Pengaruh metode improve terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa

(1)

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Indah Permatasari

NIM : 11100170000024

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Indah Permatasari

NIM : 1110017000024

Jurusan : Pendidikan Matematika

AngkatanTahun : 2010

Alamat : Jln. Merpati I Blok H51/04 RT 02/RW 17

Tambun Selatan-Bekasi

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Metode IMPROVE Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP : 19700528 199603 2 002

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Gusni Satriawati, M.Pd

NIP : 19780809 200801 2 032

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.


(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Indah Permatasari (1110017000024). “Pengaruh Metode IMPROVE terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Oktober 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan metode IMPROVE dengan siswa yang diajarkan metode konvensional. Penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Ciganjur Jakarta Selatan, Tahun Ajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan design Randomized Posttest-Only Control Group Design, yang melibatkan 74 siswa sebagai sampel. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan metode IMPROVE lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan berpikir kritis yang diajar dengan metode konvensional

(thitung = 4,732 > ttabel = 1,666). Kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas

eksperimen pada indikator mengenal masalah mendapatkan nilai sebesar 84,5, sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan nilai sebesar 82,75. Pada indikator

menemukan cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah kelas eksperimen mendapatkan nilai sebesar 75,55 sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan nilai sebesar 60. Pada indikator menemukan hubungan yang logis antara masalah-masalah kelas eksperimen mendapatkan nilai sebesar 60,4 sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan nilai sebesar 39,2. Pada indikator

menganalisis data kelas eksperimen mendapatkan nilai sebesar 71,25 sedangkan pada kelas kontrol mendapatkan nilai sebesar 52,37. Dengan demikian penggunaan metode IMPROVE memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dibandingkan metode konvensional. Kata kunci : Metode IMPROVE, Berpikir Kritis Matematis


(6)

ii

ABSTRACT

Indah Permatasari (1110017000024). “The Effect of IMPROVE Method to in

Student‟s Matematical Critical Thinking Ability”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Oktober 2014.

The purpose of this study was to determine differences in mathematical ability of students to think critically taught the IMPROVE method with students taught with conventional methods. The study was conducted at the junior secondary school (MTs) Ciganjur South Jakarta State 2, Academic Year 2014/2015. The research method used was a quasi-experimental method to design Randomized Posttest-Only Control Group Design, which involves 74 students as the sample. Data collection after the treatment had done by using a mathematical

test student‟s critical thinking skills.

The results showed that the average critical thinking skills of students who are taught mathematical IMPROVE method is higher than the average of critical thinking skills that were taught by the conventional method (thitung = 4.732>t table = 1.666). Critical thinking skills in the experimental class students' mathematical problem getting a knowing indicator value of 84.5, while the control class to get a value of 82.75. On indicators that can be used to find ways to solve the problem of the experimental class to get a value of 75.55 while the control class scores of 60 At indicators find a logical relationship between the problems of the experimental class to get a value of 60.4 while the control class to get value of 39.2. In analyzing the data indicators experimental class to get a value of 71.25 while the control class to get a value of 52.37. Thus the use of IMPROVE method gives a significant difference to the students' ability to think critically mathematical than conventional methods.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan inspirasi tidak terhingga disetiap kata-kata yang penulis tulis di skripsi ini, serta juga kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengganti zaman kebodohan sampai zaman skripsi seperti saat ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mengerti betul banyak sekali kekurangan dalam penulisan, proses penulisan, serta penelitian. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta nasehat positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, sehingga penulis dapat mengatasi kesulitan dan hambatan uang dialami. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa‟i, M.A, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Abdul Muin, S.Si. M,Pd., Sekertaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Gusni Satriawati, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyempatkan waktunya untuk melayani pertanyaan-pertanyaan penuh kebingungan dengan kesabaran dan senyuman, serta selalu memberikan titik terang ditengah kegaluan

menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu tidak terganggu dengan SMS “Indah boleh bimbingan ya bu hari ini?”

5. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi dan semangat selama perkuliahan.


(8)

iv

6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matemaika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama mengikuti perkuliahan. 7. Kepala MTs Negeri 2 Ciganjur Jakarta Selatan, Bapak H. Fahrurozi, M.Pd yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian

8. Seluruh dewan guru MTs Negeri 2 Ciganjur, Khususnya ibu Elvi Indrawati, S.Pd

dan Bapak H. Mas‟ud, S.Pd yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa-siswa MTs Negeri 2 Ciganjur, khususnya kelas VII-2 dan VII-3.

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Mulyadi dan Ibunda Hartati yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan motivasi dengan senantiasa menanyakan “Kapan Wisuda?” serta seluruh keluarga yang mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabatku tersayang Khairiah Nuroctaviani, Afrina Amelia Dewi, Dewi Nirmala, Emi Suhaemi dan Nuristia Fathu serta Hafizh Nizham yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan membantu menghilangkan stress serta tempat berbagi untuk segala cerita selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

11. M. Ferdila Nugraha yang selalu meluangkan waktu untuk menemani dan memberikan doa dan motivasi serta tempat berbagi segala cerita selama proses penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2010. Terimakasih untuk segala kehangatan yang diberikan selama empat tahun bersama.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia


(9)

v

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Oktober 2014


(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Perumusan Masalah ... 8

E.Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A.Deskripsi Teoritik ... 10

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 10

a. Kemampuan Berpikir ... 10

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 11

c. Indikator Berpikir Kritis Matematis ... 13

2. Metode IMPROVE ... 14

a. Metode IMPROVE ... 14

b. Teori Belajar yang Mendasari Metode IMPROVE ... 18

c. Tahapan Metode IMPROVE ... 24

3. Metode Konvensional ... 27

B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 28


(11)

vii

D.Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B.Metode dan Desain Penelitian ... 32

C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

1. Populasi ... 33

2. Sample ... 34

D.Teknik Pengumpulan Data ... 34

E.Instrumen Penelitian ... 35

F. Analisis Instrumen ... 36

1. Uji Validitas... 36

2. Uji Reliabilitas ... 37

3. Taraf Kesukaran ... 38

4. Daya Pembeda ... 39

G.Teknik Analisis Data ... 41

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Homogenitas ... 43

3. Pengujian Hipotesis ... 44

H.Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A.Deskripsi Data ... 48

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 48

2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 53

3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

B.Analisis Data ... 60

1. Uji Prasyarat ... 60

a. Uji Normalitas ... 60


(12)

viii

2. Pengujian Hipotesis ... 62

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 63

D.Keterbatasan Penelitian ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A.Kesimpulan ... 81

B.Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap Metode IMPROVE ... 26

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 33

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematis... 35

Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Uji Analisis Butir Soal ... 41

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 49

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 50

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Glaser ... 51

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 53

Table 4.5 Deskripsi Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Glaser ... 55

Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.8 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasar- kan Indikator Glaser Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 49 Gambar 4.2 Diagram Batang Nilai Indikator Kemampuan Berpikri Kritis

Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 52 Gambar 4.3 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 53 Gambar 4.4 Diagram Batang Nilai Indikator Kemampuan Berpikri Kritis

Matematis Siswa Kelas Kontrol... 56 Gambar 4.5 Perbandingan Nilai Indikator Kemampuan Berpikri Kritis

Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 60 Gambar 4.6 Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok Pada Soal No.2 LLS-1 .. 64 Gambar 4.7 Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok Pada Soal No.3 LLS-3 .. 66 Gambar 4.8 Hasil Jawaban Salah Satu Kelompok Pada Soal No.2 LLS-1 .. 67 Gambar 4.9 Hasil Jawaban Siswa Indikator Mengenal Masalah Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71 Gambar 4.10 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menemukan Cara yang Dapat

