digunakan adalah etanol 50 karena senyawa hipotesis yang diketahui adalah glikosida fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar. Etanol 50 dipilih karena
bersifat lebih polar dengan perbandingan 1:1 dan sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai
aktivitas berarti namun seringkali menimbulkan masalah farmasetis seperti terjadinya pengendapan yang sulit dihilangkan pada ekstrak Wijesekera, 1991.
Penelitian Khan, Khan, Sahreen Shah 2012 menyatakan potensi aktivitas antioksidan yang kuat diperoleh dari fraksi methanol herba Sonchus arvensis L.
Pada metode maserasi ini serbuk direndam selama 72 jam sambil digojog. Proses perendaman akan menyebabkan penyari dapat menembus dinding sel lalu
masuk ke dalam sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam penyari karena adanya perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel. Penggojogan
berfungsi untuk meratakan distribusi larutan di luar serbuk sehingga konsentrasinya akan tetap merata.
Hasil dari maserasi dan re-maserasi didapatkan ekstrak etanol cair yang kemudian dicampur dan diuapkan dengan vacuum evaporator. Selanjutnya
diuapkan kembali dalam cawan porselen diatas waterbath sehingga didapatkan ekstrak kental dengan bobot tetap.
Parameter standarisasi ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dilihat dari bobot tetap yang bertujuan untuk menghitung sisa zat dengan bobot tetap
setelah dilakukan pengeringan. Ekstrak dalam cawan ditimbang setiap dua jam selama 10 jam atau hingga bobot konstan. Hasil dari proses pengeringan
didapatkan bahwa tidak ada perubahan bobot ekstrak etanol 50 herba Sonchus
arvensis L. pada jam ke-8 dan 10 serta susut pengeringan sebesar 0,5 mg pada 2 kali penimbangan berturut-turut. Sehingga diketahui pelarut penyari ekstrak sudah
tidak ada. Penelitian ini menggunakan waktu pengeringan 10 jam untuk mendapatkan bobot tetap ekstrak etanol 50 herba Sonchus avensis L. hasil yang
diperoleh menunjukkan sebanyak 450 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. menghasilkan 9 cawan ekstrak kental. Diperoleh rata-rata rendemen dari masing-
masing cawan 6,31 g ekstrak kental. Pada pembuatan 450 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. menghasilkan 56,79 g ekstrak kental, dengan rendemen
12,61. D.
Uji Pendahuluan 1.
Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Dosis hepatotoksik karbon tetraklorida adalah dosis dimana senyawa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati yang ditunjukkan dengan
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Kenaikan serum ALT dan AST 3-4 kali lipat menunjukkan kerusakan berupa steatosis pada hati tikus Zimmerman,
1999. Windrawati 2013 dan Al-Olayan et al., 2014 menyebutkan bahwa karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLKgBB mampu meningkatkan aktivitas
ALT kurang lebih sebesar 3 kali lipat dan AST sebesar empat kali lipat dari semula dan menginduksi hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian.
2. Penentuan dosis ekstrak herba Sonchus arvensis L.
Penentuan dosis ekstrak dihitung berdasarkan konsentrasi tertinggi herba Sonchus arvensis L. yaitu, 15. Dari konsentrasi tersebut, dosis tertinggi yang
dapat dibuat yaitu, 1,5 gKgBB. Pada penelitian ini digunakan 3 peringkat dosis
dengan faktor kelipatan 2 sehingga dosis yang digunakan adalah dosis rendah 0,375 gkgBB, dosis tengah 0,75 gkgBB dan dosis tinggi 1,5 gkgBB.
3. Penetuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan bertujuan untuk mengetahui waktu karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB menimbulkan ketoksikan yang maksimal,
ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada selang waktu tertentu. Karbon tetraklorida 2 mLkgBB diberikan secara i.p pada
tikus dan kemudian dilakukan pencuplikan darah pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam. Hasil uji aktivitas serum ALT ditampilan pada tabel III dan gambar 5.
