Peningkatan kemampuan reduplikasi dalam karangan narasi dengan metode tugas individu: penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIII SMP PGRI 2 Ciputat

(1)

KELAS VIII SMP PGRI 2 CIPUTAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

O l e h

Bayu Lesmana Pradipta NIM 106013000696

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iii

Nama : Bayu Lesmana Pradipta

NIM : 106013000696

Jurusan/program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan Tahun : 2006/2007

Alamat : Kp. Kadu RT: 07/03 Kel. Sukamulya Kec. Cikupa Kab. Tangerang

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul ―Peningkatan

Kemampuan Reduplikasi dalam Karangan Narasi dengan Metode Tugas Individu: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMP PGRI 2 Ciputat‖ adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan:

Nama : Dr. Alek, S.S.,M.Pd NIP : 19690912 200901 1 008

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia menerima segala konsekuensi apabila skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 22 Agustus 2011 Yang menyatakan,


(5)

iv

baik dari hari kemarin”.

Kupersembahkan skripsi ini untuk: Kedua orang tua, mamah dan bapak serta untuk kakak dan adik tercinta beserta seluruh keluargaku tercinta, juga para guru, sahabat, dan orang-orang yang telah memberi arti dalam perjalanan hidupku.


(6)

v

dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang upaya peningkatan kemampuan reduplikasi dalam karangan narasi dengan metode tugas individu.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2010/2011 mulai Februari sampai dengan Maret 2011 di SMP PGRI 2 Ciputat. Metode penelitian yang digunakan dalam ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) (classroom action research). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.2 SMP PGRI 2 Ciputat.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, dokumentasi, dan tes/penugasan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan melalui 2 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Hasil penelitian pada siklus yang pertama belum mencapai peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan reduplikasi dalam karangan narasi. Hal ini terbukti dari hasil rata-rata skor yang diperoleh siswa untuk soal pilihan ganda (PG) hanya sebesar 6.05 dan untuk soal esai (mengarang) hasil rata-rata skor yang diperoleh hanya mencapai 6.03, dengan rata-rata skor keseluruhan hanya mencapai 6.04 indikator pencapaian hasil (IPH) tidak tercapai karena belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan (70), selain itu hal ini disebabkan pula oleh kurangnya keterampilan dan kemahiran siswa dalam menjawab tugas yang diberikan secara individu. Tetapi setelah dilaksanakan siklus yang kedua tingkat kemampuan siswa mengalami peningkatan dalam penggunaan reduplikasi dalam karangan narasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh dari masing-masing siswa pada siklus yang kedua mengalami peningkatan hingga sebesar 79 untuk soal pilihan ganda (PG) dan untuk soal esai (mengarang) mencapai 7.43 dengan rata-rata skor keseluruhan mencapai 7.66 indikator pencapaian hasil belajar siswa pada siklus 2 telah tercapai melebihi batas KKM (70) yang ditetapkan. Hal ini juga dapat dilihat dari pengamatan yang menunjukkan persiapan yang lebih baik dari siklus sebelumnya (siklus 1).

Jadi, simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa metode

pemberian tugas individu secara bertahap terbukti dapat meningkatkan prestasi siswa dalam memahami Penggunaan Reduplikasi dalam Karangan Narasi pada Siswa Kelas VIII SMP PGRI 2 Ciputat.


(7)

vi

Alhamdulillah, karena berkat rahmat dan hidayah dari Allah Yang Maha Luas Ilmu-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Peningkatan Kemampuan Reduplikasi dalam Karangan Narasi dengan Metode Tugas Individu: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMP PGRI 2 Ciputat‖. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan para sahabat, semoga dengan bershalawat kepada Rasulullah SAW, kita diajarkan dan ditambahkan oleh Allah SWT Ilmu Pengetahuan dan senantiasa mendapatkan syafaat dari Rasulullah di hari kiamat nanti. Amin.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus penulis laksanakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dan Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Lewat kata pengantar ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yeng telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada :

1. Kedua Orangtua tercinta, Mamah dan Bapak yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis serta membanting tulang untuk membiayai studi penulis. Semoga Allah SWT selalau mencurahkan rahmat dan kasih sayang kepada keduanya.

2. Bpk. Alek Abdullah, the best in lecture PBSI. Dosen yang memberikan inspirasi bagi penulis untuk meraih mimpi dan cita-cita. Sekaligus dosen pembimbing bagi penulis. Bersamamu selalu ada jalan dan kemudahan dalam setiap problema.


(8)

vii Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bpk. Drs. E. Kusnadi sebagai dosen penasehat akademik. Mantan kajur dan bapaknya anak-anak PBSI angkatan 2006. Bapak yang terlihat tegas dan garang secara penampilan, namun memiliki hati yang lembut dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Terima kasih atas ilmu, kesabaran, dan pengertian selama ini hingga kami (PBSI 2006) selesai kuliah.

5. Ibu Nurlena Rifa‘i, MA. Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah. Semoga Allah membalas dengan segala kebaikan dan keberkahan.

7. Bpk. Syamsudin, S. Pd, selaku Kepala SMP PGRI 2 Ciputat. Terima kasih atas pengetahuan, bantuan, dan kerjasamanya

8. Ibu Ika Harika, A. Md., selaku guru bahasa Indonesia SMP PGRI 2 Ciputat. Terimakasih atas pengetahuan, bantuan, dan kerjasamanya.

9. Para dewan guru beserta staf Tata Usaha SMP PGRI 2 Ciputat, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

10.Siswa-siswi SMP PGRI 2 Ciputat, khususnya kelas 8.2 yang telah sedia dan antusias menerima materi pelajaran yang penulis sampaikan selama penelitian berlangsung.

11.Semua rekan mahasiswa Program Studi PBSI UIN Jakarta angkatan 2006 yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, karena kekurangan itu juga yang menjadikan keyakinan kita bahwa sesuatu di muka bumi ini tidak ada yang sempurna. Namun, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


(9)

viii

Jakarta, Agustus 2011


(10)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ………..……… i

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH………..iii

MOTTO ………... iv

ABSTRAK ………...… v

KATA PENGANTAR ………. vi DAFTAR ISI ………...…... ix

DAFTAR TABEL ………..……... xi DAFTAR LAMPIRAN ………..………... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...………. 1

B. Identifikasi Masalah ………..……… 3

C. Pembatasan Masalah …………...………..….……….. 3

D. Perumusan Masalah ……….…….……… 4

E. Tujuan Penelitian ……….………. 4

F. Manfaat Penelitian ……….…………... 4

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Pengertian Karangan ……..………... 6

1. Penggolongan Karangan Menurut Bobot Isinya ..……….. 7

2. Penggolongan Karangan Menurut Cara Penyajian dan Penulisannya ………. 11

3. Pengertian Karangan Narasi ……….………… 12

B. Reduplikasi ...……….…….………….. 17

1. Pengertian ………..………... 18

2. Menentukan Bentuk Dasar ……….………….. 19

3. Pembagian Bentuk Berulang ……….………... 20

4. Makna Bentuk Berulang ...………...……….… 22


(11)

x

C. Sumber Data ……….. 43

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ……… 43

E. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data yang Digunakan …….. 43

F. Teknik Pengumpulan Data ………...………. 44

G. Tahap-tahap Penelitian ……….. 45

H. Teknik Analisis Data ………... 47

I. Teknik Keabsahan Data ………. 48

J. Teknik Pengambilan Kesimpulan ……….. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 49

1. Tempat Penelitian ...………. 49

2. Temuan Penelitian ………... 50

B. Pembahasan ………... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ………..…….. 67

B. Saran ……….. 67

DAFTAR PUSTAKA ………. 68 LAMPIRAN


(12)

xi

Tabel 1 Hasil Pengamatan Siklus 1 (Kegiatan Yang Dilakukan Oleh Guru) …. 53

Tabel 2 Hasil Pengamatan KBM pada Siklus 1 ………..…. 54

Tabel 3 Hasil Tes pada Siklus 1 ………...……….…...……… 55 Tabel 4 Hasil Pengamatan Siklus 2 (Kegiatan Yang Dilakukan Oleh Guru) ….. 60 Tabel 5 Hasil Pengamatan KBM pada Siklus 2 ……….…. 61


(13)

xii

Hal

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ……….………. 70

Lampiran 2 Uji Kompetensi Soal (Siklus 1) ………...………. 73

Lampiran 3Uji Kompetensi Soal (Siklus 2) ………. 78

Lampiran 4 Hasil Tes Sebelum Dilakukan Tindakan (Siklus 1) ……….. 84

Lampiran 5 Hasil Tes Siklus 1 ………...……... 85

Lampiran 6 Hasil Tes Siklus 2 ………... 86

Lampiran 7 Pedoman Pengamatan Siswa ……… 87

Lampiran 8 Hasil Pengamatan Siswa ………... 88

Lampiran 9 Pedoman Pengamatan Kegiatan Guru ……….. 93

Lampiran 10 Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus 1 ……… 94

Lampiran 11 Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus 2 ………. 95

Lampiran 12 Catatan Lapangan ………... 96

Lampiran 13 Dokumentasi (Foto-foto) Kegiatan Penelitian ……… 99

Lampiran 14 Sertifikat Penghargaan ………..… 102

Lampiran 15 Daftar Absensi Siswa Kelas 8.2 SMP PGRI 2 Ciputat …………. 103


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Metodologi mengajar perlu dikuasai oleh pendidik karena keberhasilan proses belajar mengajar (PBM) bergantung pada cara mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya baik menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan tingkah laku baik tutur katanya, sikap/tingkah lakunya, dan gaya hidupnya.

Metode mengajar banyak ragamnya, kita sebagai pendidik tentu harus menguasai metode mengajar yang beraneka ragam, agar dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus divariasaikan, yaitu disesuaikan dengan tipe belajar siswa dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pengajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud.

