Hasil Prasiklus, Siklus 1 dan Siklus II

efektif, namun pelaksanaan tindakan siklus II dapat berlangsung dengan lancar. Hasil ketuntasan pada siklus II jauh meningkat dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan bacaan yang diberikan oleh guru relatif singkat dan tema dari bacaan hampir mirip dengan tema pada siklus sebelumnya. Siswa dapat terkondisi lebih baik dan aktif dalam mengemukakan pendapatnya dalam diskusi kelompok.

4.3 Pembahasan

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua siklus. Pelaksanaan tindakan siklus I kurang maksimal dibandingkan siklus II. Setelah melakukan tindakan siklus I dan mengetahui hasilnya, peneliti menyusun tindakan perbaikan untuk pelaksanaan siklus II agar kemampuan membaca kritis siswa dapat meningkat. Peningkatan kemampuan membaca kritis siswa terjadi setelah adanya tindakan pada siklus II. Berikut merupakan pemaparan pembahasan data penelitian.

4.3.1 Hasil Prasiklus, Siklus 1 dan Siklus II

Hasil penelitian kemampuan membaca kritis siswa dari prasiklus, siklus I, dan siklus II mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari menignkatnya jumlah ketuntasan siswa dari prasiklus, siklus I, dan siklus II. Peningkatan nilai rata-rata kelas pun meningkat. Banyak faktor yang mempengaruhi ketuntasan siswa. Faktor- faktor terutama faktor yang menghambat ketuntasan kemampuan membaca kritis siswa dapat diatasi. Hal ini dilakukan agar hasil kemampuan membaca kritis siswa dapat meningkat di setiap siklusnya. Pada siklus I kemampuan membaca kritis siswa lebih meningkat dibandingkan pada prasiklus. Hasil tes pada siklus I atau setelah mendapat tindakan dari peneliti, nilai siswa dapat mencapai ketuntasan. Peningkatan ketuntasan nilai siswa sebesar 32,14. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan membaca kritis siswa. Siswa yang dapat mencapai ketuntasan belajar, dapat menjawab soal sesuai dengan aspek membaca kritis yang diinginkan. Siswa dituntut untuk dapat menjawab beberapa aspek membaca kritis. Siswa yang mendapatkan nilai tuntas dapat menjawab pertanyaan mengenai penjelasan kata-kata sukar. Apabila siswa tersebut dapat menjelaskan kata sukar dengan tepat, ia mendapatkan skor 1. Selanjutnya untuk aspek mengenai penjelasan makna tersirat, apabila siswa dapat menjawab makna tersirat dengan tepat dengan menyebutkan kata kunci yang berhubungan dengan makna tersirat, siswa mendapat skor 2. Penentuan ide pokok juga merupakan salah satu aspek penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan mebmbaca kritis siswa. Skor yang didapat apabila dapat menentukan ide pokok dengan benar siswa mendapat skor 2. Setelah dapat menentukan ide pokok, siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari bahan bacaan menggunakan kalimat opini. Siswa akan mendapat skor 2 apabila dapat menarik kesimpulan menggunakan kalimat opini. Jika siswa dapat menarik kesimpulan tetapi tidak menggunakan kalimat opini, siswa akan mendapat skor 2. Tahap selanjutnya adalah membuat prediksi, jika siswa dapat membuat prediksi sesuai dari hasil simpulannya maka ia mendapat skor 3. Aspek yang terakhir adalah memberikan kritik. Apabila siswa dapat memberikan kritik mengenai kelebihan dan kekurangan dari tajuk rencana yang dibaca, maka siswa akan mendapatkan skor 4. Jika siswa menyebutkan salah satu kekurangan atau kelebihan saja dari editorial maka ia akan mendapat skor 1. Jadi, siswa