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mgKgBB
Selang Waktu Jam Purata aktivitas serum ALT ± SE UL
54,0 ± 3,5 24
198,4 ± 23,8 48
74,0 ± 8,2
Hasil analisis statistik serum ALT menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen, sehingga data dapat dianalisis menggunakan analisis
variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum ALT menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 p0,05, yang berarti bahwa
terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Oleh karena itu untuk melihat perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe
aktivitas serum ditunjukkan pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan
48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Kelompok Jam ke-0
jam ke- 24
jam ke-48 Jam ke-0
BB BTB
Jam ke-24 BB
BB Jam ke-48
BTB BB
Keterangan: BB = Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05
Dari tabel III dan gambar 4 terlihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling tinggi ditunjukkan pada jam ke-24 198,4 ± 23,8 UL. jika dibandingkan
dengan jam ke-0 54,0 ± 3,5 aktivitas serum mengalami kenaikan sekitar 3 kali, sedangkan pada pencuplikan darah ke-48 74,0 ± 8,2 aktivitas serum ALT telah
mengalami penurunan. Hal ini juga ditunjukkan pada tabel IV, aktivitas serum ALT pada jam ke-0 memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap jam ke-48,
yang berarti bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-48 telah kembali normal seperti pada jam ke-0.
Tabel V.
Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mgKgBB
Hasil analisis statistik serum AST menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen sehingga data dapat dianilis dengan menggunakan analisis
variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum AST menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 p0,05 yang berarti bahwa terdapat
perbedaan bermakna antar kelompok. Untuk melihat perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST ditampilkan
pada tabel VI.
Selang Waktu Jam Purata aktivitas serum ALT ± SE UL
100,2 ± 9,9 24
461,2 ± 46,2 48
177,2 ± 17,05
Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan
48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Kelompok Jam ke-0
jam ke-24 jam ke-48
Jam ke-0 BB
BTB Jam ke-24
BB BB
Jam ke-48 BTB
BB
Keterangan: BB = Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05
Dari tabel 5 dan gambar 6 terlihat bahwa aktivitas serum AST yang paling tinggi ditunjukkan pada jam ke-24
46,2 ± 46,2 UL. jika dibandingkan dengan jam ke-0 100,2 ± 9,9 UL aktivitas serum AST mengalami kenaikan sekitar 4
kali, sedangkan pada pencuplikan darah ke-48 177,2 ± 17,05 UL aktivitas serum AST telah mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil aktivitas serum ALT dan AST pada peneltian ini, karbon tetraklorida memiliki efek hepatotoksik yang paling tinggi pada jam ke-24,
sehingga waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklordia 2 mLkgBB secara i.p atau
intraperitoneal.
E. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 50 Herba Sonchus
arvensis L.
Pada penelitian ini dilihat efek hepatoprotektif dari dekok herba Sonchus
arvensis L. pada tiga peringkat dosis, yaitu peringkat dosis terkecil sebesar 0,375 gkgBB, dosis tengah sebesar 0,75 gkgBB, dan dosis tertinggi sebesar 1,5
gkgBB. Pemberian ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dilakukan secara per-oral selama enam hari berturut-turut kemudian diberikan hepatotoksin
karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal pada hari ke-
tujuh.efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan penurunan aktivitas serum ALT dan AST.
Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa distribusi data normal dengan signifikansi p0,05.
Kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA atau analisis variansi satu arah. Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan kelompok digunakan uji
LSD. Untuk data aktivitas serum AST menunjukkan menunjukkan nilai signifikansi 0,000 p0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa antar kelompok
terdapat perbedaan. Selanjutnya, untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan kelompok digunakan uji LSD. Aktivitas serum ALT dan AST Ul Data aktivitas
serum ALT dan AST ditampilkan dalam bentuk purata ± SE pada tabel VII, gambar 7 dan gambar 8.