Dipakai Untuk Menyelesaikan Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 72 Gambar 4.11 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menemukan Hubungan yang

Logis Antara Masalah-Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 74 Gambar 4.12 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menemukan Hubungan yang

Logis Antara Masalah-Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 75 Gambar 4.13 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menganalisis Data Kelas


(15)

xi

DAFTAR BAGAN


(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Aktivitas Mengajar Pra Penelitian ... 86

Lampiran 2 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pra Penelitian... 88

Lampiran 3 Form Wawancara Pra Penelitian ... 90

Lampiran 4 Soal Tes Penempatan Kelompok Pada Pertemuan Pertama Kelas Eksperimen ... 92

Lampiran 5 Pedoman Penilaian Tes Penempatan Kelompok Pada Pertemuan Pertama Kelas Eksperimen ... 93

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 95

Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 125

Lampiran 8 Lembar Latihan Soal (LLS) Kelas Eksperimen ... 140

Lampiran 9 Lembar Latihan Soal (LLS) Kelas Kontrol ... 161

Lampiran 10 Kuis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 177

Lampiran 11 Soal Remedial Kelas Eksperimen ... 185

Lampiran 12 Soal Pengayaan Kelas Eksperimen ... 193

Lampiran 13 Tabel Rekapitulasi Hasil Penilaian CVR ... 201

Lampiran 14 Tabel Perhitungan Validitas CVR... 202

Lampiran 15 Form Penilaian CVR ... 203

Lampiran 16 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 207

Lampiran 17 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 209

Lampiran 18 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 211

Lampiran 19 Pedoman Penilaian Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 216

Lampiran 20 Langkah-langkah Perhitungan Uji Validitas ... 217

Lampiran 21 Hasil Uji Validitas ... 219

Lampiran 22 Langkah-langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ... 220


(17)

xiii

Lampiran 24 Langkah-langkah Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 222

Lampiran 25 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 223

Lampiran 26 Langkah-langkah Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 224

Lampiran 27 Hasil Uji Daya Pembeda ... 225

Lampiran 28 Rekapitulasi Perkembangan Sikap Kelas Eksperimen ... 226

Lampiran 29 Rekapitulasi Perkembangan Sikap Kelas Kontrol ... 227

Lampiran 30 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 228

Lampiran 31 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 229

Lampiran 32 Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Ketajaman Kelas Eksperimen ... 230

Lampiran 33 Perhitungan Rata-Rata dan Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Glaser pada Kelas Eksperimen ... 235

Lampiran 34 Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Ketajaman Kelas Kontrol ... 236

Lampiran 35 Perhitungan Rata-Rata dan Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Glaser pada Kelas Kontrol ... 241

Lampiran 36 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 242

Lampiran 37 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 244

Lampiran 38 Perhitungan Uji Homogenitas ... 246

Lampiran 39 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 247

Lampiran 40 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment dari Pearson ... 249

Lampiran 41 Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi Square ... 250

Lampiran 42 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 251


(18)

xiv

Lampiran 44 Tabel Minimum CVR... 253 Lampiran 45 Uji Referensi ... 254 Lampiran 46 Surat Keterangan Penelitian ... 256


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era informasi global saat ini, situasi dunia menjadi amat transparan, jendela internasional terdapat hampir di setiap rumah. Apa yang terjadi di salah satu sudut bumi dalam waktu singkat dapat ditangkap dari berbagai belahan bumi lainnya. Seluruh pihak dapat dengan mudah mendapatkan informasi secara cepat dan melimpah dari berbagai sumber dan dari berbagai penjuru dunia. Oleh karena itu, manusia dituntut memiliki kemampuan dalam memperoleh, memilih, mengelola dan menindaklanjuti informasi tersebut untuk dapat dimanfaatkan dalam kehidupan yang dinamis, sarat tantangan dan penuh kompetensi.

Berpikir kritis merupakan salah satu yang dibutuhkan dalam memperoleh dan mengelola informasi. Menurut Dewey, sebagaimana dikutip oleh Fisher, berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang

mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi

kecendrungannya.1 Maksudnya, berpikir kritis sebagai berpikir aktif, yakni berpikir secara terus menerus dan teliti dalam mencermati berbagai informasi

atau pengetahuan berdasarkan bukti pendukungnya sebelum

menyimpulkannya. Hal ini senada dengan pendapat Glaser yang menyatakan bahwa berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.2

Berdasarkan pendapat mengenai berpikir kritis yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dipahami bahwa kemampuan berpikir kritis menuntut adanya usaha untuk menguji keyakinan atau pengetahuan

1

Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta : Erlangga, 2008), h. 2. 2


(20)

2

berdasarkan bukti pendukungnya. Selain itu, berpikir kritis juga menuntut adanya kemampuan untuk mengenali, mengidentifikasi, dan memahami persoalan serta menemukan solusi atasnya. Anak didik yang memiliki kemampuan berpikit kritis akan mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya informasi sesuai kebutuhan, memeriksa kebenaran dari informasi dan menindaklanjuti informasi tersebut untuk dimanfaatkan dalam kehidupan mereka.

Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan dalam berbagai mata pelajaran, salah satunya pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pelajaran matematika diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas, proses belajar dan berpikir. Hal ini tentu bukan suatu hal yang sederhana. Aktivitas dan proses berpikir akan terjadi apabila seseorang individu berhadapan dengan situasi atau masalah yang mendesak dan menantang serta dapat memicunya untuk berpikir agar diperoleh kejelasan dan solusi atau jawaban terhadap masalah tersebut.

Berpikir kritis dalam matematika didefinisikan oleh Glaser, sebagaimana dikutip oleh Suwarman, sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.3 Maksudnya peserta didik dituntut untuk bukan hanya memindahkan rumus dari dalam penyelesaian, tetapi mengerti apa yang ditanyakan, konsep dan strategi apa yang digunakan dalam menentukan solusi dari permasalahan matematika dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika dan strategi kognitif secara reflektif. Kemampuan ini yang dibutuhkan untuk

3

Dina Mayadiana Suwarma, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, ( Jakarta : Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 16.


(21)

mengembangkan intelektual peserta didik, sehingga dapat mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Pentingnya kemampuan berpikir kritis ini juga ditunjukkan oleh PISA

Program for International Student Assesment). PISA merupakan suatu lembaga yang mengadakan survey 3 tahunan untuk siswa yang berusia rata-rata 15 tahun. Salah satu tujuan dari PISA adalah untuk menilai pengetahuan matematika siswa dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian tidak hanya dilakukan untuk memastikan apakah siswa mampu mengembangkan pengetahuannya tetapi juga untuk meneliti sejauh mana siswa mampu memperkirakan dari apa yang telah mereka pelajari dan menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan.4 Adapun kemampuan matematis yang digunakan sebagai penilaian proses matematika dalam PISA adalah komunikasi, matematisasi, representasi, penalaran dan argumen, merumuskan strategi untuk memecahkan masalah, menggunakan bahasa simbolik, formal dan teknik serta operasi, dan menggunakan alat-alat matematik.

Hasil survey PISA pada tahun 2012, Indonesia menempati ranking 64 dari 65 negara dengan skor rata-rata 375 untuk matematika. Berdasarkan skor tersebut, Indonesia termasuk ke dalam level 2 dari 6 level dalam PISA. Artinya siswa Indonesia hanya sampai pada menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan penarikan kesimpulan secara langsung, memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan penarikan kesimpulan yang tunggal, menerapkan algoritma dasar, memformulasikan, menggunakan, melaksanakan prosedur atau ketentuan yang dasar, memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran secara harfiah. Mengingat bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan suatu kemampuan untuk menentukan solusi dari permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya, penalaran

4

OECD, PISA 2012 Result: Creative Problem Solving Student‟ Skills Tackling Real-Life Problem Volume V, OECD Publishing, 2014, p. 21, ( http://dx.doi.org/10.1787/9789264208070-en).