yang dapat menjawab semua pertanyaan tanpa kesalahan maka siswa akan mendapat skor maksimal 15. Pada siklus I, peneliti mengambil contoh siswa yang dapat mencapai ketuntasan. Soal mengenai penjelasan arti kata, hampir seluruh siswa dapat menjawab arti kata yang ditanyakan oleh peneliti. Pada soal ditanyakan arti kata “kompleks”, siswa menjawab arti kata kompleks yaitu rumit, saling berhubungan, dan meluas. Berikut contoh jawaban siswa yang menjawab arti kata “kompleks” yaitu meluas atau rumit. “kompleks bisa diartikan lebih meluas, jadi materi tahun ini lebih meluas karena dibuat dalam 20 set” Pada soal nomor dua, siswa dapat menggolongkan pernyataan “Sekolah di negeri kita baru menjadi ajang adu pintar nilai akademik namun belum menjadi wahana pembangun karakter” termasuk fakta atau opini dan dapat memberikan alasan dari jawabannya. Berikut contoh jawaban siswa yang mendapat skor tertinggi. “Kalimat tersebut merupakan opini. Banyak sekolah di Indonesia yang berusaha dengan berbagai cara untuk membuatnilai siswanya menjadi lebih baik. Namun banyak pula yang menggunakan cara negatif. Hal ini membuat karakter siswa tidak terbentuk optimal.” Pada soal menentukan ide pokok, siswa diminta untuk dapat menentukan ide pokok dan menggolongkannya dalam opini atau fakta dari penggalan paragraf berikut ini. Tak heran berbagai praktik kecurangan terjadi. Berdasarkan catatan posko UN tahun lalu laporan pengaduan terbanyak adalah soal kecurangan, baru diikuti pengaduan tentang kebocoran soal. Salah satu bentuk kecurangan melibatkan guru yang mempersilahkan siswa untuk saling mencontek. Modus ini bahkan telah beredar dalam bentuk film yang baru- baru ini beredar. Berikut salah satu jawaban siswa yang mendapat skor tertinggi. “Berbagai praktik kecurangan UN sering terjadi. Fakta: Berdasarkan catatan posko UN tahun lalu laporan pengaduan terbanyak adalah soal kecurangan, baru diikuti tentang kebocoran soal.” Soal berikutnya mengenai aspek membuat kesimpulan. Pada soal ini, siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan kalimat opini mereka. Berikut contoh jawaban dari siswa Kumaladewi yang mendapat skor tertinggi yaitu dapat membuat kesimpulan permasalahan dengan kalimat opini. “Menurut saya, saat in UN tidak efektif karena terlalu kompleks sehingga banyak menimbulkan masalah kecurangan dan kebocoran soal.” Setelah menyimpulkan isi bacaan, siswa diminta untuk memberikan prediksi dari hasil simpulannya dan menunjukkan fakta atau opini yang mendasari pendapatnya. Berikut jawaban salah satu siswa Kumaladewi. “Menurut saya, UN selanjutnya diadakan lebih teliti, disiplin, dan lebih tertutup sehingga tidak terjadi kecurangan diperketat. Fakta yang mendukung adalah paragraf 7 kalimat ke 2.” Aspek membaca kriti yang terakhir, siswa mendapatkan skor 4 karena dapat menyebutkan kelebihan dan kekurangan dari editorial. Siswa dapat memberikan pembenaran atau dapat memberikan kritik dari bacaan yang telah dibacanya. Salah satu contoh siswa Irvan W.G Wattimena 09 yang mendapat skor tertinggi. Ia menemukan kekurangan dari bacaan dan memberikan pembenaran atau kritik yang sesuai. Pada bacaan terdapat pernyataan yang tidak sesuai. Pernyataan dalam bacaaan tersebut adalah “Pada dasarnya, UN juga adalah ujian kejujuran”. Pada pernyataan tersebut terdapat hal yang kurang tepat. Oleh karena itu, peneliti meminta siswa untuk memberikan kritik