Tabel VII. Purata ± aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur
Wistar pada kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan
Purata aktivitas
serum ALT ±SEUL
Efek hepatopro
tektif ALT
Purata aktivitas
serum AST
±SEUl Efek
hepatoprotektif AST
I Kontrol
hepatotoksi n karbon
tetraklorida 2
mLkgBB 198,4 ±
23,7 -
461,2 ± 46,2
-
II Kontrol
negatif olive oil
2mLkgBB 41,6 ± 2,34
- 99,2 ±
19,94 -
III Kontrol
EESA 1,5 gkgBB
47,4 ± 0,6 -
113,8 ± 8,31
-
IV EESA
0,375 gkgBB +
karbon tetraklorida
2 mLkgBB
72,8 ± 8,42 80,1
257 ± 52,57
56,41
V EESA 0,75
gkgBB + karbon
tetraklorida 2
mLkgBB 131,6 ±
23,57 42,6
314,0 ± 46,41
40,67
VI EESA 1,5
gkgBB + karbon
tetraklorida 2
mLkgBB 107,2±13,0
6 58,1
331,6 ± 39,25
35,81
Keterangan: EESA: Ekstrak Etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
Gambar 7. Grafik batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Gambar 8. Grafik batang purata aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Data serum ALT yang telah dianalisis dengan analisis variansi satu arah menunjukkan bahwa diantara keenam kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya,
untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok digunakan uji LSD p0,05. Hasil analisis dari uji LSD dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil uji LSD aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar
pada kelompok perlakuan
Kelompok Kontrol
hepatotok sin CCl
4
2 mLkgBB
Kontrol negatif
olive oil 2
mLkgB B
Kontr ol
EESA 1,5
gkgB B
EESA 0,375
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
EESA 0,75
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
EESA 1,5 gKgBB
+ CCl
4
2 mLkgB
B Kontrol
hepatotok sin CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BB
BB Kontrol
negatif olive oil 2
mLkgBB BB
BTB BTB
BB BB
Kontrol EESA 1,5
gkgBB BB
BTB BTB
BB BB
EESA 0,375
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
BB BTB
BTB BB
BTB
EESA 0,75
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BB
BTB
EESA 1,5 gKgBB +
CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BTB
BTB Keterangan:
EESA: Ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. BB: Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05
Data serum AST yang telah dianalisis dengan analisis variansi satu arah menunjukkan nilai signifikansi 0,000 p0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa
keenam kelompok terdapat perbedaan. Hasil dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel IX. Hasil uji LSD aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada
kelompok perlakuan
Kelompok Kontrol
hepatotok sin CCl
4
2 mLkgBB
Kontrol negatif
olive oil 2
mLkgB B
Kontr ol
EESA 1,5
gkgB B
EESA 0,375
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
EESA 0,75
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
EESA 1,5
gKgB B +
CCl
4
2 mLkg
BB Kontrol
hepatotok sin CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BB
BB Kontrol
negatif olive oil 2
mLkgBB BB
BTB BB
BB BB
Kontrol EESA 1,5
gkgBB BB
BTB BB
BB BB
EESA 0,375
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BTB
BTB
EESA 0,75
gKgBB + CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BTB
BTB
EESA 1,5 gKgBB +
CCl
4
2 mLkgBB
BB BB
BB BTB
BTB Keterangan: EESA: Ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
BB: Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05.
1. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Tujuan pengukuran aktivitas serum ALT dan serum AST pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB Kelompok I adalah mengetahui
pengaruh pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB terhadap hati tikus. Selain itu, kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2mLkgBB digunakan sebagai
patokan dalam menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. uji dilakukan berdasarkan penelitian dari Windrawati 2013
dan Al-Olayan, et al., 2014 dengan cara memberikan karbon tetraklorida 2 mLkgBB secara intraperitoneal pada tikus. Kemudian diambil darahnya 24 jam
kemudian untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST. Aktivitas serum ALT pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mLkgBB adalah
198,4 ± 23,7 Ul. Bila dibandingkan dengan kontrol negatif Olive oil 2 mLkgBB kelompok II sebesar 41,6 ± 2,34 Ul. Data dianalisis dengan uji
lanjutan uji LSD terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dan kontrol negatif olive oil Tabel VIII. Begitu pula dengan nilai
serum AST, aktivitas serum AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB sebesar 461,2 ± 46,2 Ul. Nilai serum AST kontrol negatif olive oil
2mLkgBB sebesar 99,2 ± 19,94 Ul Kelompok II, maka secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut Tabel IX.
Parameter utama terjadinya kerusakan hati adalah aktivitas serum ALT. hasil menunjukkan terjadi kerusakan ringan sel hati tikus, yaitu steatosis. Menurut
Zimmerman 1999, nilai serum ALT kerusakan hati ringan yang mengalami steatosis dapat meningkat hingga tiga kali lipat terhadap nilai normal dan nilai
serum AST meningkat hingga empat kali lipat terhadap nilai normal. Hasil penelitian menunjukkan serum AST yang meningkat sebesar 461,2
± 46,28 Ul
. serum AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB sebagai
parameter pendukung kerusakan sel hati menunjukkan adanya peningkatan terhadap kontrol negatif olive oil 2 mLkgBB.