Seiring dengan perkembangan zaman banyak metode yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pelajarannya. Banyak cara yang dapat dilakukan mulai dari metode ceramah, diskusi, demonstrasi, pemberian tugas kelompok/individu, resitasi, karya wisata, pemecahan masalah, dan lainnya.

Namun, untuk mengetahui tingkat pemahaman setiap individu siswa dalam menyerap pelajaran diperlukan metode yang efektif. Dalam hal ini metode yang efektif adalah metode pemberian tugas individu. Tugas yang diberikan guru pada umumnya dalam bentuk pekerjaan rumah (PR). Dengan tugas ini seringkali siswa hanya meniru atau menyalin pekerjaan orang lain, sehingga pemberian tugas rumah kurang berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Dengan adanya kelemahan tersebut, perlu adanya pengalihan dari tugas rumah menjadi tugas kelas. Dengan pemberian tugas kelas, siswa akan termotivasi untuk lebih mempersiapkan diri sebelum tugas diberikan oleh guru. Teknik pelaksanaan tugas kelas dibagi menjadi dua yaitu tugas kelompok dan tugas individu. Dengan pemberian tugas secara kelompok diharapkan siswa dapat


(15)

berdiskusi dan saling membantu sehingga hasil belajar siswa diharapkan lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diberi tugas individu.

Namun, pemberian tugas secara kelompok bukan tanpa masalah. Masalah yang sering dihadapi dalam tugas kelompok ialah terkadang sering seorang siswa mengandalkan temannya yang lebih bisa dan mengerti, sehingga ia hanya ikut duduk, dan nama saja tanpa susah payah mengerjakan apa yang ditugaskan oleh guru. Sehingga diperlukan pengawasan yang lebih untuk mengetahui siapa saja yang benar-benar mengerjakan tugas dengan baik yang diberikan oleh guru.

Atas dasar tersebut, dilakukan penelitian dengan cara memberikan tugas secara individu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa dalam menyerap dan memahami pelajaran.

Untuk keberhasilan pembelajaran reduplikasi di sekolah guru berupaya memilih metode yang tepat agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif dan berhasil. Oleh karena itu, dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran yang sangat besar. Artinya, guru melakukan kegiatan yang melibatkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengajaran di sekolah. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisifasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapai tujuan pendidikan.

Salah satu metode pengajaran adalah metode pemberian tugas individu. Metode ini lebih mengutamakan kemampuan berpikir siswa dalam menyerap dan memahami secara individual. Sehingga pendidik dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai bidang pelajaran yang telah diajarkan tersebut, dan untuk peserta didik mereka dapat memupuk rasa percaya diri dan dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah, menginformasikan dan mengkomunikasikan sendiri, juga dapat dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa, serta dapat mengembangkan kreativitas siswa dan mengembangkan pola berpikir dan keterampilan anak setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran.


(16)

Berdasarkan dari berbagai kondisi, statmen, argumentasi, dan kenyataan di atas peneliti ingin melakukan penelitian secara lebih mendalam tentang siswa berkaitan dengan Peningkatan Kemampuan Penggunaan Reduplikasi dalam Karangan Narasi dengan Penerapan Metode Pemberian Tugas Individu. Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian pada siswa kelas VIII di SMP PGRI 2 Ciputat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, masalah yang teridentifikasi sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan metode pemberian tugas individu dapat terjadi peningkatan kemampuan penggunaan reduplikasi dalam karangan narasi? 2. Seberapa besar peningkatan kemampuan penggunaan reduplikasi dalam

karangan narasi dengan penerapan metode pemberian tugas individu pada siswa kelas VIII di SMP PGRI 2 Ciputat?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi siswa tidak memahami reduplikasi?

4. Bagaimana hasil belajar siswa setelah memperoleh tugas individu?

C. Pembatasan Masalah

Mengacu pada masalah-masalah yang muncul di atas, maka demi terarahnya penelitian ini penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yakni:

1. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII semester II (dua) tahun ajaran 2010/2011.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode pemberian tugas individu untuk meningkatkan kemampuan siswa.

3. Pembelajaran difokuskan pada aspek kognitif siswa dengan mengerjakan latihan soal.


(17)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: bagaimana peningkatan kemampuan reduplikasi dalam karangan narasi dengan metode tugas individu?

E. Tujuan Penelitian

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan kemampuan penggunaan reduplikasi dalam karangan narasi dengan penerapan metode pemberian tugas individu.

2. Seberapa besar peningkatan kemampuan penggunaan reduplikasi dalam karangan narasi dengan penerapan metode pemberian tugas individu.

F. Manfaat Penelitian

Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan masukan dalam program pembelajaran pendidikan bahasa Indonesia, berkaitan dengan penerapan metode pemberian tugas individu pada penggunaan reduplikasi, khususnya dalam pembuatan karangan narasi.

1. Manfaat Teoretis a. Manfaat bagi guru

1. Manfaat bagi guru adalah untuk membantu guru dalam upaya menentukan strategi pengajaran yang tepat dan efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa pada reduplikasi.

2. Sebagai bahan pertimbangan guru dalam mengajar dengan penerapan metode pemberian tugas individu baik dari strategi persiapan mengajar maupun kendala-kendala yang dihadapi.

b. Manfaat bagi siswa

Manfaat bagi siswa dalam hal ini adalah untuk memudahkan siswa dalam memahami reduplikasi dengan metode yang efektif dan menyenangkan, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran menjadikan siswa lebih giat dalam membuat karangan narasi.


(18)

c. Manfaat bagi sekolah

Manfaat bagi sekolah dalam hal ini adalah sebagai bahan masukan dan metode yang efektif dalam menerapkan metode pemberian tugas individu untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi guru

Manfaat praktis bagi guru adalah memberikan informasi yang bermanfaat tentang penggunaan metode pemberian tugas indivudu untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, serta dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan acuan pembelajaran bagi guru.

b. Manfaat bagi siswa

Manfaat praktis bagi siswa adalah sebagai sumber pelajaran bagi siswa atau pihak-pihak yang menaruh perhatian pada kajian tentang pemahaman reduplikasi.

c. Manfaat bagi sekolah

Manfaat praktis bagi sekolah adalah sebagai salah satu upaya untuk menentukan kebijaksanaan dalam metode atau alat pembelajaran dalam proses mengajar.


(19)

6 A. Pengertian Karangan

Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu dipahami makna kata

mengarang, karena dari kegiatan yang disebut mengarang itu dihasilkan suatu

karangan. Mengarang berarti ‗menyusun‘ atau ‗merangkai‘.

Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat; kemudian jadilah apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang merangkai atau menyusun kata, kalimat dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi penyusun

atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan penulis untuk orang yang menulis karangan.1

Sebenarnya mengarang tidak harus tertulis. Seperti halnya berkomunikasi, kegiatan mengarang yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dapat berlangsung secara lisan. Seseorang yang berbicara, misalnya dalam sebuah diskusi atau berpidato secara serta-merta (Impromtu), otaknya terlebih dahulu harus mengarang sebelum mulutnya berbicara. Pada saat berbicara, sang

pembicara itu sebetulnya ―bekerja keras‖ mengorganisasikan isi pembicaraannya agar teratur, terarah/fokus, sambil memikir-mikirkan susunan kata, pilihan kata, struktur kalimat; bahkan cara penyajiannya (misalnya deduktif atau induktif; klimaks atau anti klimaks). Apa yang didengar atau apa yang ditangkap orang dari penyajian lisan itu, itulah karangan lisan.

Bertalian dengan uraian di atas, menurut Lamuddin Finoza, mengarang

adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan atau

1

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), h. 227.


(20)

mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga). Untuk bahan perbandingan, di sini dikutipkan pendapat

Widyamartaya dan Sudiarti. Menurut keduanya, mengarang adalah ―keseluruhan

rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan

menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.‖

Adapun pengertian karangan menurut hemat Lamuddin Finoza adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang idealnya pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.2

1. Penggolongan Karangan Menurut Bobot Isinya a. Karangan Ilmiah, Semiilmiah, dan Nonilmiah

Berdasarkan bobot isinya, karangan dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu (1) karangan ilmiah, (2) karangan semiilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan nonilmiah. Contoh karangan yang tergolong sebagai karangan ilmiah antara lain disertasi, makalah, skripsi, tesis; yang tergolong sebagai karangan semiilmiah antara lain artikel, berita, editorial, feature, laporan, opini, tip; dan yang tergolong sebagai karangan nonilmiah antara lain anekdot, cerpen, dongeng, hikayat, naskah drama, novel, puisi.

Ketiga jenis karangan tersebut di atas memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut penggunaan bahasa. Kebalikan dari karangan ilmiah adalah karangan nonilmiah, yaitu karangan yang tidak terikat pada aturan baku tadi; sedangkan karangan semiilmiah berada diantara keduanya.3 (lihat gambaran posisi karangan semiilmiah di bawah ini).

2

Ibid…, h. 228.


