Aktivitas Sosial Ekonomi Usaha Sapu Ijuk di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa

terutama yang sangat miskin, apabila tidak dilakukan secara tepat akan berakibat pada munculnya masalah sosial lain. Oleh karena itu, perhatian yang lebih serius untuk menurunkan jumlah penduduk miskin perlu lebih ditingkatkan agar masalah- masalah kesejahteraan sosial tidak makin determinan kemiskinan. Sebagai salah satu strategi Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk membantu masyarakat Medan Sinembah keluar dari permasalahan kemiskinan adalah dengan memberdayakan potensi yang ada di tengah masyarakat tersebut, dimana melalui identifikasi faktor potensi yang ada di masyarakat desa ini. Sebagai solusi adalah Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melihat sebuah peluang usaha kerajinan produk sapu ijuk yang banyak dilakukan masyarakat sekitar untuk dikembangkan dengan mengangkat derajat produk tersebut sebagai salah satu “produk unggulan daerah” Kabupaten Deli Serdang, dengan harapan dapat memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

4.2.2. Aktivitas Sosial Ekonomi Usaha Sapu Ijuk di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa

Jika melintas di kawasan Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa. pemandangan kerajinan sapu ijuk sangat mudah ditemukan. Ditengah kegamangan modernisasi, home industry ini tetap eksis. Kulit batang pohon enau Universitas Sumatera Utara aren yang biasa disebut ijuk sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat sapu. Warga di desa ini sudah turun temurun membuat sapu yang terbuat dari kulit batang pohon enau aren. Hampir di sepanjang jalan desa dipenuhi penjual sapu ijuk dengan segala ukuran sapu, mereka jual setiap harinya. Maraknya industri kecil dan rumahan juga terlihat dari banyaknya rumah- rumah penduduk yang menggeluti usaha pembuatan sapu ijuk. Di daerah ini terdapat puluhan perajin sapu ijuk, mereka bergerak di rumahnya masing-masing. Dengan kata lain, usaha mereka tersebut dapat digolongkan pada industri rumahan. Bagi pengrajin ini, membuat sapu adalah satu-satunya sumber kehidupan bagi keluarga. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu informan dari pengrajin Ny. Kamaruddin yang mengatakan ; Hasil penjualan ijuk menjadi tumpuan buat memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan hasil penjualan sapu kami dapat menyekolahkan anak-anak kami hingga menjadi sarjana. Para pengrajin ini umumnya mengerjakan produksi sapu ini sebagai kegiatan utama sekaligus penopang kehidupan ekonomi keluarga. Untuk mengerjakan produksi sapu, memerlukan sumberdaya atau beberapa faktor produksi. Alokasi sumberdaya dalam jumlah yang tepat akan memberikan pendapatan yang maksimal dan sebaliknya, penggunaan sumberdaya yang tidak tepat akan menyebabkan ketidakefisienan yang dapat mengurangi keuntungan atau pendapatan Nababan, 2001. Universitas Sumatera Utara Suatu unit usaha produksi sapu sangat tergantung kepada beberapa faktor, antara lain adalah faktor sumber daya sebagai bahan baku yang akan diolah, alat produksi, serta tenaga kerja yang melakukan kegiatan mengerjakan produksi sapu tersebut. Semua itu merupakan faktor produksi yang saling mendukung dalam usaha produksi sapu ijuk . 