamping keluarga yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan spritualitas yang memadai, sehingga mampu mendampingi keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dengan baik.
(9)
ix ABSTRACT
Title Thesis THE EFFORT TO DEVELOP CHRISTIAN FAMILY THROUGH FAMILY COUSELLING TEAM IN KUNJUNGAN SANTA MARIA PARISH OF PENIUNG, KAPUAS HULU, WEST BORNEO. This title was chosen based on the writer’s perception of the imfortance of developing Christian Family. This effort can be done not only by the family itself, but it needs to be supported by family couselling team. Based on the fact that in Kunjungan Santa Maria Parish of Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo, Christian families in that city do not get enough guidance for themselves from.
The main issue in this thesis is how to increase the guidance family in Kunjungan Santa Maria Parish Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. To response this problem, the writer conducted a research on the guidance to husbands and wives in Kunjungan Santa Maria Parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. Beside the field research, the writer also conducted a library study to gain information and data about guidance family and the effort to develop a Christian family, so it could help the writers to process and analyze the data.
The result of this thesis shows that Christian families in Kunjungan Santa Maria parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo already followed the guidance family through the teams of guidance family. However, the fact was that the activities were not going well. The guidance had not been done yet and there were also some needs of having more teams. To respond to those needs, the writer has proposed the training for young cadres for regeneration for prospective family companion and escort existing family. Through the regeneration, the writer hopes the availability of the new guidance family teams who have a good knowledge, skills, and spirituality will help to assist Christian families in Kunjungan Santa Maria parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo to deepen to deepen their faith and understanding.
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan kasih-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT.
Penulisan skripsi ini merupakan ujud cinta penulis akan kemajuan Paroki
Kunjungan Santa Maria Peniung dalam memberikan pendampingan keluarga,
sehingga dapat membantu pasangan suami istri dalam upaya membangun
keluarga kristiani.
Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat membantu para pendamping
keluarga dalam mendampingi pasangan suami istri sehingga mereka dapat
membangun keluarganya menjadi keluarga kristiani. Meskipun tidak sedikit
tantangan yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis
merasakan sungguh segala sesuatu indah pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Rohandi Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(11)
xi
2. Drs. FX. Heryatno, W.W, SJ, M. Ed, selaku kaprodi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
3. Y.H Bintang Nusantara, SFK, M. Hum, selaku dosen pembimbing utama
penulis yang dengan sabar mendampingi, membimbing, mengarahkan dan
membantu penulis selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.
4. Drs. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum, selaku dosen pembimbing
akademik dan penguji II yang membimbing dan membantu selama penulis
studi dan menyusun skripsi.
5. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si, selaku dosen penguji III yang telah rela
meluangkan waktunya sebagai penguji.
6. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ, yang dengan tulus membimbing, memberi
perhatian, mendengarkan curhat penulis baik selama masa perkuliahan
maupun dalam penyusunan skripsi serta memberi semangat dan selalu
meluangkan waktu.
7. Pastor Paulus Pati Lein, Pr, selaku Pastor Paroki Kunjungan Santa Maria
Peniung Kalimantan Barat, yang telah menerima dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian skripsi ini.
8. Pak Yohanes, Pak Tri Koko, Ibu Lusia Ayang, Pak Aji yang telah membantu
penulis dalam menyebarkan kuesioner.
9. Ayahku Yunus Agustinus Ninu, S. Pd. sd, IbukuYustina Sarika, S. Pd. sd,
Abangku Junarto Ninu, S.IP, Adikku Marietha Widuri dan Kekasihku
Heronimus Timbang, S. Kom serta seluruh keluarga penulis yang memberi
(12)
(13)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBARAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penulisan ... 5
F. Manfaat Penulisan ... 6
G. Metode Penulisan ... 7
H. Sistimatika Penulisan ... 7
BAB II. UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA ... 10
A.Keluarga Kristiani ... 10
(14)
xiv
a. Pengertian Keluarga ... 10
b. Pengertian Keluarga Kristiani ... 11
2. Dasar-dasar Keluarga Kristiani ... 11
a. Kehendak Bebas ... 11
b. Panggilan Allah ... 12
c. Iman Akan Yesus Kristus ... 14
d. Nilai Sakramen ... 14
3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani ... 15
a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih ... 15
b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan ... 16
c. Keluarga Adalah Tempat Kudus ... 19
d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini ... 20
B. Upaya-upaya Membangun Keluarga Kristiani ... 21
1. Kursus Persiapan Perkawinan ... 22
a. Persiapan Perkawinan Jangka Jauh ... 24
b. Persiapan Perkawinan Jangka Dekat ... 25
c. Persiapan Akhir Menjelang Perayaan Sakramen Perkawinan ... 25
2. Kesetiaan Suami-Istri ... 25
a. Kesetiaan Suami-Istri Berpangkal Pada Kesetiaan Allah Pada Umat-Nya ... 25
b. Kesetiaan Suami-Istri Diperkuat Oleh Rahmat Sakramen ... 27
3. Pengembangan Komunikasi ... 28
a. Komunikasi Badan ... 29
b. Komunikasi Pikiran ... 29
c. Komunikasi Hati ... 30
d. Komunikasi Hubungan Seks ... 31
e. Komunikasi Sakramen ... 31
f. Komunikasi Dengan Tuhan ... 32
4. Kebiasaan Hidup Beriman ... 33
a. Doa Pribadi dan Doa Bersama ... 33
(15)
xv
c. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci ... 34
d. Ikut Aktif Dalam Kelompok Pembinaan Iman ... 35
e. Ikut Ambil Bagian Dalam Retret, Rekoleksi dan Ziarah ... 35
5. Relasi Yang Mendalam ... 35
a. Relasi Antar Suami-Istri ... 36
b. Relasi Antar Orang Tua Dan Anak ... 37
c. Relasi Antar Keluarga Dan Masyarakat ... 38
d. Relasi Antar Keluarga Dan Tuhan ... 38
C. Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga Kristiani ... 39
1. Pengertian Pendampingan Keluarga Kristiani ... 39
2. Tujuan Pendampingan Keluarga Kristiani ... 41
a. Tercapainya Kebahagiaan ... 41
b. Berkembangnya Iman Dalam Keluarga Yang Didampingi ... 42
c. Mendidik Anak-anak Mereka Secara Kristiani ... 42
d. Membantu Keluarga Yang Mengalami Masalah Khusus ... 43
3. Bentuk Pendampingan Keluarga Kristiani ... 43
a. Retret Keluarga ... 44
b. Rekoleksi Keluarga ... 44
c. Kunjungan Keluarga ... 46
d. Katekese Keluarga ... 46
BAB III: PENELITIAN TENTANG UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI DAN PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT ... 48
A.Gambaran Umum Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 48
1. Sejarah Singkat Paroki ... 48
2. Letak Geografis Paroki ... 49
3. Situasi Umat Katolik Paroki ... 50
(16)
xvi
B. Penelitian Tentang Pendampingan Keluarga
Dan Upaya Membangun Keluarga Kristiani ... 54
1. Rumusan Permasalahan Penelitian ... 54
2. Tujuan Penelitian ... 54
3. Metode Penelitian ... 55
4. Instrumen Penelitian ... 55
5. Tempat dan waktu Penelitian ... 56
6. Responden Penelitian ... 56
7. Analisis Data ... 57
8. Variabel Penelitian ... 57
C. Laporan Hasil Penelitian ... 58
D.Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
E. Rangkuman Penelitian ... 81
BAB IV. USULAN PROGRAM KADERISASI PENDAMPING PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT. .... 84
A.Pengertian Pendamping Pendampingan Keluarga ... 84
1. Pentingnya Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 84
2. Keterampilan Pendamping pendampingan Keluarga ... 85
3. Peserta Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 87
B.Usulan Programan Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 87
1. Latar Belakang Kaderisasi Pendamping pendampingan Keluarga ... 87
2. Pengertian dan Tujuan Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 88
3. Usulan Program Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga ... 90
C.Contoh Satuan Pendampingan ... 96
1. Satuan Persiapan Pendampingan I ... 96
(17)
xvii
BAB V. PENUTUP ... 108
A.Kesimpulan ... 108
B.Saran ... 109
1. Bagi Pengurus Pastoral Gereja Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 109
2. Bagi Tim Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 110
3. Bagi umat Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
LAMPIRAN ... (1)
Lampiran I: Kuesioner ... (1)
Lampiran II:Surat Permohonan Ijin Penelitian ...
(18)
xviii
DAFTAR SINGKATAN A.SINGKATAN KITAB SUCI
KS : Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang
terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (2007) terbitan
Lembaga Alkitab Indonesia.
Kej : Kejadian
Kel : Keluaran
Hak : Hakim-hakim
2 Raj : 2 Raja-raja
Mzm : Mazmur
Yes : Yesaya
Hos : Hosea
Ef : Efesus
B.SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA
GS : Gaudium et Spes FC : Familiaris Consortio
KHK: Kitab Hukum Kanonik
C.SINGKATAN LAIN
ASG : Ajaran Sosial Gereja
(19)
xix
KWI : Konferensi Wali Gereja
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan Se-Indonesia
KK : Kartu Keluarga
Kan : Kanon
Art : Artikel
(20)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah sel terkecil di dalam masyarakat. Sebagai sel terkecil di
dalam masyarakat, setiap keluarga diharapkan mampu menciptakan
keharmonisan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam keluarga serta dapat
membantu terciptanya suatu tatanan hidup yang baik dalam masyarakat dimana
keluarga tersebut berada. Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya yang berjudul
Membangun Keluarga Kristiani 1995 setiap calon pasangan suami istri
mendambakan hidup perkawinan yang dibangunnya harmonis, sejahtera dan
bahagia. Mereka pasti menginginkan untuk membangun persekutuan hidup
berkeluarga yang kokoh, dimana cinta mewarnai kehidupannya.