(22)

4

matematika dan strategi kognitif. Dengan demikian, dapat diasumsikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi aktivitas mengajar (lampiran 1) dan observasi aktivitas belajar siswa (lampiran 2) yang dilakukan pada salah satu Madrasah Tsanawiyah di daerah Jakarta Selatan, terlihat bahwa banyak siswa yang belum dapat menganalisis, mengidentifikasi, menghubungkan suatu masalah lebih dalam dan menentukan solusi dari suatu masalah. Hal tersebut diduga karena siswa masih terbiasa menghafal rumus yang diberikan guru bukan memahaminya. Selain itu, guru hanya fokus pada pemberian materi, mencontohkan soal dan pemberian soal latihan saja. Siswa kurang berperan aktif dalam pembelajaran.

Pembelajaran satu arah seperti ini menempatkan guru sebagai pemeran utama dalam proses pembelajaran sedangkan siswa hanya sebagai penonton. Siswa tidak berperan aktif dalam pembelajaraan. Siswa hanya mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru saja sehingga siswa menjadi terbiasa menerima konsep secara langsung dan menghafalnya bukan memahaminya. Menurut Mukhayat, sebagaimana dikutip oleh Soinakim, bahwa belajar dengan menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan mental anak.5 Anak akan cendrung suka mencari gampangnya saja dalam belajar dan anak akan kehilangan sense of learning. Hal tersebut akan membuat anak bersikap pasif atau menerima begitu saja apa adanya sehingga mengakibatkan anak tidak terbiasa berpikir kritis.

Proses pembelajaran satu arah tentu kurang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis secara optimal. Selain itu, pembelajaran seperti ini, kurang memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Siswa kurang dilatih untuk mengenal masalah, menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah, menemukan hubungan yang logis antara masalah-masalah dan menganalisis

5

Soinakim, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendidikan Matematika Realistik”, Forum MIPA, Vol. 14, 2011, h 43


(23)

data. Akibatnya ketika siswa diberikan soal berbeda dengan contoh yang diberikan, mereka tidak mampu mengerjakan soal tersebut. Terbukti dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap guru bidang studi matematika, Elvi Indrawati, S.Pd, di MTs Negeri 2 Ciganjur (lampiran 3), diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis matematis di sekolah tersebut masih rendah, hal ini berdasarkan pemaparan narasumber yang menyebutkan bahwa kemampuan mengenal masalah, kemampuan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah, kemampuan menganalisis data dan kemampuan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah belum sepenuhnya dimiliki siswa. Terlihat dari ketika siswa diberi soal berbeda dari contoh, sangat sedikit siswa yang bisa menyelesaikan soal tersebut dengan benar.

Lemahnya kemampuan berpikir kritis ini memerlukan upaya dalam memperbaiki keadaan tersebut. Sebagai upaya memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir kritis berkembang yaitu dengan suatu pembelajaran dimana pembelajaran tersebut harus berangkat dari pembelajaran yang membuat siswa aktif sehingga siswa leluasa untuk berpikir dan mempertanyaakan kembali apa yang mereka terima dari guru. Hal ini dikemukakan oleh Ibrahim, sebagaimana dikutip oleh Istianah bahwa untuk membawa ke arah pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus berangkat dari pembelajaran yang membuat siswa aktif. 6 Beragam metode pembelajaran yang membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan telah mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis misalnya saja penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi Ragiel Susanti, dkk dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Problem solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika siswa kelas X SMK Gotong Royong”. Hasil Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajarkan menggunakan metode Problem Solving lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan

6

Euis Istianah, “Meningkatkan Kemapuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematika dengan

Pendekatan Model Eliciting Activities(MEAs) Pada Siswa SMA”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, 2 No. 1, 2013, h. 45


(24)

6

pembelajran konvensional pada materi program linear.7 Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Kurniawati dan

Belani Margi Utami yang berjudul “Pengaruh Metode Penemuan dengan Strategi Heuristik Terhadap kemampuan Berpikir Kritis Matematis”. Hasil

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan metode penemuan dengan strategi heuristik lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.8

Berdasarkan pendapat Paul, sebagaimana dikutip oleh Fisher, yang menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kritis seseorang ialah melalui „berpikir tentang pemikiran sendiri‟

(atau sering disebut „metakognisi‟).9 Selain itu, interaksi yang dilakukan sesama siswa maupun antar siswa dengan guru dapat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berpikirnya. Melalui interaksi, siswa dapat berbagi pendapat dan memperkaya pengetahuan mereka.

Salah satu metode pembelajaran yang memfasilitasi siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis melalui aktivitas metakognitif dan interaksi sesama teman sebaya adalah metode IMPROVE. Metode IMPROVE merupakan metode yang didesain pertama kali oleh Mevarech dan Kramarsky. Metode IMPROVE merupakan sebuah akronim dari Introducing New Concepts, Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery, Verification, dan

Enrichment. Dalam metode ini terdapat 3 komponen yang saling bergantungan yaitu: memfasilitasi perolehan strategi dan proses metakognitif, interaksi dengan teman sebaya dan kegiatan sistematik dari umpan balik-perbaikan-pengayaan. Melalui metode ini siswa dikenalkan pada konsep baru,

7

Dewi Ragiel Susanti, dkk, “Pengaruh Penggunaan Metode Problem Solving terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas X SMK Gotong Royong” Tersedia:

http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFMIPA/article/viewFile/3393/3369, 15 November 2014

8

Lia Kurniawati dan Belani Margi Utami, “Pengaruh Metode Penemuan dengan Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”, Tersedia:

http://fmipa.um.ac.id/index.php/component/attachments/download/139.html, 15 November 2014 9


(25)

yaitu diawali dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif dan kemudian dilatih memecahkan masalah terkait materi. Siswa juga dapat mengevaluasi materi yang telah mereka pelajari sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa.

Berdasarkan uraian di atas perlu kiranya diteliti lebih lanjut mengenai kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan metode IMPROVE. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “PENGARUH METODE IMPROVE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika di sekolah bersifat satu arah lebih terpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif.

2. Pembelajaran matematika yang biasa diterapkan di kelas kurang memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dalam penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini lebih terarah dan terfokus. Adapun pembatasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah

1. Metode IMPROVE yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu: Introducing New Concepts (Memperkenalkan

konsep-konsep baru), Metacognitive questioning (Pertanyaan

metakognitif), Practicing (Berlatih), Reviewing and Reducing difficulties

(Meninjau ulang dan mengurangi kesulitan), Obtaining mastery

(Mendapatkan penguasaan), Verification (Verifikasi) dan Enrichment


(26)

8

2. Indikator yang digunakan dalam mengukur kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini dibatasi hanya pada aspek: mengenal masalah, menemukan cara untuk menyelesaikan masalah, mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, dan menganalisis data. 3. Metode konvensional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

ekspositori

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan

dengan metode IMPROVE?

2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan metode konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan metode IMPROVE dengan siswa yang diajarkan dengan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan

dengan metode IMPROVE

2. Mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.

3. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan metode IMPROVE dengan siswa yang diajarkan metode konvensional


(27)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis:

a. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa;

2. Manfaat praktis: a. Bagi siswa

 Melatih siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematisnya

 Merasakan pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran biasanya b. Bagi guru

 Sebagai bahan pertimbangan dan sumber data bagi guru dalam merumuskan metode pembelajaran terbaik untuk siswanya

 Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi pelaksanaan pengajaran matematika disekolah c. Bagi peneliti

 Sebagai referensi begi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti tentang metode IMPROVE.


