matang sehingga orang tua mereka yakin untuk memberikan tanggung jawab pada mereka. Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja
tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang
dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta
memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan
dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat
membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan mengklarifikasi nilai-nilai personal.
17
Berdasarkan pemaparan di atas, kemandirian remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk mencapai
sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengeksplorasi sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orang tua secara
emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Sebagaiman aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah murni sebuah bawaan semata yang melekat pada individu sejak
17
Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http.repository.usu.ac.idbitstream
ia dilahirkan kedunia. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut
18
:
a. Gen atau keturunan orang tua.
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memilki kemandirian juga. Namun ada juga
pendapat yang mengatakan sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu yang menurun pada kepada anaknya, melainkan sifat
orang tuanya muncul bersamaan dengan cara orang tua mendidiknya.
b. Pola asuh orang tua.
Orang tua yang terlalu banyak melarang dan mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional
akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan
mendorong kelancaran perkembangan motorik sang anak. Demikian juga, dengan orang tua yang sering membanding-bandingkan anak
yang satu dengan yang ainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
c. Sistem pendidikan disekolah.
Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi
18
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara, h.118
tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan
pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan
yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi yang positif akan
memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
d. Sistem kehidupan masyarakat.
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan
kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspektasi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan
tidak berlaku
hierarkis akan
merangsang dan
mendorong perkembangan kemandirian remaja.
4. Aspek-aspek Kemandirian
Steinberg mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian meliputi:
19
a. Kemandirian Emosi Emotional Autonomy
19
Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http repository.usu.ac.idbitstream. h.177
Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan
mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara
emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka
sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua
mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.
b. Kemandirian Perilaku Behavioral Autonomy
Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda.
Remaja mandiri
tidak mudah
dipengaruhi dan
mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja
yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara
perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena- mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.
c. Kemandirian Nilai Value Autonomy
Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan
agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan- keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar
atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih
berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang
ditandai dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan remaja dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua.
Kemandirian perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengambil keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan keputusan tersebut.
Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan terhadap nilai-nilai yang abstrak moral atau ukuran benarsalah.
5. Indikator Kemandirian
Steinberg mengemukakan beberapa indikator dari munculnya kemandirian pada seorang remaja diantaranya adalah sebagai berikut:
20
20
Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http repository.usu.ac.idbitstream. h.178-179
a. Indikator Kemandirian Perilaku Behavioral Autonomy
1 Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya memintamempertimbangkan nasehat
orang lain. 2 Mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan
yang dilakukan berdasarkan penilaian diri sendiri dan saran-saran orang lain,
3 Mencapai suatu keputusan yang bebas tentang bagaimana seharusnya bertindakmelaksanakan keputusan dengan penuh
percaya diri.
b. Indikator Kemandirian Emosi Emotional Autonomy
1 Tidak serta merta lari atau mengadu kepada orangtuanya ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran, atau ketika
ia sedang membutuhkan bantuan. 2 Tidak lagi memandang orang tuanya sebagai orang yang mengetahui
segala-galanya atau menguasai segala-galanya. 3 Seringkali mempunyai energi emosional yang besar dalam rangka
menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarganya, dan dalam kenyataannya mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya
daripada orangtuanya sendiri.Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan
semata-mata sebagai orangtuanya.
4 Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan semata-mata sebagai
orangtuanya.
c. Indikator Kemandirian Nilai Value Autonomy
1 Cara remaja dalam memikirkan segala sesuatu menjadi semakin abstrak.
2 Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah mengakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki beberapa basis idiologis,
3 Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah tinggi dalam nilai-nilai mereka sendiri, bukan hanya dalam suatu sistem
nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau figur pemegang kekuasaan lainnya.
4 Mampu memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, hak dan kewajiban, apa yang penting dan apa yang kurang atau tidak
penting.
6. Pentingnya Kemandirian
Kemandirian bukanlah hal yang baru dan berkembang ketika individu menginjak usia remaja. Kemandirian sudah mulai berkembang
jauh sebelum mencapai tahap remaja. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan seorang anak kecil yang kerap mengatakan “tidak” terhadap berbagai hal
yang diminta atau disuruh untuk dilakukan oleh orang tua. Dari contoh ini terlihat bahwa dari sejak dini seorang individu selalu mencoba untuk
terlepas dari orang lain dan memiliki “kekuasaan” atas dirinya sendiri. Kemandirian berkembang pada tiap tahapan perkembangan sesuai
dengan usia dan tuntutan pada tiap tahapnya.
21
Menurut Smart Smart kemandirian sudah dapat dilihat sejak individu masih kanak-kanak dan mulai menemukan bentuknya pada
akhir masa remaja sampai akhirnya relatif menetap pada masa dewasa awal. Kemandirian itu sendiri merupakan aspek kepribadian yang harus
dimiliki oleh setiap individu.
22
Rice mengemukakan bahwa remaja perlu mengembangkan kemandirian dalam prosesnya mencapai kedewasaan, hal ini disebabkan
karena kemandirian dibutuhkan seorang individu untuk menjalani peranan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Mussen menyatakan
bahwa mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas utama remaja. Kegagalan dalam usaha mencapai kemandirian akan menimbulkan
kesulitan dalam sebagian besar bidang kehidupan. Untuk benar-benar menjadi dewasa dan tidak hanya secara fisik, remaja harus bisa memiliki
perilaku mandiri.
23
Remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua atau menjadi mandiri, karena remaja mengalami suatu perkembangan yang
semakin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, ke
21
Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja,.Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 13
22
Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13
23
Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13
orang lain di masyarakat dan tempat yang akan ditempatinya dalam masyarakat.
24
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang timbul karena dorongan dalam diri sendiri
tanpa dipengaruhi orang lain.
E. Remaja 1. Pengertian Remaja
Istilah remaja atau adolesence berasal dari kata lain adolescere, kata bendanya adolescentia, yang berarti remaja, yang bererti “tumbuh”
atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini adolescence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik.
25
Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai dewasa.
26
Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan
mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu identitas.
27
24
Singgih Gunarsa dan Ny. Gunarsa, S,D, Psikologi Remaja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1995
25
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 206
26
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 739
27
Tim Penyusun, Intervensi Psikososial Intervensi Pekerja Sosial Profesional, Jakarta: Departemen Sosial Direktorat Kesejahteraan anak, Keluarga, dan Lanjut Usia,
2006, h. 13
Menurut World Health Organization WHO, remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi perlalihan dari ketergantunagn sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
28
Menurut Papalia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
29
Sedangkan Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal 13 hingga 16 atau 17
tahun dan masa remaja akhir 16 atau 17 hingga 18 tahun, masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir
individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa
30
Masa remaja, menurut Tanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan badai dan
stres storm and stress, karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia
akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung jawab, tetapi
28
Sarlito Wirawan. S, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 9
29
Papalia, D E., Olds, S. W., Feldman, Ruth D., Human development 8th ed. Boston: McGraw-Hill, 2001, h. 122
30
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 207
kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.
31
Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
2. Ciri-Ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis. Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
32
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm and stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan
dan tekanan ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri
dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu dan akan nampak jelas pada
remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
31
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 13
32
Mr. Dan O’Donnell, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan Bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat UNICEf, 2006, h. 128.