2. Kontrol negatif olive oil 2mLkgBB
Pada penelitian ini kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil dengan dosis 2 mLkgBB. Olive oil merupakan pelarut dari hepatotoksin karbon
tetraklorida dengan dosis yang sama. Kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa olive oil sebagai pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh
dalam peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-0 selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas serum tersebut pada jam
ke-24. Purata aktivitas serum ALT dan AST kontrol negatif olive oil pada jam ke- 0 berturut-turut sebesar 57 ± 5,07 Ul dan 111,4 ± 11,8 tabel VII, sedangkan
purata aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-24 berturut-turut adalah 41,6 ± 2,34 dan 99,2 ± 8,92.
Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa distribusi data normal dengan signifikansi p0,05
dilanjutkan dengan uji T berpasangan untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-0 dibandingkan dengan jam ke-24. Dari hasil
uji T berpasangan Tabel XI, menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT dan AST pada hewan uji sebelum dan sesudah dipenjankan olive oil 2 mLkgBB secara
intraperitoneal berbeda tidak bermakna untuk AST yang berarti bahwa olive oil
tidak mempengaruhi peningkatan aktivitas AST sebagai pelarut CCl
4
, namun bila dibandingkan dengan kadar normal serum AST yaitu 46-81 UL Meeks and
Harrison, 1991 memang hasil yang didapatkan lebih tinggi. Namun ini disebabkan karena AST tidak spesifik di hati, enzim AST dapat ditemukan di otot
jantung, otot, ginjal, otak dan paru-paru, dan usus Lee, 2009. Sedangkan hasil untuk level ALT adalah berbeda bermakna yang berarti bahwa olive oil
menurunkan aktivitas ALT serum, tetapi karena nilai purata ALT serum masih dalam batas normal, yaitu 10-55 UL Thapa dan Walia, 2007, maka dapat
disimpulkan bahwa peningkatan aktivitas ALT pada jam ke-24 nantinya adalah merupakan pengaruh dari hepatotoksin karbon tetraklorida bukan dari pemberian
olive oil. Kelompok kontrol negatif olive oil 2 mLkgBB selanjutnya digunakan sebagai dasar nilai aktivitas serum ALT dan AST normal pada penelitian ini.
Tabel X. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian
olive oil dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Selang waktu jam
Purata aktivitas serum ALT ± SE Ul
Purata aktivitas serum AST ± SE Ul
57 ± 5,07 111,4 ± 11,8
24 41,6 ± 2,34
99,2 ± 8,92
Tabel XI. Hasil uji T berpasangan aktivitas serum ALT dan AST pemberian olive oil dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Selang waktu jam
Aktivitas serum ALT Aktivitas serum AST
Jam ke-0 Jam ke-24
Jam ke-0 Jam ke-24
Jam ke-0 BB
BTB Jam ke-24
BB BTB
Keterangan: BB: Berbeda bermakna p0,05, BTB: Berbeda tidak bermakna p0,05,
Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum ALT setelah pemberian olive oil dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum AST setelah pemberian olive oil dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
3. Kontrol ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 gkgBB
Kontrol ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas
serum ALT dan AST tanpa pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada jam ke-24. Dosis yang digunakan yaitu 1,5 gkgBB secara per-
oral yang merupakan peringkat dosis tertinggi dalam perlakuan. Dosis tersebut dipilih karena dianggap mewakili peringkat dosis I dan II ,sehingga jika pada
dosis tertinggi tidak terjadi kenaikan aktivitas ALT dan AST serum pada jam ke- 24 maka pada dosis I dan II juga tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan
serum ALT dan AST. Pada kelompok ini diperoleh data aktivitas serum ALT dan AST masing-masing sebesar 47,4 ± 0,68 dan 113,8 ± 8,31 Tabel VII.