(28)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

a. Kemampuan Berpikir

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti sanggup.1 Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.2 Seseorang dapat dikatakan memiliki kemampuan apabila ia sanggup untuk melakukan sesuatu.

Arti kata dasar “pikir” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

akal budi, ingatan, angan-angan.3 Sedangkan, “berpikir” adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.4

Ruggiero mengartikan berpikir, sebagaimana dikutip oleh Yuli, sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand).5 Ketika seseorang merumuskan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan ataupun memahami sesuatu, hal ini menunjukkan bahwa ia melakukan aktivitas berpikir.

Menurut Suryabrata, sebagaimana dikutip oleh Yuli, menyatakan bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.6 Proses berpikir pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia [online] tersedia kbbi.web.id, 2 Agustus 2014

2 Ibid. 3

Ibid. 4

Ibid.

5

Tatag Yuli, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya : Unesa University Press, 2008), h. 13.

6


(29)

penarikan kesimpulan.7 Hal ini menunjukan bahwa apabila seseorang dihadapkan pada masalah maka dalam proses berpikir orang tersebut akan menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian. Kemudian orang tersebut membentuk pendapat-pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk mencari solusi dari masalah tersebut.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir adalah kesanggupan seseorang dalam menggunakan akal budi untuk memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Dewey mendefinisikan berpikir kritis, sebagaimana dikutip oleh Fisher, sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan

kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecendrungannya.8

Berdasarkan dari definisi tersebut, Dewey ingin membedakan antara

„berpikir kritis‟ dengan „berpikir pasif‟. Bagi Dewey, berpikir kritis adalah

berpikir „aktif‟.

Dewey menunjukan dua ciri utama dari berpikir aktif, yakni berpikir secara terus menerus dan teliti.9 Berdasarkan kedua hal tersebut dapat dipahami bahwa orang yang berpikir kritis akan terus aktif mengoptimalkan daya nalarnya dalam mencermati berbagai informasi atau pengetahuan yang menjadi objek penalaranya sebelum menyimpulkannya dan tidak mau menerima sesuatu begitu saja. Berbeda dengan seseorang

7

Ibid.

8

Fisher, op. cit., h. 2.

9

Kasdin Sihotang, dkk, Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan, 2012). h.4


(30)

12

yang berpikir pasif, ia akan menerima begitu saja sebuah gagasan atau informasi dari orang lain tanpa mempertimbangkanya.

Pendapat Dewey di atas mendapat penjelasan lebih lanjut oleh Glaser mengenai berpikir kritis. Glaser mendefinisikan berpikir kritis, sebagaimana dikutip oleh Fisher, sebagai :

(1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.10

Berangkat dari apa yang telah dikatakan Glaser, dapat dipahami bahwa:

 Kemampuan berpikir kritis menuntut adanya usaha untuk menguji keyakinan atau pengetahuan berdasarkan bukti pendukungnya. Hal ini penting untuk menguji kesahihan dari kesimpulan atau pengetahuan tersebut.

 Berpikir kritis juga menuntut adanya kemampuan untuk mengenali mengidentifikasi, dan memahami persoalan serta menemukan solusi atasnya. Kemampuan ini diperlukan agar seseorang dapat mengumpulkan informasi atau data-data yang dibutuhkan untuk memecahkan persoalan tersebut.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh Dewey dan Glaser, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk menguji keyakinan sebuah informasi atau pengetahuan berdasarkan bukti pendukung dan kesimpulan–kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Berpikir kritis juga berkaitan dengan sikap atau disposisi untuk menanggapi berbagai persoalan, menimbang berbagai persoalan tersebut dalam jangkauan pengalaman dan kemampuan memikirkanya secara mendalam.

10


(31)

Pada umumnya proses berpikir kritis terjadi dalam beragam situasi, misalnya sosial, politik, keluarga, sekolah dan sebagainnya. Berpikir kritis juga terjadi dalam situasi belajar khususnya dalam belajar matematika.

Glaser merumuskan berpikir kritis dalam matematika, sebagaimana dikutip oleh Suwarman, sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.11 Menurut Glaser, berpikir kritis dapat dirujuk dari kombinasi pemecahan masalah, penalaran, dan pembuktian matematika.12 Berpikir kritis matematika sebagai pemecahan masalah dengan solusi baik satu atau lebih. Penalaran merupakan bagian dari berpikir kritis matematika yang melibatkan pembentukan generalisasi, dan penarikan kesimpulan terhadap ide-ide dan bagaimana ide-ide tersebut dihubungkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis matematis adalah kemampuan untuk memahami konsep matematika atau menentukan solusi dari permasalahan matematika dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika dan strategi kognitif secara reflektif.

c. Indikator Berpikir Kritis Matematis

Menurut Glaser, sebagaimana dikutip oleh Fisher bahwa terdapat beberapa kemampuan dalam berpikir kritis, sebagai berikut :

(a) mengenal masalah, (b) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, (c) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (d) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (e) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, (f) menganalisis data, (g) menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, (h) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, (i) menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, (j) menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, (k) menyusun kembali pola-pola

11

Suwarman. loc.cit. 12


(32)

14

keyakinan seseorang berdasarkan penglaman yang lebih luas; dan (l) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.13

Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini, meliputi:

1) Kemampuan mengenal masalah

Kemampuan mengenal masalah yang dimaksud adalah siswa mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan berdasarkan informasi yang terdapat dalam masalah.

2) Kemampuan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah

Kemampuan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang

dimaksud adalah siswa mampu menuliskan langkah-langkah

penyelesaian masalah dengan benar dan sistematis.

3) Kemampuan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah

Kemampuan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah yang dimaksud adalah siswa mampu memberikan penjelasan dengan benar mengenai hubungan antara informasi yang terdapat dalam masalah dengan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan menuliskan konsep yang digunakan dalam setiap langkah penyelesaian dengan benar dan tepat

4) Kemampuan menganalisis data

Kemampuan menganalisis data yang dimaksud adalah siswa mampu menilai pernyataan dengan benar disertai alasan dengan tepat.

2. Metode IMPROVE

a. Metode IMPROVE

Metode IMPROVE merupakan metode yang didesain pertama kali oleh Mevarech dan Kramarsky. Mereka mengatakan bahwa:

13


(33)

The methode involves three interdependent components: (a) facilitating both strategy acquisition and metacognitive processes; (b) learning in cooperative teams of four students with different prior knowledge:one high, two middle, and one low-achieving student; and (c) provision of feedback-corrective-enrichment that focuses on lower and higher cognitive processes.14

Metode IMPROVE terdiri dari tiga komponen yang saling

bergantungan: (a) memfasilitasi perolehan strategi dan proses metakognitif; (b) belajar dalam tim-tim kooperatif terdiri dari empat siswa dengan berbagai pengetahuan sebelumnya: satu tinggi, dua tengah dan satu siswa pencapaian rendah; (c) penyediaan umpan balik korektif-pengayaan yang memfokuskan pada proses kognitif yang lebih rendah dan lebih tinggi.

Mevarech dan Kramarsky menyebutkan bahwa IMPROVE

merupakan akronim yang mempresentasikan semua tahap dalam metode ini, yaitu:

Introducing new concepts, Metacognitive questioning, Practicing,

Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery,

Verification, and Enrichment.15

Pertanyaan metakognitif menjadi kunci utama yang harus disajikan oleh guru dalam metode ini. Menurut Kramarski dan Mizrachi pertanyaan metakognitif meliputi, sebagai berikut:

1) The comprehension questions were designed to promp students to reflect on the problem/task before solving it. In addressing a comprehension question, students had to read the problem/task aloud, describe the task in their own words and try to understand what the

14

Zemira R. Mevarech dan Bracha Kramarski, IMPROVE: A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classrooms, American Educational Research Journal, Vol. 34, 1997, h. 369.

