Streotipe yang berkaitan dengan menstruasi dalam agama Islam

Melihat konteks ayat tersebut, maka jelaslah bahwa dalam melakukan hubungan seksual haruslah kenikmatan tersebut dapat dirasakan bersama-sama. Suami dan istri sama-sama memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan hubungan intim. Jadi, apabila istri ingin melakukan hubungan intim, maka suami juga berkewajiban untuk memenuhinya. Namun, hal tersebut jarang terjadi karena saat istri mengajak berhubungan intim jarang suami yang menolak. Dengan demikian mengenai istri yang tidak bersedia melakukan hubungan seksual, maka perlu dilihat hal yang menjadi motivasinya. Jika ketidaksetiaan tersebut karena ketidaksukaan istri terhadap cara yang dilakukan suami, maka keduanya dituntut untuk saling bersikap bijaksana untuk membicarakan hal tersebut.

5.2.1.3 Streotipe yang berkaitan dengan menstruasi dalam agama Islam

Dalam novel PBS ada pernyataan Ustad Ali tentang menstruasi yang sangat memojokkan wanita yaitu: Jika perempuan sedang menstruasi, mereka diharamkan menunaikan ibadah seperti shalat dan puasa. Maka berkuranglah agamanya. Tidak peduli keharaman ibadah mereka itu juga datang dan atas kemauan Allah. Dengan demikian, tidak melakukan shalat atau puasa di saat menstruasi adalah dalam rangka mentatai perintah Allah juga, tetapi semua itu dipandang sebagai bukti kurang agamanya. Jadi, mentatai perintah Allah bagi perempuan sama artinya dengan kurang agamanya. PBS:72 Kuketahui juga dari pelajaran kitab-kitab pegangan para santri itu, perempuan yang sedang menstruasi dilarang membaca Alquran. Padahal hobiku adalah membaca Alquran, terutama setelah menguasai irama husaini dan hudaifi. PBS:72-73 Pernyataan Ustad Ali yang menyatakan Islam melarang perempuan untuk puasa, dan adalah benar. Larangan membaca Alquran, sholat, dan puasa adalah sesuatu yang tidak bisa digugat lagi. Hal tersebut karena syarat membaca Alquran, sholat, dan puasa adalah suci. Membaca Alquran dan sholat bisa dilakukan saat perempuan sedang tidak Universitas Sumatera Utara menstruasi, sedangkan puasa dapat diganti pada bulan di luar ramadan saat perempuan sedang tidak menstruasi. Namun, larangan tersebut tidak berarti mengakibatkan perempuan adalah manusia yang kurang agamanya. Menstruasi adalah kuasa Allah yang tidak bisa ditolak manusia, sekaligus merupakan anugerah bagi manusia karena perempuan dimungkinkan dapat hamil. Perempuan tidak akan berkurang agamanya karena suatu amal yang paling penting adalah kualitasnya, yaitu ibadah yang didasari keiklasan dan sesuai dengan syariat Islam. Jadi, kuantitas ibadah tersebut berada dibawah kualitas ibadah. Dalam kutipan tersebut, pengarang novel PBS juga menyampaikan argumen bahwa kepatuhan perempuan untuk tidak melakukan shalat dan puasa saat menstruasi sebenarnya adalah dalam rangka mentatai perintah Allah dan hal tersebut juga merupakan pahala bagi perempuan. Menstruasi ternyata banyak menimbulkan mitos dan tradisi agama yang menyudutkan kaum perempuan. Mitos tersebut telah mencap perempuan ke arah yang negatif dan merupakan bentuk streotipe terhadap kaum perempuan. Kodrat perempuan yang menstruasi dijadikan alat legitimasi untuk menempatkan kaum perempuan pada posisi inferior, misalnya perempuan yang menstruasi dipandang kotor dan diasingkan dari pergaulan. Dalam novel PBS, streotipe terhadap darah menstruasi perempuan terlihat dalam kutipan berikut: Orang mengatakan, menstruasi adalah darah kotor yang keluar setiap bulan. Jika ia darah kotor, pasti setan suka dekat-dekat perempuan di saat mereka kedatangan kotoran tersebut, PBS:73 Pendapat masyarakat tersebut mengacu pada penafsiran yang salah tentang surat Al-Baqarah ayat 222 yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “haid itu