Pengembangan Produk Unggulan Sapu Ijuk Dalam Percepatan Ekonomi Lokal Oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus Di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN SAPU IJUK DALAM PERCEPATAN EKONOMI LOKAL OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA MEDAN SINEMBAH KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Oleh SUGIATNO 097024033/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN SAPU IJUK DALAM PERCEPATAN EKONOMI LOKAL OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA MEDAN SINEMBAH KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh SUGIATNO 097024033/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN SAPU IJUK DALAM PERCEPATAN EKONOMI LOKAL OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA MEDAN SINEMBAH KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG)

Nama Mahasiswa : Sugiatno Nomor Pokok : 097024033

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA) (Drs. Kariono, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 22 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Anggota : 1. Drs. Kariono, M.Si

2. Husni Thamrin, S.Sos., MSP 3. M. Arifin Nasution, S.Sos., MSP 4. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN SAPU IJUK DALAM PERCEPATAN EKONOMI LOKAL OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN KABUPATEN DELI SERDANG

(STUDI KASUS DI DESA MEDAN SINEMBAH KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011 Penulis,

Sugiatno

 

 

 

 

 

 


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu pengkajian terhadap Pengembangan Produk Unggulan sapu ijuk dalam memacu percepatan ekonomi lokal oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap pengembangan produk unggulan sapu ijuk di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dipergunakan teknik informan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai produk sapu ijuk ini sangat berperan dalam meningkatkan perekonomian daerah Kabupaten Deli Serdang, menimbulkan effek ganda (multiple effect) terhadap berbagai bidang usaha lain seperti usaha petani pohon aren, mobilitas transportasi, industry kayu,plastic dan alumunium dan berbagai sector lainnya. Sebagai bentuk komitmen Dinas perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli serdang terhadap pengembangan produk unggulan maka dilaksanakanlah beberapa langkah stratagis melalui berbagai program taktis yang meliputi : program pembiayaan, peningkatan nilai tambah, perbantuan pemasaran dan promosi serta pengembangan kelembagaan.


(7)

ABSTRACT

This study is an assessment of the broom fibers Featured Product Development in the local economy by speeding the Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Deli Serdang. This study is a case study on the development of speciality products broom

fibers in the village of Tanjung Morawa Medan District Sinembah Deli Serdang regency. The method used in this research is descriptive qualitative research methods. To obtain more detailed information about the research issues being discussed, then the techniques used informants. Based on research results obtained picture of the broom fibers product is highly

instrumental in improving the regional economy Deli Serdang regency, causing a double effect (multiple effect) against a variety of other business sectors such as palm tree farm business, transportation mobility, industrial wood, plastic and aluminum and various sectors other. As a commitment of Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang to the development of speciality products was doing with some steps through a variety of tactical programs that include: program funding, increased value-added, marketing and promotion helping and institutional development.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Produk Unggulan Sapu Ijuk yang Dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang dalam Percepatan Ekonomi Lokal, (Studi Kasus di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang),” guna untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pascasarjana Magister Studi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu saya selama proses perkulihanan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga selesai menjadi sebuah tesis yaitu kepada :

1. Bapak Prof Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof Dr. M. Arif Nasution MA, selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Dosen Pembimbing I; 6. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku Dosen Pembimbing II;

7. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP dan M. Arif Nasution S.Sos, MSP selaku Dosen Pembanding;


(9)

9. Bapak/Ibu Staf Sekretariat Program Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

10. Bapak Drs. Amri Tambunan, selaku Bupati Deli Serdang yang telah memberikan izin tugas belajar bagi penulis;

11. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, pengurus Dekranasda dan seluruh Staf Dinas Perindustrian dan Perdangangan Kabupaten Deli Serdang serta semua informan dalam penelitian ini.

12. Bapak Asisten Adm. Umum, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Deli Serdang dan rekan-rekan kerja dan sejawat yang telah memberikan suport serta bantuan atas selesainya tesis ini;

13. Orang tua, mertua, abang dan adik yang telah memberikan suport selama penulis dalam pendidikan;

14. Istri dan anak-anak ku tercinta, yang telah mendukung, memberikan kekuatan, semangat dan suport serta do’a selama pendidikan hingga sampai penyelesaian tesis ini;

15. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa Angkatan XVI Magister Studi Pembangunan atas dukungan, kebersamaan dan memberikan saran pendapat hingga terselesainya tesis ini;

16. Semua pihak yang telah membantu, mendukung dalam proses pendidikan hingga terselesainya tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Sugiatno, S.Sos

N I M : 097024033

Pangkat/Gol.Ruang : Penata (III/c)