15 Ibid.


(34)

16

task/concepts mean.16 Pertanyaan pemahaman mendorong siswa membaca soal, menggambarkan suatu konsep dengan kata-kata sendiri, dan mencoba memahami makna suatu konsep. Adapun contoh dari pertanyaan pemahaman, yaitu: Keseluruhan masalah ini tentang apa? 2) The connection question were designed to prompt students to focus on

similarities and differences between the problem/task they work on and the problem/task or set of problems/task taht they had already solved.17

Pertanyaan koneksi merupakan mendorong siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan suatu konsep/permasalahan. Adapun contoh dari pertanyaan koneksi, yaitu: Apa persamaan dan perbedaan antara permasalahan saat ini dengan permasalah yang telah dipecahkan sebelumnya?

3) The strategic questions were designed to promp students to consiedr which strategies are approriate for solving the given problem/task and for what reasons.18 Pertanyaan strategi mendorong siswa untuk mempertimbangkan strategi yang cocok dalam menyelesaikan masalah yang diberikan serta menyertakan alasan pemilihan strategi tersebut. Adapun contoh dari pertanyaan strategi, yaitu: Strategi, taktik atau prinsip apa yang cocok untuk memecahkan masalah tersebut ?

4) The reflection questions were designed to promp srudents to reflect on the understanding and feelings during the solution process.19

Pertanyaan refleksi merupakan pertanyaan yang mendorong siswa untuk bertanya pada diri sendiri mengenai proses penyelesaian. Adapun contoh dari pertanyaan refleksi, meliputi :“ what am I doing?”; “does

it make sense?”; “What difficulties/feeling I face in solvingthe task?”;

16

Bracha Kramarski dan Nava Mizrachi, Enhancing Mathematical Literacy With The Use Of Metacognitive Guidance In Forum Discussion, Proceedings of the 28th Conference of the International Group for Psychology of Mathematics Education,Vol 3, 2004, h .171.

17 Ibid. 18

Ibid., h. 172

19 Ibid.


(35)

“How can I verify the solution?”; “Can I verify the solutin?”; “Can I

use another approach for solving the task?”20

Menurut Mevarech dan Kramarski, “The metacognitive questions were constructed and arranged to follow the 4-stage model of the problem-solving process: orientation and problem identification, organization,

execution, and evaluation.”21

Maksudnya, pertanyaan metakognisi dibangun dengan berdasarkan 4 tahap proses pemecahan masalah yaitu orientasi dan identifikasi masalah, organisasi, pelaksanaan dan evaluasi. Melalui pertanyaan metakognitif ini diharapkan akan membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Selain menekankan pada kegiatan metakognisi, metode IMPROVE juga berorientasi pada interaksi dengan teman sebaya dan proses sistematik umpan balik-perbaikan-pengayan. Interaksi dengan teman sebaya merupakan salah satu kegiatan yang memberikan keuntungan bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Melalui interaksi ini, siswa dapat berbagi pendapat dan memperkaya pengetahuannya. Hal

ini didukung oleh Slavin yang mengatakan bahwa “Peer interaction provide ample opportunies for students to articulate their though, explain their mathematical reasoning.”22. Maksudnya, interaksi dengan teman sebaya memberikan banyak manfaat bagi siswa untuk mengungkapkan pikiran mereka, dan menjelaskan pemahaman mereka. Sedangkan, proses sistematik mengenai umpan balik-perbaikan-pengayaan ( feedback-corrective-enrichment), diberikan pada akhir setiap pertemuan. Pemberian tes sebagai umpan balik untuk mengetahui penguasaan materi yang telah dicapai siswa. Siswa yang belum mencapai kriteria keahlian pada tes diberikan kegiatan perbaikan, sedangkan siswa yang telah mencapai kriteria keahlian diberikan kegiatan pengayaan.

20 Ibid. 21

Kramarski, op. cit., h. 370.

22 Ibid.


(36)

18

Adapun tujuan diberikannya kegiatan perbaikan yaitu untuk meningkatakan penguasaan terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, terutama untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa. Sedangkan kegiatan pengayaan dimaksud untuk meningkatkan dan mempertahankan hasil belajar siswa yang telah dicapai serta sebagai salah satu cara dalam mengembangkan potensi siswa secara optimal karena dalam kegiatan ini, siswa diberi kesempatan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuannya.

Kegiatan perbaikan dan pengayaan diperlukan dalam rangka ketuntasan belajar dan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mavarech

menunjukkan bahwa Implementing feedback-corrective-enrichment

activities in either cooperative or individualized settings promoted higer mathematics achievement than learning in cooperative/individualized setting with no feedback-corrective-enrichment.23 Maksudnya, pelaksanaan kegiatan umpan balik korektif-pengayaan dalam pengaturan kelompok ataupun individual lebih tinggi prestasi belajar matematikanya daripada belajar dengan pengaturan kelompok atau individual tanpa umpan balik korektif-pengayaan.

b. Teori Belajar yang Mendasari Metode IMPROVE

1) Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme memahami belajar sebagai proses

pembentukan (konstruksi) pengetahuan. According to constructivist

theories, “learning occurs not by recording information but by

interpreting it”.24 Maksudnya, bahwa belajar terjadi tidak dengan merekam informasi tetapi dengan menafsirkanya. Ketika siswa menemukan informasi atau pengetahuan baru, mereka akan mencoba untuk menghubungkanya dengan pengetahuan sebelumnya. Sementara

23

Ibid., h 371

24


(37)

Piaget, sebagaimana dikutip oleh Siregar dan Nara, mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman baru.25 Hal tersebut, senada dengan pendapat Trianto, yang mengatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan tersebut tidak sesuai.26

Menurut teori ini, guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa atau bukan lagi pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan cara memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Kaitannya dengan pembelajaran matematika, Cobb mengatakan sebagaimana dikutip oleh Suherman bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan matematika.27 Guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya

Mengingat bahwa konstruksi pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga dengan menerapkan pembelajaran kooperatif akan sangat menguntungkan bagi siswa karena keragaman pengetahuan siswa dapat dimanfaatkan selama interaksi yang terjadi dalam kelompok kecil sehingga siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan teman satu kelompok.

25

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.39

26

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010) Cet.2, h. 74.

27

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, ( Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 71


(38)

20

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme merupakan teori belajar yang mendorong siswa untuk aktif dalam rangka menemukan sendiri pengetahuan atau suatu konsep, sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dalam rangka membimbing siswa menemukan konsep tersebut. Melalui pembelajaran kooperatif akan memudahkan siswa menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan anggota kelompoknya.

Kaitan antara konstruktivisme dengan metode IMPROVE, bahwa metode ini dilandasi oleh teori konstruktivisme. Hal ini terlihat dari implementasi pembelajaran konstruktivisme pada salah satu tahapan dalam metode ini, yaitu pada tahap Introducing New Concepts (Mengenalkan Konsep Baru). Guru tidak langsung memberikan suatu konsep baru secara langsung, tetapi meminta siswa berpartisipasi secara aktif terhadap kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka menemukan konsep. Selain itu pada tahap Introducing New Concept hingga tahap Review and reducing

siswa diminta duduk secara berkelompok dengan tujuan agar siswa dapat berdiskusi dan bertukar pengetahuan sehingga memudahkan mereka menemukan dan memahami konsep dengan baik.