Apa yang menjadi dambaan pasangan suami istri terkadang tidaklah sesuai
dengan harapan, karena membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan
sejahtera seperti yang mereka dambakan tidaklah mudah. Dokumen Konsili
Vatikan II dalam Gaudium et Spes art. 47 menyatakan:
Akan tetapi tidak dimana-mana martabat lembaga itu sama-sama berseri-semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka perceraian, apa yang disebut percintaan bebas, dan cacat cidera lainya. Selain itu cinta perkawinan sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan. Kecuali itu situasi ekonomis, sosial-pisikologis dan kemasyarakatan dewasa ini menimbulkan gangguan-gangguan yang tidak ringan terhadap keluarga.
Para Bapa Konsili melihat banyak keluarga tidak dapat membangun keluarganya
(21)
keluarga yang tidak sampai mengalami perceraian, tetapi keluarga itu diambang
perpecahan. Keluarga yang seperti ini jika dilihat dari luar tampak tenang dan
harmonis, namun di dalamnya sering terjadi pertengkaran. Situasi seperti ini dapat
membahayakan keutuhan keluarga sebab dapat memicu terjadinya perpisahan.
Situasi seperti ini, seandainya dibiarkan berlangsung terlalu lama dan tidak
ditindaklanjuti akan merugikan Gereja. Apabila situasi seperti ini banyak melanda
keluarga katolik, maka tidaklah mungkin keluarga katolik dapat membangun
keluarganya secara kristiani. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II melalui
anjuran apostoliknya yang berjudul Familiaris Consortio, 1981, art. 69 menegaskan: “Supaya keluarga semakin menjadi rukun hidup cinta kasih yang
sejati, semua anggotanya membutuhkan bantuan dan pembinaan dalam tanggung
jawab mereka sementara menghadapi soal-soal baru yang muncul dalam saling
melayani, dan ikut menghayati kehidupan keluarga secara aktif”. Melalui
penegasan ini keluarga kristiani diharapkan dapat mengupayakan membangun
keluarganya menjadi keluarga kristiani supaya tidak merugikan mereka dan
Gereja.
Untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam
kehidupan berkeluarga Gereja memberikan pendampingan keluarga sesuai dengan
penegasan Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981, art. 69 yang menyatakan, bahwa:
Gereja hendaklah secara khusus pula menaruh perhatian, untuk mendampingi mereka menghayati cinta kasih suami istri secara bertanggung jawab, berkenaan dengan tuntutan-tuntutannya perihal persekutuan dan pelayanan kepada kehidupan. Begitu pula hendaknya Gereja menolong mereka memadukan secara laras sifat intim kehidupan di
(22)
rumah dengan kegiatan yang sukarela dalam membangun Gereja maupun masyarakat.
Penegasan Paus Yohanes Paulus II sejalan dengan cita-cita Gereja. melalui
pendampingan keluarga pasangan suami istri dapat dibantu dalam membangun
keluarga kristiani. Perhatian yang secara khusus ini diberikan Gereja hendaknya
dapat menjadi suatu upaya dalam mendampingi pasangan suami istri sehingga
mereka dapat menghayati kehidupan berkeluarga yang penuh dengan cinta kasih.
Pelaksanaan pendampingan keluarga menuntut adanya tim pendamping
yang sungguh dipersiapkan. Pendamping keluarga hendaknya memiliki
pemahaman, keterampilan dan spritualitas sebagai seorang pendamping keluarga,
sehingga pelaksanaan pendampingan keluarga dapat berjalan dengan baik.
Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, belum ada tim khusus untuk
pendampingan keluarga, sehingga pendampingan keluarga belum dilaksanakan
dengan baik. Situasi ini mengakibatkan minimnya pelayanan pendampingan bagi
pasangan suami istri yang ada di lingkungan paroki. Pasangan suami istri yang
belum mendapatkan pemahaman mengenai upaya membangun keluarga yang
kristiani secara baik dan dalam kehidupan keluarganya mengalami kesulitan,
akhirnya banyak yang mengalami kehidupan keluarga yang tidak harmonis,
sejahtera dan bahagia.
Dari hasil pengamatan penulis sebagai umat di Paroki Kunjungan Santa
Maria Peniung, pasangan suami istri khususnya keluarga-keluarga muda
mengharapkan adanya kegiatan pendampingan keluarga oleh tim khusus
(23)
sehingga tim tersebut dapat membekali pasangan suami istri yang ada di Paroki
Kunjungan Santa Maria Peniung dengan pengetahuan, pemahaman mengenai
upaya membangun keluarga kristiani serta berbagai solusi atas kesulitan-kesulitan
yang mereka hadapi dalam kehidupan berkeluarga yang mereka jalani dalam
hidup sehari-hari.
Menyikapi permasalahan ini, penulis mencoba mengangkat judul skripsi
sebagai berikut: “Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat”.Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat menjadi kajian peningkatan pendampingan keluarga sebagai upaya membangun
keluarga kristiani.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan skripsi ini
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan keluarga kristiani?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendampingan keluarga?
3. Apakah tujuan dari dilaksanakannya pendampingan keluarga?
4. Bagaimana cara membangun keluarga kristiani?
(24)
C. Pembatasan Masalah
Menimbang pentingnya pendampingan bagi keluarga untuk membangun
keluarga kristiani, maka penulis membatasi pembahasan skripsi ini maupun
penelitian pendukung pada pendampingan keluarga dan upaya membangun
keluarga kristiani yang berlangsung di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung,
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan permasalahan di atas, masalah skripsi ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendampingan keluarga kristiani?
2. Bagaimana pendampingan keluarga sudah dilaksanakan di Paroki Kunjungan
Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat?
3. Hal-hal apa saja yang mendukung dan menghambat pendampingan keluarga
terlaksana di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat?
4. Usaha seperti apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendampingan
keluarga dalam membangun keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa
Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat?
E.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah:
(25)
2. Menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk membangun keluarga
kristiani.
3. Mengetahui sejauhmana pendampingan keluarga sudah dilaksanakan di Paroki
Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendampingan
keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat.
5. Memberi contoh usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pendampingan keluarga dalam membangun keluarga kristiani di Paroki
Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
F. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagi Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
Paroki terbantu untuk memberikan pemahaman kepada pasangan suami istri
mengenai pendampingan keluarga dan upaya membangun keluarga kristiani.
2. Bagi Pasangan Suami Istri
Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai upaya membangun
keluarga kristiani dan pentingnya pendampingan keluarga diberikan.
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman baru mengenai upaya membangun
(26)
4. Bagi Kampus
Memberikan ide-ide serta pengetahuan bagi mahasiswa IPPAK dalam mencari
bahan mengenai upaya membangun keluarga kristiani melalui pendampingan
keluarga.
G.Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisi. Menurut
Suharsimi Arikunto dalam buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik,
1998 metode deskriptif analisi yaitu memaparkan, menguraikan serta menganalisa
permasalahan yang ada, sehingga ditemukan jalan keluarnya yang diperoleh
melalui penyebaran kuesioner untuk.
H. Sistimatika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul “Upaya Membangun Keluarga Kristiani
Melalui Pendampingan Keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung,
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat”. Adapun sistimatika penulisan ini terdiri dari:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan serta sistimatikapenulisan.
Bab II Upaya Membangun Keluarga Kristiani Melalui Pendampingan Keluarga
(27)
pengertian keluarga kristiani, dasar-dasar keluarga kristiani serta ciri-ciri keluarga
kristiani. Kedua, upaya-upaya membangun keluarga kristiani yang meliputi kursus
persiapan perkawinan, kesetiaan suami istri, pengembangan komunikasi,
kebiasaan hidup beriman serta relasi yang mendalam. Ketiga, upaya membangun
keluarga kristiani melalui pendampingan keluarga yang meliputi pengertian,
tujuan serta bentuk-bentuk pendampingan keluarga kristiani.
Bab III Penelitian Mengenai Upaya Membangun Keluarga Kristiani Dan Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
Bab ini terdiri dari Bagian pertama memaparkan gambaran umum Paroki
Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang
meliputi: sejarah, letak geografis, situasi umat katolik Paroki dan
kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki. Bagian kedua: penelitian mengenai upaya
membangun keluarga kristiani dan pendampingan keluarga yang meliputi:
rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian,instrumen
penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, analisis data serta
variabel penelitian. Bagian ketiga: laporan hasil penelitian. Bagian keempat:
pembahasan hasil penelitian. Bagian kelima: Rangkuman Penelitian.
Bab IV Usulan Progaram Kaderisasi Pendamping Pendampingan Keluarga Di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai: Bagian pertama: pengertian
(28)
peserta kaderisasi pendamping pendampingan keluarga. Bagian kedua: usulan
program kaderisasi pendamping pendampingan keluarga dalam rangka
membangun keluarga kristiani yang meliputi: latar belakang, pengertian, tujuan
dan usulan program kaderisasi pendamping pendampingan keluarga. Bagian
ketiga: contoh satuan pendampingan.
Bab V Penutup
(29)
BAB II
UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA
Dalam Bab II ini akan diuraikan mengenai keluarga kristiani, upaya-upaya
membangun keluarga kristiani dan upaya membangun keluarga kristiani melalui
pendampingan keluarga.
A.KELUARGA KRISTIANI 1. Pengertian Keluarga Kristiani a. Pengertian Keluarga
C. Groenen, dalam Majalah Ekawarta 1983 tentang: “Firman Tuhan
Dalam Keluarga”, membagi pengertian keluarga kristiani menjadi dua bagian
yaitu: “keluarga inti dan keluarga besar”. Dalam keluarga inti mencakup ayah, ibu
dan anak-anak mereka (termasuk anak angkat). Sedangkan dalam keluarga besar
meliputi semua sanak saudara: kakek, nenek, suami istri/ayah ibu, anak-anak,
cucu, cicit, keponakan, bibi dan sebagainya. Jadi yang termasuk dalam keluarga
besar meliputi semua orang yang bersangkutan pada kelompok sanak saudara di
dalam satu keturunan.
