Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta.

(1)

PENERAPAN MODUL LIVING VALUES UNTUK

MEMPERBAIKI PERILAKU KERJA SAMA DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA KELAS II SDN LANGENSARI

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh: Maria Yuanita Kurniasih

091134043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

i

PENERAPAN MODUL LIVING VALUES UNTUK

MEMPERBAIKI PERILAKU KERJA SAMA DAN PRESTASI

BELAJAR SISWA KELAS II SDN LANGENSARI

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh: Maria Yuanita Kurniasih

091134043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah memberikan rahmat dan cinta-Nya kepada saya.

 Bapak dan ibu (Fx. Marsahid dan A.Ati Titi Istiyani) tersayang yang telah mendidik, mendukung dan memberikan segala kasih sayangnya dan mendorong saya agar mampu meraih cita-cita di Perguruan Tinggi ini.

 Kepada keluarga besar Mbah Lilih yang telah mendoakan dan mendukung  segala usaha saya.

 Konggegrasi CMM yang telah mendukung kuliah saya selama ini.

 Kakak, saudara, dan sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.


(6)

v MOTTO

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.”

(Pengkotbah, 3:11)

“Mintalah; maka akan diberikan kepadamu, carilah; maka kamu akan mendapat; ketoklah maka pintu akan

dibukakan bagimu.” (Matius, 7:7)

„Bergembiralah!!! Jangan pikirkan kegagalan hari ini, pikirkanlah kesuksesan yang akan datang esok. Sukses

akan diraih jika engkau gigih dan akan engkau temukan kegembiraan dalam menaklukkan berbagai

rintangan…‟ (Helen Keller)


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Juni 2013

Penulis


(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Yuanita Kurniasih

Nomor Induk Mahasiswa : 091134043

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PENERAPAN MODUL LIVING VALUES UNTUK MEMPERBAIKI PERILAKU KERJA SAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II

SDN LANGENSARI YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendiskusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buak dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 27 Juni 2013 Yang menyatakan,


(9)

viii ABSTRAK

Kurniasih, Maria Yuanita. 2013. Penerapan Modul Living Values Untuk Memperbaiki Perilaku Kerja Sama Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SDN Langensari Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: Modul Living Values, prestasi belajar, perilaku kerja sama.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan penerapan modul Living Values ini bertujuan untuk memperbaiki perilaku kerja sama dan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan karena masih rendahnya perilaku kerja sama dan prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013, terdiri dari 17 siswa. Perubahan tingkah laku siswa diperoleh dari hasil catatan anekdot, wawancara dengan guru, dan pengamatan melalui video yang kemudian dianalisis dengan trianggulasi. Pengumpulan data prestasi belajar siswa dilakukan melalui tes tertulis. Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan menjumlahkan skor seluruh siswa untuk menghitung rata-rata kelas dan persentase siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75,00.

Hasil penelitian menunjukkan penerapan modul Living Values memperbaiki perilaku kerja sama siswa. Perubahan perilaku kerja sama dapat dilihat dari perilaku siswa selama berinteraksi dengan siswa lain, guru, dan peneliti pada saat pembelajaran. Hasil analisis menunjukkan siswa mampu memelihara hubungan baik dengan sesama, bersedia membantu sesama, mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, dan tidak berusaha menonjol untuk melebihi yang lain . Nilai siswa berdasarkan gabungan dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada pra siklus = 72,30, siklus 1 = 75,47 siklus 2 = 80,63, dan siklus 3 = 89,90. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan modul Living Values dengan model Cooperative learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari.


(10)

ix

ABSTRACT

Kurniasih, Maria Yuanita. 2013. The implementation of Living Values module in improving the cooperative behaviour and the learning achievement of the second grade students at SD Langensari Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Primary School Teacher Education Study Program. Sanata Dharma University.

Key word: Living Values module, learning achievement, cooperative behavior.

This was a classroom action research implementing Living Values module to improve the students’ cooperative behavior and learning achievement. The research involved a group of 2nd grade students at SDN Langensari, Yogyakarta during the second semester of the academic year 2012/2013. Preliminary observation found that both the students’ ability to cooperate and the students’ learning achievement to be somewhat lower than expected.

The data obtained from anecdotal records, interview with the class teacher and video recording were analyzed using triangulation method to find indication of changes in the students’ cooperative behavior. The learning achievement was measured by the students pre and post test scores. The scores were then calculated and compared to the minimum criteria of completeness which was 75.00.

The result concluded that the implementation of Living Values module within Cooperative Learning framework improved both the cooperative behavior and the learning achievement of the students. The changes in students’ cooperative behavior could be observed from their interaction with other students, the teacher and the researcher during the learning process. The data analysis and interpretation found the students maintained good relationship with others, were willing to help others, listened to others and refrained from being dominant. Beside these improvements in cooperative behavior, the students’ evaluation scores also significantly increased. The average scores combining cognitive, affective, and psychomotor competence were 72.30 in pre-cycle, 75.47 at the end of cycle 1, 80.63 at the end of cycle 2, and 89.90 at the end of cycle 3

.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Bapa dan Bunda Maria di surga atas limpahan berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi yang berjudul:

PENERAPAN MODUL LIVING VALUES UNTUK MEMPERBAIKI PERILAKU KERJA SAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II

SDN LANGENSARI YOGYAKARTA

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Dharma.

3. Drs. Sutarjo Adisusilo JR., S.Th., M.Pd. selaku pembimbing I terima kasih atas bimbingan, dukungan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ag. Kustulasari 81, S.Pd., M.A. selaku pembimbing II yang dengan sabar selalu menunggu, memberi semangat dan dukungan serta memberikan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.

5. Sofiatun, S.Pd.I. kepala sekolah SD Negeri Langensari yang telah memberikan ijin terhadap pelaksanaan penelitian.

6. Yulianti, S.Pd. guru kelas II SD Negeri Langensari yang telah memberi masukan, saran dan keterlibatan dalam pelaksanaan penelitian.

7. Siswa kelas II SD Negeri Langensari tahun ajaran 2012/2013 yang telah mendukung pelaksanaan penelitian.

8. Dosen-dosen PGSD yang dengan sabar selalu mendampingi dan mendidik peneliti selama menempuh pendidikan di PGSD.

9. Orang tua tercinta FX. Marsahid dan A. Ati Titi Istiyani yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan berupa materi maupun moril. 10.Para Frater konggregasi CMM yang telah memberikan bantuan dan dukungan

selama peneliti kuliah di Universitas sanata Dharma.

11.Kakakku Christoporus Waka Jauharyanto dan Maria Septi Nugraheni yang selalu memberikan semangat.

12.Martinus Ristardi yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan perhatian selama ini.

13.Teman-teman seperjuangan skripsi payung: Ndaru Arumsari, Maria Assumpta Paskalia Redawati, Chatarina Nita, dan Aris Suatmaji.

14.Sahabat-sahabat PGSD tercinta: Theresia Kristi PW, Dian Aprelia R, Yuni Darojatiningtyas, Riska Kristiana, Domingos De Araujo, Fr. Gorius Geor, Hesti Wulandari, Marta Oktaviani, Desi Natalia, Yoga Darmawan, Debora Nareswari WP, dan semua teman-teman kelas A, tiada kata yang paling indah selain kebersamaan kita selama ini.

15.Romo Endra Wijayanto, teman-teman tim Youth Spirituality Center Keuskupan Agung Semarang, dan Fr. Danarto Agung.


(12)

xi

16.Keluarga kecil kos Idjoe: Fransisca Novi, Eka Riusintawati, Meita Enjani, Angela Parahita, Maria Kristilia, dan Yuvita Ria Rahayu.

17.Teman-teman OMK St. Petrus Stasi Tegalsari.

18.Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terimakasih atas dan bantuannya selama ini.

Penulis mengharap saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan menuju lebih sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk dunia pendidikan, terima kasih.