(21)

Karangan Semiilmiah

Karangan Ilmiah Karangan Nonilmiah Gambar 1

Gambaran Posisi Karangan Semiilmiah

Karangan ilmiah dan karangan ilmiah populer tidak banyak perbedaan yang mendasar. Perbedaaan yang paling jelas hanya pada pemakaian bahasa, struktur, dan kondisi karangan. Dalam karangan ilmiah digunakan kosakata yang khusus berlaku dibidang ilmu tertentu. Dalam karangan ilmiah populer bahasa yang terlalu teknis tersebut terkadang dihindari. Sebagai gantinya digunakan kata atau istilah yang umum. Jika kita perhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan secara ketat dan sisematis, sedangkan karangan ilmiah populer agak longgar, meskipun tetap sistematis. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah tabel berikut.4

4Ibid…, h. 229


(22)

Tabel 1

Perbedaan Karangan Ilmiah, Semiilmiah, Nonilmiah Karakteristik Karangan

Ilmiah

Karangan Semiilmiah Karangan Nonilmiah Sumber Pengamatan,

factual

Pengamatan, faktual Nonfaktual (rekaan) Sifat Objektif Objektif + subjektif Subjektif Alur Sistematis,

metodis

Sistematis, kronologis, kilas balik (flashback)

Bebas

Bahasa Denotatif, ragam baku, istilah khusus

(denotatif + konotatif) semiformal denotatif/konotatif , semiformal/infor mal/istilah umum/daerah Bentuk Argumentasi,

campuran

Eksposisi, persuasi, deskripsi, campuran

Narasi, deskripsi, campuran

b. Ciri Karangan Ilmiah dan Semiilmiah

Sebelum merinci ciri karangan ilmiah dan semiilmiah, ada baiknya dipahami terlebih dahulu batasan karangan kedua jenis tersebut. Karangan ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran yang dikomunikasikan melalui bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis, dan sintetis-analisis. Adapaun karangan semiilmiah adalah tulisan yang berisi informasi faktual yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, namun tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintetis-analitis karena sering ―dibumbui‖ opini pengarang yang terkadang subjektif.5

Ada tiga ciri karangan ilmiah. Pertama, karangan harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif berarti

5


(23)

faktanya sesuai dengan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Objektif juga mengandung pengertian adanya sikap jujur dan tidak memihak, serta memakai ukuran umum dalam menilai sesuatu, bukan ukuran yang subjektif (selera perorangan). Objektivitas tersebutlah yang menjadikan kebenaran ilmiah berlaku umum dan universal. Dengan kata lain, kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan melalui eksperimen bahwa dengan kondisi dan metode yang sama dapat dihasilkan kesimpulan yang sama pula.

Berbeda dengan tulisan ilmiah, sumber tulisan nonilmiah dapat berupa sesuatu yang abstrak dan subjektif, seperti ilusi, imajinasi, atau emosi. Unsur subjektif tersebut itu pulalah yang menjadikan tulisan nonilmiah sangat subjektif atau hanya berlaku untuk orang tertentu saja.

Kedua, tulisan ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan digunakan metode atau cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur (sistematis) dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.

Ketiga, dalam pembahasannya tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah. Laras ilmiah harus baku dan formal. Selain itu, laras ilmiah bersifat lugas agar tidak menimbulkan penafsiran dan makna ganda (ambigu). Ciri lain laras ilmiah adalah menggunakan istilah spesifik yang berlaku khusus dalam disiplin ilmu tertentu.

Tata bentuk karangan mencakup tiga bagian karangan, yaitu (1) halaman-halaman awal (preliminaries) yang meliputi judul, kata pengantar, aneka daftar (daftar isi, daftar tabel/bagan/lampiran); (2) isi utama (main body) yang meliputi pendahuluan, isi, penutup; dan (3) halaman-halaman akhir (reference matter) yang meliputi daftar pustaka, lampiran, dan biodata penulis.

Dalam karangan ilmiah populer, bagian preliminaries tidak ada. Bagian awal karangan ilmiah populer langsung memasuki isi. Seperti halnya karangan ilmiah murni, karangan ilmiah populer boleh menggunakan kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka.6

6


(24)

Untuk menyajikan suatu topik, seorang penulis akan menggunakan cara atau teknik tertentu yang disesuaikan dengan pokok bahasan dan tujuan yang hendak dicapainya. Jika hendak menyampaikan informasi berupa berita, misalnya, ia akan menggunakan bentuk karangan tertentu. Bentuk itu akan berbeda jika ia hendak menyampaikan imbauan yang bersifat menggugah perasaan atau emosi.7 Dengan kata lain, terdapat beberapa jenis karangan berdasarkan penyajian dan tujuan penulisannya.

2. Penggolongan Karangan Menurut Cara Penyajian dan Tujuan Penulisannya

Berdasarkan cara penyajian dan tujuan penulisannya, karangan dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu

(1) Deskripsi (perian) (2) Narasi (kisahan) (3) Eksposisi (paparan) (4) Argumentasi (bahasan) (5) Persuasi (ajakan) (6) Campuran/kombinasi

Dalam praktiknya, karangan murni yang dapat berdiri sendiri sebagai karangan yang lengkap adalah narasi, eksposisi, dan persuasi; sedangkan deskripsi dan argumentasi sering dipakai untuk melengkapi atau menjadi bagian dari karangan lain. Contoh karangan eksposisi yang berdiri sendiri sangat banyak ragamnya. Berita-berita dalam surat kabar adalah contoh eksposisi. Adapun contoh karangan persuasi yang utuh adalah iklan atau lembar promosi lainnya seperti leaflet, brosur, dan advertorial.8

Dalam karangan ilmiah banyak ditemukan bentuk karangan kombinasi. Karangan ilmiah yang umumnya berupa argumentasi atau eksposisi itu sering ditunjang oleh deskripsi sehingga wujud karangan ilmiah itu merupakan campuran dua atau tiga jenis karangan. Kondisi itu dapat dibenarkan atau diterima asalkan

7

Ibid…, h. 232.

8


(25)

penulisnya memperhatikan keharusan adanya porsi yang lebih besar yang mendominasi karangan ilmiah, yaitu argumentasi.

Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan sementara, yaitu ada tiga jenis karangan (narasi, eksposisi, dan persuasi) yang sering ditemukan sebagai karangan yang utuh berdiri sendiri. Dua jenis yang lain (deskripsi dan argumentasi) jarang tampil sebagai karangan yang utuh. Kedua bentuk ini sering merupakan bagian dari karangan lain. Karangan ilmiah pada umumnya terbentuk argumentasi dengan bantuan deskripsi sebagai pendukung.

Keahlian memadukan beberapa jenis karangan tentu tidak diperoleh dengan gampang. Ingat, mengarang adalah suatu keterampilan. Karena itu, latihan yang intensif merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh calon penulis. Satu lagi pedoman yang perlu dicermati oleh calon penulis adalah keharusan mengetahui ciri setiap jenis karangan sebelum mencoba mengkombinasikannya.9

3. Pengertian Karangan Narasi

Karanggan Narasi adalah suatu bentuk karangan yang menceritakan kejadian berdasarkan urutan waktu. Karangan narasi biasanya disertai oleh kisah, kehadiran tokoh, dan ada deskripsi baik latar, tokoh, dan alur. Contoh karangan narasi adalah cerita Siti Nubaya, Malin Kundang, dan Supernova.10 Narasi itu sendiri merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu, unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan dan tindakan.11 Tetapi kalau narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit dibedakan dari deskripsi, karena suatu peristiwa atau suatu proses dapat juga disajikan dengan mempergunakan metode deskripsi. Oleh karena itu, mesti ada

9

Ibid…, h. 233.

10

Rika Lestari, ―Sukses UN Bhs. Indonesia SMP 2009‖, diakses pada tanggal 13

Desember 2011, dari http://books.google.co.id/books?id=PIcWvgdOj1wC&pg=PA28&dq= karangan+narasi+adalah&hl=id&ei=QRTnTuGYK4i0iQfHw7nFCA&sa=X&oi=book_result&ct=r esult&resnum=5&ved=0CEAQ6AEwBA#v=onepage&q=karangan%20narasi%20adalah&f=false

11


(26)

unsur lain yang harus diperhitungkan, yaitu unsure waktu. Bila deskripsi mengggambarkan suatu obyek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.

Berdasarkan uraian di atas narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu.

Atau dapat dirumuskan dengan cara lain narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Ada narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca, agar pengetahuannya bertambah luas, yaitu narasi ekspositoris. Ada juga narasi yang disusun dan disajikan sekian macam, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, narasi semacam ini adalah narasi sugestif.12

a. Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris disebut juga narasi teknis adalah karangan yang mencoba menyajikan sebuah peristiwa kepada pembaca apa adanya.13 Narasi ekspositoris pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi menyampaikan informasi berlangsungnya suatu peristiwa. Sebuah narasi mengenai suatu pemogokan buruh di suatu perusahaan untuk menuntut kenaikan gaji, suatu narasi yang ditampilkan oleh seorang penuntut umum di depan pengadilan mengenai bagaimana berlangsungnya suatu pembunuhan — semuanya berusaha menyampaikan informasi kepada para pembaca atau pendengar mengenai kejadian itu, supaya mereka pun tahu mengenai peristiwa itu secara tepat.

12Ibid…, h. 136.

13

Lubis Grafura, ―Paragraf Narasi Ekspositoris‖, diakses pada tanggal 13 desember 2011, dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/15/paragraf-narasi-ekspositoris/


(27)

Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Runtun kejadian atau peristiwa yang disajikan itu dimaksudkan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak perduli apakah disampaikan secara tertulis atau secara lisan.

Secara ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat

generalisasi.

Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat dilakukan secara berulang-ulang. Dengan melaksanakan tipe kejadian itu secara berulang-ulang, maka seseorang dapat memperoleh kemahiran yang tinggi mengenai hal itu. Misalnya suatu wacana naratif yang menceritakan bagaimana seseorang menyiapkan nasi goreng, bagaimana membuat roti, bagaimana membangun sebuah kapal dengan mempergunakan fero-semen, dan sebagainya. Semua narasi seperti yang disebutkan itu bersifat adalah narasi yang bersifat generalisasi. Narasi itu menyampaikan proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat dilakukan berulang kali.

Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Narasi mengenai pengalaman seseorang yang pertama kali masuk perguruan tinggi, pengalaman seseorang pertama kali mengarungi samudra luas, pengalaman seorang gadis yang pertama kali menerima curahan kasih dari seorang pria idamannya, peristiwa pembunuhan atas diri Sarilita, — semuanya merupakan peristiwa yang khas yang dikisahkan dalam sebuah narasi yang khusus.14

b. Narasi Sugestif

Seperti halnya narasi ekspositoris, narasi sugestif juga pertama-tama bertalian dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dengan suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian itu berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Tetapi tujuan atau sasaran utamanya bukan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah makna

14


(28)

peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi).

Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit adalah sesuatu yang tersurat mengenai obyek atau subjek yang bergerak dan bertindak, sedangkan makna yang baru adalah sesuatu yang tersirat. Semua obyek dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca, karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu.15

Dengan demikian narasi tidak bercerita atau memberikan komentar mengenai sebuah cerita, tetapi justru ia mengisahkan suatu cerita atau kisah. Seluruh kejadian yang disajikan menyiapkan pembaca kepada suatu perasaan tertentu untuk mengahadapi peristiwa yang berada di depan matanya. Narasi menyediakan suatu kematangan mental. Kesiapan mental itulah yang melibatkan para pembaca bersama perasaannya, bahkan melibatkan simpati atau antipati mereka kepada kejadian itu sendiri. Inilah makna yang dikatakan tadi, makna yang tersirat dalam seluruh rangkaian kejadian itu.16

Paragraf narasi dapat dibangun dengan unsur-unsur berikut.

1. Tema adalah pokok pembicaraan yang menjadi dasar penceritaan penulis.

2. Alur (plot) adalah jalan cerita, bagaimana cerita itu disusun, sehingga peristiwa dengan peristiwa dapat berjalan dengan baik.

3. Watak atau karakter berhubungan dengan perangai si pelaku atau tokoh dalam suatu narasi.

4. Suasana yang berhubungan dengan kesan yang ditimbulkan sehingga pembaca dapat ikut membayangkan dan merasakan suasana yang dihadapi pelaku.

15

Ibid…, h. 138.

16


(29)

5. Sudut pandang berhubungan dengan dari mana penulis memandang suatu peristiwa. Ia tidak boleh memandang dari sudut pandang orang pertama atau orang ketiga.17

c. Perbedaan Pokok antara Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif

Supaya perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif lebih jelas, maka di bawah ini akan dikemukakan sekali lagi secara singkat perbedaan antara kedua macam narasi tersebut. Perbedaan yang terpenting antara karangan narasi ekspositoris dan karangan narasi sugestif dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2

Perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif

1. Memperluas pengetahuan 1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.

2. Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian

2. Menimbulkan daya khayal

3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional

3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.

4. Bahasanya lebih condong kebahasa informatif dengan titik berat penggunaan kata-kata denotatif.

4. Bahasanya lebih condong kebahasa figuratif dengan menitik-beratkan penggunaan kata-kata konotatif.

17

Nani Darmayanti, ―Menulis Wacana Naratif ‖, diakses pada tanggal 13 desember 2011, dari http://books.google.co.id/books?id=264rOvSaHCwC&pg=PA12&lpg=PA12&dq= narasi+ sugestif+adalah&source=bl&ots=xyqlQC5hEZ&sig=JPQvpnEeYXfP8j8BuuIqurHfoIo&hl=id&ei =VAfnTvKtM8WyiQfCtaTLCA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=10&ved=0CFwQ6A EwCQ#v=onepage&q=narasi%20sugestif%20adalah&f=false


(30)

Pokok-pokok perbedaan seperti yang dikemukakan di atas merupakan garis yang ekstrim antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Antara kedua ekstrim itu masih terdapat percampuran-pencampuran, dari narasi ekspositoris yang murni berangsur-angsur mengandung ciri-ciri narasi sugestif yang semakin meningkat hingga ke narasi yang murni.18

B. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja

(dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki ( dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Di samping adanya reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.

Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Istilah-istilah itu adalah (a) dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki, dan mlaku-mlaku ‗berjalan-jalan; (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti

bolak-balik, langak-longok, dan mondar-mandir; (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lelaki, peparu, dan pepatah; (d) dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan ‗selalu tertawa‘ yang

terbentuk dari cenges ‗tertawa‘; dan (e) trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.19

Sedang menurut Sudarno dikatakan bahwa perulangan atau reduplikasi ada tiga macam, yaitu perulangan sama, perulangan berubah, dan perulangan

18

Ibid…, h. 138.

19


(31)

sebagian. Contoh perulangan sama ialah rumah-rumah, perulangan berubah

gerak-gerik, dan perulangan sebagian misalnya dedaunan.20

Prinsip umum yang berlaku pada reduplikasi adalah harus ada bentuk yang diulang. Itu sebabnya bentuk, misalnya kupu-kupu, kura-kura, tidak dimasukkan ke dalam reduplikasi, oleh karena tidak ada bentuk yang diulang. Dalam BI tidak ada bentuk *kupu, dan tidak ada bentuk *kura.

1. Pengertian

Secara leksikografis, kata berulang atau reduplikasi ‖adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal, misalnya rumah-rumah, tetamu‖. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dirumuskan,

‖reduplikasi adalah proses atau hasil perulangan kata atau unsur kata, misalnya rumah-rumah, tetamu, bolak-balik‖. Dengan kata lain, reduplikasi adalah kata yang mengalami perulangan, baik perulangan penuh, perulangan sebagian, atau perulangan karena perubahan bunyi. Kata berulang bangunan-bangunan meskipun bukan bentuk bangun yang diulang, tetapi tampak bahwa bentuk bangun yang menjadi tumpuan untuk menghasilkan kata bangunan.

Kata berulang atau reduplikasi sebaiknya dibedakan dengan ulangan kata. Jika diperhatikan potongan lagu yang berbunyi: jangan, jangan, jangan, jangan dipegang terlihat bentuk jangan diulang beberapa kali. Ulangan kata seperti ini tidak digolongkan ke dalam kata berulang, melainkan ulangan kata. Memang benar, ada yang diulang, tetapi ulangan kata itu tidak menimbulkan kemungkinan lain pada bentuk kata tersebut. Hal ini berbeda dengan bentuk rumah yang menjadi kata berulang perumahan-perumahan, rumah-rumah. Dalam kaitannya

dengan definisi kata berulang atau reduplikasi, Ramlan mengatakan, ‖reduplikasi

atau proses perulangan ialah perulangan bentuk, baik seluruhnya maupun

sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak‖.21

20

Sudarno, Morfofonemik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), h. 117.

21


(32)

2. Menentukan bentuk Dasar

Jika kita berhadapan dengan sebuah bentuk berulang, sering sulit menentukan bentuk dasarnya. Telah dikemukakan bahwa prinsip bentuk berulang, yakni harus ada bentuk yang diulang. Untuk memudahkan bentuk berulang, digunakan prinsip. Ramlan mengemukakan dua prinsip.

Pertama, perulangan tidak mengubah kelas kata. Contohnya, bentuk berulang berkata-kata. Kata berkata-kata termasuk verba. Dengan demikian bentuk dasarnya harus verba pula, yakni berkata. Contoh lain, sungai-sungai. Kata sungai-sungai termasuk nomina. Dengan demikian bentuk dasarnya harus nomina dalam hal ini sungai.

Prinsip kedua, yakni bentuk dasarnya mestilah bentuk yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Dalam hubungannya dengan cara menentukan bentuk dasar bentuk berulang. Kita mencari bentuk satu tingkat yang lebih dari bentuk yang dihadapi. Misalnya, bentuk berulang tersenyum-senyum. Dan tingkatan lebih kecil dari bentuk ini, ialah tersenyum. Bentuk tersenyum sendiri memenuhi prinsip pertama yang dikemukakan oleh Ramlan, yakni tersenyum merupakan verba.22

Timbul pertanyaan, bagaimanakah menentukan bentuk dasar pada bentuk berulang yang berubah bunyi. Misalnya, bagaimanakah menentukan bentuk dasar kata berulang beras-petas, bolak-balik, gerak-gerik, lauk pauk, ramah-tamah, sayur-mayur, serba-serbi. Untuk menentukan bentuk dasar bentuk berulang seperti ini, digunakan prinsip bentuk dasar yang ada dalam ujaran sehari-hari. Jadi, bentuk berulang yang disebutkan di atas, bentuk dasarnya berturut-turut {beras,balik, gerak, lauk, ramah, sayur, serba}. Dalam BI tidak dikenal dalam ujaran sehari-hari bentuk *petas, *bolak, *gerik, *pauk, *tamah, *mayur, *serbi. Dalam bentuknya terdapat kalimat seperti ini.

1. Beras banyak dijual di pasar. 2. Si Ram segera balik ke Jakarta.

3. Kita harus mewaspadai gerakan di bawah tanah. 4. Tambah lauk, Pak!

5. Si Non ramah sekali sehingga disayangi orang. 6. Belilah sayur yang masih segar.23

22

Ibid…, h. 102.