Suatu keluarga pada mulanya terbentuk karena adanya rasa cinta kasih
yang mendalam hingga mampu menjadi pasangan suami istri. Dalam kehidupan
keluarga, dasar kesatuan hidup perlu dimiliki dan dikembangkan baik dalam
masyarakat umum maupun masyarakat gerejani karena keluarga merupakan
(30)
mempunyai suatu kewajiban untuk menjalin kerjasama yang baik dengan keluarga
yang lain agar terciptalah keluarga yang kristiani dalam suatu masyarakat.
b. Pengertian Keluarga Kristiani
Menurut Gaudium et Spes, art. 48 menyatakan: keluarga kristiani merupakan “Gambaran dan partisipasi perjanjian cinta kasih antara Kristus dan
Gereja”. Gambaran dan partisipasi yang dimaksudkan dalam rumusan ini adalah
gambaran dan partisipasi sebuah keluarga yang dibangun berdasarkan perjanjian
cinta kasih kepada Kristus dan kepada Gereja, karena perjanjian cinta kasih dalam
sebuah keluarga harus selalu berlandaskan pada cinta kasih akan Kristus yang
telah mempersatukan dan Gereja yang telah menjadikan sebuah keluarga menjadi
keluarga yang kristiani. Jika gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih
antara Kristus dan Gereja sudah terwujudkan maka keluarga kristiani dapat
dibangun dengan baik.
Gambaran dan partisipasi akan perjanjian cinta kasih antar Kristus dan
Gereja dapat menjadi contoh bagi pasangan suami istri dalam upaya membangun
keluarganya sebagai keluarga yang kristiani, dimana kristus dan gereja dapat
sama-sama dijadikan sebagai sebuah patokan dalam keluarga kristiani.
2. Dasar-dasar Keluarga Kristiani a. Kehendak Bebas
Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: ”Dasar
keluarga adalah kehendak bebas dari suami-istri untuk masuk kedalam kehidupan
(31)
perkawinan yang bukan didirikan oleh manusia melainkan oleh Tuhan sendiri”.
Di dalam sebuah keluarga kehendak bebas tidaklah lepas dari sebuah ikatan kudus
dimana Allah sendiri adalah pembentuk sebuah ikatan perkawinan yang
dilengkapi dengan berbagai kebaikan dan tujuan untuk membentuk keluarga yang
kristiani.
Ikatan perkawinan sebagai kebersamaan hidup dan cinta kasih yang
mendalam dibentuk oleh Sang Pencipta dan dilindungi. Ikatan perkawinan
tersebut diharapkan mampu melestarikan aturan Ilahi karena perkawinan adalah
sesuatu yang sakral. Melalui ikatan perkawinan pasangan suami istri bersatu dan
membuka diri untuk menerima keturunan dengan demikian ikatan perkawinan
tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun. Dalam Kompendium Ajaran Sosial
Gereja, 2009 dinyatakan bahwa: ”Tidak ada kekuasaan yang dapat membatalkan
hak untuk menjalin ikatan perkawinan ataupun mengubah kekhasan dan
penetapan tujuan dari perkawinan”. Perkawinan yang sudah terjalin oleh suatu
ikatan sudah tidak dapat lagi dibatalkan oleh siapapun kecuali oleh maut ke
karena maut tidak direncanakan dan tidak dapat dihindari. Manusia sendiri tidak
memiliki hak untuk menguasai ikatan perkawinan karena pasangan suami istri
yang ada dalam ikatan perkawinan tersebut sudah saling menjanjikan kesetiaan
timbal balik serta membantu dan menerima keturunan.
b. Panggilan Allah
Perkawinan sebagai tanggapan pangggilan Allah. Injil Matius 19:9
“Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu karena itu apa yang sudah
(32)
perkawinan yang menjadi satu kesatuan tak dapat diceraikan oleh manusia. Allah
mempersatukan pasangan suami istri dalam sebuah ikatan perkawinan yang suci
yang tidak boleh dipisahkan oleh manusia dan hanya boleh dipisahkan oleh maut.
Allah memanggil pasangan suami istri untuk menjadi pasangan yang dapat
menyatukan segala perbedaan yang ada. Melalui perbedaan yang ada tersebut
pasangan suami istri ini diharapkan menjadi satu jalan, satu pikiran dan satu
tujuan dalam menangapi panggilan Allah melalui perkawinan mereka sehingga
perkawinan mereka dapat berlangsung sampai maut memisahkan.
Dalam kejadiaan 2:24 Allah bersabda “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging”. Allah menghendaki agar pengantin laki-laki meningggalkan
ayah dan ibunya, kemudian menyatu dengan istrinya untuk membangun keluarga
kecil mereka. Setelah menikah mereka diharapkan menjadi satu, satu dalam suka
dan duka dan nantinya dapat menghasilkan sebuah keturunan. Dalam Kejadian
2:28 ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka; beranak
cuculah dan bertambah banyak”. Dalam ayat ini jelas dinyatakan bahwa Allah itu
menghendaki setiap pasangan suami istri untuk beranak cucu
sebanyak-banyaknya. Allah mengharapkan agar pasangan suami istri yang dipanggil Allah
dapat membangun keluarganya dengan baik dan memperoleh keturunan yang
banyak.
c. Iman Akan Yesus Kristus
Menurut Telaumbanua 1999 orang yang beriman akan Yesus kristus
(33)
Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh kesadaran kepada-Nya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh kebutuhan dan kebenaran Allah.
Pasangan suami istri dapat dikatakan beriman akan Yesus Kristus apabila mau
menerima dan mempercayakan seluruh hidup rumah tangganya kepada Allah.
Maka pasangan suami istri perlu membiasakan diri terus menerus menghadirkan
Roh Kudus dalam seluruh peristiwa kehidupan keluarganya dan membiarkan
keluarganya dipimpin oleh-Nya, karena melalui dan di dalam-Nya kehidupan
pasangan suami istri semakin terarah dan akhirnya memampukan pasangan suami
istri untuk semakin percaya dan berharap pada Tuhan adalah kebenaran.
Dapat dikatakan pasangan suami istri yang beriman kepada Yesus Kristus
berarti menyerahkan seluruh kehidupan keluarganya hanya untuk Tuhan dan
tanpa ada suatu paksaan melainkan suatu keyakinan penuh dan suka rela. Oleh
karena itu beriman kepada Yesus Kristus sesungguhnya adalah penyerahan total
kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa melainkan dengan
sukarela.
d. Nilai Sakramen
Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1055) menyatakan:
Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak antara orang-orang
yang baptis oleh kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.
Dalam sebuah perkawinan sakramen perkawinan menjadi suatu patokan yang
(34)
terarah pada suatu kesejahteraan keluarga serta keterbukaan suatu keluarga dalam
menerima kelahiran seorang anak.
Masih dari Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1057) mengenai perjanjian nikah:
“Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki
dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk
membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik atau
dibatalkan oleh pihak manapun karena perjanjian tersebut sudah sah dimata gereja
dan sungguh-sungguh diucapkan dari hati oleh kedua belah pihak. Perjanjian
tersebut bukti penyerahan diri secara utuh dari kedua belah pihak untuk
membangun sebuah keluarga.
Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan lagi mengenai
Sakramen perkawinan:
Sakramen perkawinan mencakup seluruh kenyataan manusia dari cinta kasih suami istri dengan segala konsekuensinya, memampukan dan mewajibkan para suami istri dan orang tua Kristen untuk menghidupi panggilannya sebagai awam dan dengan demikian mencari Kerajaan Allah dalam usaha dan penataan hal-hal duniawi.
Sakramen perkawinan merupakan suatu kenyataan dimana cinta kasih setiap
pasangan suami istri terikat dengan segala resiko yang akan dihadapi agar mampu
melaksanakan segala kewajibannya sebagai pasangan suami istri untuk menagapi
panggilannya sebagai keluarga awam yang mencari Kerajaan Allah.
3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani
a. Keluarga Kristiani Diresapi Oleh Cinta Kasih
Keluarga kristiani yang diresapi oleh cinta kasih menurut Gaudium et Spes, art. 49 “Seringkali para mempelai dan suami istri diundang oleh sabda ilahi,
(35)
untuk memelihara dan memupuk janji setia mereka dengan cinta yang murni dan
perkawinan mereka dengan kasih yang tak terbagi. Undangan sabda ilahi bagi
pasangan suami istri amat sangat berarti”. Melalui undangan tersebut pasangan
suami istri diharapkan mampu memelihara dan memupuk janji setia dalam
kehidupan perkawinan agar kelak bisa membangun keluarganya menjadi sebuah
keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Melalui cinta kasih pasangan
suami istri menjadi semakin saling menghargai dan mencintai satu sama lain.
Mereka diharapkan untuk tidak membagi kasih setia dan cintanya kepada orang
yang bukan pasangan hidupnya. Mereka diharapkan mampu menjunjung
kesetiaan dalam hidup perkawinannya.
Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 “ Cinta kasih suami
istri hakekatnya terbuka bagi penerimaan kehidupan”. Cinta kasih dalam
kehidupan pasangan suami istri kiranya dapat terbuka bagi keturunan, dimana
sebuah keturunan menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan sebuah
keluarga. Keterbukaan akan kehadiran keturunan kiranya atas dasar kesamaan
tersebut dibentuk keluarga sebagai satu persekutuan hidup manusia yang
dipersatukan didalam cinta kasih.
b. Menjunjung Kesetiaan Dalam Perkawinan
Dalam perkawinan katolik terdapat dua sifat hakiki perkawinan yang tak
dapat dipisahkan atau diceraikan oleh manusia yaitu monogam dan tak
terceraikan, seperti yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1056)
“sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak terceraikan, yang dalam
(36)
1).Monogam
Monogam menurut Kitab Hukum Kanonik (kan. 1056) artinya satu suami
dan satu istri. Perkawinan kodrati selalu membangun kesatuan yaitu melibatkan
dua pribadi yang ingin mempersatukan diri dan hidup dengan pasangannya.Maka
perkawinan katolik harus monogam. Pendidikan anak-anakpun hanya dapat
lengkap dalam persekutuan hidup monogam, karena hal itu tidak hanya berarti
kesejahteraan material. Persekutuan hidup berdasarkan kesetiaan manusiawi
membutuhkan demi terwujudnya kesejahteraan hidup perkawinan. Namun
kesetiaan tidak hanya berarti bahwa menyeleweng kepada orang lain melainkan
setia pada pasangannya.