Penulis


(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMNBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFRAT ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Pengertian ... 3

1.4 Batasan Pengertian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Sistematika penyajian ... 5

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7

2.2 Kerangka Berpikir ... 23

2.3 Hipotesis tindakan ... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Setting Penelitian ... 26

3.3 Pelaksanaan Tindakan ... 28

3.4 Instrumen Penelitian ... 32

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 36

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.7 Teknik Analisis Data ... 40

3.8 Indikator Keberhasilan ... 42

3.9 Jadwal Penelitian ... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pra Penelitian tindakan Kelas ... 43

4.2 Hasil Penelitian ... 44

4.3 Pembahasan Data Kualitatif ... 55


(14)

xiii BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 69 5.2 Saran ... 70


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

JUDUL TABEL HALAMAN

Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal ...33

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ...35

Tabel 3.3 Kriteria Besar Koefisien Validitas ...36

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas ...37

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Reliabilitas ...38

Tabel 3.6 Reliabilitas ...39

Tabel 3.7 Indikator Keberhasilan Penelitian ...42

Tabel 3.8 Waktu Pelaksanaan Penelitian ...42

Tabel 4.1 Tabel Nilai Kognitif, Afektif, Psikomotorik, dan Gabungan Pra Siklus-Siklus 3 ...121


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

JUDUL BAGAN HALAMAN

Bagan 2.1 Literature Map Penelitian terdahulu ... 25 Bagan 2.2 Bagan kerangka Berpikir ... 25 Bagan 3.1 Siklus Penelitian dari Kemmis ... 27


(17)

xvi

DAFTAR GRAFIK

JUDUL GRAFIK HALAMAN

Grafik 4.1 Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Berdasarkan Nilai Rata-rata Gabungan Pra

Siklus – Siklus 3... 62

Grafik 4.2 Grafik Prestasi Belajar Aspek Kognitif Pra Siklus - Siklus 3... 64

Grafik 4.3 Grafik Prestasi Belajar Aspek Afektif Pra Siklus - Siklus 3 ... 65

Grafik 4.4 Grafik Prestasi Belajar Aspek Psikomotor Pra Siklus - Siklus 3 ... 66


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

JUDUL LAMPIRAN HALAMAN

Lampiran 1. Silabus ... 75

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 81

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa ... 107

Lampiran 4. Tes Prestasi Belajar ... 109

Lampiran 5. Hasil Wawancara ... 115

Lampiran 6. Coding Catatan Anekdot ... 117

Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data Prestasi Belajar... 121

Lampiran 8. Foto-foto Pelaksanaan Kegiatan ... 122

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan Penelitian ... 124


(19)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan menurut undang-undang no 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan potensi dan membentuk watak peserta didik. Pembentukan watak tidak terlepas dari penanaman sikap hormat dalam diri peserta didik. Sikap hormat adalah sikap menghargai diri sendiri, menghargai orang lain dan menghargai sesuatu dengan baik. Rasa hormat yang dimiliki seseorang mendorong manusia untuk memperlakukan diri sendiri dan orang lain dengan baik serta menghargai kelebihan dan kekurangan orang lain. Dalam pembelajaran di sekolah, penanaman sikap hormat dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Dewasa ini sikap hormat di lingkungan anak semakin luntur karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Anak yang tidak dihargai oleh orang dewasa, pola asuh orang tua, kurangnya panutan yang baik, kekerasan, lingkungan serta media, sangat berpengaruh pada sikap hormat anak. Berdasarkan hasil kajian pustaka, peneliti mendapati rendahnya sikap hormat dalam diri anak. Sobri (2012) menyebutkan banyak tindak kekerasan yang terjadi dalam lingkungan sekolah. Hal ini ditunjukkan komnas perlindungan anak yang mencatat ada 2.509 laporan kekerasan terhadap anak pada tahun 2011, sementara pada semester pertama tahun 2012, pihaknya telah menerima 1.817 laporan yang serupa.

Berdasarkan hasil observasi di kelas II SDN Langensari pada tanggal 6 Oktober 2012, tanggal 10 Oktober 2012, dan tanggal 13 Oktober 2012, serta wawancara dengan guru kelas pada tanggal 10 Oktober 2012 peneliti mendapati siswa kelas II SDN Langensari belum bisa bekerja sama dengan baik. Pada saat pembelajaran siswa dibagi menjadi dua kelompok. Ketika ada siswa yang


(20)

2

melakukan kesalahan, siswa yang lain cenderung menyalahkan dengan raut muka marah dan kesal sambil mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan. Dalam kegiatan wawancara, guru kelas II SDN Langensari mengungkapkan bahwa beliau mengalami kesulitan mendampingi siswa ketika bekerja dalam kelompok. Siswa cenderung mengandalkan teman yang bersedia mengerjakan tugas, sedangkan siswa yang lain melakukan aktivitas di luar tugas yang diberikan guru. Ketika siswa dibagi dalam kelompok kecil ada beberapa siswa yang tidak mau bekerja sama, jika tidak berada dalam satu kelompok dengan teman yang mereka inginkan. Ketika ada siswa yang mengalami kesulitan, beberapa siswa yang tidak bersedia membantu. Dalam observasi kedua siswa dibagi dalam empat kelompok sesuai dengan tempat duduk yang terdiri dari empat baris. Guru meminta perwakilan kelompok menjodohkan gambar yang terdapat di papan tulis, ada salah satu siswa perwakilan kelompok yang melakukan kesalahan karena menjodohkan gambar yang tidak sesuai dengan jawaban yang tepat. Tanggapan siswa yang lain adalah mereka mengejek siswa tersebut sehingga siswa yang melakukan kesalahan merasa malu dan ketika diminta mengerjakan kembali di depan kelas siswa tersebut tidak mau. Pengamatan yang peneliti lakukan pada saat PPL semakin memperkuat data yang diperoleh. Siswa kelas II dengan inisial nama Tin dan Ton hampir setiap kali kerja dalam kelompok selalu saja menangis. Dev selalu memilih-milih teman saat guru membagi dalam kelompok dan tidak mau bekerja sama jika mendapatkan teman yang tidak ia suka. Dev beberapa kali berkata kata-kata kasar kepada temannya serta menyalahkan apabila temannya melakukan kesalahan. Pekerjaan yang saharusnya dikerjakan bersama oleh kelompok sering kali hanya dikerjakan oleh siswa yang dominan saja.

Selain itu peneliti juga mendapati bahwa prestasi belajar siswa masih rendah. Hal tersebut diperoleh melalui pelaksanaan tes pra siklus pada mata pelajaran PKn siswa kelas II SDN Langensari. Dari tujuh belas siswa baru tujuh siswa yang mendapatkan nilai di atas 75,00 sedangkan sepuluh siswa yang lain mendapat nilai dibawah nilai 75,00. Nilai rata-rata yang diperoleh tujuh belas siswa kelas II SDN Langensari adalah 72,30.

Melihat masih rendahnya sikap hormat siswa dalam bekerja sama dan rendahnya nilai prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari, maka peneliti


(21)

3

terdorong untuk melakukan suatu penelitian guna meningkatkan prestasi belajar dan kerja sama siswa kelas II semester genap SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 melalui penerapan modul Living Values. Teknik ini dipilih karena modul Living Values menawarkan aktivitas-aktivitas menarik untuk membantu siswa memperbaiki sikap hormatnya termasuk dalam kerja sama. Melalui kerja sama siswa dapat menciptakan komunikasi yang baik untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Kerja sama didasari oleh sikap saling menghargai untuk mendengarkan, mengungkapkan gagasan, serta kesediaan dibimbing dan membimbing orang lain serta diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Penelitian ini dibatasi pada pelajaran tematik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan Kompetensi Dasar (KD) ‘Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari’ dan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan KD ‘Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang lain’ melalui penerapan modul Living Values dengan permainan kerjasama pada siswa kelas II SDN Langensari.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah perubahan perilaku kerja sama yang dapat di amati dari siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta melalui penerapan modul Living Values pada pembelajaran tematik?

1.2.2 Apakah penerapan modul Living Values meningkatkan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta pada pembelajaran tematik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Memperbaiki perilaku kerja sama siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta melalui penerapan modul Living Values pada pembelajaran tematik.

1.3.2 Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta melalui penerapan modul Living Values.


(22)

4 1.4 Batasan Pengertian

1.4.1 Prestasi belajar siswa merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif) sebagai interaksi aktif dengan lingkungan (Darsono, 2000:110). Dalam penelitian ini peneliti membatasi prestasi belajar sebagai hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar berupa penguasaan pengetahuan kognitif, afektif dan psikomotorik pada pelajaran PKn yang dinyatakan dalam skor atau nilai.

1.4.2 Kerja sama adalah bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan kemanfaatan bersama (Muchlas, 2011:53). Peneliti membatasi kerja sama dalam penelitian ini sebagai tindakan dan sikap mau bekerja bersama dengan orang lain yang memiliki tujuan bersama dengan adanya hubungan baik, saling membantu, dan tidak mementingkan diri sendiri.

1.4.3 Modul Living Values adalah modul pembelajaran untuk anak usia antara 8-14 tahun yang diterbitkan oleh UNESCO dan disponsori oleh Spanish Committee dari UNICEF.

1.4.4 Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Trianto, 2010:147). Peneliti membatasi pembelajaran tematik sebagai pembelajaran yang dirancang dan dilakukan guru kelas II pada kegiatan pembelajaran berdasarkan tema-tema tertentu. Pelajaran tematik dalam penelitian ini mengambil tema kerja sama dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, KD ‘Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari’, mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan KD ‘Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang lain.’

1.4.5 Siswa kelas II SD N Langensari adalah subjek penelitian yang berusia antara 7 sampai 8 tahun dengan jumlah siswa 17 yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.


(23)

5 1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan serta pengalaman dalam upaya meningkatkan prestasi belajar dan perilaku kerja sama siswa dengan menerapkan modul Living Values pada pembelajaran tematik.

1.5.2 Bagi Siswa

Siswa memperoleh kesempatan untuk lebih meningkatkan prestasi belajar dan perilaku kerja sama kepada guru, teman, dan orang-orang yang ada di sekitar mereka dalam pembelajaran tematik dengan penerapan modul Living Values.

1.5.3 Bagi Sekolah

Sekolah dapat lebih mengembangkan visi dan misi tentang pendidikan karakter siswa.

1.5.4 Bagi Guru

Rekan guru SDN Langensari diharapkan mampu menerapkan modul Living Values untuk meningkatkan nilai-nilai sikap hormat siswa.