23Ibid…, h. 103


(33)

3. Pembagian Bentuk Berulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya:

Anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra.24

Melihat bentuknya, bentuk berulang dapat dibagi atas: (1) bentuk berulang atau reduplikasi penuh, maksudnya seluruh bentuk yang diulang, misalnya buku-buku, diam-diam; (2) bentuk berulang sebagian, misalnya berlari-lari, sebagian dari bentuk {berlari} yang diulang, dan (3) bentuk ulang karena modifikasi atau bentuk berulang dengan variasi fonem, misalnya beras-petas, bolak-balik, gerak-gerik.25

Harimurti membagi bentuk berulang atau reduplikasi atas: (1) Reduplikasi

antisipatoris ‗anticipatory reduplication’, yakni reduplikasi yang terjadi karena bahasawan mengantisipasi bentuk yang akan diulangnya; prosesnya di depan sehingga dalam BI terdapat kata tembak-menembak; (2) Bentuk berulang

fonologis atau reduplikasi fonologis ‗phonological reduplication‘, yakni

pengulangan unsur-unsur fonologis seperti fonem, suku kata atau bagian. Pada

buku lain, Harimurti mengatakan, ―di dalam reduplikasi fonologis tidak terjadi

perubahan makna, karena perubahannya hanya bersifat fonologis, artinya bukan itu tidak ada pengulangan leksem, misalnya dada, pipi, kuku; (3) Bentuk berulang

gramatikal atau reduplikasi gramatikal ‗grammatical reduplication‘, yakni

pengulangan fungsional dari suatu bentuk dasar, dan ini mencakup reduplikasi morfologis atau reduplikasi sintaksis; (4) Bentuk berulang idiom atau reduplikasi

idiomatis ‗idiomatic reduplication’, yakni reduplikasi yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari bentuk yang diulang, misalnya mata-mata yang bermakna

‗detektif‘, tidak ada hubungannya dengan mata; (5) Bentuk berulang konsekutif

24

Tim Lima Adi Sekawan, EYD Plus (Jakarta: Limas, 2007), h. 18.

25


(34)

atau reduplikasi konsekutif ‗consecutive reduplication‘, yakni reduplikasi yang

terjadi karena bahasawan mengungkapkan lagi bentuk yang sudah diungkapkan proses terjadi di belakang, misalnya menembak-nembak; (6) Bentuk berulang

morfologis atau reduplikasi morfologis ‗morphological reduplication‘ yakni

bentuk berulang atau reduplikasi berupa pengulangan morfem yang menghasilkan kata, misalnya rumah-rumah, mengobar-ngobarkan; (7) Bentuk berulang idiomatis atau reduplikasi non-idiomatis ‗non-idiomatic reduplication‘, yakni bentuk

berulang atau reduplikasi yang maknanya jelas dari bagian yang diulang maupun dari prosesnya, misalnya kertas-kertas yang bermakna banyak kertas; (8) Bentuk

berulang sintaksis atau reduplikasi sintaksis ‗syntactic reduplication’ yakni bentuk berulang atau reduplikasi berupa pengulangan morfem yang menghasilkan klausa, misalnya jauh-jauh mendatanginya yang bermakna meskipun jauh didatanginya.26

Selain pembagian seperti ini, dalam buku lain Harimurti menambahkan bentuk berulang atau reduplikasi berikut ini.

1. Dwipurwa, yakni pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal, misalnya lelaki, tetamu, tetangga, sesama.

2. Dwilingga, yakni pengulangan leksem, misalnya makan-makan, pagi-pagi, rumah-rumah.

3. Dwilingga salin swara, yakni pengulangan leksem dengan variasi fonem, misalnya bolak-balik, corat-coret, mondar-mandir.

4. Dwiwasana, yakni pengulangan bagian belakang leksem, misalnya perlahan-lahan, pertama-tama, sekali-kali.

5. Trilingga, yakni pengulangan onomatope tiga kali dengan variasai fonem, misalnya Hatiku dag-dig-dug menunggu hasil pengumuman ujian, atau bentuk berulang-ulang ngak-ngek-ngok yang ada dalam kalimat Musik ngak-ngek-ngok semacam itu dilarang Bung Karno.

Bentuk berulang atau reduplikasi dapat juga dilihat dari kelas kata yang merupakan bentuk dasarnya. Berdasarkan kenyataan dalam BI, rupanya hanya kelas kata adverbia, adjektiva, nomina, numeralia, persona, dan verba yang


(35)

mengalami perulangan. Bentuk berulang itu atau reduplikasi itu, boleh saja bentuk berulang penuh, bentuk perulangan sebagian, atau bentuk berulang variasi fonem.

Bentuk berulang atau reduplikasi adverbia, misalnya pagi-pagi, bentuk berulang atau reduplikasi adjektive misalnya tinggi-tinggi, bentuk berulang atau reduplikasi nomina, misalnya buku-buku, bentuk berulang atau reduplikasi numeraslis, misalnya tiga-tiga, bentuk berulang atau reduplikasi persona, misalnya saya-saya juga yang dimarahi, bentuk berulang atau reduplikasi verba, misalnya berlari-lari.27

4. Makna bentuk Berulang

Makna bentuk reduplikasi atau bentuk berulang bergantung pada hasil proses pembentukannya, dan bergantung pada kelas kata yang menjadi bentuk dasarnya. Misalnya, bentuk berulang atau reduplikasi buku-buku yang bentuk dasarnya buku, yang dalam hal ini nomina, maka makna yang ditimbulkannya adalah banyak buku. Bentuk berulang pagi-pagi yang bentuk dasarnya pagi, yang

berarti adverbia itu sendiri. Dalam hal ini Harimurti (1989:90) berkata, ―… dalam

reduplikasi morfemis terjadi perubahan makna gramatikal. Dari sudut pandang yang lain, dalam hal ini dilihat dari sudut semantis, dapat dibedakan reduplikasi morfemis yang bersifat semantis, dan reduplikasi morfemis yang bersifat non-idiomatis menyangkut reduplikasi yang makna leksikal dari bentuk dasarnya tidak berubah.28

Dalam bahasa Indonesia reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukan kata, disamping afiksasi, komposisi dan akronimisasi. Lalu, meskipun reduplikasi terutama adalah masalah morfologi, masalah pembentukan kata, tetapi tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis dan masalah semantik. Sebelum membicarakan reduplikasi sebagai mekanisme dalam morfologi ada baiknya dibicarakan dulu reduplikasi

27

Ibid…, h. 104.


(36)

sebagai masalah fonologi, sintaksis dan semantik ini. Dan untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu-persatu.29

a. Reduplikasi Fonologis

Reduplikasi fonologi berlangsung terhadap dasar yang bukan akar terhadap bentuk yang statusnya lebih tinggi dari akar. Status bentuk yang diulang tidak jelas dan reduplikasi fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal. Yang termasuk reduplikasi fonologis ini adalah bentuk-bentuk seperti:

(1) Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut ‗bukan‘ berasal dari

ku, da, pi, cin, dan si. Jadi. Bentuk tersebut adalah sebuah kata yang bunyi kedua suku katanya sama.

(2) Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai dan ani-ani. Bentuk-bentuk ini memang jelas sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun,

‗bentuk‘ dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa

Indonesia kini tidak ada akar foya, tubi, semai, anai, dan ani.

(3) Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde-onde dan rama-rama. Bentuk-bentuk ini juga jelas sebagai bentuk ulang dan dasar yang diulang pun jelas ada, tetapi hasil reduplikasinya tidak menghasilkan makna gramatikal. Hasil reduplikasinya hanya menghasilkan makna leksikal.

(4) Mondar-mandir, luntang-lantung, lunggang-langgung, kocar-kacir, dan teka-teki. Bentuk-bentuk ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar pengulangannya. Sedangkan maknanya pun hanyalah makna leksikal, bukan makna gramatikal. Dalam berbagai buku tata bahasa tradisional, bentuk-bentuk ini disebut kata ulang semu.30

29

Abdul Chaer, Morfologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 178.


(37)

b. Reduplikasi sintaksis

Sebelum membahas reduplikasi sintaksis ada baiknya kita bahas paradigm ilmu sintaksis itu sendiri. Ilmu sintaksis harus berpegang bahwa kalimat dan tutur-tutur yang ditangkap oleh pancaindera merupakan struktur luar. Struktur-luar merupakan hasil transformasi dari struktur-dalam (SD).

Dalam struktur-dalam akan terdapat hubungan semantik kasus, hubungan sistemik, dan perbedaan atas topik pembicaraan dan komen atas topik. Semua kaidah dalam struktur-dalam akan mengalami proses transformasi ke struktur-luar. Struktur-luar akan dianalisis dengan teknik tagmemik, teknik ICs, dan penentuan pengutamaan subjek predikat objek secara fungsional.

Inilah yang kami sebut paradigm ilmu sintaksis. Karena paradigm ini dibangun di atas teori-teori sintaksis yang berpegenggal (sebelumnya), paradigma ilmu sintaksis ini disebut satu pendekatan elektik. Pendekatan ini memberikan satu standar kerja kepada para ilmuwan sintaksis.31

Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap dasar yang biasanya berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi dari sebuah kata. Kridalaksana menyebutnya menghasilkan sebuah sebuah

‗ulangan kata‘, bukan ‗kata ulang‘. Contoh:

- Suaminya benar-benar jantan.

- Jangan-jangan kau dekati pemuda itu.

- Jauh-jauh sekali negeri yang akan kita datangi. - Panas-panas memang rasanya hatiku.

- Kata beliau, ―tenang-tenang, jangan panik‖.

Bentuk-bentuk reduplikasi sintaksis memiliki ikatan yang cukup longgar sehingga kedua unsurnya memiliki potensi untuk dipisahkan. Perhatikan contoh berikut:

- Jangan kau dekati pemuda itu, jangan. - Panas memang panas rasa hatiku.. - Benar suaminya benar jantan.

31


(38)

Reduplikasi sintaksis ini memiliki makna ‗menegaskan‘ atau

‗menguatkan‘. Dalam hal ini termasuk juga reduplikasi yang dilakukan terhadap

sejumlah kata ganti orang (pronomina persona) seperti: - Yang tidak datang ternyata dia-dia juga.

- Mereka-mereka memang sengaja tidak diundang.

- Kita-kita memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau.

Reduplikasi sintaksis termasuk juga yang dilakukan terhadap akar yang menyatakan waktu. Contoh:

- Besok-besok kamu boleh ke sini.