4.2.2.1. Aspek Produksi Dalam hal produksi keseluruhan proses memproduksi sapu ijuk masih secara tradisional atau konvensional terlihat dari proses produksi pembuatan sapu ijuk ini masih menggunakan tangan dan sedikit saja bantuan mesin hanya dipergunakan dalam menghaluskan tangkai sapu. Menilik kepada proses produksi sapu ijuk adapun alat dan bahan yang digunakan adalah : Bahan : 1. Ijuk - didatangkan dari wilayah seputaran kabupaten Deli Serdang 2. Lackop - didatangkan dari Medan 3. Stick - didatangkan dari Pancur Batu 4. Cup atas - didatangkan dari Medan Sedangkan alatnya adalah : 1. Serut ijuk 2. Alat pemotong 3. Palu Adapun proses produksinya merupakan suatu upaya mengubah bahan baku menjadi barang jadi atau setengah jadi agar mempunyai nilai tambah, proses Universitas Sumatera Utara produksi biasanya dilakukan dengan, cara manual. Cara manual merupakan suatu proses produksi yang dalam seluruh rangkaian prosesnya hanya menggunakan tenaga manusia dan peralatan yang digunakan adalah peralatan yang seadanya konvesional. Berikut adalah proses produksi sapu ijuk dari awal produksi sampai menjadi barang jadi: 1. Pemilihan ijuk dengan cara disisir 2. Menata dan menganyam ijuk 3. Pemasangan ijuk pada lakop 4. Pemasangan stick 5. Pemasangan cup 6. Finising and packing Apabila dilakukan analisa proses keseluruhan produksi yang telah dilakukan baik proses utama maupun proses tambahan. Proses utama dimulai dari pengadaan bahan baku sampai dengan bahan setengah jadi. Sedang proses tambahannya adalah proses finishing yang dilakukan sampai dengan barang siap dijual kepada konsumen. Universitas Sumatera Utara PENGRAJIN IJUK PERAJIN KAYU STIK BATANG Pencari ijuk penjual ijuk Petani Aren Konsumenagen,eks portir Barang setengah jadi ‐barang jadi UKM PENAMPUNGAGEN PEMASARAN Bahan mentah menjadi bahan setengah jadi Bagan 2. Alur Produksi Sapu Ijuk Universitas Sumatera Utara Keterangan Alur produksi Sapu Ijuk : Tahapan pertama pada produksi sapu ijuk ini dimulai dari peran keberadaan tanaman pohon aren yang dikelola oleh para petani yang berada di sekitar daerah usaha produksimaupun petani daerah lain. Biasanya dari para petani ini para pengumpul membeli ijuk untuk kemudian dijadikan gulungan-gulungan ijuk untuk kemudian di jual kepada para pengrajin ijuk. Namun dalam hal ini terdapat juga beberapa petani yang langsung menjual ijuk kepada para pengrajin dan biasanya para petani ini yang memiliki alat transportasi sendiri sehingga mudah untuk membawa ijuk-ijuk dari lahan pertaniannya kepada lokasi pengrajin. Tahapan kedua dalam proses produksi sapu ijuk ini adalah proses transfer barang ijuk dari pencari ijukpetani kepada pengrajin. Biasanya para pengrajin membeli ijuk dari mereka dengan ukuran kilo. Dan biasanya untuk daerah Medan Sinembah rata-rata pengrajin akan membeli ijuk seberat 500 kg perminggunya. Tahapan ketiga adalah merupakan tahapan awal proses pengerjaan produk, dimana dalam tahapan ini ada dua sector pengerjaan yaitu proses merangkai ijuk menjadi sapu tanpa tangkai dan pekerjaan kedua adalah pembuatan tangkaistik sapu. Hasil dari kedua pekerjaan inilah yang kemudian dijual kepada para penampung UKM . Tahapan keempat adalah proses dimana sapu tanpa batang beserta stik dipadukan dan diberi penambahan kreasi sehingga menjadi produk sapu siap jual. Proses ini berlangsung pada UKM penampung sekaligus bertindak menjadi agen pertama pemasaran produk sapu ini. Tahap kelima sebagai tahapan terakhir adalah proses transfer produk dari UKMpenampung ke agen, dealer, eksportir untuk kebutuhan dipasarkan maupun konsumen masyarakat untuk kebutuhan dipakai sehari-hari Dari bagan tersebut di atas dapat diketahui bahwa produksi sapu ijuk ini pada dasarnya