1.5.5 Bagi dunia pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tentang salah satu cara meningkatkan prestasi belajar dan perilaku kerja sama siswa.

1.6 Sistematika Penyajian

Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari (1) latar belakang masalah yang menjadi dasar diadakannya penelitian ini, (2) rumusan masalah sesuai dengan permasalahan yang didapatkan, (3) batasan pengertian, (4) tujuan penelitiaan yang ingin dicapai peneliti, (5) manfaat penelitian, dan (6) sistematika penyajian. Bab 2 menyajikan landasan teori yang terdiri dari (1) kajian pustaka yang mendukung dalam penelitian ini, (2) kerangka berpikir dan (3) hipotesis tindakan. Bab 3 merupakan bab yang membahas metodologi penelitian. Pada metodologi penelitian dijelaskan (1) jenis penelitian yang digunakan, (2) setting penelitian yang terdiri dari tempat penelitian, subjek penelitian dan objek penelitian, (3) pelaksanaan tindakan mulai dari persiapan sampai pelaksanaan siklus 1, siklus 2 dan siklus 3, (4) instrument yang digunakan, (5) uji validitas dan


(24)

6

reliabilitas instrumen, (6) teknik pengumpulan data, (7) teknis analisis data, (8) indikator keberhasilan, serta (9) jadwal penelitian.

Bab 4 memaparkan hasil penelitian dan pembahasannya yang terdiri dari (1) pra penelitian tindakan kelas, (2) hasil penelitian, (3) pembahasan data kuantitatif, dan (4) pembahasan data kualitatif. Bab 5 merupakan bab penutup pada skripsi ini. Pada bab 5 disajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan membahas ringkasan dari penelitian yang telah dilakukan dengan memaparkan hasil akhir yang didapatkan peneliti. Pada bagian saran peneliti menuliskan saran bagi guru, saran bagi sekolah dan saran bagi peneliti selanjutnya. Pada skripsi ini juga terdapat lampiran-lampiran yang terdiri dari (1) silabus, (2) RPP, (3) LKS, (4) instrumen pengumpulan data, (5) hasil pengolahan data, (6) foto-foto kegiatan, (7) surat izin penelitian dari FKIP, (8) surat keterangan telah melakukan penelitian, dan (9) daftar riwayat hidup.


(25)

7 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II ini diuraikan (1) landasan teori, (2) penelitian terdahulu, (3) kerangka berpikir, dan (4) hipotesis tindakan.

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep-konsep Dasar

Konsep-konsep dasar dalam penelitian ini meliputi sikap hormat, nilai kerja sama, modul Living Values, prestasi belajar, dan pembelajaran tematik.

2.1.1.1 Sikap Hormat

Sikap hormat adalah menghargai seseorang atau sesuatu (Borba, 2008:161). Rasa hormat merupakan kebajikan yang mendasari tata krama. Anak-anak yang menunjukkan sikap hormat, cenderung menghargai apa yang ada di sekitarnya. Anak akan memandang orang lain di sekitarnya secara positif dan penuh perhatian. Sikap hormat dapat diartikan sebagai suatu sikap yang mau menghargai seseorang atau sesuatu dengan cara yang baik dan penuh sopan. Willner dalam Suseno (1985) menjelaskan bahwa setiap orang dalam berbicara dan membawa diri hendaknya menunjukkan sikap hormat kepada orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Menurut Geertz (1985) prinsip hormat teratur secara hierarkis yang bernilai pada diri sendiri dan setiap orang wajib untuk membawa diri dan mempertahankannya. Pandangan Geertz bertujuan untuk menjaga masyarakat agar selalu berada di dalam kesatuan yang selaras.

Sikap hormat menjadi salah satu hal penting dalam kecerdasan moral seorang anak. Terdapat enam hal yang menjadi masalah dalam perkembangan sikap hormat seorang anak yaitu (1) ketiadaan penghargaan terhadap anak, (2) kemunduran adab dan sopan santun; kekhawatiran dan kecurigaan, (3) kekurangan panutan yang baik, (4) kebanyakan kata-kata tidak senonoh, (5) kekasaran, ketidaksopanan, dan (6) ketidaksenonohan yang ditonjolkan media masa (Borba, 2008:141-148).


(26)

8

Ada tiga langkah yang disarankan Borba (2008:153) untuk menumbuhkan sikap hormat seorang anak. Langkah pertama menjelaskan tentang cara memperbaiki sikap, langkah kedua membantu anak menyadari konsekuensi perilaku tidak sopan, langkah ketiga membantu anak menyesuaikan tata krama. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap hormat anak. Anak yang hidup di lingkungan baik kemungkinan besar akan bertingkah laku baik, begitu pula anak yang hidup di lingkungan kurang baik akan memiliki sikap kurang baik pula karena pengaruh yang mereka dapatkan setiap hari.

2.1.1.2 Nilai Kerja Sama

Charles H. Cooley dalam Soekanto (1990:79) mengungkapkan bahwa “kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Kerja sama dapat dipilah menjadi empat bagian yaitu (1) kerja sama spontan yaitu kerja sama yang berlangsung segera, (2) kerja sama langsung yaitu kerja sama yang terjadi karena adanya perintah (3) kerja sama kontrak yaitu kerja sama yang diikat oleh suatu hal (4) kerja sama tradisional yaitu kerja sama sebagai unsur dari sistem sosial.

Kerja sama adalah bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan kemanfaatan bersama (Muchlas, 2011:53). Koentjaraningrat dalam Magnis (1983:67) mengungkapkan bahwa jiwa gotong royong itu mengandung tiga tema pemikiran yaitu (1) orang itu harus sadar bahwa dalam hidupnya pada hakekatnya ia selalu tergantung kepada sesamanya, maka dari itulah ia harus selalu berusaha untuk memelihara hubungan baik dengan sesamanya, (2) orang itu harus selalu bersedia untuk membantu sesamanya, (3) orang itu harus bersifat konform, artinya orang harus selalu ingat bahwa ia sebaiknya jangan berusaha untuk menonjol untuk melebihi yang lain dalam masyarakat.

Menurut Tillman (2004:158) kerja sama tercipta bilamana orang bekerja bersama-sama untuk mencapai satu tujuan yang sama. Semua orang yang bekerja


(27)

9

sama perlu menyadari pentingnya keikutsertaan dan menjaga sikap yang positif. Saat melakukan kerja sama, dibutuhkan adanya ide dan kerelaan untuk membimbing dan mengikuti orang lain.

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa kerja sama dapat dilakukan oleh semua orang yang memiliki tujuan sama. Hal ini berlandaskan usaha untuk memelihara hubungan baik, kesediaan membantu, dan tidak adanya usaha untuk mengunggulkan diri sendiri di atas kepentingan orang lain.

2.1.1.3 Modul Living Values

Living Values: An Educational Program (LVEP) adalah program pendidikan nilai-nilai. Program ini menyajikan berbagai aktivitas pengalaman dan metodologi praktis bagi guru atau fasilitator untuk mengembangkan nilai-nilai pribadi dan sosial: kedamaian, penghargaan, cinta, tanggung jawab, kebahagiaan, kerja sama, kejujuran, kerendahan hati, toleransi, kesederhanaan, dan persatuan (Tillman, 2004:ix). Aktivitas-aktivitas berdasarkan nilai yang ada dalam Living Values: An Educational Program dirancang untuk memotivasi siswa dan mengajak mereka untuk memikirkan diri sendiri, orang lain, dunia, dan nilai-nilai dalam cara yang saling berkaitan. Kegiatan yang ada di modul ini bertujuan untuk merasakan pengalaman di dalam diri sendiri dan untuk membangun sumber daya diri guna memperkuat serta memancing potensi, kreativitas, dan bakat-bakat tiap siswa. Para siswa diajak untuk berefleksi, berimajinasi, berdialog, berkomunikasi, berkreasi, membuat tulisan, menyatakan diri lewat seni, dan bermain-main dengan nilai-nilai yang diajarkan. Dalam prosesnya akan berkembang keterampilan pribadi, sosial, dan emosional, sejalan dengan keterampilan sosial yang damai dan penuh kerja sama dengan orang lain. Latihan-latihan yang ada termasuk membangun keterampilan menghargai diri sendiri, keterampilan komunikasi sosial yang positif, keterampilan berfikir kritis, dan menyatakan diri lewat seni dan drama (Tillman, 2004:xiii).

Tillman (2004:x) menyatakan bahwa “para pengajar di seluruh dunia sangat didorong untuk menggunakan budaya negara mereka masing-masing yang kaya sambil mengintegrasikan nilai-nilai yang diajarkan ke dalam aktivitas


(28)

sehari-10

hari dan kurikulum.” Hal ini berarti peneliti dapat memodifikasi langkah-langkah pembelajaran yang akan digunakan.

Nilai dalam modul Living Values yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah nilai kerja sama. Hal ini berkaitan dengan perilaku kerja sama siswa yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini. kegiatan dalam penelitian ini memiliki tujuan agar siswa dapat merasakan pengalaman bekerja sama lewat permainan dan siswa ikut berpartisipasi dalam diskusi. Peneliti melakukan sedikit modifikasi langkah-langkah modul pelajaran kerja sama dengan menyesuaikan dengan konteks siswa indonesia dan pelajaran yang akan disampaikan.