Dalam surat Ef 5:22-29 Paulus menyatakan harapan agar suami istri
kristiani saling mencintai sepenuh-penuhnya, seperti Kristus dalam Gereja saling
mencintai. Kesetiaan Gereja pada Kristus dan cinta Kristus pada Gereja harus
menjadi contoh bagi suami istri. Suami harus mencintai istrinya seperti badannya
sendiri begitu pula sebaliknya, sebab Allah sendirilah yang telah menyatukan
suami istri itu sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan kata lain
perkawinan katolik harus bercirikan kesetiaan sepenuh-sepenuhnya.
Kesetiaan dalam hidup perkawinan ditegaskan kembali dalam Konsili
Vatikan II yang menyatakan bahwa poligami mengaburkan nilai perkawinan dan
bahwa monogami dituntut oleh kesetiaan cinta suami istri yang diajarkan oleh
Kristus sendiri. Lebih lanjut dikatakan, perceraian mengaburkan seluruh
(37)
kesatuan suami istri dan kepentingan anak-anak menuntut tak terceraikan
perkawinan.
Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, 1981 art. 33 menegaskan tentang perkawinan dan hidup berkeluarga:
Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antar pribadi yang saling mencinta. Kesatuan pertama ialah cinta eksklusif suami istri. Roh kudus mencurahkan lewat sakramen perkawinan cinta sejati antar mereka, seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Kesatuan semacam itu dilawan oleh poligami yang menentang kehendak Allah.
2). Tak-Terceraikan
Perkawinan yang tak-terceraikan berarti bahwa ikatan yang timbul dari
perjanjian perkawinan itu berlaku seumur hidup. Pandangan itu berdasarkan pada
Mrk 10:9 yang mengatakan “karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah tidak
boleh diceraikan oleh manusia”. Perkawinan yang tak-terceraikan merupakan sifat
yang berdasarkan cinta kasih antar pasangan suami istri. Semangat dan nilai-nilai
cinta kristiani yang terdapat dalam Kitab Suci mendorong suami istri kearah cinta
kasih personal. Cinta kasih personal mereka merupakan dasar hidup perkawinan
yang sungguh-sungguh membahagiakan. Mereka memperkembangkan sifat-sifat
manusia yang terluhur (cinta kasih) dan dirindukan oleh setiap manusia. Cinta
kasih yang digambarkan itu diekspresikan secara khusus dalam persetubuan.
Dalam persetubuan cinta kasih antar suami istri secara personal dan total
yang dikukuhkan oleh Allah sedemikian erat sehingga keduanya bukan lagi dua
melainkan satu, tidak dapat diceraikan oleh manusia. Gereja mengajarkan bahwa
(38)
persetubuan adalah mutlak tak-terceraikan kecuali oleh kematian. Seperti dalam
Kan.1141 ”Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian”. Tak-
terceraikan perkawinan itu berhubungan erat dengan ciri perkawinan sebagai
sakramen, karena sakramen melambangkan hubungan cinta tak-terceraikan antara
Kristus dengan Gereja. Perkawinan yang tak-terceraikan memberi manfaat bagi
suami istri, anak dan bagi seluruh masyarakat.
c. Keluarga Adalah Tempat Kudus
Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: “keluarga
yang didasarkan pada perkawinan sungguh-sungguh merupakan tempat kudus
untuk kehidupan”. Keluarga merupakan tempat Kudus dimana kehidupan
keluarga dimulai dan sebagai hadiah dari Allah, diterima secara senang hati dan
selalu diberi perlindungan dari berbagai macam bahaya yang dapat mengancam
kehidupan keluarga dalam mengembangkan kehidupan keluarga.
Masih dari Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 dinyatakan bahwa:
“keluarga memberi sumbangsi besar bagi kesejahteraan bersama melalui
pelaksanaan tugas sebagai ayah dan ibu yang bertanggungjawab. Dengan itu
mereka ambil bagian atas cara istimewa dalam karya penciptaan Allah”.
Tanggung jawab sebagai ayah dan ibu tidak boleh menjadi suatu alasan untuk
membenarkan segala keegoisan yang ada dalam diri masing-masing baik dalam
menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, tetapi harus mengarahkan pada
suatu pembenaran akan penerimaan pasangan suami istri atas kehidupan yang
(39)
Kompendium Ajaran Sosial Gereja, 2009 menyatakan bahwa: orang tua
mempunyai tugas untuk mendidik: “keluarga memainkan peranan yang asli dan
tak tergantikan dalam mendidik anak-anak”. Cinta kasih orang tua yang memberi
dirinya untuk melayani anaknya karena mereka hendak membantu
anak-anak itu agar sanggup melakukan yang terbaik darinya, menemukan
perwujudannya yang penuh di dalam tugas pendidikannya.
Hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya harus disebut
sebagai yang utama karena hak dan kewajiban ini melekat pada penerusan
kehidupan itu sendiri, sebagai tugas yang asli dan pertama dibandingkan dengan
tugas-tugas lainnya dari orangtua berdasarkan kekhasan relasi yang ada antara
orang tua dan anak. Sebagai tugas yang tak tergantikan dan tak dapat dirampas
karena tidak dapat dialihkan secara menyeluruh kepada orang lain ataupun
diambil orang lain. Orang tua memiliki hak dan kewajiban untuk memberi
pendidikan agama dan moral kepada anak-anak mereka. Hak ini tidak dapat
diambil dari mereka tetapi harus dihargai dan diteguhkan menjadi satu kewajiban
utama yang tidak dapat diabaikan oleh keluarga atau diserahkan ke pihak lain.
d. Dipanggil Menjadi Gereja Mini
Menurut T. Gilarso, SJ dalam bukunya Membangun Keluarga Kristiani, 1995 “Keluarga kristiani merupakan Gereja mini artinya persekutuan dasar iman
dan tempat persemaian iman sejati. Maka dalam keluarga kristiani, pertama-tama
diharapkan perkembangan iman yang dapat menghangatkan satu sama lain.
Kehangatan dimana suatu keluarga tersebut bisa hidup tenang, damai dan
(40)
akan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian keluarga
kristiani akan tumbuh dengan sendirinya karena keluarga kristiani merupakan satu
penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Dalam keluarga
kristiani ditampilkan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda, citra dan
persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Keluarga dipanggil, supaya
mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Keluarga kristiani mempunyai
suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil karena Injil menjadi sumber
kekuatan dalam keutuhan keluarga.
Keluarga kristiani diharapkan mampu menjadi pengikut Yesus Kristus yang
sejati dengan mewartakan dan menyebarluaskan Injil dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan bermasyarakat. Keluarga kristiani di sini adalah
keluarga yang membangun persekutuan hidup berdasarkan persaudaraan dan iman
akan Yesus. Dalam keluarga kristiani ditampakkan kasih suami dan istri melalui
kesediaan untuk berkurban, kesetiaan dan kerjasama yang penuh kasih antara
semua anggotanya. Dengan demikian keluarga tersebut menampilkan cinta kasih
Allah kepada Gereja-Nya.
B.UPAYA-UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI
Keluarga kristiani dipersiapkan melalui kursus persiapan perkawinan.
Dengan mengikuti kursus persiapan perkawinan ini pasangan suami istri
diharapkan sudah mempunyai gambaran mengenai kehidupan berkeluarga.
Keluarga kristiani juga dapat dibangun melalui kesetiaan suami istri karena
(41)
mereka harapkan, kesetiaan suami istri dan pengembangan komunikasi juga
mempunyai peranan yang amat sangat penting dalam membangun keluarga
kristiani.
1. Kursus Persiapan Perkawinan
Menurut Brayat Minulyo dalam buku yang berjudul Kursus Persiapan
Hidup Berkeluarga, 2006 bertujuan untuk:
Mempersiapkan muda-mudi yang akan menikah dan hendak membina rumah tangga serta memberikan pegangan, bekal bagi mereka untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azaz dan moral kristiani, memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan dan hidup berumah tangga juga menanamkan benih panggilankristiani melalui keluarga-keluarga kristiani.
Kursus persiapan hidup berkeluarga merupakan wadah yang tepat untuk
meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga kristiani
dengan segala konsekuensinya kepada calon pasangan suami-istri. Sebelum
melangsungkan perkawinan calon pasangan suami-istri diwajibkan untuk
mengikuti kursus persiapan perkawian sebagai modal awal sebelum membangun
keluarga kristiani.
Persiapan perkawinan dibagi dalam tiga bagian yaitu: persiapan
perkawinan jangka jauh yang dimulai sejak kanak-kanak, persiapan jangka dekat
diberikan kepada remaja yang beranjak dewasa, persiapan perkawinan akhir yaitu
kursus persiapan perkawinan. Persiapan akhir perkawinan bertujuan untuk
memberikan kesempatan dalam mendaftarkan perkawinan sesuai dalam aturan
kitab hukum kanonik dan mengumumkan hari, tanggal, tempat dan
(42)
Dari keterangan di atas tampak jelas bahwa kursus persiapan perkawinan
sangat diperlukan oleh calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan
dan masih mengalami kekurangan-kekurangan atau kesulitan mengenai ajaran dan
praktek hidup kristiani. Mereka selama mengikuti kursus persiapan perkawinan
dibekali pengetahuan yang mendalam tentang misteri Kristus dan Gereja, arti
rahmat dan tanggungjawab perkawinan Katolik, serta persiapan untuk menghayati
persiapan liturgi. Dengan melihat betapa pentingnya tujuan kursus persiapan
perkawinan seperti ini bagi kehidupan pasangan suami-istri, maka kursus
persiapan perkawinan sebagai sarana mendapat pemahaman minimal mengenai
perkawinan katolik menjadi syarat wajib untuk memasuki jenjang perkawinan .