meliputi beberapa alur proses dimana maksudnya bahwa pembuatan sapu Universitas Sumatera Utara ijuk dari bahan baku menjadi bahan jadi harus melewati sedikitnya 3 tiga tahapan yaitu : pengrajin ijuk, pembuat kayustik dan UKM penampung. Pengrajin ijuk adalah merupakan pilar utama dan perdana pada proses produksi sapu ijuk, dimana para perajin adalah mayoritas masyarakat sekitar Desa Medan Sinembah yang memiliki andil merangkai dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Dalam proses ini para perajin mengolah dari ijuk-ijuk kasar menjadi kepala sapu ijuk tanpa batang. Para pengrajin ijuk ini memulai pekerjaaan ini dengan membeli bahan dasarbaku yaitu berupa ijuk yang dibeli dari para suplayer ijuk kasar yang menyediakan berabgai jenis dan kualitas ijuk. Adapun pemasok ijuk ini dahulunya para pemasok dari daerah sekitar Deli Serdang namun sesuai dengan perkembangan baik dari segi penambahan jumlah pengrajin, jumlah permintaan maupun jenis sapu ijuk maka suplai ijuk dari pemasok lokal sudah kurang mencukupi lagi sehingga pada beberapa tahun terakhir sudah ada beberapa pemasok bahan baku ijuk dari luar daerah. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan dari Pengrajin ibu Maryam yang mengatakan : Bahan ijuk disini dah kurang buat kita jadi biasanya kami membeli bahan dari pemasok yang datang dari Sipirok, Tapsel sana. Sesuai dengan informasi di lapangan, para pemasok ijuk dari Sipirok datang sebanyak 2 kali dalam seminggu dengan membawa ber ton-ton bahan baku ijuk yang dipasarkan untuk daerah Medan Sinembah saja. Tingginya komsumsi bahan baku ini Universitas Sumatera Utara adalah wajar melihat realitas di lapangan bahwa secara umum para pengrajin biasanya membeli bahan baku sebanyak 500 kg per minggunya. Adapun harga perkilonya bahan baku ijuk ini adalah Rp. 5.300. Bahan baku ijuk tersebut kemudian mereka olah menjadi kepala sapu dengan perincian biasanya dengan bahan baku 1 kg mereka menghasilkan sebanyak 3 buah kepala sapu dan kemudian akan mereka jual kepada penampung seharga Rp.3.300 per buahnya. Mengenai hasil penjualan mereka setiap minggunya dapat dikatakan tergolong lumayan besar. Hal ini dapat dilihat dari penuturan informan pengrajin yakni sutinah yang mengatakan ; Dalam seminggu biasanya kami bisa buat 150-200 ayaman ijuk untuk sapu dan apabila dirata-ratakan dalam seminggu hasil penjualan Rp.400.000- 500.000 Dalam hal produksi rumah tangga sapu ijuk ini, para pengrajin sekaligus dapat dikatakan sebagai pengusaha ijuk terkadang juga mempekerjakan beberapa orang pekerja untuk menganyam ijuk dengan system gaji Rp. 400 ayaman ijuk. Pembuat kayustik adalah para perajin kayu yang khusus memproduksi batangstik untuk keperluan gagang sapu. Pengrajin kayu batangstik sapu ini biasanya dikerjakan oleh masyarakat yang memiliki modal lumayan besar, karena biasanya proses pembuatannya membutuhkan modal yang lumayan ditambah biaya mesin mesin potong, bubut, penghalus dan juga membutuhkan lahan yang lumayan Universitas Sumatera Utara luas untuk produksi maupun penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan informan pengrajin kayu yakni bapak Poniran yang mengatakan ; Memang dibutuhkan modal yang lumayan besar buat usaha kayu gagang sapu ini karena ngak cukup cuma satu jenis mesin disamping itu modal buat bahan kayunya juga lumayan mahal juga. Dalam proses produksi kayu untuk gagang sapu ini biasanya disesuaikan dengan permintaan dari pihak penampung baik dari segi jumlah maupun