Dalam modul pelajaran kerjasama ada 16 tahap pelajaran yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kerja sama siswa. Ada 5 langkah pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan kelima pelajaran tersebut dilandaskan dengan kesesuaian materi PKn yang akan di ajarkan. Selain itu, pelajaran-pelajaran berikut juga sesuai dengan usia siswa kelas II SD. Langkah pembelajaran yang peneliti ambil dalam penelitian yang dilakukan adalah:

Pelajaran 1: Kerja Sama Itu Penting

Siswa diajak melakukan permainan „Perjamuan Kerja Sama‟ (dimodifikasi dari permainan jamuan kerja). Siswa diminta memakan roti dengan keadaan tangan yang dilingkari kertas dan posisi tangan tidak boleh menekuk. Setelah itu siswa diminta mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.

Pelajaran 4: Permainan-permainan

Siswa berbaris secara berpasangan. Siswa dengan menggunakan kain diminta melemparkan bola yang berisi kertas pesan kepada pasangan selanjutnya. Setelah sampai ujung, kertas yang ada dalam bola diambil dan pesan yang ada di dalamnya disampaikan kepada temannya. Di akhir permainan ini siswa yang paling ujung menuliskan pesan yang diterima pada kertas yang peneliti sediakan. Pelajaran 5: Kisah-kisah

Peneliti membacakan cerita, kemudian siswa diminta mendiskusikan cerita tersebut dalam kelompok. Peneliti menggunakan beberapa judul cerita yang berbeda. Isi cerita tersebut peneliti sesuaikan dengan materi yang disampaikan dalam pembelajaran.


(29)

11 Pelajaran 10: Komunikasi yang Baik

Siswa diajak untuk berpikir satu proyek kerja sama dan permainan yang sudah pernah dikerjakan di kelas, dan menciptakan peraturan-peraturan untuk berkomunikasi dengan baik. Peraturan-peraturan ditempelkan agar bisa digunakan (Tillman, 2004:167). Kegiatan ini diterapkan di awal pembelajaran, siswa diajak untuk membuat „kontrak belajar‟ yang telah disepakati kemudian peraturan tersebut ditulis dan ditempel. Hal ini bertujuan agar siswa mengingat peraturan yang telah disepakati bersama.

Pelajaran 15: Tokoh Kartun

Cerita kartun disajikan, di mana para tokohnya bekerja sama untuk membuat dunia menjadi lebih baik (Tillman, 2004:171). Cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita „kerja sama semut‟ yang disajikan dalam bentuk video.

Modul ini secara khusus membahas tentang pendidikan nilai sehingga modul Living Values kiranya tepat di terapkan untuk mengajarkan karakter. Modul ini mengajarkan aktivitas-aktivitas untuk membantu memperbaiki perilaku kerja sama.

2.1.1.4 Prestasi Belajar

Menurut Darsono (2000:110) prestasi belajar siswa merupakan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif) sebagai akibat inetraksi aktif dengan lingkungan. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. setelah siswa memperoleh pengalaman belajar. Winkel (1983:42) menambahkan, prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk nilai.

Nilai hasil belajar siswa ditentukan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar dalam proses evaluasi. Evaluasi belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau simbol. Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi


(30)

12

belajar antara lain faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor intern), faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern) dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2000:122). Faktor intern meliputi aspek fisiologis, aspek psikologis, intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa. Faktor ekstern meliputi lingkungan sosial, keadaan keluarga, keadaan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan non sosial.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas mental yang melibatkan individu secara langsung yang dilandasi dengan niat dan tujuan tertentu untuk meningkatkan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu melalui proses yang berlangsung lama dan hasilnya menetap. Prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu yang dipengaruhi oleh faktor intern sebagai faktor dari dalam diri siswa dan faktor ekstern sebagai faktor dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan. Hasil yang telah dicapai siswa diukur dan dinilai dalam bentuk angka atau pernyataan. Angka dan pernyataan tersebut yang digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

2.1.1.5 Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Trianto, 2010:147). Pengajaran tematik perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait agar materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal (Trianto, 2010:154). Kunandar (2007:334) mengatakan pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka. Muslich (2007) mengartikan pembelajaran tematik sebagai pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa.


(31)

13

Prinsip-prinsip pembelajaran tematik diklasifikasikan menjadi empat yaitu (1) prinsip penggalian tema, (2) prinsip pengelolaan pembelajaran, (3) prinsip evaluasi, (4) prinsip reaksi (Trianto, 2010:155-156). Depdiknas dalam Trianto (2010:163-164), menyebutkan bahwa pembelajaran tematik memiliki karakteristik antara lain berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung; pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema-tema tertentu dan mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik yang diambil peneliti dalam penelitian ini terdiri dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan KD „Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari‟, dan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan KD „Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang lain‟. Tema dari pembelajaran tematik yang diambil peneliti adalah kerja sama dengan menggunakan penerapan metode permainan kerja sama.

2.1.1.6 Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

PKn adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk menjadikan siswa menjadi warga negara yang baik, yakni warga yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggungjawab dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Maftuh, 2005). Menurut Wahab (1995:11) PKn dapat diartikan sebagai mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. PKn digunakan sebagai wahana untuk


(32)

14

mengembangkan kemampuan, watak, dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

PKn membicarakan hubungan antara manusia dalam perkumpulan yang terorganisasi dengan individu-individu dan negara. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri serta moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara demi kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa. Berdasarkan pengertian yang sudah dijabarkan di atas, mata pelajaran PKn tidak semata-mata untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan teori kewarganegaraan, namun juga menekankan pada pengembangan moral anak dalam kehidupan sehari-hari. Melalui sekolah, PKn perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup siswa. Dalam penelitian ini PKn diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan meningkatkan perilaku kerja sama siswa kelas II SDN Langensari.

2.1.2 Teori yang Relevan

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan moral Jean Piaget, teori perkembangan moral Kohlberg, teori kecerdasan moral Borba, teori sosial kognitif Albert Bandura, teori berpikir Bloom, dan teori perkembangan kognitif Jean Piaget.

2.1.2.1 Teori Perkembangan Moral Jean Piaget

Perkembangan kognitif dan perkembangan moral anak berbeda dengan orang dewasa. Piaget memperhatikan anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menemukan bahwa tahap-tahap perkembangan moral dimulai ketika masa transisi dari tahap praoperasional ke pikiran konkret operasional. Piaget menyebutkan ada 4 tahap perkembangan anak. Sebelum anak berusia 6 tahun, tidak ada aturan yang benar. Anak-anak umur 2 tahun bermain kelereng secara sederhana. Pada usia 2 sampai 6 tahun anak mampu mengekspresikan tentang aturan, namun tidak mengerti alasan untuk mengikuti aturan itu (Djiwandono, 2006:81-82).


(33)

15

Piaget menemukan bahwa anak-anak usia antara 6 sampai 10 tahun mulai mengetahui adanya aturan walaupun mereka sering tidak konsisten dalam mengikuti aturan tersebut. Pada usia ini anak juga tidak mengerti bahwa aturan dari suatu permainan kadang bisa berubah. Walaupun demikian, mereka melihat bahwa aturan-aturan seperti dipaksakan orang tua yang kedudukannya lebih tinggi dan tidak berubah. Anak-anak pada usia 10 sampai 12 tahun secara sadar menggunakan dan mengikuti aturan. Anak-anak mengerti bahwa aturan-aturan yang ada diperlukan untuk mengurangi perselisihan di antara pemain. Mereka mengerti bahwa aturan adalah sesuatu yang sederhana, di mana setiap orang menyetujui, dan karena itu jika setiap orang setuju untuk mengubahnya, aturan itu dapat diubah.

Dilihat dari tahap perkembangan anak menurut Piaget di atas siswa kelas II Sekolah Dasar sebagai subjek penelitian berada pada tahap di mana anak sudah dapat mengetahui adanya aturan. Dalam setiap permainan akan ada aturan-aturan yang ditetapkan atau telah disepakati sebelumnya. Begitu pula dalam permainan kerja sama melalui modul Living Values akan ada aturan-aturan permainan yang digunakan, peneliti memilih siswa kelas II karena pada usia ini siswa sudah dapat menangkap penjelasan dan perintah yang diberikan serta mereka sudah mulai dapat berfikir secara logis dalam menyelesaikan tugas dan permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini berkaitan dengan aturan yang akan digunakan di kelas selama pembelajaran berlangsung. Tingkah laku siswa dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada di lingkungan sekitar mereka, sehingga peneliti perlu menampilkan perilaku positif dalam bekerja sama.

2.1.2.2 Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip dasar hasil penemuan Piaget, sehingga teori ini lebih rinci dan memunculkan tahapan-tahapan perkembangan moral anak secara detail. Perkembangan moral berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral) tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu melalui pengalamannya berinteraksi dengan


(34)

16

orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan (Desminta, 2007:149).