Sementara Paus Yohanes II menegaskan melalui anjuran apostoliknya
yang berjudul Familiaris Consortio, 1981, art. 66 menyatakan bahwa:
Oleh karena itu, Gereja harus mengembangkan program-program persiapan pernikahan yang lebih baik dan lebih intensif, untuk sedapat mungkin menyingkirkan kesulitan-kesulitan, yang dialami oleh cukup banyak pasangan suami istri; malahan lebih lagi: untuk secara positif mendukung terwujudnya pernikahan-pernikan yang makin mantab dan berhasil.
Menaggapi anjuran Paus tersebut, hendaknya bahan-bahan dan waktu yang
singkat dalam pelaksanaan kursus persiapan perkawinan dapat dikembangkan lagi
demi terwujudnya keluarga kristiani yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Dengan demikian setiap pasangan suami-istri dapat membangun keluarga kristiani
dan dapat merencanakan keluarganya secara matang.
Dalam pelaksanaan kursus, peserta kursus atau calon suami-istri harus
mengerti apa tujuan dari kursus tersebut bagi kehidupan perkawinan mereka
(43)
dipersiapkan sebaik mungkin agar peserta kursus benar-benar mendapat
pengetahuan dan wawasan yang mereka butuhkan mengenai hidup berkeluarga.
Kursus persiapan perkawinan adalah syarat utama sebelum melaksanakan
perkawinan. Melalui kursus persiapan perkawinan calon pasangan suami istri
yang hendak menikah diberi bekal tentang hidup perkawinan agar pasangan
suami-istri ini mampu meletakkan dasar kehidupan keluarga yang baik di dalam
rumah tangganya. Kursus persiapan perkawinan menjadi bekal bagi pasangan
suami istri agar mereka dapat membangun keluarganya secara harmonis, sejahtera
dan bahagia. Kepada calon pasangan suami-istri yang hendak menikah kursus
persiapan perkawinan ini memang perluh diberikan karenadi jaman yang berubah
secara cepat, zaman yang penuh dengan tantangan dapat menggoyakan hidup
perkawinan. Kemajuan zaman yang disertai dengan perkembangan nilai-nilai
dapat mempengaruhi hidup perkawinan.
Selain itu, juga berkembang nilai-nilai yang merendahkan martabat hidup
perkawinan seperti, poligami, perceraian, sek-pranikah, perselingkuhan, kekerasan
dalam rumah tangga. Oleh karena itu, demi menghindari
kemungkinan-kemungkinan semacam itu, setiap calon pasangan suami-istri perlu mengikuti
kursus persiapan perkawinan yang dilaksanakan oleh pihak Gereja.
a. Persiapan Perkawinan Jangka Jauh
Persiapan ini diadakan jauh sebelum perkawinan yaitu dimulai sejak
kanak-kanak. Persiapan bagi mereka diwujudkan dengan menciptakan situasi
keluarga yang sehat, serasi, pendidikan, kegiatan sosial dan mengajarkan
(44)
perkawinan ini tidak langsung berhubungan dengan masalah perkawinan,
melainkan menanamkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang akan diperlukan bagi
mereka untuk membangun hidup. Penanggungjawab persiapan perkawinan jangka
jauh adalah orang tua masing-masing.
b. Persiapan Perkawinan Jangka Dekat
Persiapan ini sering disebut juga persiapan perkawinan dalam arti khusus
atau sempit. Persiapan perkawinan jangka dekat, terutama diberikan kepada
remaja yang masih duduk di bangku sekolah tingkat atas. Dalam persiapan ini,
remaja diberi penjelasan tentang hal-hal yang bermanfaat untuk hidup
berkeluarga. Tekanan utama dalam persiapan perkawinan ini adalah pembinaan
kepribadian remaja dan muda-mudi supaya mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan hidup perkawinan.
c. Persiapan Akhir Menjelang Perayaan Sakramen Perkawinan
Untuk merayakan Sakramen perkawinaan harus diadakan dalam
bulan-bulan dan minggu-minggu terakhir sebelum pernikahan, supaya dapat
memberikan arti, isi dan bentuk yang baru pada apa yang disebut sebagai
penelitian pranika dalam beberapa hari misalnya selama satu pekan setiap sore.
2. Kesetiaan Suami Istri
a. Kesetiaan Suami Istri Berpangkal Pada Kesetiaan Allah Pada Umat-Nya
Pasangan suami istri merupakan gambaran kesetiaan Allah kepada
(45)
dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesetiaan diantara mereka. St. Paulus
menegaskan hal itu ketika ia memberikan nasihat kepada jemaat di Efesus:
Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya (Ef 5, 22-26a).
St. Paulus memberi nasehat kepada pasangan suami istri dengan berbicara
mengenai kesetiaan istri terhadap suami dan sebaliknya, namun nasihat yang
diberikannya kepada jemaat di Efesus seperti dikutip di atas kiranya dapat
ditempatkan juga dalam konteks kesetiaan. Dengan menggunakan dua kata
berbeda yakni tunduk dan kasih St. Paulus mengajak para suami-istri untuk hidup
dalam relasi yang harmonis satu sama lain sehingga akan tercipta sebuah keluarga
kristiani, keluarga yang hidupnya didasari dan ditopang oleh kasih dan cinta yang
solid dari suami-istri.
Tanpa adanya kesetiaan maka akan menjadi sangat sulit atau mungkin
mustahil mencipatakan keluarga kristiani seperti itu. Pola atau rujukan yang
dipakai oleh St. Paulus adalah kasih Kristus. Sebagaimana Kristus telah mengasihi
jemaat dan menyerahkan diri-Nya baginya demikianlah seharusnya sikap
suami-istri terhadap pasangannya. Sebagaimana Kristus telah setia mencintai jemaat-Nya
dengan cinta yang tidak terbagi demikianlah hendaknya cinta suami istri terhadap
pasangannya masing-masing.
Suami-istri pun dituntut untuk saling mencintai dalam kesetiaan satu sama
lain dengan cinta yang tidak terbagi. Sebagaimana pengorbanan Kristus bagi
(46)
suami-istri bagi pasangannya akan membawa keselamatan, kebahagiaan dan suka
duka dalam hidup perkawinan mereka. Cinta dan kesetiaan Allah kepada
umat-Nya dalam Perjanjian Lama serta cinta dan kesetiaan Kristus pada jemaat-umat-Nya
dalam Perjanjian Baru harus menjadi rujukan atau pola bagi suami istri dalam
mengusahakan dan memperjuangkan kesetiaan dalam hidup perkawinan mereka.
b. Kesetiaan Suami-Istri Diperkuat Oleh Rahmat Sakramen
Kesetiaan dalam perkawinan harus diusahakan dan diperjuangkan oleh
masing-masing pasangan suami istri. Pasangan suami-istri tetap harus menyadari
bahwa dengan kekuatan sendiri saja tidak akan mampu untuk mempertahankan
kesetiaan karena kelak mereka akan menghadapi begitu banyak tantangan dan
godaan yang kurang mendukung tumbuhnya nilai-nilai kesetiaan. Dalam
masyarakat yang semakin individualis dimana ego pribadi semakin dikedepankan
sehingga apa yang dinilai penting adalah hal-hal yang menguntungkan atau
menyenangkan diri sendiri, maka menjadi kian sulit untuk menumbuhkan
nilai-nilai kesetiaan yang jelas menuntut pengorbanan diri demi orang lain.
Rahmat sakramen perkawinan yang secara khusus diberikan oleh Kristus
kepada mempelai akan memampukan mereka untuk hidup dalam kesetiaan.
Berkaitan dengan hal ini adalah penting bagi pasangan suami-istri untuk
mengembangkan kehidupan doa. Dengan kehidupan doa yang baik, dimana relasi
pribadi dengan Allah terjalin dengan baik dan erat dapat diharapkan suami istri
akan dimampukan untuk dapat menghayati janji kesetiaan dalam hidup
perkawinan. Dalam perkawinan Katolik, kesetiaan merupakan persyaratan yang
(47)
Dr. James C. Dobson dalam bukunya Cinta Kasih Seumur Hidup, 2007, menyatakan bahwa: keyakinan akan perkawinan pada hakekatnya sama dengan
iman: “Penyangkalan komunikasi dalam keluarga atas janji perkawinan sama
dengan penyangkalan atas janji pembaptisan atau penyangkalan lain sepanjang
menyangkut iman”. Lewat waktu kesetiaan suami-istri senantiasa diuji. Kesetiaan
mereka justru ditantang pada masa-masa krisis seperti sakit parah, ekonomi
bangkrut dan impian tidak menjadi kenyataan. Apalagi dalam dunia dewasa ini
dimana komunikasi antara laki-laki dan perempuan kian terbuka dimana saja dan
kapan saja dengan didukung oleh teknologi komunikasi yang kian canggih
kesempatan untuk tidak setia pada pasangan kian terbuka pula. Inilah tantangan
real yang dihadapi oleh suami-istri. Akhirnya, harus dikatakan bahwa tidak ada
obat mujarab yang langsung dapat membuat suami-istri setia pada janji
perkawinannya. Yang perlu diusahakan dan dikembangkan terus-menerus oleh
setiap pasangan suami istri adalah kesadaran akan kehendak Allah yang telah
memanggil mereka menjadi suami-istri.