motifbentuk gagang yang akan dibuat. Biasanya harga setiap batang kayu yang sudah diolah menjadi gagang sapu dihargai berkisaran antara Rp. 1300-1500batang. UKM penampung adalah unit usaha yang menampung hasil-hasil rajutan ijuk dari masyarakat dan juga batang kayu cetakan yang kemudian dirangkai menjadi sapu ijuk yang siap pakaidipasarkan. Pada proses finishing touch pihak UKM penampung merangkai ijuk dengan gagangnya kemudian memberi tambahan polesan dengan rajutan nilon pada kepala sapu dan pemberian merk dagang pada tahapan akhir proses produksi, setelah itu siap untuk di pasarkan. Salah satu unit usaha yang telah berpengalaman dalam aktivitas penampung dan pemasaran produksi sapu ijuk ini adalah UKM ”Syamsir Ijuk Medan Sinembah” yang dimana perusahaan ini sudah cukup terkenal sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan sapu ijuk yang didirikan tahun 2000. Pengalaman UKM ”Syamsir Ijuk Medan Sinembah dalam menangani komoditas sapu ijuk selama Universitas Sumatera Utara lebih dari sepuluh tahun tersebut menunjukkan bahwa prospek usaha sapu ijuk ternyata cukup menjanjikan promising business karena memiliki potensi pasar. UKM ”Syamsir Ijuk Medan Sinembah inilah yang mempelopori kegiatan usaha produksi sapu ijuk dalam skala industri kecil untuk berbagai alat kebersihan rumah tangga . Adapun UKM ”Syamsir Ijuk Medan Sinembah berdiri di atas tanah seluas 60 meter persegi yang berfungsi sebagai proses finishing sapu ijuk dan gudang bahan baku sedangkan gudang barang jadi berada di atas tanah seluas 240 meter persegi yang juga di fungsikan sebagai rumah tempat tinggal. Dalam proses bisnis sapu ijuk ini UKM Syamsir Merek Rajawali ini membeli bahan setengah jadi dari para pengrajin yaitu ijuk ayaman seharga Rp.3.300 dan kayu gagang Rp. 1200. disamping bahan-bahan tersebut di atas, untuk menjadikan sebuah sapu ijuk yang siap dipasarkan maka dibutuhkan tambahan bahan maupun kreasi pada sapu ijuk untuk memperindah tampilannya maupun untuk menaikkan harga produk tersebut. Untuk tahapan ini biasanya dibutuhkan bahan cup sebagai penutup dan pelindung ijuk, rajutan nilon pada ijuk sebagai penguat juga sebagai hiasan dan ditambah kertas merek dagang yang apabila ditotalkan proses ini membutuhkan dana Rp. 7000sapu. Mengacu pada keseluruhan proses produksi dari bahan setengan jadi menjadi sapu ijuk siap jual pada UKM Syamsir Medan Senembah membutuhkan biaya produksi untuk sapu ijuk standard adalah Rp.5.500sapu ijuk. Adapun jenis- Universitas Sumatera Utara jenis sapu yang dihasilkan pada umumnya terdiri dari 3 jenis sapu yang dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel 7. Jenis Sapu Ijuk yang Diproduksi No Jenis sapu Harga biji Harga kodi 10 bj 1 Tempahan 7000 70.000 2 Kontras 6.500 65.000 3 Sapu perang 5000 50.000 Adapun perbedaan jenis dan harga ketiga sapu ijuk hasil produksi UKM Syamsir tersebut adalah didasarkan pada perbedaan kualitas bahan baku dan tampilan sapu. Untuk sapu perang dengan harga paling murah biasanya dibuat dari bahan baku ijuk yang sangat halus dan hasil jadinya tidak diberi cup sebagai pelindung ijuk . Sementara itu diantara para pengrajin sapu ijuk tradisional ini juga ternyata terdapat beberapa pengusaha sapu ijuk yang menggunakan teknologi canggih dalam proses produksinya guna memberi nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Dimana dalam membuat sapu mereka menggunakan tenaga mesin dan komputer. Salah satu pemilik pengusaha produksi sapu dengan mesin modern ini