Teori perkembangan moral Kohlberg adalah suatu perbaikan dan pelurusan dari teori Piaget dengan memberi tiga tingkatan perkembangan moral. Masing-masing tingkat ada dua tahap. Tingkat pertama adalah moralitas prakonvensional. Moralitas prakonvensional yaitu perilaku tunduk pada kendali orang tua atau eksternal. Pada tahap ini anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman dan menyesuaikan diri terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan. Tingkat kedua yaitu moralitas konvensional. Pada tahap pertama tingkat ini, anak menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan mempertahankan hubungan dengan mereka. Pada tahap kedua anak menyetujui bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai dengan mereka. Mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu supaya terhindar dari kecaman sosial. Tingkat ketiga yaitu moralitas pascakonvensional. Moralitas berkembang sebagai pendirian pribadi, jadi tidak tergantung pada pendapat konvensional yang ada (Djiwandono, 2006:83).

Siswa kelas II SD berada pada tingkat kedua yaitu moralitas konvensional. Anak sudah dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu cara untuk menjalin komuniksi siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan pembentukkan kelompok. Siswa dalam kelompok diberi tugas yang harus mereka selesaikan dengan diberi batasan atau peraturan. Dengan demikian proses komunikasi antar siswa dalam kelompok sudah dapat terjalin dengan adanya tujuan yang jelas. Teori ini membantu peneliti dalam mengetahui karakter moral anak. Penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap moral anak yang baik pada tahap konvensional. Teori perkembangan Piaget dan Kohlberg memiliki hubungan yang menunjukkan bahwa siswa kelas II sudah mulai mengenal adanya hubungan sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dan mereka sudah mengenal adanya aturan yang ditetapkan dan disepakati sebelumnya.


(35)

17 2.1.2.3 Teori Kecerdasan Moral Borba

Kecerdasan Moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah. Memiliki etika keyakinan yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan dapat membuat orang bersikap benar dan terhormat. Kecerdasan moral ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan untuk bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan,dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain (Borba, 2008:4). Membangun kecerdasan moral penting dilakukan agar suara hati anak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral diperlukan untuk melawan tekanan buruk dan membekali anak untuk bertindak benar. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan moral pada anak dapat membuat anak bersikap hormat dan terhormat kepada siapa saja.

Teori-teori di atas peneliti gunakan sebagai landasan dalam penelitian ini karena memiliki kesamaan pandangan. Anak dapat belajar melalui lingkungan sosial untuk belajar lebih cepat dengan menghormati atau melihat tingkah laku orang lain. Anak dapat belajar melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain untuk memahami perilaku mana yang baik yang boleh dikerjakan dan mana yang tidak boleh dikerjakan.

2.1.2.4 Teori Sosial Kognitif Bandura

Teori Bandura menekankan pada teori sosial-belajar. Teori Bandura berisikan teori belajar untuk melakukan perubahan-perubahan tingkah laku. Bandura dalam Singgih (1981:183) mengungkapkan pada situasi sosial ternyata orang bisa belajar lebih cepat dengan mengamati atau melihat tingkah laku orang lain. Dengan mengamati melalui alat inderanya, pengamatan mengikutsertakan unsur kognitif yaitu adanya proses di dalam yang mewakili obyek-obyek yang nyata di luar. Proses yang terjadi di dalam ini kemudian menjadi dasar timbulnya tingkah laku yang sesuai dengan apa yang telah diamatinya.


(36)

18

Bandura dalam Singgih (1989) menyatakan ada empat komponen dalam proses belajar yaitu: (1) memperhatikan, sebelum melakukan peniruan terlebih dahulu anak memperhatikan model yang akan ditirunya, (2) mencamkan, setelah memperhatikan dan mengamati sesuatu model maka di waktu yang lain anak memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut, (3) mereproduksikan gerak motorik, untuk mereproduksikan tingkah laku dengan tepat anak harus sudah bisa memperlihatkan kemampuan-kemampuan motorik yang meliputi kekuatan fisik, (4) ulangan-penguatan, setelah proses dari memperhatikan dan mencamkan sudah dilakukan, model yang diamati oleh anak akan diperlihatkan atau direproduksi dalam tingkah laku yang nyata atau tidak bergantung pada kemauan atau motivasi yang ada.

Dari penjelasan tentang teori Bandura di atas dapat disimpulkan bahwa anak dapat belajar melalui lingkungan sosialnya untuk belajar lebih cepat dengan mengamati atau melihat tingkah laku orang lain. Aspek kognitif dapat diikutsertakan yang dinyatakan dalam tingkah laku melalui proses mengamati, mencamkan, memproduksi dan dilanjutkan dengan melakukankan ulangan sesuai dengan motivasi kemauannya.

2.1.2.5 Teori Berpikir Bloom

Bloom dalam Masidjo (2004:2) menyatakan tiga tujuan instruksional yang dapat digunakan guru untuk menilai hasil belajar siswa adalah kognitif, afektif, psikomotor. Ranah kognitif dikategorikan ke dalam enam dimensi (Anderson, 2010:99-129), keenam tingkatan tersebut adalah (1) mengingat, berarti menumbuhkan kemampuan untuk menyimpan memori tentang materi yang sama dengan materi yang sudah pernah diajarkan, (2) memahami, berarti menumbuhkan kemampuan mengkonstruksi makna-makna dari pembelajaran atau pengetahuan yang baru saja diperoleh dipadukan dengan pengetahuan yang sudah di miliki, (3) mengaplikasikan, berarti menumbuhkan kemampuan untuk melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu dalam mengerjakan soal-soal latihan atau menyelesaikan masalah. Soal latihan merupakan tugas yang langkahnya sudah diketahui siswa sedangkan masalah merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya belum diketahui siswa, sehingga siswa harus mencari


(37)

19

penyelesaian dari masalah tersebut, (4) menganalisis, berarti menumbuhkan kemampuan untuk melibatkan proses memecah-mecah sebuah materi menjadi bagian-bagian yang kecil dan setelah itu menentukan hubungan antara setiap bagian dan keseluruhan strukturnya, (5) mengevaluasi, berarti menumbuhkan kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, (6) mencipta, berarti menumbuhkan kemampuan untuk melibatkan proses menyusun elemen-emelem menjadi keseluruhan yang koheren dan fungsional. Pada dimensi mencipta ini siswa dituntut untuk berpikir secara kreatif. Proses kognitif yang terlibat dalam mencipta secara umum sejalan dengan pengalaman belajar sebelumnya dan pada dimensi ini siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi elemen yang tidak pernah ada sebelumnya.

Ranah afektif terdiri atas lima tingkat perilaku yaitu (1) penerimaan: mencakup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, serta rangsangan tersebut, (2) partisipasi: kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, (3) penilaian atau penentuan sikap: meliputi kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian tersebut, (4) organisasi: meliputi kemampuan membentuk sistem nilai sebagai pedoman hidup, (5) pembentukan pola hidup, meliputi kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan yang diolah secara sadar sehingga menjadi milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dalam mengatur kehidupan sendiri (Winkel, 2004:276-277).

Tingkatan pada ranah psikomotorik siswa terdiri atas tujuh bagian, yaitu (1) persepsi, merupakan reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan pembedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada, (2) kesiapan yang mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai sesuatu gerakan atau rangkaian gerakan, (3) gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang diberikan, (4) gerakan terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak dengan lancar tanpa memperlihatkan lagi contoh yang diberikan, (5) gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melaksanakan ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, tepat dan efisien, (6) penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan


(38)

20

dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan persyaratan khusus yang berlaku. Kemampuan ini dinyatakan dalam menunjukkan suatu taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran, (7) kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik yang baru berdasarkan inisiatif sendiri (Winkel, 2004:278-279).

Berdasarkan teori di atas, penilaian dalam penelitian ini berpedoman pada teori berpikir Bloom. Peneliti menilai prestasi hasil belajar siswa dalam tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dinyatakan dalam bentuk angka.

2.1.2.6 Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Anak berkembang dari bayi sampai dewasa, perkembangan anak tidak hanya dilihat dari fisiknya, namun juga dari intelektual atau kognitifnya. Piaget dalam Djiwandono (2006:21-22) menyebutkan ada 4 tahap perkembangan kognitif anak. Tahap pertama yakni sensori-motorik (0-2 tahun). Pada tahap ini anak belajar dari pengalaman langsung di lingkungan. Anak menggunakan kemampuan sensorinya untuk mempelajari sesuatu, meskipun anak belum sempurna dalam memahami objek tertenu. Tahap kedua yakni tahap pra operasional. Tahap pra operasional terjadi pada anak yang berumur 2-7 tahun. Anak menggunakan simbol-simbol dalam menggambarkan objek yang ada di sekitar. Anak cenderung berpusat pada dirinya sendiri. Tahap ketiga yakni operasional konkret (7-12 tahun). Anak pada tahap ini biasanya sudah memasuki masa sekolah yaitu Sekolah Dasar. Anak sudah mampu berpikir logis dalam kegiatannya. Anak mampu menghubungkan satu aspek dengan aspek lainya tentang apa yang ia pelajari. Anak mulai memperhatikan lingkungan sosialnya dan tidak berpusat pada dirinya. Pada tahap ini anak belum bisa berpikir secara abstrak. Tahap terakhir yakni operasional formal. Anak berada pada tahap formal pada usia 11-dewasa. Anak sudah bisa berpikir secara logis dan abstrak ketika menyelesaikan suatu persoalan.