atas pernyataan yang kurang tepat dari bacaan tersebut.Berikut jawaban salah satu siswa. “Kalimat: Pada dasarnya, UN juga adalah ujian kejujuran. Kritik : kalimat tersebut kurang tepat karena terdapat dua kata “juga” dan “adalah”, jika keduanya diabungkan menjadi kalimat yang membingungkan, seharusnya kalimat menjadi “UN merupakan ujian kejujuran”. Pada siklus I masih banyak siswa yang belum tuntas. Sebagai contoh, peneliti mengambil satu contoh siswa yang mendapatkan skor terendah atau belum dapat mencapai ketuntasan. Hal yang menyebabkan siswa belum dapat mencapai ketuntasan adalah sebagai berikut. Pada saat menjawab tentang arti kata, siswa salah dalam mengartikan kata, ia tidak dapat mengartikan arti kata. Salah satu contoh siswa bernama Felix Yulian04, ia tidak menjawab pertanyaan dari peneliti atau dengan kata lain soal tidak dijawab oleh siswa. Dalam memahami maksud penulis, siswa tidak dapat menangkap maksud penulis dan tidak dapat menggolongkan pernyataan ke dalam fakta atau opini. Salah satu contoh siswa Dominicus03 ketika menjawab pertanyaan mengenai maksud penulis, ia menjawab pertanyaan tetapi jawabannya tidak dapat dibaca sehingga susah dipahami dan diberi nilai. Dalam menjawab soal untuk menentukan ide pokok, sebagai salah satu contoh siswa Andreas01 dapat menentukan fakta atau opini namun kurang sesuai dan tidak dapat menentukan ide pokok. Berikut jawaban dari siswa. “Berdasarkan catatan posko tahun lalu, laporan pengaduan terbanyak adalah soal kecurangan, baru diikuti pengaduan tentang kebocoran soal.” Ketika membuat kesimpulan, siswa juga masih belum tepat dalam membuat kalimat opini. Salah satu contohnya jawaban dari siswa Martinus16 sebagai berikut “Supaya dalam UN selanjutnya lebih diperbaiki system penjagaannya” Siswa ini juga belum dapat membuat prediksi atas hasil simpulannya. Jawaban dari siswa masih susah dipahami. Berikut jawaban siswa yang belum dapat menunjukkan fakta yang mendasari pendapatnya. “supaya lebih diperketat dalam penjagaannya” Jawaban tersebut masih sangat susah dipahami, siswa juga belum mampu menunjukkan fakta yang mendasari siswa membuat prediksi tersebut. Aspek yang terpenting dalam membaca kritis, yaitu memberikan kritik. Siswa justru tidak menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam lembar jawab ia tidak menjawab pertanyaan yang diberikan. Sebagai salah satu contoh siswa Andreas01, ia tidak menjawab pertanyaan, lembar jawab tidak diisi. Oleh karena itu, siswa tidak mendapatkan skor. Siswa yang tidak menjawab pertanyaan disebabkan oleh beberapa faktor. Siswa tersebut malas membaca bacaan atau malas dalam membaca soal karena memang soal terlalu panjang. Pada aspek ini ia tidak dapat menjawab, maka skor yang diperoleh adalah 0. Oleh karena itu, siswa hanya mendaoat nilai 40 dan belum dapat mencapai batas ketuntasan pada siklus I. Pada siklus II peningkatan kemampuan membaca siswa lebih tinggi dibandingkan dengan siklus I. aspek yang dinilai masih sama, hanya saja bahasa dan panjang soal lebih disederhanakan pada siklus II ini. Jumlah ketuntasan lebih banyak dibandingkan siklus I. Berikut peneliti akan memberikan sedikit ulasan mengenai ketuntasan pada siklus II. Peneliti memberikan satu contoh siswa yang dapat mengalami ketuntasan pada siklus II. Siswa ini mencapai skor tertinggi pada siklus II. Siswa mencapai nilai tertinggi 93. Ia dapat menjawab soal dengan