Tempat/Tgl.Lahir : Karang Rejo, 08 Oktober 1972

Alamat : Jl. Batang Kuis Gang Tambak Rejo Lorong Cemara Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Nama Istri : Nurhayati Harahap, A.Mk Nama Anak : Ridho Alfi Fauzan

Aisha Ayu Andira

Pendidikan : SD Inpres No. 050666 Karang Rejo (1980-1986) SMP Swasta PAB No. 3 Kwala Begumit (1986-1989) SMA Swasta Persiapan Stabat (1989-1992)

S1 STIA-LAN RI Jakarta (1997-2001) Mahasiswa S2 MSP Fisip USU (2009-2011)

Pekerjaan : Calon PNS Bagian Kepegawaian Setdakab Deli Serdang

TMT (1993)

Diangkat PNS Bagian Kepegawaian Setdakab Deli Serdang (1994)


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah……… 10

1.3. Tujuan Penelitian………. 10

1.4. Manfaat Penelitian……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 12

2.1. Produk dan Komoditi Unggulan……… 12

2.1.1.Kriteria dan Pengertian……….… 12

2.1.2.Produk Unggulan Daerah………. 15

2.1.3.Faktor-Faktor Vital pada Produk Unggulan………. 17


(12)

2.2. Usaha Kecil dan

Menengah……… 22 2.2.1.Pengertian Usaha Kecil dan

Menengah……… 22 2.2.2.Jenis-Jenis Usaha Kecil Menengah

(UKM)………. 29 2.2.3.Landasan Hukum

UKM……… 31 2.3. Industri Kecil

………. 32 2.4. Ekonomi

Daerah……….. 37 2.4.1. Pertumbuhan

Ekonomi………. 37 2.4.2.Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi

Daerah……… 41 2.4.3.Pengembangan Ekonomi

Lokal……… 43 2.4.4.Percepatan Pertumbuhan Ekonomi

Daerah……….. 46 2.5. Daya

Saing……….. 55 2.5.1.Keunggulan Daya

Saing……… 55 2.5.2.Strategi Meraih Keunggulan

Bersaing……….. 58 2.6. Pembangunan Berwawasan


(13)

BAB III METODE

PENELITIAN………..………. 67 3.1. Jenis

Penelitian………. 67 3.2.

Informan……….. 67 3.3. Teknik Pengumpulan

Data……….. 68 3.4. Lokasi

Penelitian……….. 68 3.5. Metode Analisis

Data……….. 69 3.6. Jadwal

Pelaksanaan……… 69

BAB IV ANALISA

DATA……… 70 4.1. Deskripsi Lokasi

Penelitian………. 70 4.1.1. Kabupaten Deli

Serdang……… 70 4.1.2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli

Serdang…. 75 4.2. Realita Masyarakat Pengrajin Produk Unggulan Sapu Ijuk Desa

Medan Sinembah Kecamatan Tanjung

Morawa………. 81 4.2.1. Potret Kemiskinan Desa Medan


(14)

4.2.2.Aktivitas Sosial Ekonomi Usaha Sapu Ijuk Desa Medan Sinembah

Kecamatan Tanjung

Morawa……… 85 4.2.2.1.Aspek

Produksi………. 86 4.2.2.2.Aspek

Keuangan………... 96 4.2.2.3.Aspek

Manajerial……… 97 4.2.2.4.Aspek

Fungsional………... 97 4.3. Analisa Sapu Ijuk Sebagai Komoditi Unggulan Kabupaten Deli

Serdang…. 101 4.3.1. Harus Mampu Menjadi Penggerak Utama (prime Mover)

Pembangunan

Ekonomi……… 104 4.3.2. Mempunyai Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Kuat Baik Sesama Kom

4.3.3. Mampu Bersaing dengan Produk/Komoditas Sejenis dari Wilayah

Lain di Pasar Nasional maupun Internasional baik dalam hal Produk Biaya Produksi, maupun Kualitas

Pelayanan………. 107 4.3.4. Memiliki Keterkaitan dengan Wilayah Lain Baik dalam Hal

Pasar

Maupun Pasokan Bahan

Baku……….. 107 4.3.5. Memiliki Status Teknologi yang terus


(15)

4.3.6. Mampu Menyerap Tenaga

Kerja……….. 109 4.3.7. Pengembangannya berorientasi kepada kelestarian kepada

sumber daya dan lingkungan

……… 110 4.4. Kebijakan pengembangan produk unggulan oleh Dinas Perindustrian

di wilayah Kabupaten Deli Serdang

……… 114 4.5. Analisa Percepatan Ekonomi Lokal melalui Pengembangan Produk

Unggulan Sapu Ijuk yang Dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang

………. 136

BAB V

PENUTUP………...……… …. 143

5.1.

Kesimpulan……… …… 143

5.2.