Data aktivitas serum ALT kontrol ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 gkgBB dibandingkan dengan kontrol negative olive oil 2
mLkgBB memilliki perbedaan yang tidak bermakna tabel VIII. Begitu pula dengan aktivitas serum AST kontrol ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
dosis 1,5 gkgBB dengan kontrol negatif olive oil 2mLkgBB tabel IX. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT dan AST pada kedua kelompok
tersebut berada dalam range normal. Dengan demikian, pemberian ekstrak etanol herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 gkgBB tidak berpengaruh terhadap kenaikan
serum ALT dan AST.
4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
dosis 0,375;0,75;1,5 gkgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
Pada penelitian ini dilihat efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dengan tiga peringkat dosis, yaitu peringkat dosis
terkecil sebesar 0,375 gkgBB, dosis tengah sebesar 0,75 gkgBB, dan dosis tertinggi sebesar 1,5 gkgBB. Efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan penurunan
aktivitas serum ALT dan AST yang merupakan pengujian secara biokimia. Selain itu dapat juga dilakukan penggunaan histopatologi hati sebagai data pendukung
untuk penegasan terhadap hasil yang diperoleh secara biokimia. Hasil uji LSD tabel VIII dan IX, aktivitas serum ALT kelompok ekstrak
etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 mLkgBB mempunyai aktivitas ALT-serum 72,8 ± 8,42 Ul mempunyai keberbedaan bermakna terhadap
kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB tabel VII dan VIII. Aktivitas ALT-serum ini menunjukkan keberbedaan tidak bermakna
terhadap kelompok kontrol olive oil 2 mLkgBB namun aktivitas serum AST 257± 52,57 dari kelompok ekstrak etanol 50 Sonchus arvensis L. dosis 0,375
gkgBB pada perbandingan terhadap kelompok kontrol karbon tetraklorida 2 mLkgBB dan kontrol olive oil
2 mLkgBB mempunyai keberbedaan yang
bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB. Keberbedaan antara aktivitas ALT dan AST serum terhadap kontrol
hepatotoksin menunjukkan hasil yang berbeda dapat disebabkan karena enzim AST juga terdapat di miokardium, otot rangka, dan ginjal sehingga dapat
mempengaruhi hasil. Aktivitas ALT-serum lebih dijadikan patokan dalam
menentukan efek hepatoprotektif pada pemberian ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 gkgBB. Hasil analisa ini dapat menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 gkgBB mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT
serum tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida karena hasil yang didapatkan berbeda tidak bermakna dengan kontrol olive oil 2 mLkgBB. Efek
hepatoprotektif dari kelompok perlakuan sebesar 80,1 untuk ALT dan 56,41 untuk AST
Kelompok V merupakan kelompok perlakuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 gkgBB mempunyai aktivitas ALT-serum 131,6 ±
23,57 Ul dan AST-serum 314,0 ± 46,41 Ul mempunyai keberbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol karbon tetraklorida 2 mLkgBB dan kontrol olive oil 2
mLkgBB. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 gkgBB memiliki efek hepatoprotektif dengan
menurunkan aktivitas serum ALT dan AST, namun belum bisa kembali seperti keadaan normal akibat kerusakan yang ditimbulkan dari induksi karbon
tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari kelompok perlakuan Sonchus arvensis L. sebesar 42,6 untuk ALT dan 40,67 untuk AST.
Kelompok VI merupakan kelompok perlakuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis dosis 1,5 gkgBB aktivitas serum ALT dan AST berturut-turut
sebesar 107,2 ± 13,06 Ul dan 331,6 ± 39,25 Ul tabel VII. Hasil analisis menunjukkan aktivitas serum ALT dan AST memiliki perbedaan yang bermakna
dengan kelompok kontrol karbon tetraklorida 2 mLkgBB dan kontrol olive oil 2
mLkgBB. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 gkgBB memiliki efek hepatoprotektif dengan
menurunkan aktivitas serum ALT dan AST namun belum bisa kembali seperti keadaan normal akibat kerusakan yang ditimbulkan dari induksi karbon
tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari kelompok perlakuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. sebesar 58,1 untuk ALT dan 35,81 untuk AST.