2) Teori Metakognisi

Matlin menyatakan: ”metacognition is our knowledge, awareness,

and control of our cognitive process.”28

Maksudnya, metokognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi pada diri sendiri. Tidak berbeda jauh dengan pendapat Wellman yang

menyatakan bahwa “Metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a

28

Dwi Purnomo, Proses Metakognisi dan Pemikiran Konsep dalam Matematika, 2014, h. 8, tersedia : http://dwipurnomoikipbu.files.wordpress.com/2014/02/makalah-tentang-proses-metakognisi.pdf.


(39)

„person‟s cognition about cognition.”29

Maksudnya, metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri.

Menurut Schoenfeld, sebagaimana dikutip oleh Purnomo bahwa metakognisi sebagai pemikiran tentang pemikiran sendiri merupakan interaksi antara tiga aspek penting yaitu: pengetahuan tentang proses berpikir sendiri, pengontrolan atau pengaturan diri, serta keyakinan dan intuisi. 30 Interaksi ini sangat penting karena dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai proses kognitif, dapat membantu untuk mengatur hal-hal disekitar dan menyeleksi strategi-strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif selanjutnya. Contohnya, ketika kita menyadari bahwa kita sering lupa atau kurang memahami suatu konsep matematika dan kita sadar bahwa konsep itu sulit dibandingkan dengan konsep lain, sehingga kita perlu memilih cara tertentu, misalnya dengan menggaris bawahi pengertian dan konsep tersebut yang sehingga dapat membantu kita memahami dan mengingat yang kita lupa tadi.

Pengertian metakognisi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri.

Metakognisi mempunyai kelebihan dimana seseorang mencoba

merenungkan cara berpikir atau merenungkan proses kognitif yang

dilakukannya. Dengan demikian aktivitas seperti merencanakan

bagaimana pendekatan yang diberikan pada tugas-tugas pembelajaran, memonitor kemampuan dan mengevaluasi rencana dalam rangka melaksanakan tugas merupakan sifat-sifat alami dari metakognisi. Kaitan antara kemampuan metakognisi dengan strategi berpikir adalah bahwa

29

Khamim Thohari, Menyelesaikan Permasalahan Matematika dengan Metakognisi, 2014, h.4, tersedia : http://karinakiki.files.wordpress.com/2012/06/metakognisi.pdf.

30


(40)

22

kemampuan metakognisi menyediakan cara mengendalikan berpikir yang pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan dalam berpikir kritis (critical thinking).31

Jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognisi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap perencanan, memilih strategi yang tepat dan sesuai masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih. Kemudian melakukan refleksi berupa mengubah kebiasaan belajar dan strateginya jika diperlukan, apabila

hal itu dipandang tidak cocok lagi dengan kebutuhan

lingkungannya.32

Menurut Flavell, sebagaiman dikutip oleh Purnomo, mengatakan bahwa metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive exprience or regulation).33 Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang digunakan untuk mengarahkan proses berpikir kita sendiri. Pengarahan proses berpikir ini dapat dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pemonitoring dan pengevaluasian. Aktivitas-aktivitas ini disebut juga sebagai strategi metakognisi atau keterampilan metakognisi yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Berkaitan dengan hubungan antara aktivitas metakognisi dengan penyelesaian masalah matematika, beberapa peneliti, seperti halnya Yong dan King, Panaoura dan Gama, sebagaiman dikutip oleh Purnomo mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalah turut dipengaruhi oleh aktivitas metakognisinya.34 Dalam proses penyelesaian masalah matematika terjadi intraksi antara aktivitas kognitif dan metakognisi. Aktivitas kognitif terbatas pada bagaimana informasi diproses untuk mencapai tujuan, sedangkan aktivitas metakognisi penekanannya pada kesadaran seseorang terhadap apa yang dilakukannya.

31

Ibid., h.11

32

Ibid., h.10

33

Ibid., h. 7-8

34


(41)

Penyelesaian masalah akan diawali dengan bagaimana siswa mengenali masalah tersebut, kemudian memutuskan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut sampai dengan bagaimana mengevaluasi hasil yang telah dibuat. Jika dikaitkan dengan hubungannya dalam pembelajaran, Dawson dan Fuhcer mengemukakan bahwa siswa-siswa yang menggunakan metakognisinya dengan baik akan menjadi pemikir kritis, problem solver yang baik, serta pengambil keputusan yang baik dari pada mereka tidak menggunakan metakognisinya.35

Kaitan antara metakognisi dengan konstruksi pengetahuan bahwa konstruksi pengetahuan merupakan proses kognitif internal yang dilakukan oleh siswa secara individu, sehingga diperlukan suatu cara untuk melatih siswa mengatur diri dalam pembelajaran. Menurut Mavarech dan Kramarsky adalah :

One way is by formulating and answering questions that focus on informaion processing producere. Because knowledge construction occurs when individuals generate relationships between the newly encountered information and their prior knowledge.36

Maksudnya bahwa salah satu cara melatih siswa mengatur diri dalam pembelajaran dengan merumuskan dan menjawab pertanyaan yang berfokus pada prosedur pengelolahan informasi. Karena konstruksi pengetahuan terjadi ketika individu menghasilkan hubungan antara informasi yang baru ditemui dengan pengetahuan mereka sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berfokus pada struktur masalah, hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sebelumnya dan strategi/taktik/prinsip-prinsip tertentu yang sesuai untuk memecahkan masalah.

Kaitanya metakognisi dengan metode IMPROVE bahwa metakognisi merupakan salah satu unsur utama dalam penerapan metode IMPROVE. Hal ini terlihat pada beberapa tahapan dalam metode ini yang memfasilitasi perolehan strategi dan proses metakognitif siswa, yaitu pada

35

Ibid., h.16

36


(42)

24

tahap Introducing New Concepts, siswa diminta menyelesaikan contoh masalah yang telah diberikan dengan bantuan 3 kartu yang berisi pertanyaan metakognisi. Pertanyaan tersebut meliputi pertanyaan pemahaman, pertanyaan strategi dan pertanyaan koneksi. Selain itu pada tahap Metacognitive questioning, Practicing, siswa kembali diminta menyelesaikan Lembar Latihan Soal (LLS) yang didalamnya dilengkapi pertanyaan metakognisi untuk membantu siswa menyelesaikan masalah.

c. Tahapan Metode IMPROVE

Berikut ini merupakan penjabaran sintak metode IMPROVE:37  Introducing New Concepts (Memperkenalkan konsep baru)

Pengenalan konsep baru berorientasi pada pengetahuan awal siswa. Dalam mengenalkan konsep baru, siswa difasilitasi dengan contoh masalah dengan memberi pertanyaan metakognisi dalam kelompok heterogen. Selama proses belajar, jika siswa mengalami kesulitan dalam menjelaskan pertanyaan metakognisi di contoh masalah, guru harus dapat mengarahkan agar siswa mamahami pertanyaan metakognisi.

Metacognitive questioning, Practicing (Latihan yang disertai dengan pertanyaan metakognisi)

Pada tahap ini siswa menyelesaikan contoh masalah yang telah diberikan dengan bantuan pertanyaan metakognisi. Dari contoh soal yang telah dibahas, siswa dipancing agar dapat mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang apabila tidak dapat dijawab oleh siswa lainnya, maka guru harus dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman agar siswa dapat berpikir secara metakognitif.

37

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) Cet.1, h. 256-257


(43)

Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery

(Meninjau ulang, mengurangi kesulitan, dan memperoleh

pengetahuan)

Pada tahap ini dilakukan tinjauan ulang terhadap jawaban siswa serta mengenai kekuatan dan kelemahan kinerja siswa dalam kerja sama kelompok. Pada tahap ini pula seharusnya sudah dapat terlihat apakah siswa telah menguasai materi secara menyeluruh atau belum, termasuk juga peran dan kemampuan individu dalam kinerja kelompok masing-masing.