Berdasarkan teori tersebut, siswa kelas II SD termasuk dalam tahap operasional konkret. Siswa pada tahap ini sudah dapat berpikir secara menyeluruh, teratur, dan terarah dengan melihat banyak unsur dalam waktu yang


(39)

21

sama. Kondisi ini berkaitan dengan materi yang akan diberikan untuk siswa, pembelajaran yang akan dilaksanakan, serta berkaitan dengan media apa yang akan digunakan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam bekerja sama dalam kelompok. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini akan menggunakan situasi atau benda-benda konkret yang peneliti sediakan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar.

2.1.3 Hasil Penelitian yang Relevan. 2.1.3.1 Penelitian Nilai Moral

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan Yanti (2013) menggambarkan terjadi peningkatkan perilaku moral anak dengan metode bercerita menggunakan media gambar orang-orangan. Kasen (2006) dalam penelitiannya mendeskripsikan tentang hormat sebagai suatu sikap. Kasen menyebutkan bahwa pendidikan karakter bukan hanya serial, bukan daftar kata yang harus dipelajari. Pendidikan karakter lebih ditekankan pada isinya dan pengajar yang menarik dengan guru sebagai modelnya. Ada 4 hal yang ditekankan Kasen untuk mengajarkan sikap hormat, yaitu: 1) guru perlu menampilkan contoh/model karakter yang baik, 2) perlunya menciptakan suasana kerja sama dan hubungan yang baik, 3) melibatkan pengajaran akademik, 4) guru perlu mencintai kaelasnya dan memberikan waktu serta usaha untuk membuat kelas yang nyaman. Berdasarkan dua teori dapat disimpulkan bahwa perilaku moral anak dapat ditingkatkan. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh faktor metode dan guru. Pada penelitian ini peneliti menerapkan metode bercerita dan permainan yang didasarkan modul Living Values dan pembentukkan kelompok sehingga siswa bekerja sama dengan temannya.

2.1.3.2 Penelitian Prestasi Belajar

Hasil penelitian yang dilakukan Kristiawan (2011) menunjukkan peningkatan minat dan prestasi belajar materi globalisasi menggunakan media audiovisual mata pelajaran PKn kelas IV SD Kledokan semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan Susanti (2011) menunjukkan peningkatkan prestasi belajar dengan menggunakan model


(40)

22

pembelajaran kooperatif tipe berpikir berpasangan dalam mata pelajaran PKn siswa kelas II SD Negeri Tanjung semester 1 tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian di atas menunjukkan peningkatan prestasi belajar menggunakan media audiovisual model pembelajaran kooperatif tipe berpikir berpasangan mata pelajaran PKn. Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan audiovisual yang berupa video „Kerja Sama Semut‟ dan cerita yang dibacakan peneliti. Model pembelajaran kooperatif juga digunakan dalam pembelajaran di penelitian ini, dimana siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok dalam kegiatan pembelajaran tersebut.

2.1.3.3 Penelitian Penerapan Modul Living Values

Hawkes (2009) memaparkan bukti dampak pendidikan nilai melalui penerapan Living Values berdasarkan penelitian yang dilakukan Profesor Terry Lovat dan rekan-rekannya di Universitas Newcastle, Australia. Penelitian tersebut menunjukkan efek positif dari pendidikan nilai pada hubungan sekolah, suasana sekolah, kesejahteraan siswa dan peningkatan akademik. Hasil penelitian yang dilakukan Ismun Nisa Nadhifah dan Ika Kartika (2012) menunjukkan bahwa penerapan metode LVEP dengan mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti pada pembelajaran Sains Terpadu dapat meningkatkan pemahaman nilai-nilai budi pekerti kepada siswa. Penerapan LVEP membuat siswa antusias dan senang dalam mengikuti pembelajaran dan mereka lebih memahami makna pembelajaran sains.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan modul Living Values memberikan dampak positif dalam pengajaran nilai-nilai budi pekerti dan akademik siswa. Selain berdampak pada siswa, penerapan LVEP dapat dimodifikasi guru dengan mengembangkan materi dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Penelitian di atas juga menyebutkan Melalui penelitian ini siswa diharapkan mampu mengalami pengalaman langsung tentang pendidikan nilai, khususnya perilaku kerja sama siswa di kelas. Peneliti menggunakan LVEP sebagai panduan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan perilaku kerja sama siswa. Literature map penelitian terdahulu dapat dilihat pada bagan 2.1 di halaman 25.


(41)

23 2.2 Kerangka Berfikir

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk membentuk manusia seutuhnya. Pendidikan di tingkat sekolah berfungsi untuk memfasilitasi peserta didik dalam pengembangan potensi dan kepribadiannya. Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) menjadi suatu wadah untuk mengajarkan pendidikan nilai, salah satunya dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Pengajaran nilai masih sebatas pada teori-teori dan belum sampai pada penerapannya sehingga menimbulkan krisis perilaku di kalangan generasi muda. Krisis yang dialami generasi muda adalah kurangnya sikap hormat, salah satunya sikap menghormati saat bekerja bersama orang lain dalam suatu komunitas masyarakat. Mereka menampilkan perilaku-perilaku kekerasan, ketidaksopanan, atau pelecehan. Hal tersebut juga didukung oleh fakta yang ada di lapangan yang menunjukkan masih rendahnya perilaku kerja sama antar siswa. Berdasarkan hasil pengamatan tampak bahwa ketika ada siswa yang melakukan kesalahan, siswa yang lain cenderung menyalahkan dengan raut muka marah dan kesal sambil mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan. Siswa cenderung mengandalkan teman yang bersedia mengerjakan tugas, sedangkan siswa yang lain melakukan aktivitas di luar tugas yang diberikan guru. Ketika siswa dibagi dalam kelompok kecil ada beberapa siswa yang tidak mau bekerja sama, jika tidak berada dalam satu kelompok dengan teman yang mereka inginkan. Pada saat ada siswa yang mengalami kesulitan, beberapa siswa yang tidak bersedia membantu. Ketika siswa perwakilan kelompok melakukan kesalahan karena menjodohkan gambar yang tidak sesuai dengan jawaban yang tepat, siswa lain mengejeknya. Hampir setiap kali siswa bekerja dalam kelompok selalu saja menangis.

Melihat semakin banyaknya krisis tersebut, masyarakat mulai sadar tentang pentingnya pendidikan nilai bagi generasi muda khususnya anak SD, sehingga pemerintah mulai menggalakan pendidikan nilai. Hal tersebut didukung oleh UNESCO, bahwa saat ini sangatlah penting untuk menanamkan pendidikan nilai untuk generasi muda. UNESCO menerbitkan modul Living Values sebagai buku panduan untuk mengajarkan nilai-nilai sosial.


(42)

24

Selain itu peneliti juga mendapati bahwa prestasi belajar siswa masih rendah. Hal tersebut diperoleh melalui pelaksanaan tes pra siklus pada mata pelajaran PKn siswa kelas II SDN Langensari. Dari tujuh belas siswa, sepuluh siswa mendapatkan nilai dibawah 75,00. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 72,30.

Bermula dari hal tersebut, peneliti ingin meningkatkan prestasi belajar dan perilaku kerja sama siswa kelas II semester genap SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 pada pembelajaran tematik dengan penerapan modul Living Values. Modul ini berisi aktivitas-aktivitas yang bervariasi dan menarik bagi siswa. Penerapan dari modul ini memungkinkan guru untuk melakukan modifikasi sesuai dengan konteks pembelajaran di Indonesia. Peningkatan prestasi belajar menjadi hal yang penting dalam pembelajaran, karena keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar dapat dilihat pada prestasi yang diperoleh siswa. Pentingnya perilaku kerja sama siswa berkaitan dengan bagaimana siswa mampu bekerja sama dengan orang lain dengan hormat.

Modul Living Values diterapkan dalam pembelajaran tematik dan menggabungkannya model Cooperative Learning. Pembelajaran dilaksanakan dalam 3 siklus yakni siklus 1, siklus 2, dan siklus 3. Peneliti menggunakan 5 langkah pelajaran dari nilai kerja sama yang ada pada modul Living Values. Melalui penerapan modul Living Values pada siswa kelas II SDN Langensari diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan perilaku kerja sama siswa. Alur kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan 2.2 di halaman 25.

2.3 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

2.3.1. Penerapan modul Living Values pada pembelajaran tematik memperbaiki perilaku kerja sama siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta.

2.3.2. Penerapan modul Living Values pada pembelajaran tematik meningkatkan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta.