adalah bernama Lina yang dalam usahanya menghasilkan jenis produk sapu plastik yang diberi merk “ VIVIANA”. Universitas Sumatera Utara Selain perbedaan proses kerja, produksi dan hasil produksi dengan sapu ijuk hasil kerajinan tangan tradisional, sapu merk viviana ini memiliki ciri kas bahwa keseluruhan bahan-bahan produksinya berasal dari luar daerah bahkan luar negeri. Misalnya untuk bahan serabut diekspor dari Malaysia, Cina dan Italia. Untuk kepala sapu di impor dari Medan, kayu dari Aceh dan Alumunium dari Italia. 4.2.2.2. Aspek keuangan Berdasarkan hasil observasi dapat dicermati banyak perajin hanya menggunakan modal sendiri atau modal pribadi dan biasanya adalah perajin yang berproduksi dalam skala kecil. Memang ada beberapa dari mereka yang melakukan pinjaman kepada pihak bank dimana kredit investasi tersebut diberikan atas pertimbangan bahwa usaha yang dibiayai layak dan menguntungkan serta adanya mitra sebagai penjamin pasar produk sapu ijuk, serta jaminan dalam bentuk sertifikat tanahbangunan tempat usaha dan mesin yang dibiayai. Di lain pihak, sebagan besar pengrajin menunjukkan bahwa mereka dihadapkan kepada kendala dalam memenuhi persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit. Kendala tersebut menyebabkan keengganan mereka untuk mengajukan aplikasi kredit, walaupun dibutuhkan terutama untuk modal kerja. Kebutuhan modal kerja bagi para pengrajin merupakan hal yang penting, oleh karena biasanya mereka memperoleh pembayaran dari hasil penjualan produk serat setelah 3 - 4 minggu. Universitas Sumatera Utara Ada pun pengrajin sekaligus penampung yang sudah memanfaatkan lembaga perbankan untuk memenuhi modal kerjanya, pada umumnya adalah pelaku UKM sudah berorientasi ekspor. Pasar yang dimasuki tidak hanya pasar lokal tapi luar daerah. pihak UKM yang berorientasi ekspor ini selain mendapatkan modal pinjaman dari bank juga mendapatkan modal awal dari para pemesan. Usaha penampung ini akan memberikan uang muka terlebih dahulu kepada para pengrajin. Dari uang muka itulah perajin membeli bahan baku untuk membuat ayaman sapu ijuk sesuai dengan kriteria pemesan. 4.2.2.3. Aspek manajerial Berdasarkan identifikasi aspek manajerial akan kita ketahui bagaimana sistem pencatatan yang digunakan dan prosedur pengelolaan UKM. Berdasarkan hasil lapangan diketahui bahwa pengelolaan usaha yang selama ini dijalankan oleh para pelaku UKM kerajinan sapu ijuk di desa Medan Sinembah sangat sederhana. Mereka hanya menjumlah pengeluaran dan pemasukan tanpa melakukan perincian lebih lanjut. Untuk mengetahui apakah mereka untung atau rugi adalah dengan mencari selisih antara pemasukan dan pengeluaran. Bahkan ada juga diantara mereka yang tidak melakukan pembukuan sama sekali. Hal yang dianggap penting dan harus dicatat satu-satunya adalah tentang barang-barang yang dijual berdasarkan pesanan. Mereka tidak melakukan perincian tentang biaya produksi. Universitas Sumatera Utara Aspek manajerial dalam penglolaan UKM pada kerajinan kerajinan sapu ijuk di Desa Medan Sinembah ini sangat rendah. Pemilik UKM tidak mengelola pembukuannya sama sekali, sehingga mereka tidak mengetahui berapa sesungguhnya pendapatan mereka. Apakah usaha mereka untung atau rugi, tampaknya tidak begitu menjadi perhatian bagi mereka. Pembagian tugasnya pun juga tidak jelas. Intinya semua dilakukan secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena usaha kerajinan sapu ijuk di Desa Medan Sinembah ini pada umumnya adalah milik keluarga yang dikelola secara turun tenurun, sehingga apa yang dilakukan dahulu, ya itulah yang harus dilakukan sekarang, tanpa ada unsur perubahan Mereka beranggapan bahwa aspek manajerial kurang begitu penting, bagi mereka yang penting barang bisa laku dan usaha tetap bisa berjalan. Adanya pengetahuan yang minim tentang aspek manajerial juga menjadi salah satu sebab mengapa mereka tidak melakukan pembukuan . 