Hasil uji LSD tabel VIII dan IX, aktivitas ALT pada ketiga peringkat dosis ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L., dosis 0,375 gkgBB memiliki
perbedaan yang bermakna dengan dosis 0,75 gkgBB dan perbedaan tidak bermakna dengan dosis 1,5 gkgBB sedangkan dosis 1,5 gkgBB memiliki
perbedaan tidak bermakna dengan dosis 0,75 gkgBB. Sedangkan aktivitas serum AST pada ketiga peringkat dosis ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.,
dosis 0,375;0,75;1,5 memiliki perbedaan tidak bermakna satu sama lain. Nilai efek hepatoprotektif dilihat dari nilai aktivitas serum ALT, karena enzim ALT
lebih spesifik di hati dibandingkan dengan serum AST. Hasil perhitungan efek hepatoprotektif serum ALT ketiga peringkat dosis dari dosis terendah ke dosis
tertinggi yaitu 80,1;42,6; dan 58,1 tabel VII. Dari hasil analisis statistik dan perhitungan efek hepatoprotektif dapat disimpulkan dosis efektif ekstrak etanol 50
herba Sonchus arvensis L., yaitu 0,375 gkgBB dengan efek hepatoprotektif sebesar 80,1.
Karbon tetraklorida data menaikkan aktivitas ALT-AST serum dikarenakan dengan adanya enzim sitokrom P-450 di dalam hati maka karbon
tetraklorida akan diubah menjadi metabolit reaktif triklorometil. Radikal
triklorometil mengalami suatu reaksi, atom hydrogen yang berasal dari metilen dapat menjembatanin reaksi dengan asam lemak tak jenuh atau protein dan
menghasilkan ikatan kovalen dengan lemak microsomal dan protein, dan akan beraksi secara langsung dengan fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik.
Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang tidak stabil selanjutnya akan mengakibatkan peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari
pemecahan lemak tak jenuh dapat menghasilkan senyawa karbonil sepert 4- hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui
memiliki efek biokimia seperti menghambat sintesis protein dan enzim glukosa-6- fosfat Timbrell,2008.
Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam
hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam
transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein maka transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis
Timbrell, 2008. Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membrane sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas
membrane yang menyebabkan keluarnya isi sitoplasma seperti enzim ALT. Enzim tersebut yang berada di dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam peredaran
darah sehingga jumlah enzim ALT di dalam darah meningkat Wahyuni, 2005. Idealnya, suatu senyawa dikatakan sebagai hepatoprotektor karena dapat
melindungi hati dari berbagai mekanisme zat yang dapat merusak hati.
Mekanisme yang ditimbulkan oleh CCl
4
adalah adanya perlemakan hati steatosis. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan menggunakan penginduksi dengan
mekanisme yang berbeda seperti galaktosamin yang dapat menyebabkan kerusakan hati mirip virus hepatitis.
Ketiga dosis ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. tidak menunjukkan adanya korelasi antara dosis dan efek hepatoprotektif yang
berbanding lurus. Hal ini disebabkan karena flavonoid pada dosis yang lebih tinggi dapat memicu aktivitas pro-oxidant. Pro-oxidant terbentuk karena adanya
senyawa flavonoid yang teroksidasi setelah menangkap radikal bebas. Senyawa inilah yang menyebabkan penurunan efek hepatoprotektif karena senyawa ini
memicu terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan kerusakan sel. Pada ekstrak herba Sonchus arvensis L. yang diduga berperan memberikan
efek hepatoprotektif adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid, fenolat dan asam kumarin dapat meningkatkan kadar GSH glutathione, yang merupakan
antioksidan alami di dalam tubuh. Senyawa flavonoid juga dapat menurunkan aktivitas enzim sitokrom P-450. Kedua mekanisme yang diduga berperan dalam
efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas metabolit triklorometik dalam menyebabkan steatosis. Adanya perbedaan hasil dalam tingkatan dosis mungkin
disebabkan oleh kandungan flavonoid yang berbeda-beda pada tiap dosis, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar flavonoid total
yang terkandung di dalam ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
F. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek hepatoprotektif dari herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi
karbon tetraklorida. Dosis ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. yang digunakan yaitu 0,375 gkgBB, 0,75 gkgBB, dan 1,5 gkgBB. Parameter efek
hepatoprotektif dilihat dari kemampuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dalam menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-24
setelah pemejanan karbon tetraklorida 2 mLkgBB. Aktivitas serum ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil setelah
pemberian olive oil jam ke-0. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa olive oil tidak memberikan pengarruh dalam peningkatan aktivitas serum ALT dan
AST. Kelompok kontrok ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. juga tidak memberikan pengaruh dalam peningkatan aktivitas ALT dan AST serum yang
ditunjukkan dari kesamaan aktivitas dengan kontrol olive oil yang dijadikan dasar nilai aktivitas serum ALT dan AST normal pada penelitian ini. Berdasarkan hasil
kontrol olive oil dan kontrol ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. dapat dinyatakan bahwa kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada penelitian ini
murni disebabkan oleh induksi karbon tetraklorida 2 mLkgBB. Pada kelompok perlakuan ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
dosis 0,375;0,75; dan 1,5 gkgBB menunjukkan efek hepatoprotektif serum ALT berturut-turut 80,1;42,6; dan 58,1. Analisis statistik data aktivitas serum ALT
dan AST ketiga peringkat dosis menunjukkan adanya perbedaan bermakna yang
berarti ketiga variasi dosis memiliki perbedaan yang signifikan dalam memberikan efek hepatoprotektif.