adalah sebuah “kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu sebagaimana Allah Universitas Sumatera Utara memerintahkan kamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Zaitunah Subhan Djamil, 2002:128-129 mengatakan bahwa “kotoran” dalam hadis tersebut memiliki beberapa arti, yaitu seperti sakit, gangguan, dan kesusahan. Kata aza juga digunakan dalam surat Al-Baqarah ayat 196 dan 262, juga surat An-Nisa ayat 102. Karena jika aza diartikan sebagai “kotoran” akan mengesankan sesuatu yang menjijikkan dan harus dijauhi. Padahal, menstruasi itu merupakan takdir tuhan terhadap perempuan sebagai kodratnya. Subhan lebih condong mengartikan aza dengan ”gangguan”. Dengan demikian, perempuan yang menstruasi tidak perlu dijauhi, kecuali berhubungan seks dengannya, sebab hal tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Hal tersebut karena saat menstruasi, dinding rahim mengalami luka. Apabila permukaan rahim dimasukkan penis suami, maka kemungkinan akan terjadi infeksi. Larangan perempuan masuk mesjid juga terdapat dalam novel PBS yang terlihat dalam kutipan berikut: Tetapi bukan hanya itu. Perempuan yang sedang menstruasi juga dilarang masuk mesjid. PBS:73 Larangan maksud mesjid bagi ajaran agama Islam adalah semata-mata karena takut bercecernya darah perempuan di mesjid. Pada masa turunnya ayat tentang larangan haid, teknologi belum canggih, sehingga belum ada pembalut, maka perempuan tidak boleh masuk mesjid kecuali ada keadaan mendesak seperti mengambil air. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penafsiran ayat Alquran dan hadis yang salah yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Agama Islam hadir di tengah-tengah masyarakat Arab yang sarat dengan praktik dan budaya diskriminasi serta marginalisasi terhadap perempuan Kemudian, Islam hadir dan membela nasib kaum perempuan yang saat itu ditindas. 2. Penafsiran Alquran dan hadis tersebut dilakukan secara parsial atau tidak utuh, secara sepotong, sebagian, atau separo dari keseluruhan teks 3. Penafsiran Alquran dan hadis tersebut hanya dilakukan secara tekstual, padahal perlu ditafsirkan secara kontekstual karena Alquran dan hadis selain bersifat normatif juga terdiri dari ajaran yang kontekstual. 4. Para teolog atau penafsir Alquran dan hadis adalah laki-laki, maka yang terakomodasi dalam tafsir tersebut adalah kepentingan laki-laki. 5. Hadis-hadis yang biasanya memojokkan kaum perempuan itu adalah hadis – hadis lemah bahkan hadis palsu. Hadis yang palsu memiliki beberapa ciri yaitu: a lafal hadisnya buruk atau tidak keluar dari orang yang fasih jelas kata- katanya dan baligh bagus diksi katanya, dan b Ada kerusakan makna pada hadis yang diketahui dengan tanda-tanda bertentangan dengan akal sehat, kaidah umum akhlak, Alquran yang sahih, dan menjurus pada nafsu insani atau mazhab tertentu karena kefanatikan. Diperlukan kajian yang kritis guna mengakhiri bias dan dominasi dalam penafsiran ayat Alquran dan hadis. Diperlukan suatu studi, investigasi, analisis sosial, serta aksi untuk membahas isu perempuan dalam agama Islam. Kaum perempuan seharusnya mempunyai semangat untuk mengembangkan tafsiran ayat Alquran dan hadis yang tidak bias laki-laki. Terdapat beberapa pegiat studi gender yang telah mengembangkan tafsiran ajaran agama Islam menjadi lebih adil terhadap perempuan seperti: Dr. Zaitunnah Subhan, Asriati dkk, Asghar Ali Enginer, dan Amina Wadud Mushin. Namun, tafsiran tersebut Universitas Sumatera Utara masih terkesan kurang tegas dan berani sehingga analisisnya sering kali tidak tuntas. Kelompok semacam inilah yang disebut dengan kategori reformis, yaitu kelompok yang berusaha melakukan kritik terhadap tafsir-tafsir klasik serta menawarkan penafsiran baru.

5.2.2 Kebudayaan Jawa