Subordinasi dan kebudayaan Jawa Streotipe dan kebudayaan Jawa

5.1.1 Marginalisasi dan budaya Jawa

Dalam budaya Jawa, terdapat pameo bagi kaum perempuan: karena aku wanita maka aku adalah tanggungjawabmu. Kalau aku menjadi nol besar, itupun akibat prilakumu yang congkak. Pameo tersebut menunjukkan ketergantungan perempuan pada laki-laki termasuk dalam ketergantungan ekonomi. Pameo itu menunjukkan bahwa perempuan bukan lawan jenis yang mengarungi hidup di dunia, namun perempuan sekedar alat lawan jenis yang bergantung pada suaminya. Ketergantungan perempuan Jawa pada suaminya terlihat pada tokoh Annisa dalam novel PBS. Annisa dari kecil dididik menjadi seorang istri yang hanya berperan mengurus rumah dan tidak berperan dalam usaha pencarian sumber daya ekonomi bagi keluarga. Selain itu, ada tradisi dalam budaya Jawa bahwa uang yang dihasilkan oleh perempuan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga, sedangkan uang yang dihasilkan laki-laki digunakan untuk tayuban atau membeli tuak. Tradisi tersebut juga mengakibatkan perempuan Jawa termaginalkan.

5.1.2 Subordinasi dan kebudayaan Jawa

Ada anggapan dalam kebudayaan Jawa bahwa perempuan adalah manusia yang kurang terampil, kurang pendidikan, pemalas, dan tukang ngerumpi. Oleh karena itu, kaum perempuan sudah selayaknya di dapur, mengerjakan pekerjaaan rumah tangga dengan pola yang sama setiap hari, dan tidak mampu untuk berusaha di luar rumah. Anggapan negatif tersebut seakan-akan melecehkan kaum perempuan. Dalam budaya Jawa, perempuan juga dianggap tidak mampu mengembangkan mentalitas kemandiriannya sehingga perempuan Jawa tidak bisa keluar dari dominasi laki-laki yang membelenggunya. Subordinasi tersebut merupakan akibat dari didikan Universitas Sumatera Utara masyarakat Jawa yang membentuk peran perempuan sebagai penjaga nilai-nilai halus kasar di dalam rumah tangganya. Perempuan Jawa harus mengukuhkan citra bakunya sebagai makhluk dengan tugas mulia sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, lebih emosional, dan fisiknya kurang kuat. Pahlawan perempuan Indonesia, Kartini mempertanyakan nasib dan posisi perempuan Jawa yang masih hidup sebagai objek kaum laki-laki. Kartini menuntut mengapa perempuan Jawa tidak diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan intelektualitasnya dan berkiprah dalam masyarakat. Contohnya adalah kesempatan dalam mengeyam pendidikan sampai tingkat sarjana. Perempuan Jawa masih dianggap tidak penting untuk mengeyam pendidikan yang tinggi. Apalagi di daerah pedesaan yang dominan adalah keluarga miskin, masyarakat Jawa selalu memilih anak laki-lakinya untuk bersekolah dibandingkan anak perempuan. Subordinasi mengenai hak pendidikan untuk perempuan juga digugat oleh pengarang novel PBS. Hal tersebut dapat dilihat pada cerita kehidupan tokoh Annisa

5.1.3 Streotipe dan kebudayaan Jawa

Banyak terdapat berbagai macam streotipe yang ditujukan kepada perempuan dalam budaya Jawa. Salah satunya yaitu: kanca wingking yang berarti bahwa perempuan hanyalah seorang teman di dapur atau pelayan bagi suaminya. Oleh karena itu, perempuan cukup di dapur saja dan tidak boleh aktif di luar rumah. Ada lagi ungkapan bahwa perempuan itu hanya berfungsi sebagai 3M masak, macak, manak. Manak adalah tugas perempuan yang melahirkan, melayani hasrat suami untuk mendapatkan keturunan sebagai calon ahli waris. Masak, artinya tugas perempuan yang memasak, melayani kebutuhan perut suami dan anak. Macak, yaitu perempuan harus berhias diri, melayani kebutuhan biologis suami, dengan kecantikan Universitas Sumatera Utara sebagai mitos. Hal tersebut menyebabkan pantangan bagi laki-laki untuk bekerja di dapur karena dipercaya rejekinya akan seret. Streotipe perempuan juga digambarkan pada senjata tradisional Jawa, misalnya pada pusaka keris. Keris ligan yang diibaratkan alat kelamin laki-laki dapat berdiri sendiri walau tidak ada sarungnya yang diibaratkan alat kelamin perempuan. Namun, sarung keris tanpa kerisnya tidak ada gunanya. Simbol tersebut melahirkan streotipe bahwa perempuan akan selalu bergantung kepada laki-laki dan tidak akan ada apa- apanya tanpa laki-laki. Dalam konvensi tradisional, seorang pengantin perempuan sungkem pada pengantin pria. Hal tersebut menunjukkan streotipe bahwa perempuan adalah sebagai the second sex-nya. Streotipe dapat menyebabkan ketertinggalan kaum perempuan dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan agama. Streotipe dalam budaya Jawa secara tidak langsung menimbulkan ketidakadilan terhadap perempuan Jawa.

5.1.4 Kekerasan dan kebudayaan Jawa