pada manusia laki-laki dan perempuan. Jadi, seks merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat. Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.
Konsep gender menyangkut semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari suatu tempat ke
tempat lainnya, maupun dari suatu kelas sosial ke kelas lainnya. Misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan; sedangkan laki-laki
dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Ciri dari sifat itu merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya, di suatu tempat atau di waktu yang berbeda
ditemukan ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, dan keibuan, sementara itu ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Itulah yang dikenal dengan konsep
gender. Ketidakadilan gender terbagi atas beberapa bentuk yakni:
1. Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi.
2. Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam sebuah keputusan politik.
3. Streotipe atau melalui pelabelan negatif.
4. Kekerasan.
5. Beban kerja yang panjang dan banyak.
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Hal tersebut karena karya sastra adalah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya, maka
sebuah karya sastra tersebut perlu dianalisis dan dalam menganalisis suatu karya sastra tidak terlepas dari pendekatan struktural. Sejalan dengan hal itu, Teeuw Suwondo,
Universitas Sumatera Utara
2001:55 berpendapat bahwa bagaimanapun juga analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra sebelum ia melangkah pada hal-hal lain.
Selanjutnya Teuww 1984:50 mengemukakan ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam penelitian sastra, yaitu: a pendekatan mimetik yang
menganggap karya sastra sebagai tiruan alam kehidupan, b pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu, c
pendekatan ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai eksperimen perasaan, pikiran, dan pengalaman sastrawan penyair, dan d pendekatan objektif yang
menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang. Maka, yang penting dalam pendekatan objektif adalah karya
sastra itu sendiri, yang dianalisis adalah khusus unsur intrinsik saja. Pendekatan objektif disebut juga dengan pendekatan struktural.
Sesuai dengan pendapat-pendapat di atas, analisis struktural dijadikan sebagai tugas pokok dalam pengkajian sebuah karya sastra. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini diterapkan pendekatan objektif pendekatan struktural. Struktural merupakan analisis yang membahas struktur yang merupakan susunan
unsur-unsur yang bersistem dalam karya sastra. Susunan unsur-unsur yang bersistem dalam karya sastra tersebut akan menjalin hubungan-hubungan antarunsur secara
koheren. Salah satu karya sastra yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling
memiliki hubungan dalam membentuk jalinan cerita secara koheren adalah novel. Pada dasarnya, analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan Nurgiyantoro, 1995: 37.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, dalam menganalisis novel berdasarkan analisis struktural yang dianalisis adalah segi struktur penceritaannya. Analisis struktural karya sastra dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan bagaimana plot, penokohan, latar, sudut pandang, dan tema sebuah karya sastra. Dengan demikian,
dapat diketahui fungsi setiap unsur dan hubungan antar unsur sehingga secara bersamaan membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Dari uraian tersebut,
maka analisis yang dilakukan pada novel PBS adalah analisis terhadap alur, penokohan, latar, dan tema.
Namun, diakui bahwa model analisis yang hanya berdasarkan strukturalisme mengandung berbagai kelemahan, yaitu 1 melepaskan karya sastra dari latar
belakang sejarahnya, dan 2 mengasingkan karya sastra dari relevansi sosial budayanya Teeuw dalam Suwondo, 2001:55.
Bagaimanapun juga, meneliti sebuah karya sastra secara terasing dengan melepaskan karya sastra itu dari latar belakang sejarah dan relevansi sosial budayanya,
akan menyebabkan karya sastra itu menjadi kurang bermakna atau paling tidak maknanya menjadi amat terbatas atau bahkan makna menjadi sulit ditafsirkan. Hal
tersebut menyebabkan karya sastra menjadi kurang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, dalam
hal ini adalah feminisme. Menurut Goefe Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:93, feminisme adalah teori
tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan teroganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan
perempuan. Fakih 2004:100 mengatakan gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam
rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju sistem yang
Universitas Sumatera Utara
adil bagi perempuan dan laki-laki. Jadi, feminisme dapat diartikan sebagai suatu aliran atau gerakan yang menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Dalam sastra, feminisme berhubungan dengan kritik sastra feminisme KSF. Menurut Sugihastuti 2005:21, KSF, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus
analisis pada perempuan. Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam sastra barat ialah laki-laki, KSF menunjukkan
bahwa pembaca perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya.