Verification (Verifikasi)

Verifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang dikategorikan sudah mencapai kriteria keahlian dan yang belum mencapai kriteria keahlian. Identifikasi pencapaian hasil dijadikan umpan balik. Hasil umpan balik dipakai sebagai bahan orientasi pemberian kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan tahap berikutnya.

Enrichment (Pengayaan)

Tahap pengayaan mencangkup dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan perbaikan dan kegiatan pengayaan. Kegiatan perbaikan diberikan kepada siswa yang teridentifikasi belum mencapai kriteria keahlian, sedang kegiatan pengayaan diberikan kepada siswa yang sudah mencapai kriteria keahlian.

Metode IMPROVE mengharuskan siswa belajar dalam kelompok heterogen yang terdiri dai siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Oleh sebab itu, sebelum memulai pertemuan, seluruh siswa kelas ekperimen diminta mengerjakan 6 butir soal. Soal tersebut merupakan soal UASBN tahun 2013 mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan materi bilangan bulat dan bilangan pecahan. Nantinya hasil nilai tersebut digunakan sebagai dasar dalam pembentukan kelompok heterogen pada pertemuan pertama. Sedangkan, pada setiap pertemuan selanjutnya, kelompok heterogen dibentuk dengan berdasarkan hasil kuis pertemuan


(44)

26

sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan heterogenitas kelompok.

Adapun penjabaran langkah-langkah metode IMPROVE dalam

penelitian ini meliputi:

Tabel 2.1

Tahap Metode IMPROVE

Tahap Langkah-Langkah

Introducing New Concepts

 Siswa diminta berpartisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menemukan konsep

 Guru mengarahkan siswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil kegiatan.

 Guru memberikan pengembangan materi berdasarkan kesimpulan

 Siswa diminta duduk secara berkelompok berdasarkan kelompok heterogen yang telah dibentuk oleh guru

 Guru memberikan contoh masalah berkaitan dengan materi yang dipelajari

 Guru memberikan 3 kartu berisi pertanyaan metakognitif kepada masing-masing kelompok

 Setiap kelompok diminta mendiskusikan dan mempresentasikan jawaban dari kartu yang berisi pertanyaan metakognitif dan penyelesaian masalah berdasarkan rencana yang telah dibuat.

Metacognitive questioning, Practicing

 Guru membagikan Lembar Latihan Soal (LLS) terkait dengan materi yang sedang dipelajari

 Siswa diminta mengerjakan LLS yang telah dibagikan dengan berdiskusi bersama kelompok

Review and Reducing Difficulties

 Guru meminta perwakilan kelompok untuk menuliskan salah satu jawaban dari soal yang terdapat pada LLS di papan tulis dan kemudian

mempresentasikannya

 Guru mengevaluasi jawaban siswa dan memberikan penguatan atas jawaban siswa serta memberikan solusi terhadap kesulitan yang ditemui siswa.

Obtaining Mastery

 Siswa diminta tidak lagi duduk berkelompok dan mengerjakan kuis yang telah diberikan oleh guru

Verification  Guru mengidentifikasi siswa yang telah mencapai kriteria keahlian atau

belum, dengan melihat hasil kuis.

Enrichment

 Siswa dengan nilai kuis ≥ 75 diberikan soal pengayaan dan diminta

mengerjakan soal tersebut di rumah

 Siswa yang belum dengan nilai kuis < 75 diberikan kegiatan perbaikan setelah proses pembelajaran selesai dengan didampingi oleh guru


(45)

3. Metode Konvensional

Konvensional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional. Jadi metode konvensional adalah metode klasikan yang sering digunakan guru seperti yang sering dipakai disekolah setiap harinya. Metode yang digunakan di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian adalah metode ekspositori.

Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal.38 Pada pembelajaran dengan metode ekspositori, dominasi guru banyak berkurang karena guru tidak terus menerus bicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengarkan dan membuat catatan, tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya apabila tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi kepada siswa secara individual dan klasikal.

Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori, yaitu :39

a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini.

b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

38

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. VI, h.179

39 Ibid.


(46)

28

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan referensi oleh penulis, diantaranya

1) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jesyich Anjras Purnamadewi (2013)

berjudul “Keefektifan Pembelajaran metode IMPROVE dengan Pendekatan PMRI terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VII Materi Segiempat.” Dalam studi PTK diketahui bahwa faktor yang menyebabkan rata-rata hasil belajar siswa pada aspek kemampuan

pemecahan masalah menggunakan pembelajaran metode IMPROVE

dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa pada aspek kemampuan pemecahan masalah menggunakan pembelajaran ekspositori yaitu pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil sehingga siswa dapat berdiskusi dalam menyelesaiakan masalah.40

2) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zemira R. Mevarech dan Bracha Kramarski yang berjudul Metacognitive Discourse in Mathematics Classrooms. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Students who were exposed to the metacognitive instruction within cooperative settings were better able than their counterparts in the CL condition to express their mathematical idea.41

C. Kerangka Berpikir

Berpikir kritis matematis adalah kemampuan untuk memahami konsep matematika atau menentukan solusi dari permasalahan matematika dengan menggunakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika dan strategi kognitif secara reflektif. Kemampuan yang diukur dalam berpikir kritis matematis meliputi: kemampuan mengenal masalah, menemukan cara yang

40

Jesyich Anjras Purnamadewi, “Keefektifan Pembelajaran metode IMPROVE dengan

pendekatan PMRI terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VII Materi Segiempat.”

Skripsi pada Jurusan Matematika FMIPA UNESA, 2013, h.88-89

41

Bracha Kramarski dan Nava Mizrachi, Metacognitive Discourse in Mathematics Classrooms. European Research in Mathematics Education III. h.1


(47)

dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah, mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah dan menganalisis data. Dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan adanya kesadaran diri untuk dapat mengontrol proses berpikir dalam memecahkan masalah (metakognitif). Kaitan antara kemampuan metakognisi dengan strategi berpikir adalah bahwa kemampuan metakognisi menyediakan cara mengendalikan berpikir yang pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan dalam berpikir kritis (critical thinking).42

Metode IMPROVE merupakan salah satu metode pembelajaran yang didasari oleh teori konstruktivisme dan teori metakognisi. Melalui pertanyaan metakognitif yang merupakan salah satu komponen penting dalam metode

IMPROVE, kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang. Hal ini didukung oleh pendapat Paul, sebagaimana dikutip oleh Fisher, bahwa satu-satunya cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis

seseorang ialah melalui „berpikir tentang pemikiran diri sendiri‟ (atau sering disebut „metakognisi‟).43 Selain itu, Pembelajaran dalam kelompok-kelompok heterogen yang diterapkan pada metode ini memberikan keuntungan bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hal ini didukung oleh Resnick, sebagaimana dikutip oleh Suwarman bahwa interaksi sosial pada siswa dapat melatih mereka berpikir dengan baik.44 Dengan demikian, diduga metode IMPROVE dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir penelitian dapat disajikan pada bagan berikut:

42

Purnomo, op.cit., h.11

43

Fisher, op. cit., h. 4-5. 44


(48)

30

Enrichment

Obtaining mastery

Verification

Solusi:

Metode IMPROVE

Kemampuan berpikir kritis matematis siswa kurang berkembang

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Meningkat Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Introducing New Concepts Metacognitive Questioning, Practicing Review and Reducing Difficulies

Kemampuan berpikir kritis yang berkembang:

Mengenal masalah Menemukan cara-cara

yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah Mengenal adanya

hubungan yang logis antara masalah-masalah Menganalisis data Kegiatan yang dilakukan :

 Siswa diminta

berpartisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menemukan konsep  Guru mengarahkan siswa

menarik kesimpulan berdasarkan hasil kegiatan.  Guru memberikan

pengembangan materi berdasarkan kesimpulan  Guru memberikan contoh

masalah

 Guru membagikan kartu yang berisi pertanyaan metakognitif

 Setiap kelompok diminta mendiskusikan dan mempresentasikan

jawaban dari kartu tersebut dan penyelesaian dari masalah berdasarkan rencana yang telah dibuat.