- Dalam minggu-minggu ini kabarnya beliau akan datang. - Hari-hari menjelang pilkada beliau tampak sibuk.32 Contoh Lain:

1) Perulangan seluruh morfem dasar Contoh:

Main main-main Cepat cepat-cepat Diam diam-diam Coba coba-coba Buku buku-buku33

c. Reduplikasi Semantis

Sebelum membahas reduplikasi semantis ada baiknya kita pahami dulu pengertian semantik itu sendiri. Dalam buku ―Semantik Leksikal‖ yang ditulis oleh Mansoer Pateda, ada pendapat yang berbunyi:

semantik adalah studi tentang makna‖ dikemukakan pula oleh

Kambartel. Menurutnya, semantik mengonsumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman manusia. Definisi yang sama dikemukakan pula George, sedangkan Verhaar mengatakan semantik berarti teori makna atau teori (Inggris, semantics, kata sifatnya semantic yang dalam BI dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Batasan yang hampir sama ditemukan pula di dalam Ensiklopedia

32

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta 2008) h. 189.

33

T.Heru Kasida Brataatmaja, Morfologi Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Kanisius 1987), h. 55.


(39)

Britanika yang terjemahannya “Semantik adalah studi tentang hubungan

antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktivitas bicara.34

Reduplikasi semantis adalah pengulangan ―makna‖ yang sama dari dua

buah kata yang bersinonim. Misalnya ilmu-pengetahuan, alim-ulama dan cendi- cendikia. Kita lihat kata ilmu dan kata pengetahuan memiliki makna yang sama; kata alim dan ulama juga memiliki makna yang sama. Demikian juga kata cendi

dan kata cendikia.

Termasuk ke dalam bentuk ini adalah bentuk-bentuk seperti segar-bugar, muda-belia, tua-renta, gelap-gulita dan kerik-mersik. Namun, bentuk-bentuk seperti ini di dalam berbagai buku tata bahasa dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara). Memang bentuk segar bugar

perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk muda belia dan kerik mersik tidak tampak sama sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau sebaliknya.35

d. Reduplikasi Morfologis

Sebelum membahas reduplikasi morfologis ada baiknya kita membahas pengertian morfologi dan proses morfologis terlebih dahulu. Pengertian morfologi telah banyak dibicarakan oleh para linguis. Berikut akan dikemukakan beberapa diantaranya.

Menurut Crystal, morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya adalah melalui penggunaan morfem. Morfologi umumnya dibagi ke dalam dua bidang yakni: telaah infleksi (inflectional morphology), dan telaah pembentukan kata (lexical or dervational morphology). Apabila penekanan pada teknik menganalisis kata menjadi morfem, khususnya seperti dipraktikkan oleh para linguis strukturalis Amerika pada tahun 1940 dan 1950, maka morfemik dipakai. Analisis morfemik dalam pengertian ini adalah bagian adalah bagian dari telaah linguistik singkronis; analisis morfologis adalah istilah yang lebih umum, yang juga diterapkan dalam telaah historis.

34

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta 2001), h. 7.

35


(40)

Analisis morfologis dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan adalah membuat telaah distribusional morfem dan morfemis yang muncul dalam kata (analisis susunan morfotaktis), seperti dalam model pemirian item and arrangement, yaitu suatu model pemerian yang mengandung kata sebagai gugus linear (arrangement) morf-morf (items), misalnya The boy kicked the ball.

Pendekatan lain menetapkan atau membangun proses-proses atau operasi-operasi morfologis, yang melihat hubungan-hubungan antara bentuk-bentuk kata sebagai satu hubungan pergantian, seperti dalam model item and process, yaitu suatu model pemerian yang memandang hubungan antara kata-kata sebagai proses derivasi, misalnya item took diturunkan dari item take melalui proses perubahan vokal. Dalam linguistik generatif, morfologi dan sintaksis dilihat sebagi dua tingkat yang terpisah; kaidah-kaidah dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya terhadap frasa dan kalimat dan konsep-konsep morfologis hanya muncul sebagai titik di mana output komponen sintaksis harus diberikan reprsentasi fonologis melalui kaidah-kaidah morfofonologis.36

Menurut Bauer, morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha menjelaskan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke dalam dua cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang disebut morfologi leksikal. Morfologi infleksional membahas berbagai bentuk leksem, sedang pembentukan kata membahas leksem-leksem baru dari baris tertentu. Pembentukan kata dapat dibagi ke dalam derivasi dan pemajemukan (komposisi). Derivasi berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui afiksasi, sedang pemajemukan berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih stem potensial.37 Derivasi kadang-kadang juga dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (class-maintaining derivation) dan derivasi perubahan kelas (class-changing derivation). Derivasi mempertahankan kelas adalah leksem baru yang sama kelasnya dengan basis asal leksem itu dibentuk, sedang derivasi

36

Abdul Muis Ba‘dulu & Herman, Morfosintaksis (Jakarta: Rineka Cipta 2005), h. 1.

37


(41)

perubahan kelas menghasilkan leksem yang berbeda kelasnya dengan basisnya. Pemajemukan biasanya dibagi menurut kelas dari kata majemuk yang dihasilkan ke dalam nomina majemuk, adjektiva majemuk, dan sebagainya. Pemajemukan juga dapat dibagi lebih lanjut menurut kriteria semantik ke dalam kata majemuk eksosentris, kata majemuk endosentris, kata majemuk aposisional, dan kata majemuk dvanva. Berikut dikemukakan rangkuman dari morfologi dalam bentuk diagram.38

Morfologi

Infleksional Pembentukan kata

Derivasi Pemajemukan

Deivasi Memper- Derivasi Nomina Verba Adjktiva Tahankan kelas Perubahan Kelas Majemuk Majemuk Majemuk

Gambar 2

Diagram Rangkuman Morfologi

Menurut Rusmadji, morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.

Menurut O‘Grady dan Dobrovolsky, dalam buku Morfosintaksis yang ditulis oleh Abdul Muis Ba‘dulu, morfologi adalah komponen tata bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur intenal kata, khususnya kata kompleks. Selanjutnya, mereka membedakan antara teori

38


(42)

morfologi umum yang berlaku semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bahasa tertentu. Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain, morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda. Pertama, kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidah-kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.39

Jadi, proses morfologis ialah proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata. Keterangan ini perlu diberikan, supaya ada ketegasan sampai di mana boleh digolong-golongkan. Dengan begitu bentuk terkecil ialah morfem, sedangkan terbesar ialah kata.40

Reduplikasi morfologis dapat terjadi pada bentuk dasar yang serupa akar, berupa bentuk berafiks dan berupa bentuk komposisi. Prosesnya dapat berupa pengulangan utuh, pengulangan berubah bunyi dan pengulangan sebagian.

1. Pengulangan Akar

Bentuk dasar yang berupa akar memiliki tiga macam proses pengulangan, yaitu pengulangan utuh, pengulangan sebagian, dan pengulangan dengan perubahan bunyi.

a. Pengulangan utuh, artinya bentuk dasar itu diulang tanpa melakukan perubahan bentuk fisik dari akar itu. Misalnya, meja-meja (bentuk dasar

meja), kuning-kuning (bentuk dasar kuning) makan-makan (bentuk dasar

makan), kalau-kalau (bentuk dasar kalau) dan sunguh-sungguh (bentuk dasar

sungguh).

b. Pengulangan sebagian, artinya yang diulang dari bentuk dasar itu hanya salah satu suku katanya saja (dalam hal ini suku awal kata) disertai dengan

―pelemahan‖ bunyi. Misalnya, leluhur (bentuk dasar luhur), tetangga (bentuk

39

Ibid…, h. 4.

40


(43)

dasar tangga), jejari (bentuk dasar jari), lelaki (bentuk dasar laki) dan peparu

(bentuk dasar paru).41

Perlu dicatat bentuk dasar dalam perulangan sebagian ini dapat juga diulang secara utuh, tetapi dengan perbedaan makna gramatikalnya. Bandingkan:

- Leluhur luhur-luhur

- Tetangga tangga-tangga

- Jejari jari-jari

- Lelaki laki-laki

- Peparu paru-paru

c. Pengulangan dengan perubahan bunyi, artinya bentuk dasar itu diulang tetapi disertai dengan perubahan bunyi. Yang berubah bisa bunyi vokalnya dan bisa pula bunyi konsonannya. Bentuk yang berubah bunyi bisa menduduki unsur pertama, bisa juga menduduki unsur kedua. Contoh kelompok (a) yang berubah unsur pertamanya dan contoh kelompok (b) yang berubah unsur keduanya.

(a) Bolak-balik Larak-lirik Langak-longok Kelap-kelip Corat-coret (b) Ramah-tamah

Lauk-pauk Sayur-mayur Serba-serbi Tindak-tanduk

Bentuk-bentuk seperti mondar-mandir, teka-teki dan luntang-lantung

memang benar tampak seperti reduplikasi dengan perubahan bunyi. Namun, bentuk-bentuk ini termasuk reduplikasi fonologis karena tidak diketahui

41


(44)

bentuk dasarnya dan tidak memiliki makna gramatikal, melainkan hanya makna leksikal.42

d. Pengulangan dengan infiks, maksudnya sebuah akar diulang tetapi diberi infiks pada unsur ulangnya. Perhatikan contoh berikut:

- Turun-temurun - Tali-temali - Sinar-seminar

- Gunung-gemunung 2. Pengulangan Dasar Berafiks

Dalam hal ini akan membahas ―pengulangan berafiks‖. Namun, di sini

perlu diperhatikan adanya tiga macam proses afiksasi dan reduplikasi.

Pertama, sebuah akar diberi afiks dulu, baru kemudian diulang atau direduplikasi. Misalnya, pada akar lihat mula-mula diberi prefiks me- menjadi

melihat, kemudian baru diulang menjadi bentuk melihat-lihat.