tepat. Pada siklus II jumlah soal berkurang tetapi aspek penilaian di dalamnya sama. Pada soal nomor satu adalah penggolongan fakta dan opini. Siswa dapat menjawab dengan tepat dan mendapat skor 6. Hal ini dikarenakan pada soal nomor satu ada tiga penggolongan fakta dan opini bersama dengan alasannya. Soal ini diberikan karena pada siklus I banyak siswa yang tida dapat menggolongkan fakta dan opini. Ada yang dapat menggolongkan fakta dan opini tetapi tidak dapat memberikan alasan. Pada siklus I, penentuan ide pokok masih banyak siswa yang menjawab kurang tepat. Pada siklus II ini, siswa dapat menjawab dengan tepat berserta alasannya. Siswa dapat menjawab dan mendapat skor 3. Siswa juga diminta membuat simpulan menggunakan kalimat opini dan mendapat skor 2. Pada pemberian kritik, siswa ini mendapat skor 3 karena dapat memberikan kritik mengenai kekurangan dari bacaan. Apabila siswa dapat memberikan kritik mengenai kelebihan dan kekurangan dari bacaan maka mendapat skor 4. Siswa ini kurang memberikan kritik mengenai kelebihan dari editorial. Meskipun demikian, siswa ini dapat mencapai batas ketuntasan dan mendapat nilai 93. Siswa yang belum mendapat atau mencapai ketuntasan pada siklus II cukup sedikit dibandingkan pada siklus I. Berikut peneliti akan berikan satu contoh siswa yang masih belum dapat mencapai nilai KKM. Siswa yang peneliti jadikan contoh adalah siswa yang mendapatkan nilai terendah pada siklus II. Siswa ini mendapatkan nilai 47. Hal ini dikarenakan dalam setiap aspek yang dinilai, ia tidak menjawab dengan maksimal. Siswa ini dalam menggolongkan fakta dan opini sudah bisa menjawab dengan tepat serta memberikan alasan. Siswa ketika menentukan ide pokok, membuat kesimpulan, dan memberikan kritik masih belum tepat. Terlihat dari jawabannya yang cukup singkat, siswa ini memang kurang aktif ketika berdiskusi dan pada saat menemui kesulitan hanya diam saja. Pada saat ia mengerjakan, tampak bahwa ia malas dan sesukanya sendiri. Siswa ini masih butuh bimbingan agar dapat mencapai ketuntasan. Ia dapat menggolongkan fakta dan opini tetapi dalam pemberian alasan, menyimpulkan memberikan kritik, ia belum mampu. Ia hanya membaca bahan bacaan dan tidak dapat memahami soal atau pertanyaan yang dimaksud. Secara keseluruhan, pada siklus II ini sudah banyak siswa yang dapat mencapai ketuntasan. Peningkatan dari siklus I ke siklus II cukup tinggi. Pencapaian ketuntasan siswa lebih banyak pada siklus II dibandingkan pada siklus I. Peningkatan kemampuan membaca kritis siswa dilihat dari hasil tes prasiklus dan siklus I ketuntasan siswa meningkat sebesar 32,14. Peningkatan dari siklus I dan siklus II meningkat lebih tinggi, yaitu sebesar 82,14 siswa yang dapat mencapai ketuntasan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini. Grafik 4.3.1 Nilai Rata-Rata Kemampuan Membaca Kritis dan Ketuntasan Siswa dengan Metode Inkuiri dari Prasiklus, Siklus I dan Siklus II Grafik tersebut menunjukkan peningkatan dan perbandingan nilai rata-rata, ketuntasan prasiklus, siklus I dan siklus II. Rata-rata nilai kelas siswa meningkat dari 60,5 pada prasiklus menjadi 67,32 pada siklus I dan jauh meningkat lagi pada siklus II sebesar 81,8. Persentase ketuntasan pada prasiklus sebesar 0 jauh meningkat pada siklus I sebesar 32,14 dan lebih meningkat lagi sebesar 82,14 pada siklus II. 4.4 Uji Normalitas 4.4.1 Uji Normalitas Prasiklus dan Siklus I