Tata Cara Penelitian METODE PENELITIAN
Setelah herba kering kemudian dibuat menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 dengan tujuan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam
herba Sonchus arvensis L. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang sudah diayak, dimasukkan
ke dalam moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan bobot A, setelah itu
dipanaskan pada suhu 110105 C selama 15 menit. Serbuk kering Sonchus
arvensis L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan bobot B. perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang
merupakan kadar air serbuk Sonchus arvensis L. 5. Pembuatan etanol 50
Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96 diencerkan dengan menggunakan aquadest sehingga konsentrasinya menjadi 50.
6. Pembuatan esktrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. Sebanyak 50 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. diekstraksi secara
maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 400 ml pelarut etanol 50 dan digojog dengan menggunakan shaker selama 3 x 24 jam. Pada hari ke-4 kemudian di re-
maserasi dengan 100 ml pelarut etanol. Tujuan dilarutkan dalam pelarut etanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. dapat larut
dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang
telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi diuapkan
di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu 80°C untuk mendapatkan ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L. yang kental.
7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol : air herba
Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat. Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental
– berat cawan kosong ����−���� �
= � �.1 + � �.2 + � �.3 + � �.4 + � �.5 + rep.6 + rep.7 + rep.8 + rep. 9
9 = 5.84 g + 7.19 g + 5.77 g + 7.07 g + 6.13 g + 7.79 g + 5.1 g + 6.92 g + 5 g
9 Rata-rata rendemen yang didapat adalah 6,31 g
8. Penetapan dosis ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan
pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut.
D x BB = C x V D x BB tertinggi tikus kgBB = C ekstrak mgml x 2,5 ml
D x 250 gkgBB = 150 mgml x 2.5 ml D = 1,5 gkgBB
Dosis tertinggi 1,5 gKgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor kelipatan 2, sehingga didapatkan
dosis I sebesar 0,375 gkgBB dan dosis II sebesar 0,75 gkgBB. 9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida bisa menyebabkan kerusakan hati tikus. Dosis
hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 mlkgBB karbon tetraklorida dalam olive oil, terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-
AST pada tikus bila diberikan secara peroral p.o. 10. Penetapan waktu pencuplikan darah
Berdasarkan penelitian Parmar, Vasrambhai, dan Kalia 2010 meunjukkan bahwa aktivitas ALT serum tikus terangsang karbon tetraklorida, 2mLkgBB
mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun hingga mendekati normal.
11. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. Lama waktu pemejanan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L
dilakukan selama enam hari berturut-turut dan kemudian pada hari ketujuh diberikan senyawa hepatotoksik dan kemudian diukur aktivitas serum ALT-
ASTnya sesuai dengan hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah. 12. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam enam kelompok sebagai berikut.
a. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL.kgBB secara intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji
diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT dan AST b. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil secara
intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
c. Kelompok III merupakan kontrol ekstrak yaitu pemberian ekstrak etanol 50 - air tanaman Sonchus arvensis L. dengan dosis tertinggi yaitu 1,5 gkgBB
selama enam hari berturut-turut secara p.o. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
d. Kelompok IV dosis I diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o
e. Kelompol V dosis II diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,750 g kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o
f. Kelompok VI dosis III diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 gkgBB selama enam hari berturut-turut secara p.o
Pada hari ke tujuh kelompok IV,V, dan VI diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB secara intraperitonial dengan waktu yang sama dengan
pemberian ekstrak. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
13. Pembuatan serum Setiap tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata menggunakan
pipa kapiler kemudian darah ditampung di tabung Eppendorf. Darah yang telah
diambil kemudian didiamkan selama 15 menit, lalu di sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatant diambil dengan menggunakan
micropipette dan disentrifugasi lagi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette.
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab-
200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada
panjang gelombang 340nm, dan diyatakan dengan satuan UL. Pengukuran serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum
dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250
µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit. Pengukuran serum AST dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum
dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250
µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit.
15. Perhitungan efek hepatoprotektif Perhitungan efek hepatoprotektif diperoleh dengan menggunakan rumus:
x 100 x 100
Wakchaure, Jain, Singhai, Somani, 2013.