Saran………. 148

DAFTAR


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

1. Pertumbuhan Usaha Kecil Kabupaten Deli Serdang T.A. 2007 s/d 2009……. 2

2. Pertumbuhan Usaha Menengah Kab. Deli Serdang T.A. 2007 s/d 2009……. 2 3. Komoditas Andalan Industri Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang……. 7

4. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah... 42

5. Transparansi David Korten ………. 65

6. Jumlah Penghasilan Penerima Raskin……….. 83

7. Jenis Sapu Ijuk yang Diproduksi... 94 8. Dinamika Perkembangan Industri Komoditi Unggulan Sapu Ijuk... 103

9. Dinamika Perkembangan Tenaga Kerja pada Industri Komoditi Unggulan... 109

10. Kegiatan Pelatihan/transformasi Pengetahuan dan Teknologi………. 125

11. Kinerja Dekranasda dalam Pengembangan Produk Lokal……….. 130


(17)

12. Kegiatan Pameran yang Dilakukan oleh pihak Dekranasda……… 131

13. Pertumbuhan PDRB... 140

14. Kontribusi Produk Unggulan Sapu Ijuk terhadap Sektor Industri………….. 140


(18)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Hal

1. Strategi Meraih Keunggulan………. 58

2. Alur Produksi Sapu Ijuk... 88

3. Pohon industry Produk Unggulan Sapu Ijuk……….


(19)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu pengkajian terhadap Pengembangan Produk Unggulan sapu ijuk dalam memacu percepatan ekonomi lokal oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap pengembangan produk unggulan sapu ijuk di Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, maka dipergunakan teknik informan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai produk sapu ijuk ini sangat berperan dalam meningkatkan perekonomian daerah Kabupaten Deli Serdang, menimbulkan effek ganda (multiple effect) terhadap berbagai bidang usaha lain seperti usaha petani pohon aren, mobilitas transportasi, industry kayu,plastic dan alumunium dan berbagai sector lainnya. Sebagai bentuk komitmen Dinas perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli serdang terhadap pengembangan produk unggulan maka dilaksanakanlah beberapa langkah stratagis melalui berbagai program taktis yang meliputi : program pembiayaan, peningkatan nilai tambah, perbantuan pemasaran dan promosi serta pengembangan kelembagaan.


(20)

ABSTRACT

This study is an assessment of the broom fibers Featured Product Development in the local economy by speeding the Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Deli Serdang. This study is a case study on the development of speciality products broom

fibers in the village of Tanjung Morawa Medan District Sinembah Deli Serdang regency. The method used in this research is descriptive qualitative research methods. To obtain more detailed information about the research issues being discussed, then the techniques used informants. Based on research results obtained picture of the broom fibers product is highly

instrumental in improving the regional economy Deli Serdang regency, causing a double effect (multiple effect) against a variety of other business sectors such as palm tree farm business, transportation mobility, industrial wood, plastic and aluminum and various sectors other. As a commitment of Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang to the development of speciality products was doing with some steps through a variety of tactical programs that include: program funding, increased value-added, marketing and promotion helping and institutional development.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, artinya mampu mengembangkan ekonomi daerahnya dan memberikan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha, terutama Usaha Kecil dan Menengah. Proses kreatif ini pada akhirnya akan memunculkan komoditas unggulan yang berbasis pada ekonomi lokal dan mampu bersaing di pasar domestik maupun skala ekspor.

Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, dalam mewujudkan percepatan pembangunan daerah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat Kabupaten Deli Serdang.

Di tingkat daerah, khususnya Kabupaten Deli Serdang, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian Kabupaten Deli Serdang tidak terlepas dari kontribusi UKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang ada di Kabupaten Deli Serdang cukup pesat pada unit usaha baik yang bergerak di sektor industri maupun yang bergerak di sektor perdagangan.


(22)

Tabel 1. Pertumbuhan Usaha Kecil Kabupaten Deli Serdang T.A. 2007 s/d 2009 A. Usaha Kecil

No Variabel Satuan 2007 2008 2009

1 Jumlah usaha kecil

Unit 13.244 13.527 13.751

2 Tenaga kerja Orang 57.391 158.627 159.023

3 Modal Rp. Juta 637.235.425 646.492.588 654.206.890 4 Volume usaha Rp. Juta 895.345.350 975.727.675 1.056.110.000 5 Aset Rp. Juta 723.455.200 737.155.178 750,855.16

Sumber : Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang

Tabel 2. Pertumbuhan Usaha Menengah Kabupaten Deli Serdang T.A. 2007 s/d 2009

B. Usaha Menengah

No Variabel Satuan 2007 2008 2009

1 Jumlah usaha kecil Unit 673 684 691

2 Tenaga kerja Orang 97.501 98.033 98.473

3 Modal Rp. Juta 543.250.125 545.413.864 547.216.946 4 Volume usaha Rp. Juta 367.508.415 400.971.897 428.858.127 5 Aset Rp. Juta 473.127.510 509.392.737 539.613.750


(23)

Dari data tersebut di atas terlihat sebuah gambaran potensial menyangkut prospek pengembangan UKM sebagai salah satu motor penggerak perekonomian lokal. Hal ini dapat dilihat dari trend peningkatan angka tenaga kerja yang terserap, akumulasi modal yang meningkat serta pertumbuhan volume dan aset usaha setiap tahunnya.