(43)

25

Bagan 2.1. Literature Map Penelitian Terdahulu

Bagan 2.2 Bagan Kerangka Berpikir II. Tindakan

I. Situasi awal III. Hasil

1. Prestasi belajar siswa

meningkat

2. terjadi perubahan sikap dalam kerja sama menjadi

lebih baik Cooperative Learning

Modul Living Values

1. Prestasi siswa rendah 2. Sikap hormat siswa dalam kerja sama kurang

baik

PTK

Siklus 2

Siklus 3 Observasi

Wawancara

Siklus 1 Prestasi Belajar

Nilai Moral Modul Living Values

Peningkatan minat dan prestasi belajar (Kristiawan:2011) Peningkatan

Perilaku moral (Yanti: 2013)

Pendidikan nilai melalui penerapan Living Values

(Hawkes: 2009)

Peningkatan prestasi (Susanti: 2011) Pengajaran

sikap hormat (Kasen: 2006)

Metode LVEP dengan mengintegrasikan nilai budi pekerti (Ismun Nisa Nadhifah dan Ika

Kartika: 2012)

Yang perlu diteliti

Peningkatan prestasi belajar dan kerja sama siswa SD dengan penerapan modul Living Values


(44)

26 BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab 3 diuraikan metode penelitian yang digunakan yaitu (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3) pelaksanaan penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) uji validitas dan reliabilitas, (6) teknik pengumpulan data, (7) teknik analisis data, (8) indikator keberhasilan, dan (9) waktu pelaksanaan penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan suatu proses penyelidikan ilmiah dalam bentuk refleksi diri yang melibatkan guru dalam situasi pendidikan tertentu dengan tujuan memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan guru. PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus yang terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Arifin, 2009). Kasbolah (2001:8) menyatakan “PTK adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas dan upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan tugas sehari–hari di kelas”.

Dalam hal ini masalah yang dihadapi yaitu masih rendahnya sikap hormat siswa ketika bekerja sama dalam kelompok. Guru dan peneliti bermaksud meningkatkan sikap hormat siswa dalam kerja sama siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta dengan menerapkan modul Living Values. Bagan siklus penelitian dapat dilihat pada halaman 27.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Sekolah yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah SDN Langensari Yogyakarta. Sekolah tersebut terletak di Jalan Kusbini No. 35, Kliteran, Gondokusuman Yogyakarta, kode pos 55222, telepon 0274-543570.


(45)

27

Bagan 3.1 Siklus Penelitian dari Kemmis

Siklus I

Siklus II

3.2.2 Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II semester genap tahun ajaran 2012/2013 SDN Langensari Yogyakarta. Jumlah siswa sebanyak 17 orang, terdiri dari 8 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah prestasi belajar dan perilaku kerja sama siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta. Peningkatan perilaku kerja sama dilaksanakan dalam pembelajaran tematik. Pembelajaran ini terdiri dari mata pelajaran PKn dengan KD „Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari‟, dan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan KD „Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang lain‟.

Perencanaan I Refleksi

Identifikasi masalah

Observasi

Pelaksanaan

Refleksi

Hasil refleksi

Observasi

Pelaksanaan

Perencanaan II


(46)

28 3.3 Pelaksanaan Tindakan

3.3.1 Persiapan

Pada tahap persiapan peneliti melakukan enam hal yaitu (1) permintaan izin, (2) pengamatan, (3) wawancara, (4) studi pustaka, (5) kajian terhadap SK dan KD, dan (6) penyusunan perangkat pembelajaran. Persiapan yang dilakukan peneliti adalah: permintaan izin kepada Kepala Sekolah SDN Langensari Yogyakarta dilakukan sebagai langkah awal untuk melakukan penelitian. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara kepada guru kelas II. Kegiatan pengamatan dilakukan kepada siswa kelas II untuk mengetahui sikap hormat siswa dalam pembelajaran. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari modul Living Values yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini. Peneliti bersama rekan sejawat dan dosen pembimbing berdiskusi tentang penerapan modul Living Values dalam kegiatan pembelajaran. Setelah itu peneliti mengkaji kompetensi dasar dan materi pokok yang menjadi dasar dalam pengajaran nilai kerja sama yakni mata pelajaran PKn dengan KD „Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kegiatan sehari-hari‟, dan mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan KD „Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang lain‟. Penyusunan perangkat pembelajaran meliputi mempersiapkan silabus dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan menyiapkan sumber belajar. Selain itu peneliti juga membuat kisi-kisi soal untuk mengukur prestasi belajar siswa, serta mempersiapkan instrumen penelitian dan menguji instrumen tersebut.

3.3.2 Pelaksanaan Siklus 1

Berdasarkan hasil observasi dan pretest pada pra siklus peneliti memperoleh informasi bahwa prestasi belajar dan sikap hormat siswa dalam bekerja sama masih rendah. Peneliti kemudian memutuskan untuk melakukan tindakan siklus 1 untuk meningkatkan prestasi belajar dan sikap hormat siswa dalam kerja sama. Pelaksanaan pembelajaran siklus I terdiri dari 4 tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Perencanaan pada siklus 1 meliputi perencanaan dan penyusunan perangkat pembelajaran yang akan digunakan.


(47)

29

Pelaksanakan kegiatan pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Maret 2012. Pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning dengan metode pembelajaran tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Materi yang disampaikan adalah sikap hormat siswa dalam kerja sama yang disertai kejujuran, kedisiplinan, dan senang bekerja sama dalam kelompok, serta menyampaikan pesan kepada orang lain. Kegiatan awal adalah salam, membuat kesepakatan aturan pembelajaran, memotivasi siswa dengan menyanyikan lagu „Mari Kita Kerja Sama‟ serta gerakannya. Dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dan melakukan tanya jawab tentang isi lagu yang telah dinyanyikan. Kegiatan selanjutnya peneliti menjelaskan pentingnya melakukan kerja sama, serta memberikan beberapa contoh, dan melakukan tanya jawab sikap-sikap yang dibutuhkan ketika melakukan kerja sama. Pada kegiatan elaborasi, siswa melihat video yang berisi cerita „Kerja Sama Semut‟ dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang isi video tersebut. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 4 kelompok untuk melakukan permainan kelompok. Kegiatan selanjutnya adalah mencocokkan apakah pesan yang dituliskan sama atau tidak dengan pesan yang diberikan di awal. Setelah selesai siswa bersama peneliti melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui serta membuat rangkuman. Di akhir kegiatan siswa diminta mengerjakan soal di lembar evaluasi serta mengisi kuesioner sikap hormat siswa dalam kerja sama.

Kegiatan observasi dilakukan selama siklus 1 berlangsung. Peneliti dan teman sejawat mengobservasi perkembangan sikap hormat siswa selama pembelajaran berlangsung. Instrumen yang digunakan untuk observasi adalah catatan anekdot dan rekaman video. Peneliti membuat catatan anekdot dalam pelaksanaan observasi untuk mencatat hal-hal penting secara detail selama pembelajaran berlangsung. Catatan ini disusun untuk mengetahui secara spesifik tentang sikap yang ditunjukkan siswa. Rekaman video digunakan untuk memperkuat hal-hal atau sikap yang ditunjukkan siswa selama kegiatan berlangsung. Hasil dari observasi tersebut didiskusikan dengan guru dan dosen pembimbing untuk menentukan rencana selanjutnya.

Diskusi bersama dengan guru, teman sejawat dan dosen berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan evaluasi terhadap proses


(48)

30

pembelajaran meliputi kendala, kekurangan, dan temuan lainnya. Peneliti menganalisis hasil observasi dan skala sikap dengan melihat ketercapaian indikator pembelajaran. Selain itu peneliti juga melihat nilai atau hasil prestasi belajar siswa untuk mempersiapkan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

3.3.3 Pelaksanaan Siklus 2

Rancangan pembelajaran siklus 2 merupakan tindak lanjut dari siklus 1. Hasil prestasi belajar siswa pada siklus 1 belum mencapai 90%, maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan siklus 2. Perencanaan pelaksanaan ini lebih ditekankan pada perbaikan dari kegiatan yang dilakukan pada siklus 1. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu meningkatkan prestasi belajar dan kerja sama siswa. Observasi dan refleksi dilakukan dengan pedoman yang sama dari siklus 1. Pelaksanaan pembelajaran siklus 2 terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Perencanaan pada siklus 2 meliputi perencanaan dan penyusunan perangkat pembelajaran yang akan digunakan.

Penelitian siklus 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Maret 2013 selama 4x35 menit. Topik yang dibahas adalah sikap hormat yang disertai kejujuran, kedisiplinan, dan senang bekerja sama serta menyampaikan pesan kepada orang lain. Pada kegiatan awal di pertemuan siklus 2 guru menyampaikan aturan pembelajaran dan menempelkan aturan tersebut di papan tulis. Dalam kegiatan aparsepsi siswa melakukan gerakan „Chicken Dance’ dan menyanyikan lagu „Mari Kita Kerja Sama; disertai gerakan agar siswa bersemangat mengikuti pembelajaran. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Kegiatan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang lagu yang telah dinyanyikan dan mengingat materi yang telah dipelajari di pertemuan sebelumnya. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari dua siswa. Guru membacakan cerita kerja sama, kejujuran dan senang bekerja sama dilanjutkan dengan menanggapi cerita dan penjelasan pentingnya kejujuran, kedisiplinan dan senang bekerja sama. Selanjutnya siswa dibagi dalam 4 kelompok untuk melakukan permainan „Bola Pesan‟. Siswa dan peneliti mencocokkan apakah pesan yang ditulis sama dengan pesan yang disampaikan di awal atau tidak. Selanjutnya siswa dan peneliti


(49)

31

melakukan tanya jawab hal-hal yang belum diketahui siswa dan membuat rangkuman hasil pembelajaran. Di akhir kegiatan siswa diminta mengerjakan soal di lembar evaluasi serta mengisi kuesioner sikap hormat siswa dalam kerja sama.