Menurut Yoder Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:99, KSF dalam arti sederhana adalah suatu kritik yang memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran
bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Jenis kelamin ini membuat perbedaan di antara semuanya yang juga
membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan faktor luar yang mempengaruhi karang-mengarang.
Pendeknya, KSF adalah usaha untuk membebaskan diri dari pertentangan antara
perempuan dan laki-laki yang sering direpresentasikan di dalam karya sastra. Sudah saatnya ada upaya untuk membongkar pertentangan tersebut.
Kegiatan awal KSF adalah menggali, mengkaji, serta menilai karya penulis- penulis perempuan dari masa-masa silam. Mereka mempertanyakan tolak ukur apa saja
yang dipakai pengkritik sastra terdahulu sehingga karya sastra selalu didominasi penulis laki-laki. KSF berusaha menyediakan suatu konteks yang dapat mendukung
pengalaman, perasaan, serta pikiran yang selama ini diredam penulis wanita. Selain itu, KSF juga menginginkan suatu kedudukan dan pengakuan bagi penulis wanita karena
biasanya bagi penulis laki-laki saja yang mendapat kedudukan dan pengakuan dari pengkritik sastra.
Universitas Sumatera Utara
Dalam KSF terdapat konsep reading as a women. Culler Endraswara, 2008:149 mengatakan untuk meneliti karya satra dari aspek feminis, peneliti perlu membaca teks
sebagai perempuan reading a women. Membaca sebagai perempuan akan lebih demokratis dan tidak berpihak pada laki-laki ataupun perempuan. Dari sini, peneliti
dapat menemukan diegesis dan mimesis dalam teks sastra. Diegesis adalah segala peristiwa yang dilaporkan atau dikisahkan, sedangkan mimesis adalah hal-hal yang
diperankan atau dipertunjukkan. Di barat, KSF sering dimetaforakan sebagai quilt Yoder dalam Sugihastuti,
2002:139. Quilt yang dijahit dan dibentuk dari potongan kain persegi itu pada bagian bawah dilapisi dengan kain lembut. Metafora ini dapat dikenakan sebagai metafora
pengertian KSF. KSF diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat sadar membaca karya sastra sebagai perempuan.
KSF terdiri dari beberapa perspektif. Yang pertama adalah KSF ideologis, yang melibatkan perempuan sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca
adalah citra dan streotipe perempuan dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpamaham tentang perempuan dan sebab-sebab mengapa perempuan sering
tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra. Pada dasarnya, KSF ideologis merupakan cara menafsirkan suatu teks yang dapat
memperkaya wawasan para pembaca perempuan dan membebaskan cara berpikir perempuan.
Yang kedua adalah KSF ginokritik, yang meneliti semua aspek yang berkaitan dengan kepengarangan perempuan yang meliputi sejarah, tema, ragam, struktur
psikodinamika, kreativitas, dan telaah penulis perempuan tertentu dengan karyanya yang khusus. Yang ketiga adalah KSF feminis sosialis, yang meneliti tokoh-tokoh
Universitas Sumatera Utara
perempuan dalam sebuah karya sastra dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.
Yang keempat adalah KSF psikoanalitik, yang menerapkan pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya pembaca perempuan mengidentifikasi atau
menempatkan dirinya pada tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. Yang
kelima adalah KSF lesbian, yang hanya meneliti penulis dan tokoh perempuan. Yang keenam adalah KSF ras, yang mengaitkan masalah perempuan dengan ras.
Menyimak uraian tersebut, novel PBS sesuai bila diteliti berdasarkan KSF ideologis. KSF ideologis dipakai untuk menafsirkan teks-teks pada novel PBS dengan
menggunakan konsep reading as a women. Berlandaskan kritik ini akan diungkapkan bentuk-bentuk ketidakadilan pada tokoh utama dalam novel PBS. Selain itu, KSF
ideologis juga dapat meneliti sebab-sebab mengapa perempuan sering mengalami perlakuan tidak adil oleh masyarakat.
2.3 Tinjauan Pustaka