Kedua, sebuah akar direduplikasi dulu, baru kemudian diberi afiks. Misalnya akar jalan mula-mula diulang menjadi jalan-jalan, baru kemudian diberi prefiks ber- menjadi berjalan-jalan.

Ketiga, sebuah akar diberi afiks dan diulang secara bersamaan. Misalnya, pada akar minggu diberi prefiks ber- dan proses pengulangan sekaligus menjadi bentuk bermingu-minggu.

Berikut ini dibicarakan proses itu dengan afiksnya satu persatu: (1) Akar berprefiks ber-

Ada dua macam pengulangan akar yang berprefiks ber-, yaitu:

(a)Pada akar mula-mula diimbuhkan prefiks ber-, lalu dilakukan pengulangan sebagian dan yang diulang hanya akarnya saja. Contoh:

- Berlari-lari (dari ber + lari).

- Berteriak-teriak (dari ber + teriak). - Berjalan-jalan (dari ber + jalan). - Berputar-putar (dari ber + putar) - Berseru-seru (dari ber + seru).

42


(45)

Catatan:

- Bentuk reduplikasi ini dapat juga ditafsirkan sebagai hasil proses mula-mula akar diulang setelah itu baru diberi prefiks ber-, sebab bentuk-bentuk seperti

lari-lari, teriak-teriak dan jalan-jalan juga berterima.

- Bentuk seperti berpura-pura tidak termasuk kelompok ini sebab pura-pura

adalah reduplikasi fonologi yang kemudian diberi prefiks ber-.43

(b)Pengulangan dilakukan serentak dengan pengimbuhan prefiks ber-.

Contoh: - Berhari-hari - Bermeter-meter - Berliter-liter - Berkarung-karung - Berton-ton

Mengapa proses prefiksasi ber- dan proses reduplikasi dikatakan dilakukan sekaligus? Karena bentuk bermeter dan meter-meter tidak berterima. Bentuk hari-hari, minggu-minggu dan bulan-bulan memang berterima, tetapi bentuk-bentuk ini merupakan bagian dari reduplikasi sintaksis.

(2) Akar Berkonfiks ber-an

Akar berkonfiks ber-an seperti pada kata berlarian dan berkejaran

direduplikasikan sebagian, yaitu hanya akarnya saja. Misalnya: - Berlari-larian (dari berlarian).

- Berkejar-kejaran (dari berkejaran). - Berpeluk-pelukan (dari berpelukan). - Bertangis-tangisan (dari bertangisan). - Bersenggol-senggolan (dari bersenggolan). (3) Akar Berprefiks

me-Akar berprefiks me- seperti pada kata menembak dan menari

direduplikasikan hanya akanya saja, tetapi ada dua macam cara. Pertama,yang bersifat progresif artinya, pengulangan ke arah depan atau ke arah kanan; dan kedua yang bersifat regresif, artinya pengulangan ke arah belakang atau ke arah

43Ibid…,


(46)

kiri. Contoh berikut kelompok (a) adalah bersifat progresif dan kelompok (b) berikut adalah yang bersifat regresif:44

(a) Menembak-nembak (dasar menembak) Menari-nari (dasar menari)

Mengulang-ngulang (dasar mengulang) Melihat-lihat (dasar melihat)

Menendang-nendang (dasar menendang) (b) Tembak-menembak (dasar menembak)

Pukul-memukul (dasar memukul)

Tendang-menendang (dasar menendang) Tari-menari (dasar menari)

Jilid-menjilid (dasar menjilid)

Disamping itu adalah jumlah yang terbatas ada juga proses pemberian prefiks me- yang dilakukan sekaligus dengan proses reduplikasi. Misalnya:

- Mengada-ada - Mengagak-ngagak

Bentuk mengada dan ada-ada, serta bentuk mengajak dan agak-agak tidak berterima.

(4) Akar Berklofiks me-kan

Akar berklofiks me-kan seperti kata membedakan, membesarkan, dan

melebihkan direduplikasikan hanya akarnya saja. Misalnya: - Membeda-bedakan (dari membedakan).

- Membesarkan (dari membesarkan) - Melebih-lebihkan (dari melebihkan) - Menyama-nyamakan (dari menyamakan)

- Membanding-bandingkan (dari membandingkan)

(5) Akar berklofiks me-i

Akar berklofiks me-i seperti pada kata menulisi dan mengurangi

direduplikasikan hanya akarnya saja. Misalnya: - Menulis-nulisi (dari menulisi)


(47)

- Mengurang-ngurangi (dari mengurangi) - Melempar-lempari (dari melempari - Merintang-rintangi (dari merintangi) - Menembak-nembaki (dari menembaki)45

(6) Akar berprefiks pe-

Akar berprefiks pe- seperti pada kata pemuda, pembina, dan pembaca

direduplikasikan secara utuh. Misalnya: - pemuda-pemuda

- Pembina-pembina - Pembaca-pembaca - Pelari-pelari - Pelajar-pelajar

Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan bentuk pengulangan pada kata berprefiks pe- jarang dilakukan. Lebih sering untuk menyatakan jumlah ini pemberi adverbia para, seperti para pemuda (daripada pemuda-pemuda), para pembina (daripada pembina-pembina) dan para pelajar (daripada pelajar-pelajar). Kiranya kontruksi dengan menggunakan adverbia para lebih baik daripada mengulang bentuk berprefiks pe- itu.

(7) Akar Berkonfiks pe-an

Akar berkonfiks pe-an seperti pada kata pembangunan dan penjelasan

direduplikasikan secara utuh. Misalnya: - Pembangunan-pembangunan - Penjelasan-penjelasan - Pembinaan-pembinaan - Pelatihan-pelatihan - Pendirian-pendirian

Bentuk reduplikasi itu boleh saja digunakan, tetapi tampaknya lebih baik menggunakan adverbia semua, seluruh dan sejumlah bila ingin menyatakan plural. Misalnya:

- Semua pembangunan


(48)

- Sebagian penjelasan - Seluruh pembinanaan - Beberapa pelatihan - Sejumlah pemberian46

(8) Akar Berkonfiks per-an

Akar berkonfiks per-an seperti pada kata peraturan, perindustrian dan

perindustrian dan perdebatan bila direduplikasikan haruslah secara utuh. Misalnya:

- Peraturan-peraturan

- Perindustrian-perindustrian - Perdebatan-perdebatan - Pertokoan-pertokoan - Pergudangan-pergudangan

Bentuk-bentuk reduplikasi itu boleh saja digunakan, tetapi tampaknya penggunaan adverbia semua, seluruh, sebagaian, dan sebagainya lebih baik daripada penggunaan reduplikasinya. Misalnya:

- Semua peraturan - Beberapa perindustrian - Banyak perdebatan - Sejumlah pertokoan - Seluruh pergudangan

(9) Akar Bersufiks –an

Akar bersufiks –an ada dua cara pereduplikasiannya. Pertama, dengan mengulang secara utuh bentuk bersufiks –an itu ; dan kedua mengulang akarnya saja yang sekaligus disertai dengan pengulangannya. Kelompok (a) berikut adalah contoh cara pertama dan kelompok (b) adalah contoh cara kedua.47

46

Ibid…, h. 186.


(49)

(a) Bangunan-bangunan Aturan-aturan Latihan-latihan Tulisan-tulisan Lampiran-lampiran (b) Obat-obatan

Biji-bijian Batu-batuan Mobil-mobilan Kucing-kucingan

Di samping dua cara di atas masih ada satu cara lagi yang kurang produktif, yakni dengan mengulang sebagian (hanya suku pertama dari akar). Contoh:

- Bebatuan - Tetumbuhan - Pepohonan - Rerumputan - Reruntuhan

(10) Akar Berprefiks se-

Akar berprefiks se- ada dua macam cara reduplikasinya. Pertama, diulang secara utuh; dan kedua hanya mengulang bentuk akarnya. Kelompok (a) berikut adalah contoh cara pertama dan kelompok (b) adalah contoh cara kedua.

(a) Sedikit-sedikit Seorang-seorang Sekali-sekali Sekepal-sekepal Seekor-seekor (b) Sekali-kali

Sebaik-baik Sepandai-pandai Sejauh-jauh


(50)

Sebodoh-bodoh48

(11) Akar Berprefiks ter-

Akar berprefiks ter- seperti pada kata terbawa, tersenyum, dan tertawa

direduplikasikan hanya akarnya saja. Misalnya: - Terbawa-bawa

- Tersenyum-senyum - Tersendat-sendat - Tersedu-sedu

(12) Akar berkonfiks se-nya

Akar berkonfiks se-nya seperti pada kata secepatnya, sebaiknya, dan

sedapatnya direduplikasikan hanya akarnya saja. Contoh: - Secepat-cepatnya

- Sebaik-baiknya - Sedapat-dapatnya - Setinggi-tingginya - Sebanyak-banyaknya

(13) Akar berkonfiks ke-an

Akar berkonfiks ke-an seperti pada keraguan, kemurahan dan kebiruan

direduplikasikan hanya akarnya saja; sedangkan konfiks ke-an melingkupi bentuk perulangan itu. Misalnya:

- Keragu-raguan - Kemerah-merahan - Kebiru-biruan - Keputih-putihan - Kekuning-kuningan

(14) Akar Berinfiks (-em-, -el-, -er-, -m-)

Akar berinfiks direduplikasikan sekaligus dalam pengimbuhan infiks dan proses reduplikasi. Proses ini tampaknya tidak produktif. Contoh yang ada:

- Tali-temali - Sinar-seminar

48Ibid…, h. 18


(51)

- Getar-geletar

- Sambung-sinambung - Patuk-pelatuk49

C. Tugas Individu

Manusia dilahirkan dengan berbagai macam potensi yang dapat dikembangkan untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Potensi-potensi itu tidak mempunyai arti apa-apa bila tidak dikembangkan dengan baik. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua individu memahami potensi yang dimilikinya, apalagi pemahaman tentang cara mengembangkannya50.