Kegiatan observasi dilakukan selama pelaksanaan siklus 2 berlangsung. Peneliti mengobservasi perkembangan perilaku kerja sama siswa selama pembelajaran berlangsung. Peneliti bersama teman sejawat mengamati perkembangan perilaku kerja sama siswa selama pembelajaran berlangsung. Peneliti juga melakukan observasi pada hasil prestasi belajar yang dicapai siswa pada siklus 2. Rincian observasi pelaksanaan siklus 2 dapat dilihat pada bab lain dari penelitian ini (lihat bab 4). Selanjutnya peneliti bersama teman sejawat, guru dan dosen berdiskusi tentang kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan dan serta yang menjadi kendala selama pelaksanaan. Refleksi yang dilakukan mengacu pada pertanyaan yang digunakan pada siklus 1.

3.3.4 Pelaksanaan Siklus 3

Pembelajaran siklus 3 merupakan tindak lanjut dari siklus 2. Rancangan ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Perencanaan pada siklus 3 meliputi perencanaan dan penyusunan perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Peneliti mempersiapkan media untuk mendukung kegiatan pada siklus 3 dan permainan kerja sama yang belum pernah digunakan sebelumnya. Pada siklus ini peneliti ingin menjawab masalah prestasi belajar siswa yang belum mencapai 90% dan perilaku kerja sama siswa yang masih rendah pada siklus sebelumnya.

Penelitian siklus 3 dilaksanakan pada hari Kamis, 18 April 2013 selama 4x35 menit. Topik yang dibahas adalah sikap hormat yang disertai kejujuran, kedisiplinan, dan senang bekerja sama serta menyampaikan pesan kepada orang lain. Dalam kegiatan apersepsi siswa melakukan gerakan „Chicken Dance’ dan menyanyikan lagu „Mari Kita Kerja Sama‟ disertai gerakan. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari itu. Kegiatan dilanjutkan dengan melakukan tanya jawab tentang lagu yang telah dinyanyikan dan mengingat materi yang telah dipelajari di pertemuan sebelumnya. Guru membacakan cerita


(50)

32

menceritakan kembali isi cerita tersebut. Selanjutnya siswa dibagi dalam 4

kelompok untuk melakukan permainan „Bola Pesan‟. Siswa dan guru melakukan

tanya jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui siswa dan membuat rangkuman hasil pembelajaran. Di akhir kegiatan siswa diminta mengerjakan soal di lembar evaluasi serta mengisi kuesioner.

Peneliti mengobservasi perkembangan perilaku kerja sama siswa selama pembelajaran berlangsung. Peneliti bersama teman sejawat mengamati perkembangan perilaku kerja sama siswa selama pembelajaran berlangsung. Peneliti juga melakukan observasi pada hasil prestasi belajar yang dicapai siswa pada siklus 2. Rincian observasi pelaksanaan siklus 2 dapat dilihat pada bab lain dari penelitian ini (lihat bab 4). Diskusi dengan guru, teman sejawat dan dosen berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan evaluasi terhadap proses pembelajaran meliputi diskusi tentang kendala, kekurangan, dan temuan lainnya.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian (Sugiyono, 2010:148). Instrumen yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yaitu dengan tes tertulis dan skala sikap. Catatan anekdot, wawancara dan video digunakan untuk melihat perubahan perilaku kerja sama siswa.

3.4.1 Tes Tertulis dan Skala Sikap

Tes banyak digunakan dalam pengukuran prestasi belajar di sekolah. Isi tes merupakan sampel dari hal yang hendak diukur. Pengertian tes secara umum diungkapkan oleh Masidjo (1995:38) yang menyatakan bahwa “tes merupakan suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam situasi yang distandarisasikan, dan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok.” Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar adalah suatu tes yang mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang sebagai hasil


(1)

123 Siswa menyampaikan pesan

kepada temannya

Siswa menuliskan pesan yang diterima

Siwa membacakan hasil kerja di depan kelas

Guru membuat rangkuman pembelajaran yang telah


(2)

(3)

(4)

126

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Maria Yuanita Kurniasih merupakan anak kedua dari pasangan FX. Marsahid dan A. Ati Titi Istiyani. Lahir di Magelang 26 November 1991. Pendidikan dasar diperoleh di SD Negeri Tegalsari II, tamat pada tahun 2003. Pendidikan tingkat pertama diperoleh di SMP Negeri I Candimulyo, tamat pada tahun 2006. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMK Pius X Magelang pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh kuliah, penulis aktif sebagai sie kerohanian Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, sie P3K parade gamelan anak 2010, sekretaris “Maria Montessori Workshop: Learning Model Development for 3-6 years old”, dan aktif sebagai fasilitator di Youth Spirituality Center Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.


(5)

viii ABSTRAK

Kurniasih, Maria Yuanita. 2013. Penerapan Modul Living Values Untuk Memperbaiki Perilaku Kerja Sama Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SDN Langensari Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: Modul Living Values, prestasi belajar, perilaku kerja sama.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan penerapan modul Living Values ini bertujuan untuk memperbaiki perilaku kerja sama dan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan karena masih rendahnya perilaku kerja sama dan prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013, terdiri dari 17 siswa. Perubahan tingkah laku siswa diperoleh dari hasil catatan anekdot, wawancara dengan guru, dan pengamatan melalui video yang kemudian dianalisis dengan trianggulasi. Pengumpulan data prestasi belajar siswa dilakukan melalui tes tertulis. Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan menjumlahkan skor seluruh siswa untuk menghitung rata-rata kelas dan persentase siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75,00.

Hasil penelitian menunjukkan penerapan modul Living Values memperbaiki perilaku kerja sama siswa. Perubahan perilaku kerja sama dapat dilihat dari perilaku siswa selama berinteraksi dengan siswa lain, guru, dan peneliti pada saat pembelajaran. Hasil analisis menunjukkan siswa mampu memelihara hubungan baik dengan sesama, bersedia membantu sesama, mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, dan tidak berusaha menonjol untuk melebihi yang lain . Nilai siswa berdasarkan gabungan dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada pra siklus = 72,30, siklus 1 = 75,47 siklus 2 = 80,63, dan siklus 3 = 89,90. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan modul Living Values dengan model Cooperative learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari.


(6)

ix ABSTRACT

Kurniasih, Maria Yuanita. 2013. The implementation of Living Values module in improving the cooperative behaviour and the learning achievement of the second grade students at SD Langensari Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Primary School Teacher Education Study Program. Sanata Dharma University.

Key word: Living Values module, learning achievement, cooperative behavior. This was a classroom action research implementing Living Values

module to improve the students’ cooperative behavior and learning achievement. The research involved a group of 2nd grade students at SDN Langensari, Yogyakarta during the second semester of the academic year 2012/2013.

Preliminary observation found that both the students’ ability to cooperate and the students’ learning achievement to be somewhat lower than expected.

The data obtained from anecdotal records, interview with the class teacher and video recording were analyzed using triangulation method to find

indication of changes in the students’ cooperative behavior. The learning achievement was measured by the students pre and post test scores. The scores were then calculated and compared to the minimum criteria of completeness which was 75.00.

The result concluded that the implementation of Living Values module within Cooperative Learning framework improved both the cooperative behavior

and the learning achievement of the students. The changes in students’

cooperative behavior could be observed from their interaction with other students, the teacher and the researcher during the learning process. The data analysis and interpretation found the students maintained good relationship with others, were willing to help others, listened to others and refrained from being dominant. Beside these improvements in cooperative behavior, the students’ evaluation scores also significantly increased. The average scores combining cognitive, affective, and psychomotor competence were 72.30 in pre-cycle, 75.47 at the end of cycle 1, 80.63 at the end of cycle 2, and 89.90 at the end of cycle 3

.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG KELAS VA SEMESTER II SDN 2 LANGENSARI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

0 0 30

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku toleransi dan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Kalongan Yogyakarta.

0 7 147

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku kebebasan dan prestasi belajar siswa kelas V SDN Pakem 4 Yogyakarta.

0 6 127

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku menghargai dan prestasi belajar siswa kelas III SDN Pakem 4 Yogyakarta.

0 1 142

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas II SDN Langensari Yogyakarta

0 0 144

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku toleransi dan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Kalongan Yogyakarta

0 9 145

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS V SDN SURYODININGRATAN II YOGYAKARTA.

0 0 252

UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS MELALUI PENERAPAN MODEL UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DI KELAS V SDN KARANGL

0 0 15

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku menghargai dan prestasi belajar siswa kelas III SDN Pakem 4 Yogyakarta - USD Repository

0 0 140

Penerapan modul Living Values untuk memperbaiki perilaku kebebasan dan prestasi belajar siswa kelas V SDN Pakem 4 Yogyakarta - USD Repository

0 1 125