Streotipe pada tokoh utama

kemandirian, serta ketahanan mental spiritualnya. Dengan demikian, perempuan mampu berperan sejajar bersama laki-laki sebagai mitra sejajar yang selaras, serasi, dan seimbang yang ditujukan dalam kehidupan sehari-hari.

5.1.3 Streotipe pada tokoh utama

Menurut Fakih 2004:16, streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Biasanya streotipe berakibat pada ketidakadilan sehingga dinamakan pelabelan negatif. Salah satu jenis streotipe adalah bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan streotipe yang dilekatkan pada mereka. Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah untuk memancing perhatian lawan jenis, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan streotipe. Akibatnya, jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat cenderung menyalahkan korbannya atau perempuan itu sendiri. Selain itu, perempuan juga dicap sebagai seorang manusia yang cengeng, tidak mampu memimpin, emosional suka marah-marah, irrasional, dan lemah fisiknya. Sebenarnya laki-laki juga dapat emosional, irrasional, mau berdandan, dan juga cengeng. Akan tetapi, kenyataan tersebut selalu diingkari oleh masyarakat sehingga streotipe-streotipe terhadap perempuan tidak akan pernah hilang. Streotipe terhadap perempuan pada akhirnya dianggap seolah-olah telah menjadi kodrat. Dalam novel PBS banyak sekali dapat ditemukan streotipe terhadap perempuan. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut: Ibu pernah mengatakan, perempuan itu bagai godaan. Semacam buah semangka atau buah peer di gurun sahara. Perempuan adalah sarang fitnah, tetapi laki-laki Universitas Sumatera Utara bukan sarang mafia. Jika perempuan keluar, tujuhpuluh setan menderap berbaris menyertainya. Tetapi jika ia membungkus seluruh tubuhnya dengan kurungan, mata setan akan kesulitan menebak, itu manusia atau guling yang tengah berjalan. Maka selamatlah sang perempuan sampai tujuan. Bukankah mudah menipu setan. PBS:46 Kutipan itu menunjukkan bahwa perempuan di cap atau dilabelkan sebagai godaan atau objek seksual bagi laki-laki. Tubuh perempuan seakan-akan keburukan atau suatu aib sehingga harus disamakan dengan guling yang tengah berjalan. Begitu menggodanya tubuh perempuan yang dapat merangsang gairah nafsu birahi sehingga distreotipekan sebagai sarang fitnah yang dapat menyebarkan kemaksiatan disekitarnya. Tubuh perempuan memang sangat indah. Memiliki lekuk-lekuk yang bentuknya tertinggi dan amat indah. Tetapi, menyalahkan tubuh perempuan adalah suatu bentuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Streotipe bahwa perempuan adalah objek seks menyebabkan setiap kali terjadi pemerkosaan terhadap perempuan, malah perempuan itu sendiri yang disalahkan, bukan laki-laki yang menjadi pemerkosa. Perempuan itu dianggap bersalah karena mengundang syahwat laki-laki. Dalam novel PBS banyak terdapat kritikan terhadap strotipe yang dilekatkan kepada perempuan. Dalam ajaran Islam, seorang perempuan diajarkan memakai baju kurung untuk menutupi auratnya. Namun, memakai baju yang sopan juga tidak dapat mengurangi kekerasan seksual terhadap perempuan. Pada kenyataanya, perempuan yang telah berpakaian sopan tetap saja sering diperlakukan tidak senonoh oleh laki- laki. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut: Tetapi bagaimana caranya menghadapi setan yang telah berpengalaman, yang masih menggoda perempuan dalam kurungan. Adakah strategi jitu yang harus diterapkan untuk mereka? Ibu pusing untuk menjawab. PBS:46 Kutipan itu merupakan sindiran pengarang yang disampaikan oleh tokoh Annisa terhadap tindakan masyarakat yang selalu menyalahkan kaum perempuan, padahal Universitas Sumatera Utara perempuan adalah korban dari keangkuhan laki-laki. Pemerkosaan tidak hanya terjadi karena perempuan yang memakai baju terbuka, tetapi juga karena laki-laki merasa berhak mengontrol atau mengancam perempuan, dan merasa lebih kuat dari perempuan. Oleh karena itu, seharusnya laki-laki mengubah paradigma tersebut dan memupuk rasa menghormati dan menghargai kaum perempuan. Perhatikan kutipan di bawah ini: “cadari nuranimu dengan iman,”kata lek khudori “Jadi nurani lebih penting?” “Seperti perang di medan pertempuran, itu semua hanyalah perang fisik. Perang sesungguhnya adalah medan diri, antara nurani dan syahwat, antara nafsu lawwamah dan nafsu muthmainnah. PBS:46 Dalam kutipan tersebut, tokoh Khudori mengatakan bahwa nurani dan iman juga penting, selain menutup aurat. Laki-laki dan perempuan harus sama-sama menahan syahwatnya agar pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan tidak lagi terjadi. Jadi, kutipan tersebut menyatakan bahwa apabila terjadi pemerkosaan, laki-laki dan perempuan haruslah sama-sama bertanggungjawab. Penting ditanyakan apakah perempuan tersebut telah menutup auratnya dan menjaga sikapnya dan penting ditanyakan apakah laki-laki juga sudah mencadari nuraninya dengan iman. Selain ibunya, Annisa juga mendapat ajaran dari bapaknya tentang streotipe terhadap tubuh perempuan yang terlihat pada kutipan berikut: Sepertinya sopan santun memang tidak berlaku untuk kalangan laki-laki. Hukum apapun tidak mampu menjamah kemerdekaan mereka, sebab mereka adalah manusia. Fitrahnya adalah merdeka. Berbeda dengan perempuan, tubuhnya saja mirip manusia, nafsunya mirip binatang. Dipenuhi anak setan. Untuk itulah sopan santun harus diperkenalkan padanya. Begitulah bapak pernah mengatakan. Dan tubuh perempuan yang mirip manusia itu, sebenarnya adalah kalangan aurat, sesuatu yang harus ditutup dengan karung seperti beras di gudang bulog. Kadang juga, terlihat seperti guling yang berjalan. Sebab aurat, ia harus ditutup dan dijaga dari mata-mata perampok dan pencuri yang berkeliaran di rimba raya. PBS:45 Pada awal kutipan, terdapat kritik dari pengarang novel PBS tentang kedudukan kaum perempuan yang rendah. Pengarang mengamati bahwa sebenarnya kaum Universitas Sumatera Utara perempuan adalah kaum yang masih terjajah dan belum mendapatkan kemerdekaannya. Banyak peraturan dan larangan yang dibebankan pada perempuan sehingga telah merampas hak-hak kaum perempuan. Kritikan lain terhadap hegemoni laki-laki terlihat pada kutipan dalam novel PBS. “Tetapi siapakah perampok dan pencuri kehausan itu? Pastilah mereka bukan seorang raja dan pihak yang berkuasa. Sebab kalau mereka raja dan berkuasa, untuk apa lagi mencuri dan merampok”. PBS: 46 Bentuk streotipe lainnya adalah pelabelan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Streotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Kenyataan tersebut digambarkan dalam novel PBS. Tokoh Annisa hanya disekolahkan sampai SD. Streotipe terhadap perempuan seharusnya dapat dihapuskan. Perempuan adalah makhluk yang sama mulianya dan sama kedudukannya dengan laki-laki. Adanya streotipe yang dilekatkan sekaligus ditanamkan pada perempuan menyebabkan terganggunya kondisi psikis perempuan. Perempuan dididik menjadi sosok yang pasif, objek bukan subjek sehingga mengalami krisi kepercayaan diri. Oleh karena itu, kaum perempuan sering ditindas dan mengalami kekerasan.

5.1.4. Kekerasan pada tokoh utama