Selama perkembangannya, kehidupan individu-individu itu tidak statis, melainkan dinamis, dan pengalaman belajar yang disajikan kepada mereka harus sesuai dengan sifat-sifat khasnya yang sesuai dengan masa perkembangannya itu.51

Tugas individu atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukannya secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan disiap-siagakan

Pengertian pembelajaran berlangsung bilamana terjadi suatu proses interaksi antara guru dan siswa sehingga terdapat suatu perubahan tingkah laku. Jadi suatu pengulangan terhadap apa yang terjadi belum dapat dikatakan suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, peru dipahami dalam situasi yang bagaimanakah cara pelaksanaannya.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan metode pemberian tugas individu, sebagai berikut:

Pertama; harus disadari bahwa pengertian belajar bukan berarti pengulangan yang persis sama dengan apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya, akan tetapi terjadinya suatu proses belajar dengan latihan siap adalah

49

Ibid…, h. 189.

50

Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta 2007), h. 60.

51


(52)

adanya situasi yang berbeda serta pengaruhnya latihan pertama, maka latihan kedua, ketiga dan seterusnya akan laiin lagi sifatnya.

Kedua; situasi belajar itulah yang mula-mula harus diulangi untuk memperoleh respon dari siswa. Bilamana siswa dihadapkan dengan berbagai situasi belajar, maka dalam diri siswa akan timbul alasan untuk memberi respons, sehingga menyebabkan dia melatih keterampilannya. Bagaimana situasi tersebut dapat diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut adanya perubahan respons, maka keterampilan siswa akan lebih disempurnakan. Suatu drill atau pelatihan pemberian tugas individu harus dimulai dari hal-hal yang mendasar agar siswa betul-betul mengerti apa yang telah dan akan dilakukannya agar diperoleh keterampilan yang diinginkan.

Pengertian yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu tugas individu adalah:

1. Pengertian terhadap sifat latihan itu sendiri, dan

2. Pengertian terhadap nilai dan hubungan latihan itu dengan keseluruhan rangka pengajaran.

Latihan tugas individu cocok digunakan bilamana memperoleh:

a. Kecakapan motorik, seperti mengulas, menghapal, membuat alat-alat, menggunakan alat/mesin, permainan dan atletik;

b. Kecakapan mental, seperti melakukan perkalian, menjumlah, mengenal tanda-tanda/simbol dan sebagainya.

c. Asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta dan sebagainya.

d. Dalam mengajarkan kecakapan dengan metode latihan siap guru mengetahui sifat kecakapan itu sendiri, seperti;

e. kecakapan sebagai penbyempurnaan dari pada suatu arti dan bukan sebagai hasil proses mekanis semata-mata,

f. kecakapan tersebut dikatakan tidak benar, bila hanya menentukan suatu hal yang rutin yang dapat dicapai dengan pengulangan yang tidak menggunakan pikiran, sebab kenyataan bertindak atau berbuat harus sesuai dengan situasi dan kondisi.


(1)

(2)

Dokumentasi (Foto-foto) Kegiatan Penelitian (Penyerahan sertifikat kepada perwakilan siswa)


(3)

Lampiran 14 Sertifikat Penghargaan

T H I S C E R T I F I C A T E I S P R E S E N T E D T O

OBSERVER BAYU LESMANA PRADIPTA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGGUNAAN REDUPLIKASI DALAM KARANGAN NARASI DENGAN PENERAPAN


(4)

Lampiran 15

Daftar Absensi Siswa Kelas 8.2 SMP PGRI 2 Ciputat

NO NO. INDUK NAMA L/P

1. 09101001 Adhe Ryan L

2. 09101005 Ambrosius Tamala L

3. 09101076 Andre Gunawan L

4. 09101008 Angga Ari Mulyono L

5. 09101009 Anis Wijayanti P

6. 09101011 Arjito Danu Widyakto L

7. 09101013 Aziz Sabana L

8. 09101015 Bella Ariska P

9. 09101018 Deni Indra Saputra L

10. 09101021 Eka Aryanti P

11. 09101022 Erik Ajeng Sugiyana L

12. 09101030 Indah Selviani P

13. 09101034 Kiki Oktaviani P

14. 09101035 Kornelius Pahutama L

15. 09101036 Mahputra L

16. 09101039 Marlap L

17. 09101040 Mega Lestari P

18. 09101041 Meisi Andriani P

19. 09101042 Miftahul Jannah P

20. 09101044 Muhamad Abdullah L

21. 09101046 Muhamad Ilham. K L

22. 09101053 Nur Aripin L

23. 09101054 Nur Kholillah P

24. 09101055 Ramanda Salsabilah P

25. 09101063 Sandi Raisman L

26. 09101064 Sandika Ayu Igabunda P

27. 09101066 Supriyanto L

28. 09101067 Suryadi Permana L

29. 09101069 Tri Utami P

30. 09101073 Yohanes Aponno L

31. 09101077 Fahri Noviandi L


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAYU LESMANA PRADIPTA, lahir di Tangerang pada tanggal 15 Maret 1988 putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Cartam, S. Pd. dan Ibu Rahmawati, S. Pd. Pendidikan formal yang telah diselesaikan, yaitu SD TPM Cikupa Kab. Tangerang Tahun 2000, MTs Nurul Ilmi Cikupa Kab. Tangerang Tahun 2003, SMK Negeri 1 Panongan. jurusan Teknik Elektronika (Nama Awal STM Negeri 2 Tangerang kemudian berubah nama menjadi SMK Negeri 1 Cikupa, lalu karena ada pemekaran wilayah di Kec. Cikupa maka nama Sekolah tersebut kembali dirubah sesuai dengan nama kecamatan sekarang) SMK Negeri 1 Panongan Kab. Tangerang yang kini bernama SMKN 1 Kab. Tangerang. Selanjutnya setelah lulus dari SMKN 1 Panongan pada tahun 2006 tepat setelah selesai melaksanakan UAN-UAS, mengikuti seleksi BINTARA POLRI di Kab. Tangerang selama 3 bulan. Namun, setelah melasanakan beberapa tes pada bulan ke 3 dinyatakan gagal dan tidak lulus. Setelah itu masih pada tahun 2006 melanjutkan kembali jenjang pendidikannya dan ikut tes seleksi masuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui ujian masuk lokal, dengan memilih 3 jurusan alternatif:

1. Jurusan Teknik Informatika (FST). 2. Jurusan Supervisi Pendidikan (FITK). 3. Jurusan Pendidikan IPA-Fisika (FITK)

Setelah melaksanakan beberapa tes Ujian Masuk dan Alhamdulillah lulus pada pilihan kedua dengan Jurusan Supervisi Pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Namun, hanya mengalami perkuliahan Supervisi Pendidikan selama 1 (satu) minggu, hal ini disebabkan karena ada problem atau masalah yang dihadapi pihak Fakultas untuk menutup jurusan Supervisi Pendidikan karena ketidak jelasan atau prospek masa depan yang kurang dari jurusan tersebut. Hal ini disebabkan karena persyaratan untuk menjadi seorang Supervisi/Supervisor Pendidikan harus berpengalaman menjadi guru sekurangnya selama 8 tahun atau


(6)

menjadi Kepala Sekolah sekurangnya 4 tahun baru diperbolehkan mengikuti persyaratan menjadi Supervisor Pendidikan, demikan yang dikatakan pihak dekan, Dede Rosyada. Oleh karena itu untuk mencari solusinya kelas pun dibagi kembali ke beberapa jurusan dengan 4 opsi:

1. Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. 2. Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Jurusan Manajemen Pendidikan 4. Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Dari ke-4 opsi tersebut saya memilih opsi yang terakhir yaitu jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia sampai sekarang.

DATA PRIBADI

Nama : Bayu Lesmana Pradipta

N I M : 106013000696

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 15 Maret1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Peusar KM 1,3 Kp. Kadu RT: 07/03 No: 42 Kel. Sukamulya Kec. Cikupa Kab. Tangerang


Dokumen yang terkait

Penerapan peta pikiran (mind maps) sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis karangan ekposisi siswa kelas X sekolah (SMK) PGRI Babakanmadang

2 14 109

Peningkatan kemampuan penggunaan konjungsi dalam karangan argumentasi melalui penerapan metode latihan individual (penelitian tindakan kelas pada siswa kelas X SMA PGRI 56 Ciputat)

1 28 108

ANALISIS REDUPLIKASI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGPANDAN Analisis Reduplikasi pada Karangan Narasi Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Karangpandan.

0 2 18

ANALISIS REDUPLIKASI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGPANDAN Analisis Reduplikasi pada Karangan Narasi Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Karangpandan.

0 2 12

ANALISIS POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 COLOMADU Analisis Pola Pengembangan Paragraf dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Colomadu.

0 5 14

REDUPLIKASI SISWA KELAS Reduplikasi Pada Karangan Siswa Kelas VIIB SMP N 1 Teras Boyolali.

0 2 14

REDUPLIKASI SISWA KELAS Reduplikasi Pada Karangan Siswa Kelas VIIB SMP N 1 Teras Boyolali.

0 3 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MEDIA CERITA BERGAMBAR PADA SISWA KELAS VII A SMP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MEDIA CERITA BERGAMBAR PADA SISWA KELAS VII A SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 0 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN TEKNIK TANDUR PADA SISWA KELAS VIIC Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Dengan Teknik Tandur Pada Siswa Kelas VIIC SMP Muhammadiyah 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.

0 2 15

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PREFIKS PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII B Analisis Fungsi Dan Makna Prefiks Pada Karangan Narasi Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 2 Banyudono.

0 3 10