3. Pengembangan Komunikasi
Pengembangan komunikasi menurut Brayat Minulyo dalam buku Kursus
Persiapan Hidup Berkeluarga, 2006 meliputi: komunikasi badan, komunikasi
pikiran, komunikasi hati, komunikasi hubungan seks, komunikasi sakramen dan
komunikasi dengan Tuhan. Pengembangan komunikasi ini diharapkan mampu
membantu pasangan suami istri dalam upaya membangun keluarganya menjadi
keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera sesuai dengan apa yang menjadi
(48)
a. Komunikasi Badan
Komunikasi ini merupakan komunikasi dalam hal mengungkapkan cinta,
perhatian dan kasih sayang satu sama lain misalnya pandangan mata, senyuman,
belaian, gandengan tangan, rangkulan, dekapan, ciuman. Komunikasi ini penting
untuk menciptakan suasana akrab dan mesra (tetapi dimaksud bukan untuk
rangsangan seksual), sehingga dapat dilakukan oleh orang tua di depan mata
anak-anaknya. Belaian dan sentuhan lembut dirasakan sebagai sesuatu yang berarti
untuk mengungkapkan rasa cinta dan mendekatkan hati. Sebagai tanda kasih
sayang yang mencerminkan hubungan yang akrab, suami istri dianjurkan untuk
membiasakan diri menggunakan komunikasi badan ini sesering mungkin karena
komunikasi badan ini adalah ungkapan dan tanda kemesraan, tanpa maksud atau
tujuan yang mengarah kehubungan seks. Tetapi bila pasangan suami istri ingin
melakukan hubungan seks maka komunikasi badan ini dapat mewakili.
b. Komunikasi Pikiran
Komunikasi pikiran ini seperti omongan mulai dari basa basi tukar
informasi, sampai dengan tukar pikiran, tukar pendapat dan pandangan.
Komunikasi pikiran ini juga dapat disebut sebagai komunikasi berjenis diskusi,
namun jenis komunikasi seperti ini dapat menimbulkan pertengkaran, perbedaan
pendapat, pikiran dan pandangan yang terjadi di antara suami istri namun hal ini
diangap wajar karena tidak sampai berlanjut menjadi perdebatan. Yang perlu
untuk dihindarkan adalah uangkapan atau kata-kata yang mempersalahkan,
menuduh, menggurui dan mencari menang sendiri. Dalam melakukan komunikasi
(49)
menangkap maksud dibalik kata-kata pasangan, sehingga perbedaan pendapat
dapat menghasilkan kesepakatan atau kesimpulan yang dapat diterima satu sama
lain sebagai suatu solusi dari persoalan yang ada.
c. Komunikasi Hati
Komunikasi dari hati ke hati adalah jenis komunikasi yang mengutarakan
isi hati dan perasaan. Komunikasi ini sering disebut sebagai komunikasi berjenis
dialog. melalui dialog apa yang menjadi ungkapan dalam hati dan perasaan atas
dasar saling percaya dan menerima dapat disampaikan karena yang diungkapkan
adalah isi hati dan perasaan yang muncul secara spontan dari lubuk hati, maka tak
boleh didebat ataupun dibantah. Perasaan hanya dapat diterima dan tak dapat
dipersalahkan. Bagi kebanyakan orang mengungkapkan perasaan bukanlah hal
mudah.
Perasaan yang sulit untuk diungkapkan misalnya: sedih, kecewa, sakit hati,
dendam atau perasaan yang kurang menyenangkan misalanya: takut, malu,
minder, kuatir dan sebagainya tetapi perasaan itu merupakan bagian dalam hidup
masing-masing manusia. Jika perasaan itu hanya dipendam saja akan menjadi
beban dan lama kelamaan pada suatu saat dapat meledak menjadi bentuk
kemarahan, kata-kata pedas, kasar yang menyakitkan. Oleh karena itu, perasaan
itu perlu untuk diungkapkan, karena pada dasarnya perasaan itu bersifat netral
dan tidak mempunyai nilai moral baik atau jelek. Perasaan merupakan ungkapan
jati diri dari setiap orang yang sebenarnya, maka perlu untuk dikomunikasikan
dan dibicarakan. Karena melalui komunikasi dari hati ke hati orang dapat
(50)
d. Komunikasi Hubungan Seks
Hubungan seks merupakan komunikasi yang paling intim dan puncak
dalam relasi suami istri sebagai perwujudan nyata kesatupaduan jiwa dan raga.
Hubungan seks bukan pertama-tama untuk mencari kepuasan biologis melainkan
merupakan bahasa komunikasi suami-istri yang mempersatukannya dalam kasih
mesra. Hubungan seks bukan hanya aktivitas biologis melainkan juga psikologis,
emosional dan spiritual dengan kata lain hubungan seks melibatkan seluruh
pribadi manusia dan relasi yang terjadi antara suami-istri.
Maka perlu dipahami bahwa umumnya pria lebih fokus pada seks dalam
arti sempit biologis dan punya pola dasar gerak cepat sedang wanita lebih
mengutamakan kasih sayang, kehangatan, kemesraan, rasa aman dan punya pola
dasar lambat yang memerlukan waktu lebih lama untuk bisa terangsang secara
seksual dan mencapai kepuasannya. Memang bagi pria seks merupakan kegiatan
sesaat sedang bagi wanita merupakan kegiatan sehari. Perbedaan ini bila tidak
cukup diperhatikan akan mengakibatkan hubungan seks menjadi kurang
memuaskan dan menjadi sumber kekecewaan yang membuat buruknya relasi
suami istri.
e. Komunikasi Sakramen
Komunikasi antara suami dan istri yang telah dibaptis mempunyai ciri
khusus dan disempurnakan menjadi Sakramen atau dimensi sakramental
komunikasi. Komunikasi mereka merupakan tanda kehadiran Allah. Dalam
lembaga perkawinan Gereja membentuk ikatan atau relasi suami-istri itu menjadi
(51)
yang mewujudkan perkawinan namun sebagai sakramen, perkawinan merupakan
tindakan atau karya Kristus sendiri. Kristuslah yang membuat perkawinan suami
istri menjadi tanda yang menghadirkan peristiwa penyelamatan. Kristus pula yang
membuat relasi dinamis antara suami istri menjadi tanda yang memperlihatkan
relasi dinamis yang terus berlangsung antara Kristus dan Gereja-Nya. Dimensi
sakramental ini perlu dipahami agar suami istri menghayati hidup perkawinan
dalam relasi dan komunikasi yang akrab dan membawa kegembiraan dan
kebahagiaan yang menjadi wujud keselamatan yang dicari setiap orang.
f. Komunikasi Dengan Tuhan
Kebahagiaan bersama Tuhan tidak perlu menunggu sampai saatnya
dipanggil Tuhan dan masuk surga. Sudah sejak sekarang dapat dimulai bersama
keluarga. caranya adalah dengan mengadakan komunikasi yang baik dengan
Tuhan. mensyukuri dan menikmati semua kebaikan dan semua anugerah-Nya.
Serah diri secara total akan kehendak Allah dan mentaati peraturan serta
perintah-perintah-Nya. Kebahagiaan hidup bersama Tuhan sudah dapat dialami dan
rasakan sejak masih hidup didunia ini asalkan mampu mengusahakannya. caranya
dapat dilakukan lewat doa bersama keluarga. Doa bersama ini bukan saja
berkomunikasi dengan Tuhan tetapi juga membina komunikasi yang akrab dengan
anggota keluarga dan membiasakan diri membawa persoalan-persoalan keluarga
kehadapan Tuhan. Karena itu berdoa bersama keluarga hendaknya tidak hanya
dilakukan pada saat tertentu saja tetapi hendaknya dilakukan secara rutin doa
kiranya dapat menjadi bagian dari kehidupan keluarga sehingga suasana religius
(52)
suami istri yang saling mengasihi sudah selayaknya dilakukan agar bisa saling
menguatkan dan meneguhkan dalam menjalani hidup berkeluarga dengan suka
dukanya.
4. Kebiasaan Hidup Beriman
Menurut Konferensi Waligereja Indonesia dalam buku Pedoman Pastoral
Keluarga, 2001 dinyatakan bahwa: Kebiasaan hidup beriman menjadi dasar dalam
keluarga kristiani karena melalui kebiasaan doa pribadi dan bersama keluarga
secara otomatis dapat berkomunikasi dengan Tuhan, tidak hanya melalui doa
keluarga juga mendapatkan kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam perayaan
Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci melalui pembacaan Kitab Suci
itu keluarga terutama anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran
Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui
teladan hidup-Nya dan tokok-tokoh iman dalam Kitab Suci, aktif dalam kelompok
pembinaan iman karena pembinaan iman tidak hanya didapatkan dari orang tua
saja tapi bisa juga didapatkan melalui pembinaan iman kelompok serta mengikuti
berbagai bentuk kegiatan yang dapat mendukung dan menumbuh kembangkan
perkembangan hidup beriman melalui rekoleksi, retret dan ziarah.
a.Doa Pribadi dan Doa Bersama
Keluarga kristiani mempunyai kebiasaan mengajak serta seluruh anggota
keluarganya untuk berdoa bersama maupun pribadi. Karena melalui berdoa
komunikasi dengan Tuhan bisa terwujud. Keluarga diajak untuk
(53)
kehidupan doa yang dilaksanakan dengan sunguh-sunguh. Selain itu, keluarga
juga mengunakan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar,
rosario dan sebagainya.
b. Mengikuti Perayaan Liturgi
Keluarga kritiani sudah terbiasa mengambil bagian aktif dalam perayaan
liturgi, terutama Ekaristi. Dengan demikian iman mereka akan Tuhan Yesus
Kristus semakin besar. Keluarga kristiani sejak dini diharapkan mengajak
anak-anaknya mengambil bagian dalam setiap perayaan Ekaristi, karena perayaan
Ekaristi membantu mereka untuk terlibat di dalamnya, bila mereka sudah mampu
memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi yaitu
perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan diri-Nya. Maka
menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan
Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus.
c. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci
Keluarga kristiani mempunyai kebiasaan membaca dan berpegang teguh
dengan Kitab Suci. Karena, Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik
dan efektif untuk mengembangkan iman keluarga. Melalui pembacaan Kitab Suci,
keluarga terutama anak-anak dapat mengenal Allah yang menyelamatkan
umat-Nya dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan
membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati, fikiran dan jiwa
mereka semakin diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya kepada
(54)
d. Ikut Aktif Dalam Kelompok Pembinaan Iman
Untuk membantu keluarga dalam memberikan pendidikan iman dan
menumbuhkan sikap mengereja dalam diri keluarga kristiani yang baru dibangun.