4.2.2.4. Analisis fungsional UKM pada dasarnya mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding perusahaan besar, terutama dalam hal produk yang dihasilkan. Ada beberapa karakteristik khusus dari suatu produk yang dianggap cocok untuk diproduksi oleh UKM. Produk-produk tersebut pada umumnya adalah berupa produk kerajinan misalnya produk sapu ijuk . Produk gerabah mempunyai karakteristik khusus yang lebih cocok untuk diproduksi oleh sektor usaha kecil menengah dibandingkan diproduksi oleh perusahaan. Karena pada umumnya produk sapu ijuk ini merupakan Universitas Sumatera Utara kerajinan tangan hand-made yang tidak cocok untuk diproduksi oleh perusahaan besar. Analisis fungsional yang digimakan dalam penelitian ini menitikberatkan pada identi ńkasi produk mengingat produk UKM mempunyai karakteristik khusus dibanding produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Sehingga peneliti tidak perlu membuat da ńar panjang tentang komponen yang akan diteliti, tetapi cukup memberikan penekanan dan perhatian pada beberapa aspek yang dianggap lebih penting. Analisis fungsional dalam penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi terhadap produk UKM. Proses identifikasi dilakukan dengan mengetahui keunggulan dan kelemahan dari produk yang sudah dihasilkan oleh sektor Usaha Kecil Menengah ini yaitu industri sapu ijuk yang terdapat di daerah Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Identifikasi produk dilakukan melalui dua tahap yaitu definisi komersial produk dan fisik produk. Identifikasi Fisik Produk berdasarkan idcntifikasi produk melalui fisik produk, diketahui bahwa produk gerabah yang dihasilkan mempunyai keunggulan dalam hal kualitas produk. Para perajin selalu mengutamakan kualitas produk yang dihasilkan. Pada konsep pemasaran, kualitas produk menjadi sesuatu yang utama Wibowo, 1999. Tanpa kualitas yang bagus, suatu produk akan sulit untuk Universitas Sumatera Utara dipasarkan. Konsumen tidak ada yang tertarik untuk membeli. Memang harus diakui bahwa selain kualitas masih ada banyak hal yang menentukan apakah suatu produk tersebut laku di pasar ataukah tidak. Proses identifikasi produk melalui fisik produk berikutnya yang diperoleh dari hasil di lapangan adalah tentang desain produk. Diketahui bahwa sebagian besar pemilik UKM mendesain sendiri produk sapu ijuknya. Desain produk pada umumnya mereka lakukan pada saat proses finishing. Proses identifikasi berikutnya dalam analisis fungsional adalah melalui definisi komersial produk. Definisi komersial produk yang pertama adalah tentang pasaryang sudah dimasuki olehpara pernilik UKM. Berdasarkan hasil lapangan diketahui bahwa produk yang mereka hasilkan ada yang hanya di pasarkan di lokasi sekitarKabupaten Deli Serdang saja pasar lokal dan ada yang sudah di pasarkan di luar daerah Ekspor . Berdasarkan hasil identifikasi pangsa pasar dalam identifikasi komersial produk diketahui bahwa sebagian besar UKM sudah memasuki pasar luar daerah ekspor. Pasar ekspor terdiri dari Pekan Baru, Yogyakarta, Surabaya, Bogor, Bandung, Jakarta, dan