Dalam novel
PBS, pemukulan yang dilakukan Samsudin adalah sebuah kesalahan. Samsudin tidak pernah menasehati Annisa dengan lemah lembut tetapi
Samsudin suka berkata-kata kotor kepada Annisa. Pemukulan yang dilakukan Samsudin juga melanggar ajaran Islam karena Samsudin memukul Annisa dengan
sangat kasar dan menyebabkan tubuh Annisa lebam. Samsudin memukul wajah Annisa, mencekik, menjambak rambutnya, bahkan sampai membanting badan Annisa
ke lantai. Perbuatan Samsudin tersebut jelas sekali adalah dosa besar karena dalam Islam memukul istri tidak boleh menciderai.
5.2.1.4 Penolakan istri untuk melakukan hubungan seksual
Dalam novel
PBS, diceritakan Ustad Ali menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud mengenai ketidaksediaan istri untuk
melakukan hubungan seksual, yaitu: “Perempuan mana saja yang diajak suaminya untuk berjimak lalu ia menunda-
nunda hingga suaminya tertidur, maka ia akan dilaknat oleh Allah”
Banyak masyarakat yang menafsirkan hadis tersebut hanya secara tekstual saja. Padahal penafsiran hadis secara tekstual mengisyaratkan pada ketidakadilan terhadap
istri dan hanya menjadikan istri sebagai objek pemuas hasrat seksual suami. Hadis tersebut harus diinterpretasi secara kontekstual sehingga tidak memberi kesan
ketidakadilan terhadap istri. Apabila hadis tersebut dianalisis bahasanya, maka kata “diajak” berarti mengajak
dengan cara yang baik, sopan, dan bijaksana. Jadi, apabila suami “memaksa” dengan cara yang kasar atau menyakiti hati istri dan bukan “mengajak” dengan baik atau
lemah lembut, maka hadis tersebut tidak memiliki kekuatan lagi sebagai kutukan.
Universitas Sumatera Utara
Seperti dalam novel PBS, Samsudin tidak pernah mengajak berhubungan intim dengan lembut dan sopan kepada Annisa, tetapi dengan kekerasan sehingga Annisa
merasa sangat tersiksa dan tersakiti. Penolakan Annisa bukan merupakan sebuah dosa. Penafsiran yang keliru terhadap hadis tersebut telah menyebabkan banyak sekali
suami yang sesukanya memaksa hubungan intim terhadap istrinya. Bahkan, para suami juga menjadikan hadis tersebut sebagai tameng memaksa istrinya melakukan cara-cara
berhubungan intim yang tidak normal. Padahal, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan hubungan intim seperti yang terdapat dalam novel PBS yaitu:
“Itulah masalahnya, Mbak. Dari kitab yang pernah kupelajari, menolak ajakan suami adalah kutukan. Aku belum tahu dengan jelas alasan dalil-dalil yang
menguatkan pernyataan itu, juga kesahihan hadisnya. Sepertinya, hadis Nabi itu juga tidak menjelaskan berbagai kemungkinan. Jadi... dalil itu sangat lemah
untuk menjawab berbagai persoalan di sekitar masalah itu” “Maksudmu?”
“Maksudku, jika kondisi permintaan itu seperti yang dilakukan Samsudin, misalnya apa juga memiliki kekuatan sebagai kutukan jika menolaknya?”
“Tolong kau rinci, seperti apa kondisi permintaan yang dilakukan Samsudin.” “Pertama, tubuhnya dalam keadaan kotor, karena malas mencuci tangan atau
mandi. Kedua, tidak memperhatikan kondisi istri. Ketiga, tidak pernah mau berdoa dan menutup sebagian aurat. Keempat, ia suka meminta dengan cara-cara
binatang, misalnya, anjing atau kuda. Ia juga suka melakukan di tempat-tempat yang tak layak, misalnya di atas meja, di atas sofa, di kamar mandi atau dengan
berdiri atau berjalan. Itu kan menyakiti, bahkan juga melecehkan kehendak dan kebebasan perempuan. Seorang istri juga punya hak dan kebebasan untuk
menolak atau menerima. Mungkin bagi dia sebuah kenikmatan. Tetapi bagi kita...” PBS:138-139
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Islam mengatur syarat-syarat sebelum berhubungan intim, apa yang dibolehkan dalam berhubungan intim, dan apa yang
dilarang dalam berhubungan intim antara suami dan istri. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam mengajarkan prinsip pergaulan suami istri dengan prinsip mua’syarah bil
ma’ruf memperlakukan istri dengan baik. Prinsip ini didasarkan pada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 19 yang artinya:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut, dan kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Universitas Sumatera Utara
Melihat konteks ayat tersebut, maka jelaslah bahwa dalam melakukan hubungan seksual haruslah kenikmatan tersebut dapat dirasakan bersama-sama. Suami dan istri
sama-sama memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan hubungan intim. Jadi, apabila istri ingin melakukan hubungan intim, maka suami juga berkewajiban untuk
memenuhinya. Namun, hal tersebut jarang terjadi karena saat istri mengajak berhubungan intim jarang suami yang menolak.
Dengan demikian mengenai istri yang tidak bersedia melakukan hubungan seksual, maka perlu dilihat hal yang menjadi motivasinya. Jika ketidaksetiaan tersebut
karena ketidaksukaan istri terhadap cara yang dilakukan suami, maka keduanya dituntut untuk saling bersikap bijaksana untuk membicarakan hal tersebut.
5.2.1.3 Streotipe yang berkaitan dengan menstruasi dalam agama Islam