58
4.3.2 Bersedia Membantu Sesamanya
Berdasarkan teori yang diungkapkan Koentjaraningrat, bersedia membantu sesamanya juga merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam
gotong royong atau pada saat kerja sama kelompok. Hal yang menandakan siswa bersedia membantu sesamanya adalah 1 menawarkan diri untuk membantu
ketika orang lain mengalami kesulitan, 2 memiliki inisiatifide untuk membantu, 3 mau mengajari temannya yang mengalami kesulitan, 4 tanggap terhadap
situasi ketika orang lain membutuhkan, dan 5 memahami yang dibutuhkan orang lain.
Berdasarkan analisis data terhadap catatan anekdot, video, dan hasil wawancara dengan guru, peneliti dapat melihat beberapa siswa melakukan kerja
sama dengan baik dan saling membantu dalam kelompoknya. Ketika peneliti mengajak salah satu siswa beri
nisial Set untuk memberi contoh gerakan „Mari Kita Kerja Sama‟, Set bersedia melakukan namun sambil mengatakan “Bakpia
aja , Mbak” menunjuk salah satu temannya. Teman yang ditunjuk tidak mau
membantu guru. Set tetap mau memberikan contoh gerakan bersama guru dengan senang hati. Ketika siswa melakukan permainan „Perjamuan Kerja Sama‟ tampak
kerja sama yang baik antar siswa, siswa saling menyuapi roti satu dengan yang lain. Siswa yang tidak mau saling membantu tampak sibuk mencari cara agar
dapat memakan roti itu sendiri. Cara yang dilakukan adalah dengan menekuk siku sehingga siswa melanggar peraturan yang ditetapkan peneliti. Dalam permainan-
permainan yang lain, siswa saling memberikan semangat pada siswa lain. Pada permainan „Bola Pesan‟ ketika ada bola jatuh, siswa yang berada di dekat bola
secara spontan mengambil bola dan kembali melanjutkan permainan tersebut. Siswa dalam setiap kelompok ada yang memberikan aba-aba pada saat akan
melempar bola dengan tujuan agar kompak dan pasangan selanjutnya siap menerima bola yang dilempar.
4.3.3 Tidak Berusaha Menonjol untuk Melebihi Yang Lain
Perilaku tidak berusaha menonjol untuk melebihi orang lain ditandai dengan sikap 1 mau memberi kesempatan temannya untuk bertanya, 2 memberi
59 kesempatan temannya untuk menjawab, dan 3 tidak langsung menjawab
pertanyaan dengan asal, namun dipikirkan terlebih dahulu. Berdasarkan catatan anekdot, wawancara dan melihat video, peneliti
mengamati bahwa siswa berinisial Set selalu dominan dalam pembelajaran. Set selalu menjawab apa yang peneliti tanyakan dengan cepat dan suara keras.
Beberapa hal yang menunjukkan indikator di atas adalah, ketika peneliti melakukan tanya jawab untuk membuat kontrak belajar, Set mengusulkan untuk
izin kepada peneliti saat akan keluar kelas. Peneliti menyetujui usul yang Set berikan. Peneliti selalu menyerukan kata “Satu, dua, tiga hap” sebagai tanda
peringatan agar siswa kembali memperhatikan peneliti, ketika dicoba pertama kali peneliti mengatakan “Satu, dua, tiga” Set menjawab “hap” paling keras dan
mendahului teman-temannya yang lain. Setelah membuat kontrak belajar peneliti menanyakan kepada seluruh siswa “Apakah setuju dengan aturan yang telah kita
buat?” Set menjawab “Setuju” dengan suara paling keras. Set memberi komentar pada saat video „Kerja Sama Semut‟ diputar. Peneliti memberikan pertanyaan di
akhir pemutaran video untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Set selalu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti secara spontan dan tampak yakin
dengan jawabannya. Contoh pertanyaan yang diajukan peneliti kepada Set antara lain “Dalam video kerja sama semut apa saja yang bisa kalian ceritakan, siapa
yang mau menceritakan kembali?”. Set menjawab “Saya”, peneliti bertanya lebih lanjut dan Set hanya menjawab “Tahu, tapi apa yaaa…” sambil tertawa. Set
tampak aktif menjawab pertanyaan peneliti namun dengan spontan dan tidak berpikir dahulu apakah jawaban yang ia berikan tepat atau tidak. Pada pertemuan
selanjutnya Set masih terlihat dominan dalam menjawab pertanyaan guru, namun Set lebih dapat mengendalikan diri kapan ia harus menjawab. Jawaban Set sudah
lebih menunjukkan bahwa ia tidak asal dalam menjawab pertanyaan. Set tampak berpikir dulu ketika akan menjawab pertanyaan peneliti, hal ini terlihat pada
ekspresi wajah yang tersenyum dan diam sebelum menjawab. Penerapan LVEP melalui permainan-permainan dan cerita yang peneliti sajikan mengajarkan siswa
untuk berfikir dahulu sebelum bertindak maupun menjawab. Pada siklus 3, saat guru meminta kesediaan siswa untuk membacakan cerita „Penambang dan Sang
Pan geran‟, siswa berinisial Rim, Van, bersedia membacakannya di depan kelas.
60 Set dengan semangat menawarkan diri bersedia membacakan cerita „Penambang
dan Sang Pangeran‟, namun guru memberikan pengertian terhadap Set untuk
memberi kesempatan kepada temannya yang lain untuk membacakan cerita di depan kelas. Set menyetujui saran yang peneliti berikan dan ia pun tersenyum dan
kembali mendengarkan temannya yang membacakan cerita. Peneliti juga melihat ketika permainan „Perjamuan Kerja Sama‟ beberapa
siswa tidak membagi roti yang didapatkan dalam kelompok secara rata, yang peneliti lakukan untuk mengetahui kejujuran siswa adalah dengan menanyakan
siapa yang mendapatkan roti lebih banyak dan peneliti juga menanyakan alasan siswa melakukan hal itu. Dari jawaban siswa peneliti dapat mengetahui bahwa
siswa memakan lebih banyak dengan alasan siapa cepat dia dapat. Penerapan modul Living Values membuat adanya perubahan sikap siswa
khususnya Set yang pada awalnya berusaha untuk dominan namun kini siswa tampak sedikit lebih bisa mengendalikan diri. Siswa berpikir dulu ketika akan
menjawab pertanyaan peneliti, hal ini terlihat pada ekspresi wajah yang tersenyum dan diam sebelum menjawab serta mau memberikan kesempatan kepada
temannya untuk membacakan tugasnya di depan kelas. Selain indikator kerja sama yang terdapat di atas, peneliti menemukan
satu indikator baru yang berkaitan dengan sikap kerja sama. Indikator yang peneliti temukan tersebut yaitu mendengarkan orang lain yang sedang berbicara.
4.3.4 Mendengarkan orang lain yang sedang berbicara