Kandungan flavonoid di dalam herba Sonchus arvensis L. dapat tersari oleh pelarut yang bersifat polar. Kemungkinan mekanisme kerja kandungan
antioksidan di dalam herba Sonchus arvensis L. dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah meningkatkan sintesis GSH dan menghambat aktivitas
enzim sitokrom P-450 dengan menurunkan aktivitas metabolit triklorometil yang menyebabkan steatosis. Oleh karena itu, pemberian ekstrak etanol 50 herba
Sonchus arvensis L. dalam jangka panjang dapat menurunkan aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian karbon tetraklorida.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dan analisis statistik yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST 2. Dosis efektif pemberian ekstrak etanol 50 herba Sonchus arvensis L.
yang memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi Karbon tertraklorida, yaitu 0,375 gkgBB dengan efek
hepatoprotektif sebesar 80,1
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai: 1. Penetapan kadar flavonoid total yang terdapat di dalam ekstrak etanol
50 herba Sonchus arvensis L. 2. Uji hepatoprotektif ekstrak etanol herba Sonchus arvensis L. 50 dengan
penginduksi lain seperti galaktosamin. 3. Uji histopatologi hati sebagai penegasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alkreathy, H.M., Khan, R.A., Khan, M.R., and Sahreen, S., 2014, CCl
4
induced genotoxicity and DNA oxidative damages in rats: hepatoprotective effect of
Sonchus arvensis, BMC Complementary and Alternative Medicine, 14,452. Al-Olayan, E.M., El-khadragy, M. F., Aref, A.M., Othman, M.S., Kassab, R.B.,
and Moneim., A.E.A., 2014, The Potential Protective Effect of Physalis peruviana L. Against Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in Rats
Is Mediated by Suppression of Oxidative Stress and Downregulation of MMP-9 Expression, Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 1-2.
Backer, C.A., 1963, Flora of Java, vol.2, N.V.P. Noordhoff – Groningen, The
Netherland. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 9. Bruckner, J., and D.A. Warren, 2001. Toxic Effects of solvents and vapors. In:
Klaaseem, C., editor., Ed. Cassarett and Doull’s Toxicology: The Basic
Science of Poisons. 6
th
edition, New York: McGraw-Hill. Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, pp.46. Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi ketiga, Jakarta,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, p.65. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 7, 410. El, S.N. and Karakaya S.,2004, Radical Scavenging and iron-chelating activities
of some greens used as traditional dishes in Mediterranean diet, Int. J. Food Sci. Nutr. 55 1: 67-74.
Friedman, L.S. and Keffe, E.B., 2012, Handbook of Liver Diseases,3
rd
edition, Elsevier, Philadelphia
Forrest, E., 2006, Hepatic Disorders, Edisi 2, Pharmaceutical Press, London, pp. 193, 201
– 202. Gregus dan Klaaseen, C. D., 2001, Mechanism of Toxicity, in Klaaseen, C. D.,
Cassarett and Doull’s Toxicology: The Basic Science Poison, 6
th
edition, McGraw-Hill, New York, pp.476,481.