Keluarga kristiani yang baru dibangun diharapakan untuk senantiasi mendorong
seluruh keluarganya baik terutama anak-anaknya untuk aktif dalam kelompok
pembinaan iman anak dan pembinaan iman remaja, karena dalam pertemuan
seperti itu anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk
menghayati kebersamaan sebagai Gereja.
e. Ikut Ambil Bagian Dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah
Rekoleksi, retret, ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja
dan menghasilkan buah-buah yang baik. Keluarga kristiani hendaknya mendorong
dan mendukung seluruh anggota keluarganya untuk mengambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka.
5. Relasi Yang Mendalam
Relasi menjadi dasar keluarga kristiani karena relasi merupakan bagian
terpenting dalam membangun keluarga kristiani. Tanpa adanya relasi antara suami
istri, orangtua dan anak, keluarga dan masyarakat, keluarga dengan Tuhan sebuah
keluarga pasti tidak akan dapat dibangun dengan baik. Oleh karena itu, relasi
menjadi dasar pokok dalam membangun sebuah keluarga kritstiani seperti yang
dinyatakan oleh Brayat Munulyo dalam buku Kursus Persiapan Hidup
Berkeluarga, 2006 mengenai: relasi antar suami-istri, relasi antar orang tua dan
(55)
a. Relasi Antar Suami-Istri
Relasi suami dan istri merupakan relasi terpenting dalam keluarga. Mutu
relasi itu punya pengaruh yang sanggat besar terhadap mutu seluruh hidup
keluarga. Maka pantaslah kalau para pendamping keluarga memperhatikan hal ini.
Relasi suami dan istri itu memuat beberapa segi. Segi pertama adalah relasi pada
tingkat perasaan apakah mereka merasa dekat satu sama lain, apakah mereka
merasa bahagia bila sedang berbicara, bepergian bersama, atau makan minum
berdua atau sebaliknya, mereka justru merasa jauh satu sama lain dan merasa
tidak senang bila sedang berdekatan.
Segi kedua adalah relasi pada tingkat pikiran atau pandangan, apakah
mereka dapat bertukar pikiran dengan tenang, dengan argumentasi yang masuk
akal, apakah sebaliknya, mereka tidak pernah bertukar pikiran karena keduanya
serba berbeda dalam pandangan mereka. Segi ketiga adalah relasi pada tingkat
kehendak atau kemauan, apakah mereka dapat memadukan kehendak mereka,
sehingga mereka dapat merencanakan dan melaksanakan kehendak bersama.
apakah sebaliknya, kehendak mereka selalu berbeda sehingga tidak pernah dapat
dipersatukan.
Segi keempat adalah relasi seksual, baik yang terungkap melalui
persetubuhan maupun yang terungkap melalui bentuk-bentuk kemesraan fisik
lainnya, apakah mereka dapat saling membahagiakan melalui kemesraan seksual
itu, karena masing-masing selalu peka dan peduli terhadap kebutuhan
pasangannya, ataukah sebaliknya, setiap persetubuhan maupun kemesraan fisik
lainnya hanyalah menyenangkan satu pihak saja dan menyebabkan penderitaan
(56)
b. Relasi Antar Orang Tua Dan Anak
Meskipun relasi suami dan istri pada umumnya baik, keduanya karena
sulit mencapai kebahagiaan bila relasi mereka dengan anak-anak terganggu.
Maka, demi utuhnya kebahagiaan mereka, suami dan istri membutuhkan relasi
yang baik dengan anak-anak mereka. Seperti halnya pada relasi antara suami dan
istri, relasi antara orangtua dan anak-anak juga memuat beberapa segi, yakni segi
perasaan, segi pikiran, dan segi kehendak atau kemauan.
Segi pertama adalah relasi pada tingkat perasaan. Tidaklah cukup bahwa
anak-anak diberi makanan, minuman, dan pakaian yang memadai, mereka ingin
merasa dekat dengan orang tua, mereka ingin merasakan dilindungi dan disayangi
oleh bapak-ibu mereka. Sebaliknya, orang tua pun ingin dihargai dan dipercaya
oleh anak-anak mereka. Segi kedua adalah relasi pada tingkat pikiran, hal ini
terutama penting bila anak-anak sudah mulai mampu berpikir, mereka hendaknya
sering diajak bertukar pikiran. Janganlah mereka itu diperlakukan seolah-olah
mereka tidak mampu berpikir. Maka, bila ada perbedaan pandangan antara
anak-anak dan orang tua, semua pihak hendaknya bersikap rasional, tidak hanya
mencari kemenangan. Segi ketiga adalah relasi pada tingkat kehendak atau
kemauan. Tidak jarang terjadi bahwa orang tua memaksakan kehendak pada
anak-anak mereka, karena merasa lebih tua dan lebih berpengalaman. Hal itu dapat
terjadi karena orang tua kurang memahami kebutuhan dan keinginan anak-anak
muda. Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya
kehendak dan kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain
(57)
c. Relasi Antar Keluarga Dan Masyarakat
Tidak ada keluarga yang berbahagia bila anggotanya hanya hidup dan
bergaul dengan orang-orang serumah. Sejak kecil orang membutuhkan sosialitas,
membutuhkan dunia pergaulan yang luas. Maka, demi kebahagiaan
masing-masing anggota keluarga, mereka harus memiliki relasi yang baik dengan
masyarakat luas. Relasi itu mempunyai berbagai bentuk. Relasi-relasi yang paling
biasa ialah relasi dalam hal kerja, bertetangga, berorganisasi, dan beragama. Bila
relasi-relasi itu berjalan lancar, anggota keluarga dapat mengalami kebahagiaan.
Sebaliknya, bila terjadi banyak kegagalan dalam relasi-relasi itu, kebahagiaan
hanyalah merupakan impian belaka.
Dalam hal ini para pendamping keluarga dapat memberikan bantuan, yakni
dengan menolong keluarga-keluarga katolik dalam usaha meningkatkan mutu
relasi antara anggota-anggota mereka dengan masyarakat luas. Lebih bagus lagi
kalau para pendamping keluarga dapat menciptakan sarana-sarana penunjangnya,
d. Relasi Antar Keluarga Dan Tuhan
Salah satu dari tujuan utama pendampingan keluarga adalah
berkembangnya iman. Oleh karena itu, tidak boleh dilupakan pentingnya relasi
antara keluarga dan Tuhan. Relasi itu dapat dipelihara melalui tiga sarana utama
sebagai berikut:
Doa pribadi yang teratur oleh masing-masing anggota keluarga, terutama sebelum dan sesudah tidur, sebelum dan sesudah makan
(58)
Doa bersama di rumah, oleh seluruh keluarga, terutama pada saat ada anggota keluarga yang sedang merayakan hari ulang tahun, sedang bersedih, atau
sedang menghadapi suatu tugas penting;
Partisipasi anggota keluarga dalam ibadat di lingkungan maupun di paroki, terutama dalam perayaan Ekaristi pada hari minggu dan hari-hari raya penting,
seperti Natal dan Paskah. Sejak kecil anak-anak sebaiknya didorong untuk
terlibat dalam kegiatan jemaat katolik setempat, sesuai dengan tingkat usia dan
minat serta bakat mereka masing-masing. Semua anggota keluarga diharap
menerima Sakramen Tobat secara teratur.
C. UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI
PENDAMPINGAN KELUARGA
1. Pengertian Pendampingan Keluarga Kristiani
Konsili Vatikan II, terjemahan. R. Hardawiryana, SJ (Jakarta: Dokpen)
KWI, 1991, art. 15 menyatakan bahwa: “Umat kristiani sejak semula harus
diberikan suatu pendampingan yaitu berupa pendampingan keluarga sehingga
sedapat mungkin mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dalam hidup
berkeluarga”. Umat kristinai dapat berkembang melalui suatu pendampingan
yang disebut sebagai pendampingan keluarga, pendampingan yang timbul dari
umat beriman itu sendiri. Pendampingan keluarga merupakan hak dan kewajiban
semua umat kristiani. Dalam hubungan ini para Bapa Konsili mengatakan:
kemungkinan-kemingkinan pendampingan keluarga hendaknya dianjurkan kepada
umat kristiani, teristimewa kepada keluarga-keluarga yang mengalami berbagai
(59)
bahwa pendampingan keluarga di tunjukan kepada keluarga dengan menggunakan
sarana-sarana yang cocok untuk pendampingan tersebut.
Pendampingan keluarga yang dimaksud ialah bimbingan pastoral artinya
pendampingan keluarga merupakan perwujudan nyata keperihatinan Gereja
terhadap umat untuk memekarkan pribadi mereka sebagai manusia. Pemekaran
tersebut meliputi dua dimensi yaitu vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal
adalah menyangkut hubungan manusia dengan ilahi dimensi horizontal adalah
menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya.
Pendampingan keluarga sebagai suatu proses dan usaha dewan paroki
untuk membantu pasangan suami istri agar semakin menghayati hidup
perkawinannya dan mampu membangun keluarganya dengan baik. Pendampingan
keluarga menjadi suatu keprihatian aktif yang menyatakan dalam tindakan yang
menyadarkan dan membebaskan, memekarkan potensi dan iman kristiani,
menjawab dan menanggapi kebutuhan setiap keluarga yang didamping,
memampukan setiap keluarga yang didampingi untuk dapat bertanggungjawab
dan berperan sosial-aktif. Dalam pendampingan memungkinkan keluarga yang
didampingi menjadi subjek dan pusat bina.
Dengan demikian keluarga yang didampingi dapat memutuskan dan
menentukan sendiri langkah seperti apa yang hendak mereka ambil dalam
menyelesaikan setiap kesulitan-kesulitan yang ada. Dalam proses pendampingan
keluarga seorang pendamping hendaknya berjalan seiring dengan keluarga yang
didampingi. Dengan pendampingan itulah setiap keluarga dapat bertanya dan
(60)
atas kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, mereka juga dapat menjelaskan dan
membuka pikiran pada saat yang tepat, dan akhirnya mempertemukan mereka
dengan pribadi Kristus sendiri.