Bali. Kesimpulannya adalah produk sapu ijuk yang dihasilkan para pengrajin UKM di daerah Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa. Yang menarik untuk dicermati dalam temuan ini adalah bahwa Pada umumnya pemasaran produk UKM yang dihasilkan oleh industri UKM di daerah Universitas Sumatera Utara Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa ini ke-pasar luar daerah tidak ada yang dilakukan secara langsung oleh para pelaku UKM. Mereka memasarkan produknya ke luar melalui perantara atau dealer sebagai pihak ketiga. Perantara yang dimaksud bisa saja teman, atau toko-toko yang ada di daerah sekitar itu sendiri, yaitu toko yang hanya memfokuskan produknya untuk diekspor ke luar daerah. Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang agen yang bernama Sutrisno , sekaligus eksportir produk sapu ijuk yang mengatakan : Saya ambil dari pihak penampung tapi terkadang langsung dari pengrajin soalnya untungnya lumayan besar kalo mengoper barang langsung dari tempat produksi ke luar daerah, keuntungannya bisa sampe 3 kali lipat Pemasaran produk UKM ke luar daerah melalui perantara ini jelas sangat merugikan pelaku UKM. Pelaku UKM sebagai produsen seharusnya berada pada posisi yang kuat untuk melakukan bargaining, terutama dalam hal harga dan cara pembayaran. Tetapi karena mereka melakukan ekspor melalui perantara maka otomatis mereka akan sangat tergantung pada perantara karena perantara lah yang mengenali siapa konsumen yang sesungguhnya dari produk yang mereka hasilkan. Kondisi ini menyebabkan posisi pengrajin sebagai produsen benar-benar lemah. Begitu mereka ditinggalkan oleh perantara karena adanya ketidakcocokan harga, misalnya, mereka tidak bisa berbuat banyak untuk bernegosiasi. Karena perantara mempunyai banyak pilihan pengrajin lain yang bisa memenuhi keinginan mereka. Jadi sekali perantara menyatakan ketidaksepakatannya maka perantara tersebut akan Universitas Sumatera Utara dengan mudah mencari pengrajin lain. Kondisi inilah yang sangat merugikan para pelaku UKM di daerah ini. Mereka tidak mempunyai kekuatan sama sekali untuk bernegosiasi dengan perantara. Sementara untuk melakukan negosiasi langsung dengan pembeli itu sangat sulit karena mereka tidak mengenali pembeli yang sebenarnya, yaitu para importir kerajinan sapu ijuk yang berada di luar daerah tersebut. Hal ini terjadi salah satunya disebabkan karena pengetahuan dan kemampuan mereka yang terbatas. Mereka merasa tidak mampu untuk melakukan ekspor langsung. Mereka beranggapan bahwa cara atau prosedur yang harus dilewati terlalu panjang, ruwet dan memusingkan, sehingga mereka memilih untuk menitipkan barangnya kepada pihak ketiga untuk diekspor ke luar.

4.3. Analisa Sapu Ijuk Sebagai Komoditi Unggulan Kabupaten Deli Serdang

Hasil kajian mengindikasikan hampir seluruh daerah KabupatenKota telah menetapkan komoditas unggulan daerah. Proses penetapan komoditas unggulan umumnya didasarkan pada kapasitas produksi tanpa mencoba mengkaji keunggulan bersaing dari komoditas tersebut dibandingkan daerah lainnya. Hal ini menyulitkan bagi pemerintah daerah untuk menstimulir pengembangan komoditas unggulannya, karena ketidakjelasan variabel yang harus distimulir untuk mengembangkan daya saing komoditas tersebut. Untuk itu Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengkoordinasikan kebijakan penentuan komoditas unggulan dan andalan daerah yang kriterianya didasarkan pada konsep keunggulan bersaing, sehingga akan Universitas Sumatera Utara