Kegiatan yang dilakukan :

Siswa menyelesaikan Lembar Latihan Soal (LLS) dengan berdiskusi bersama kelompok

Kegiatan yang dilakukan :

Siswa diminta mempresentasikan hasil diskusi Guru mengulas dan

membahas kesulitan yang dialami siswa, sekaligus


(49)

D. Hipotesis Penelitian

Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan metode

IMPROVE lebih tinggi dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan menggunakan metode konvensional.


(50)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 2 Ciganjur yang beralamat di Jl. R. Moh. Kahfi I, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, selama bulan Agustus 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode IMPROVE

terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Metode eksperimen merupakan suatu metode penelitian yang paling tepat untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh yang diakibatkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dikarenakan keterbatasan dalam menempatkan subyek secara random ke dalam kelompok-kelompok atau kelas-kelas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental).1

Penelitian ini dilakukan dengan membagi kelompok yang diteliti menjadi dua kelompok pengamatan, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol adalah kelompok yang diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional dan kelompok ekperimen adalah kelompok yang diberi treatment (perlakuan khusus) berupa pembelajaran dengan menggunakan metode IMPROVE.

Penelitian ini menggunakan desain Randomized Posttest-Only Control Group Design. Berikut adalah tabel dengan desain penelitian Randomized Posttest – Only Control Group Design:

1


(51)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

E = Kelompok eksperimen

K = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan dengan metode IMPROVE

XK = Perlakuan dengan metode konvensional

Y = Posttest yang diberikan kepada kedua kelompok

Kelompok ekperimen maupun kelompok kontrol memiliki

karakteristik yang sama atau homogen, karena diambil secara acak (random) dari semua kelas yang dianggap homogen. Dalam desain ini kelompok

ekperimen diberikan metode IMPROVE dalam proses pembelajaran

sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan khusus, tetapi perlakuan seperti biasanya yaitu metode konvensional. Setelah perlakuan selesai diberikan, kedua kelompok diberikan tes akhir atau posttest untuk mengetahui perbedaan dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa akibat perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok yang akan menunjukan pengaruh dari perlakuan yang diberikan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh peneliti sedemikian rupa sehingga setiap individu/variabel/data dapat dinyatakan dengan tepat apakah individu tersebut menjadi anggota atau

Kelompok Perlakuan Post Test

E XE Y


(52)

34

tidak.2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri 2 Ciganjur kelas VII semester ganjil tahun ajaran 20014/2015 yang terdiri dari 5 kelas

2. Sampel

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi yang karakteristiknya benar-benar diselidiki.3 Pengambilan sampel dilakukan secara Cluster Random Sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas secara acak dari lima kelas yang memiliki kemampuan yang setara. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas yang lain sebagai kelas kontrol. Dari lima kelas yang ada, kemudian diundi dan terpilih dua kelas yaitu VII-2 dan VII-3. Kemudian dari dua kelas tersebut diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan terpilih kelas VII-2 dengan jumlah siswa 37 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-3 dengan jumlah siswa 37 orang sebagai kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah nilai tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes kemampuan berpikir kritis matematis. Tes tersebut diberikan kepada kedua kelompok yang dijadikan sampel, kelas eksperimen, yaitu kelas VII-2 yang dalam proses pembelajarannya menggunakan metode IMPROVE dan kelas kontrol yaitu kelas VII-3 yang dalam proses pembelajarannya menggunakan metode konvensional. Tes kemampuan berpikir kritis matematis yang diberikan terdiri dari 14 butir soal berbentuk uraian dengan pokok bahasan bilangan bulat dan bilangan pecahan

2

Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010), h. 84.

3


(53)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Tes kemampuan berpikir matematis yang diberikan berupa soal-soal uraian dalam bentuk post test. Instrumen tersebut diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol berupa tes uraian sebanyak 14 butir soal pada pokok bahasan bilangan bulat dan bilangan pecahan, dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut adalah sama. Berikut adalah kisi-kisi Instrumen kemampuan berpikir kritis yang akan diuji cobakan :

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematis

Indikator Soal Indikator Berpikir Kritis Matematis

No. Butir Soal Jumlah Butir Soal

Membandingkan Dua Buah

Bilangan yang Berbeda Jenis Menganalisis Data 1 1 Mengurutkan Berbagai Jenis

Bilangan Menganalisis data 2 1

Menentukan Hasil Operasi Bilangan Bulat dengan Menggunakan

Berbagai Sifat Operasi

Menemukan Cara yang Dapat Dipakai untuk Menyelesaikan Masalah 3a

2

Mengenal adanya Hubungan yang Logis

antara Masalah-Masalah 3b

Menyelesaikan Masalah Sehari-hari Berkaitan dengan operasi Bilangan

Bulat

Mengenal Masalah 4a

3

Mengenal adanya Hubungan yang Logis

antara Masalah-Masalah 4b Menemukan Cara yang Dapat Dipakai untuk

Menyelesaikan Masalah 4c Menentukan Hasil Operasi

Perpangkatan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Sifat

Perpangkatan

Menemukan Cara yang Dapat Dipakai untuk Menyelesaikan Masalah 5a

2

Mengenal adanya Hubungan yang Logis

antara Masalah-Masalah 5b Menentukan Hasil Operasi Hitung

Bilangan Pecahan dengan Menggunakan berbagai Sifat

Operasi

Menemukan Cara yang Dapat Dipakai untuk Menyelesaikan Masalah 6a

2

Mengenal adanya Hubungan yang Logis

antara Masalah-Masalah 6b

Menyelesaikan Masalah Sehari-hari Berkaitan dengan Operasi Bilangan

Pecahan

Mengenal Masalah 7a

3

Mengenal adanya Hubungan yang Logis

antara Masalah-Masalah 7b Menemukan Cara yang Dapat Dipakai untuk

Menyelesaikan Masalah 7c


(1)

(2)

Lampiran 43


(3)

Tabel

Minimum values of CVR

One tailed test, p = .05

No. of Panelists Minimum Value

5 .99

6 .99

7 .99

8 .85

9 .78

10 .62

11 .59

12 .56

13 .54

14 .51

15 .49

20 .42

25 .37

30 .33

35 .31


(4)

(5)

(6)

Lampiran 46

KEMENTRIAN AGAMA

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2

CIGANJUR KOTA JAKARTA SELATAN Alamat Jl. R. Mohammad Kahfi I no. 34 Ciganjur Jagakarsa

Jakarta Selatan 12630

Telp/Faks (021)7270822 e-mail : mts@plasa.com

SURAT KETERANGAN

Nomor : MTs.09.01.02/PP.005/362/2014

Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Ciganjur, Menerangkan bahwa :

Nama Lengkap : Indah Permatasari

NIM : 1110017000024

Jurusan : Pendidikan Matematika Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S1)

Semester : 8 (Delapan)

Bahwa nama tersebut telah melaksanakan penelitian/riset di MTs Negeri 2 Jakarta pada tanggal 11 Agustus s/d 5 September 2014 dalam rangka menyusun Skripsi

yang berjudul “Pengaruh Metode IMPROVE Terhadap Kemampuan Berpikir

Kritis Matematis Siswa”

Demikian surat keterangan ini kami buat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.