Latar Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy: Ketidakadilan Gender.

yang pemarah dan otoriter. Ibu Annisa adalah ibu yang lemah lembut dan penyabar, namun sangat pasif sehingga selalu menuruti segala keputusan suaminya.

4.3 Latar

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216, latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Nurgiyantoro 1995:227 mengemukakan bahwa unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar tempat dalam novel PBS adalah di daerah pedesaan kecil wilayah pegunungan. Di desa tersebut, Annisa tinggal di pesantren putri milik ayahnya. Namun, nama desa tersebut tidak disebutkan di dalam novel PBS. Penggambaran latar tempat terlihat pada kutipan berikut: Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain masa kanakku yang tak pernah terlupakan. PBS:1 Selain itu, latar tempat dalam novel PBS adalah di daerah Yogyakarta. Di Yogyakarta, Annisa kuliah dan bertemu dengan Khudori. Setelah menikah, Annisa dan Khudori juga berdomisili di Yogyakarta karena Khudori seorang dosen yang mengajar di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara Latar waktu dalam novel PBS adalah dimulai saat Annisa masih kecil, yaitu saat masih duduk di bangku SD sampai dewasa, yaitu setelah menikah dengan Khudori. Latar sosial dalam novel PBS adalah kebudayaan Jawa. Hal tersebut dapat terlihat pada penggunaan beberapa kata dalam bahasa Jawa, yaitu: lek, pencilakan, wedhok, ngerasani, mbak, mudheng, pethakilan, mboten, mas, dan ngelunjak. Penggunaan bahasa Jawa tersebut terlihat pada kutipan berikut ini: “o...jadi rupanya kamu yang punya inisiatif bocah wedhok. PBS:6 “Jadi.. perasaanmu sekarang seperti sedang berkemah begitu, Lek? Seperti apa sih? Kok Nisa nggak mudheng? PBS:27 “.....Kau ini perempuan. Mau jadi pahlawan ya? Pencilakan. Pethakilan Kau ini sadar, kau ini anak siapa, hah” PBS:33

4.4 Tema