Toksisitas Subkronis PENELAAHAN PUSTAKA

8

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Toksisitas Subkronis

Menurut Loomis 1978 cit. Donatus, 2001 ilmu toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia terhadap sistem biologi tertentu. Toksikologi mempelajari efek-efek merugikan toksik dari zat-zat. Setiap zat juga setiap obat yang diberikan dalam dosis berlebihan dapat menunjukkan efek toksik, mengacu pada teori Paracelcus yang mengatakan bahwa dosis yang menentukan suatu zat dapat menjadi racun atau bukan Schmitz, Lepper, dan Heidrich, 2009. Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun atas makhluk hidup dimulai dari saat makhluk hidup mengalami pemejanan dengan racun. Berikutnya mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya terdistribusi ke tempat aksi sel sasaran atau reseptor tertentu pada makhluk hidup yang selanjutnya terjadi antarakasi antara racun atau metabolitnya dan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor. Pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu muncul setelah mengalami peristiwa biokimia dan biofisika selanjutnya. Ketoksikan suatu senyawa ditentukan oleh keberadaan kadar dan lama tinggal senyawa itu atau metabolitnya di tempat aksi dan keefektifan antaraksinya mekanisme aksi, serta bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup. Berdasarkan atas alur peristiwa timbulnya efek toksik tersebut, terdapat empat asas utama yang dipelajari dalam toksikologi, meliputi kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik atau pengaruh berbahaya racun Donatus, 2001. Wujud dan sifat efek toksik akibat racun pada umumnya dapat menimbulkan respons dan perubahan biokimia, fisiologis fungsional, serta respon histopatologi dan perubahan struktural. Wujud efek toksik yang timbul pada perubahan biokimia dan fungsional pada umumnya bersifat timbal balik, bila pemejanan dengan racun pada makluk hidup dihentikan, maka ketoksikannya akan segera hilang. Perubahan biokimia maupun fungsional sering kali merupakan tahap awal terjadinya perubahan struktural. Melalui aksi secara langsung racun dapat menimbulkan luka seluler dan secara tidak langsung pada lingkungan ekstrasel, kemudian terjadi perubahan secara morfologi yang pada akhirnya terjadi perubahan secara struktural. Respon histologi dasar yang terjadi karena adanya luka selular adalah degenerasi, proliferasi, dan inflamasi atau perbaikan. Ketiga respon histologi tersebut mendasari perubahan morfologi dan struktural yang berwujud seperti perlemakan, nekrosis, karsinogenesis, dan lain-lain Donatus, 2001. Jenis uji toksikologi menurut Loomis 1978 cit. Donatus, 2001 dibagi menjadi dua golongan yakni uji ketoksikan tak khas uji ketoksikan akut, subkronis, dan kronis dan uji ketoksikan khas uji potensiasi, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku. Uji ketoksikan subkronis subakut merupakan uji ketoksikan suatu senyawa dengan pemberian dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan. Uji ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji serta memperlihatkan apakah spektrum efek toksik berkaitan dengan takaran dosis. World Health Organization WHO memberikan pedoman untuk penyelidikan toksisitas obat-obat herbal bertujuan untuk menunjukkan metode standar non klinis studi toksikologi yang terkait dengan penilaian keamanan obat- obat herbal. Tatacara yang perlu diperhatikan dalam penelitian uji toksisitas dalam jangka panjang, yaitu sebagai berikut. a. Spesies hewan Banyak lembaga regulator mengharuskan setidaknya dua spesies digunakan, satu hewan roden dan yang lainnya non-roden. b. Jenis kelamin Hewan uji yang digunakan berjenis kelamin jantan dan betina dengan jumlah sama. c. Jumlah hewan Pada tikus, setiap kelompok harus terdiri dari minimal sepuluh jantan dan sepuluh betina. Sedangkan menurut Derelangko 2002, hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas subkronis selama 4 minggu terdiri dari lima jantan dan lima betina. d. Rute pemberian Rute pemberian digunakan rute klinis yang biasa digunakan. e. Periode pemberian Periode pemberian zat uji pada hewan uji bergantung pada perkiraan masa penggunaan klinis. Tabel