2. Tujuan Pendampingan Keluarga Kristiani
Menurut Al. Purwa Hadiwardoyo MSF dalam bukunya yang berjudul
Pendampingan Keluarga Di Paroki Kita , 2007 adalah untuk: “Tercapainya
kebahagiaan, berkembangnya iman dalam keluarga yang di damping, mendidik
anak-anak mereka secara kristiani dan membantu keluarga yang dalam
masalah-masalah khusus”.
a. Tercapainya Kebahagiaan.
Kiranya jelas bahwa yang paling berkepentingan dalam perkawinan adalah
semangat pasangan suami istri itu sendiri. Oleh daya dorong cinta yang tumbuh
mekar dalam hati mereka berdua, mereka dibawa untuk bersatu saling
membahagiakan dan bersama-sama mengejar kebahagian dalam hidup mereka.
Sifat khas kristiani adalah cinta kasih dengan demikian pasangan suami istri
dalam hidup perkawinan perlu mengembangkan cinta kasih terhadap
pasangannya, unsur pokok dalam perkawinan adalah kesetiaan akan pasangan
dalam segala situasi dan tetap bertanggungjawab bila mengalami untung dan
malang. Kesetiaan dalam hidup perkawinannya itu bersifat total artinya setia pada
pribadi pasangannya secara utuh dengan segala sifat yang ada pada pasangannya,
entah itu baik atau buruk. Pemberiaan diri secara tulus dalam konteks persekutuan
(61)
b. Berkembangnya Iman Dalam Keluarga Yang Didampingi.
Dalam sebuah perkawinan perkembangan iman dalam keluarga menjadi
hal pokok penting yang harus diperhatikan. Dalam proses pendampingan,
perkembangan iman keluarga yang didampingi haruslah dilihat karena tujuan dari
mendampingi keluarga adalah dengan memperhatikan dan mendukung usaha
pasangan suami istri dalam memperkembangkan iman dalam keluarganya. dengan
iman, keluarga yang didampingi dapat mencapai keluarga yang sejahtera,
harmonis dan bahagia karena iman adalah jawaban pribadi atas prakarsa Allah
yang dikenal dalam Firman-Nya dan dalam campur tangan Allah demi
keselamatan dan perkembangan iman keluarga. Berkembangnya iman dalam
keluarga dapat membantu pasangan suami istri dalam usaha membangun keluarga
yang kristiani.
c. Mendidik Anak-anak Mereka Secara Kristiani
Meskipun dalam perkawinan yang paling berkepentingan ialah suami istri
namun karena kodratnya persekutuan itu sendiri menyangkut pihak ketiga yaitu
anak, maka anakpun harus dipertimbangkan dalam hidup perkawinan. Lahirnya
anak dalam keluarga membaga tugas kewajiban orang tua untuk mendidik anak
mereka menjadi dewasa. Kewajiban itu ditegaskan dalam Gaudium et Spes, art. 52 menyatakan bahwa:
Anak-anak harus dididik sedemikian rupa sehingga setelah mereka dewasa dapat mengikuti dengan penuh rasa tanggungjawab panggilan mereka termaksud juga panggilan suci dan memilih status hidup; bila mereka milih status hidup perkawinan, semoga mereka dapat membangun keluarganya sendiri dalam situasi moral, sosial dan ekonomi yang menguntungkan mereka.
(62)
Mendidik anak merupakan pekerjaan yang terpenting serta tanggung jawab orang
tua demi masa depan anak. Tugas utama dan mulia membentuk watak sebagian
besar terletak di tangan orang tua. Yang termaksud tanggungjawab orang tua ialah
memenuhi kebutuhan si anak baik jasmani maupun rohani. Hal ini ditegaskan
dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1136): “Orang tua mempunyai kewajiban
yang sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan
akan baik fisik, sosial dan kultural, maupun moral dan religius”.
d. Membantu Keluarga Yang Mengalami Masalah Khusus
Gereja dengan teladan Kristus Sang Gembala baik, memberi perhatian dan
pendampingan khusus kepada keluarga-keluarga yang karena beraneka ragam
persoalan, menghadapi dan mengalami situasi sulit seperti: keluarga dalam
perkawinan yang belum sah, keluarga cerai sipil, keluarga yang sedang pisah,
keluarga berharta pisah, keluarga yang tidak memperoleh anak, keluarga dalam
konflik berat dan keluarga yang mempunyai anak berkebutuahan khusus.
Keluarga yang mengalami masalah khusus seperti ini amat sangat membutuhkan
pendampingan yang kiranya dapat menolong mereka dalam mengatasi kesulitan
dan masalah tersebut sehingga mereka dapat membangun keluarganya menjadi
keluarga yang kristiani.
3. Bentuk Pendampingan Keluarga Kristiani
Setelah menikah pasangan suami istri diharapkan untuk ikut serta dalam berbagai bentuk pendampingan keluarga. karena pasangan suami istri biasanya
banyak mengalami berbagai macam kesulitan-kesulitan dalam membangun iman
(1)
[4]
b. Kurang membantu d. Tidak membantu
16. Apakah pendampingan keluarga yang dilaksanakan oleh paroki membantu bapak-ibu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam keluarga bapak-ibu
a. Membantu c. Ragu-ragu
b. Kurang membantu d. Tidak membantu 17. Seberapa sering pendampingan keluarga dilaksanakan di paroki ini
a. Sering c. Ragu-ragu
b. Kurang sering d. Tidak sering
18. Siapakan yang selama ini memberikan pendampingan keluarga kepada bapak-ibu
a. Kaum Religius b. Katekis
c. Tim khusus pendamping
d. Lainnya……….
19. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam mengikuti pelaksanaan pendampingan keluarga
a. Sibuk dalam perkerjaan
b. Kurangnya tenaga pendamping
c. Proses pendampingan yang belum baik d. Materi yang tidak sesuai
20. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam mengikuti pelaksanaan pendampingan keluarga
a. Proses yang menarik b. Materi yang sesuai
c. Tim pendamping yang berpengalaman d. Adanya dukungan dari pastor paroki
21. Apakah pendampingan keluarga yang sudah ada perlu untuk ditingkatkan lagi
a. Perlu c. Ragu-ragu
b. Kurang perlu d. Tidak perlu
(2)
[5]
a. Katekese keluarga c. Retret Keluarga b. Rekoleksi keluarga d. Kunjungan Keluarga
23. Materi pendampingan yang seperti apa yang diharapakan bapak-ibu dalam mengikuti pendampingan keluarga
a. Materi mengenai pemahaman keluarga kristiani b. Materi mengenai dasar-dasar keluarga kristiai c. Materi mengenai cirri-ciri dari keluarga kristiani
d. Materi mengenai upaya dalam membangun keluarga kristiani
24. Menurut bapak-ibu waktu yang tepat untuk melaksankaan pendampingan keluarga berapa kali
a. Satu minggu sekali c. Satu tahun dua kali b. Satu bulan sekali d. Satu tahun sekali
25. Menurut bapak-ibu, apa yang perlu dilakukan oleh paroki dalam meningkatkan pendampingan keluarga
a. Membentuk tim pendamping b. Mengkader tim pendamping c. Membuat program pendampingan
(3)
(4)
(5)
viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI MELALUI PENDAMPINGAN KELUARGA DI PAROKI KUNJUNGAN SANTA MARIA PENIUNG, KAPUAS HULU, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan pandangan penulis tentang pentingnya upaya membangun keluarga kristiani. Upaya ini dapat dilakukan bukan hanya oleh keluarga itu sendiri tapi perlu didukung oleh tim pendamping keluarga. Berdasarkan fakta di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, keluarga kristiani belum mendapat pendampingan keluarga dengan baik.
Persoalan mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan pendampingan keluarga di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Untuk menanggapi persoalan ini, maka penulis mengadakan penelitian lapangan tentang pendampingan keluarga pada pasangan suami istri di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Selain penelitian lapangan penulis juga melakukan studi pustaka tentang pendampingan keluarga dan usaha membangun keluarga kristiani, sehingga membantu penulis dalam mengola dan menganalisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat sudah melakukan upaya membangun keluarga kristiani melalui pendampingan keluarga. Namun di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pendampingan keluarga belum terlaksana dengan baik dan ada kebutuhan tim pendamping keluarga. Oleh karena itu, untuk menanggapi kebutuhan tersebut, maka penulis mengusulkan program kaderisasi untuk calon pendamping keluarga dan pendamping keluarga yang sudah ada. Melalui kaderisasi penulis berharap akan tersedianya pendamping keluarga yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan spritualitas yang memadai, sehingga mampu mendampingi keluarga kristiani di Paroki Kunjungan Santa Maria Peniung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dengan baik.
(6)
ix ABSTRACT
Title Thesis THE EFFORT TO DEVELOP CHRISTIAN FAMILY
THROUGH FAMILY COUSELLING TEAM IN KUNJUNGAN SANTA
MARIA PARISH OF PENIUNG, KAPUAS HULU, WEST BORNEO. This title was chosen based on the writer’s perception of the imfortance of developing Christian Family. This effort can be done not only by the family itself, but it needs to be supported by family couselling team. Based on the fact that in Kunjungan Santa Maria Parish of Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo, Christian families in that city do not get enough guidance for themselves from.
The main issue in this thesis is how to increase the guidance family in Kunjungan Santa Maria Parish Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. To response this problem, the writer conducted a research on the guidance to husbands and wives in Kunjungan Santa Maria Parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo. Beside the field research, the writer also conducted a library study to gain information and data about guidance family and the effort to develop a Christian family, so it could help the writers to process and analyze the data.
The result of this thesis shows that Christian families in Kunjungan Santa Maria parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo already followed the guidance family through the teams of guidance family. However, the fact was that the activities were not going well. The guidance had not been done yet and there were also some needs of having more teams. To respond to those needs, the writer has proposed the training for young cadres for regeneration for prospective family companion and escort existing family. Through the regeneration, the writer hopes the availability of the new guidance family teams who have a good knowledge, skills, and spirituality will help to assist Christian families in Kunjungan Santa Maria parish, Peniung, Kapuas Hulu, West Borneo to deepen to deepen their faith and understanding.