Karbon tetraklorida PENELAAHAN PUSTAKA

D. Karbon tetraklorida

Senyawa ini merupakan senyawa sintesis yang tidak terdapat dalam alam secara alami. Karbon tetraklorida berupa cairan bening, berbau manis yang dapat tercium pada jumlah rendah. Karbon tetraklorida juga disebut metanatetraklorida. Karbon tetraklorida paling sering dijumpai dalam bentuk gas tidak berwarna, tidak mudah terbakar, dan sukar larut dalam air. Karbon tetraklorida digunakan dalam produksi cairan untuk lemari es, bahan campuran propelan untuk kaleng aerosol, pestisida, cairan pembersih, minyak pelumas, bahan pemadam kebakaran, dan penghapus noda. Namun sekarang penggunaan karbon tetraklorida dilarang karena efeknya yang berbahaya. Karbon tetraklorida saat ini hanya digunakan untuk keperluan industri Klassen, 1995. Pemberian CCl 4 secara intragastrikal, subkutan, intraperitoneal dan inhalasi dapat menunjukkan ciri kerusakan nekrosis sentrilobuler dan steatosis Zimmerman, 1978. Karbon tetraklorida CCl 4 didistribusikan secara cepat keseluruh organ dan jaringan, dengan kadar tertinggi pada lemak jaringan, hati dan sumsum tulang Zimmerman, 1978. Hati merupakan organ yang paling sensitif terhadap CCl 4 karena fungsi metabolismenya. Ginjal juga dirusak karena fungsi ekskresinya. Pada paparan CCl 4 dalam tingkat ringan dan kemudian berhenti, hati dan ginjal mampu memperbaiki sel-sel yang dirusak dan berfungsi normal kembali. Pada paparan terlalu tinggi, sistem saraf termasuk otak dipengaruhi. Penderita dapat mengalami sakit kepala, pusing, mengantuk, mual dan muntah. Efek-efek tersebut dapat mereda jika paparan dapat dihentikan. Pada kasus keterpaparan yang parah, koma dan bahkan kematian dapat terjadi Loomis, 1978. Efek toksik selektif dari CCl 4 pada sel hati ditandai dengan terjadinya degenerasi melemak makrovesikuler dan nekrosis sentrilobuler atau salah satu dari kedua tanda tersebut tergantung dosis CCl 4 yang diberikan. Degenerasi melemak sel-sel hati hewan percobaan mulai terjadi dalam waktu 1 jam setelah pemberian CCl 4 dimana pada saat itu konsentrasi CCl 4 dalam hati mencapai puncak. Nekrosis hati mulai tampak dari 6 sampai 12 jam dan mencapai puncak pada 24 sampai 36 jam setelah pemejanan Zimmerman, 1978. Tanda-tanda awal kerusakan hepatoseluler pada hati meliputi peruraian polisom dan ribosom dari retikulum endoplasma kasar, penghambatan sintesis protein dan akumulasi trigliserida. Karbon tetraklorida yang diingesti memasuki hati, mengalami aktivasi metabolit, menghasilkan lipoperoksidasi, pengikatan secara kovalen, dan penghambatan aktivitas mikrosomal ATPase. Nekrosis sel tunggal terjadi dalam 5-6 jam sesudah ingesti, berkembang menjadi nekrosis sentrilobuler maksimum dalam 24-48 jam sesudah ingesti. Aktivitas enzim mikrosomal menurun. Berbagai enzim sitoplasmik dilepaskan hepatosit ke dalam aliran darah. Aktivitas enzim-enzim tersebut di dalam serum berhubungan dengan kehadiran nekrosis pada hati. Regenerasi seluler ditunjukkan dengan peningkatan sintesis DNA dan siklus sel, maksimal 36-48 jam sesudah ingesti. Kecepatan dan jumlah perbaikan jaringan untuk menentukan bentuk kerusakan hati Bruckner dan Warren, 2001. Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2008 Keracunan CCl 4 pada hati diawali dengan metabolisme dehalogenasi reduktif oleh enzim sitokrom P450 CYP2E1 menjadi suatu radikal bebas CCl 3 - triklorometil. Radikal bebas ini dapat berikatan secara kovalen dengan lemak dan protein, menyebabkan kerusakan struktur membran dan penghambatan berbagai enzim. CCl 3 - juga dapat bereaksi dengan O 2 menghasilkan radikal bebas yang lain CCl 3 OO - triklorometilperoksida Gambar 1. Selain itu, CCl 3 - dapat mengikat asam lemak enoat membentuk radikal bebas organik yang dapat bereaksi dengan O 2 membentuk peroksida dan metabolit sitotoksik lainnya. Proses ini dikenal sebagai peroksidasi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan mengurangi sitotoksisitas CCl 4 secara in vitro dan in vivo. Agen yang menghambat pengikatan kovalen oleh CCl 4 juga bersifat hepatoprotektif Bruckner dan Warren, 2001. Keracunan CCl 4 juga ditandai oleh peningkatan kalsium Ca 2+ intraseluler. Peningkatan kadar Ca 2+ berasal dari masuknya Ca 2+ ektraseluler karena kerusakan membran plasma dan berkurangnya pengeluaran Ca 2+ intraseluler. Peningkatan Ca 2+ intraseluler dalam hepatosit dapat menyebabkan kenaikan fosfolipase A 2 dan memburukkan kerusakan membran. Peningkatan Ca 2+ juga berkaitan dengan perubahan kalmodulin dan aktivitas fosforilasi Bruckner dan Warren, 2001. Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati sehingga menimbulkan steatosis perlemakan hati. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di retikulum endoplasma Wahyuni, 2005. Tubuh manusia sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya yaitu glutation-S-transferase GSH yang berperan sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, senyawa ini akan menangkap radikal bebas tersebut Timbrell, 2008. Peningkatan aktivitas serum ALT yang menyebabkan steatosis akibat induksi karbon tetraklorida mencapai tiga kali lipat dari kondisi normal Tabel I dan peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal Ziemmerman, 1999. Bai, Zhang, Chen, Zong, Guo, dan Liu 2011 melaporkan adanya peningkatan aktivitas ALT kurang lebih tiga kali lipat dibanding kelompok kontrol pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik Ziemmerman, 1999.

E. Pemeriksaan Biokimiawi Hati

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 127

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekokta kulit buah persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 8

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt dan ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 117

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 12 130

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 153

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt dan ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121