berikut menunjukkan jarak periode pemberian yang digunakan secara umum: Tabel I. Tabel Perkiraan Periode Klinis dan Periode Pemberian untuk Uji Toksisitas Perkiraan Periode Klinis Periode Pemberian untuk Uji toksisitas Pemberian tunggal atau pemberian berulang kurang dari satu minggu 2 minggu hingga 1 bulan Pemberian berulang, antara seminggu hingga empat minggu 4 minggu hingga 3 bulan Pemberian jangka panjang lebih dari enam bulan 9 hingga 12 bulan WHO, 2000 f. Peringkat dosis Setidaknya tiga peringkat dosis yang berbeda digunakan dalam kelompok. Satu peringkat dosis tidak harus menyebabkan perubahan toksis dosis tidak berefek dan satu tingkat dosis yang dapat memberikan efek toksik. Penambahan sedikitnya satu dosis dalam rentang dosis ini dapat mempertinggi kemungkinan dalam mengamati hubungan dosis-respon untuk manifestasi toksik. Semua uji harus terdapat kelompok kontrol hewan uji WHO, 2000. Uji toksisitas subkronis didesain untuk melihat kisaran secara luas dari suatu titik tangkap dengan tujuan skrining secara luas sebagai indikasi toksisitas. Parameter yang digunakan dapat dipertimbangkan sebagai rangkaian tindakan, dimana masing-masing memiliki alasan sendiri, alasan pemikiran, dan syarat- syarat. Kekuatan dari desain penelitian sebagai evaluasi ilmiah terletak pada hubungan dan pola-pola efek yang terlihat, tidak hanya melihat masing-masing perlakuan atau kelompok sebagai hasil yang tersendiri tetapi sebagai profil efek biologis yang saling berhubungan. Parameter-parameter yang digunakan dalam uji toksisitas subkronis ini adalah : a. Berat badan Berat badan dan parameter yang terkait dengan hasil berat badan bersifat tidak spesifik, bersifat luas untuk melihat toksisitas sistemik yang merugikan. Pengukuran berat badan dilakukan pada perlakuan awal, kemudian biasanya dilakukan 1, 3, 5, 7, 11, dan 14 hari sesudahnya. Frekuensi pengukuran berat kemudian diturunkan menjadi setiap minggu dalam waktu tiga bulan, kemudian setiap bulan. b. Konsumsi pakan Pengukuran konsumsi pakan biasanya digunakan untuk menjelaskan dalam intepretasi penurunan baik secara absolut maupun relatif berat badan. Pada kasus yang pelaksanaan administrasi senyawa uji melalui diet, sangat penting digunakan untuk menyesuaikan kandungan diet sehingga dapat mempertahankan tingkat dosis secara akurat. Konsumsi air, parameter yang terkadang diukur, hampir sama penafsiran dan penggunaannya dengan konsumsi pakan. c. Tanda-tanda klinis Pemeriksaan ini dilakukan di awal penelitian, untuk menyeleksi hewan uji, dan menjelang akhir penelitian. terutama untuk senyawa yang diduga berpengaruh terhadap organ-organ penting tertentu, sehingga perlu mempertimbangkan pengukuran kinerja organ secara fungsional. Organ-organ yang biasanya diamati adalah ginjal, hati, jantung, saraf, dan sistem imunitas. Parameter-parameter lain berat organ, histopatologis, patologi klinik dapat digabungkan untuk pemeriksaan dan evaluasi efek toksik yang terjadi pada sistem organ tertentu yang diteliti. d. Patologi klinis Patologi klinis mencakup sejumlah evaluasi biokimia dan morfologi berdasarkan pengambilan sampel cairan hewan uji secara invasif dan non- invasif yang dibuat secara berkala selama penelitian subkronis. Pengambilan data dilakukan di awal dan menjelang akhir penelitian bila dilakukan dalam waktu satu bulan atau dilakukan setiap bulan pada jangka waktu penelitian tiga bulan. Hasil pengamatan sampel yang dianalisis adalah kemungkinan perubahan yang terjadi biasanya kenaikan dari data awal dibandingkan dengan data berikutnya. e. Farmakokinetik dan metabolisme Studi toksisitas subkronis selalu diikuti dengan data farmakokinetik. Pengamatan ini terdiri atas pengkuran kadar plasma dan metabolit utama dari senyawa uji. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk memungkinkan interpretasi yang baik dan mendorong untuk eksplorasi yang lebih akurat untuk manusia. Sangat penting ditunjukkan mengenai absorbsi sistemik dan distribusi senyawa uji pada rute pemberian non-parenteral, karena hal tersebut menunjukkan keamanan dan potensi keberhasilan terapi senyawa uji pada manusia Gad, 2002.

B. Tanamanan Sirsak Annona muricata