Pengembangan ekonomi lokal adalah merupakan suatu konsep pengembangan ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya kelembagaan lokal yang ada pada suatu masyarakat, oleh masyarakat itu sendiri melalui pemerintah lokal maupun kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

Pengembangan ekonomi lokal dilakukan oleh para stakeholder (pemerintah lokal, swasta dan masyarakat lokal) dan menitikberatkan pada peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta penciptaan lapangan kerja yang dirancang dan dilaksanakan secara spesifik untuk setiap komoditas atau wilayah, serta peran aktif atau insiatif dari para stakeholder.

Pembangunan ekonomi local mestinya berbasis potensi lokal daerah. Skala prioritas unggulan daerah harus ditetapkan baik secara sektoral maupun skala lebih kecil yaitu jenis produk. Hal ini untuk lebih mengarahkan dalam memberi dukungan pencapaian peningkatan dalam memberikan dukungan perencanaan pembangunan, alokasi sumberdaya, tata ruang wilayah dan lainnya. Termasuk juga cara memasarkan


(24)

produk sektor tersebut sehingga dapat diketahui dan menarik minat para investor dalam pengembangannya.

Perlu untuk disadari bahwa pemilihan sektor unggulan tidak semata-mata untuk tampil beda menurut ragam karakteristik daerah, tetapi terutama menjadi strategi akselerasi pembangunan daerah sendiri. Dalam identifikasi sektor unggulan perlu memperhatikan enam hal yaitu 1) keterkaitan tingkatan pembangunan, 2) keterkaitan antar sektor, 3) kontribusi terhadap sektor atau struktur ekonomi, 4) penyerapan tenaga kerja, 5) daya dukung SDM dan teknologi dan 6) pertimbangan strategis non ekonomi.

Keenam hal tentang identifikasi sektor unggulan dimuka dapat dijelaskan seperti berikut.

1. Sektor unggulan memiliki keterkaitan dengan tingkatan pembangunan daerah terutama pembangunan ekonomi. Struktur ekonomi yang terbagi menjadi sektor primer, sekunder dan tersier. Jenis sektor unggulan akan menjadi bagian penting dalam sektor-sektor ekonomi tersebut.

2. Sektor unggulan dapat kemungkinan memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya. Keterkaitan ini dapat ke belakang yaitu sektor penyedia input (backward linkage) atau ke depan yaitu sektor pengguna output (forward linkage). Berarti perkembangan sektor unggulan dapat menjadi pendorong perkembangan sektor lainnya yang masih terkait.


(25)

3. Sektor unggulan dapat memberikan kontribusi yang besar dan dapat diandalkan bagi perekonomian daerah. Perkembangan sektor unggulan dapat meningkatkan atau mengubah struktur ekonomi tertentu yang memiliki sektor unggulan.

4. Peningkatan sektor unggulan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Berarti terjadi peningkatan kegiatan ekonomi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan menambah penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian daerah.

5. Pengembangan sektor unggulan harus memperhatikan daya dukung SDM dan teknologi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Sektor unggulan yang menjadi andalan atau tulang punggung penting bagi perekonomian daerah membutuhkan SDM dan teknologi yang memadai untuk mengelolanya.

6. Pertimbangan strategis non ekonomi perlu juga diperhatikan terkait pengembangan sektor unggulan. Hal ini disebabkan oleh peran penting sektor-sektor ekonomi untuk mendukung aspek kenegaraan lainnya seperti pertahanan dan keamanan nasional.

Sebuah produk dapat dikatakan sebagai produk unggulan tentunya harus memiliki daya saing yang tinggi di pasaran dan harus punya banyak keunggulan- keunggulan yang menyebabkannya sangat berbeda dengan produk yang sejenisnya.


(26)

Produk unggulan daerah adalah unggulan daerah yang memiliki ciri khas dan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain serta berdaya saing handal dan dapat memberikan peluang kesempatan kerja kepada masyarakat lokal, demikian menurut Cahyadi Ahmadjayadi (2001).

Produk unggulan daerah juga harus mampu menjaga keseimbangan alam dan lingkungannya atas sebuah proses untuk menghasilkan produknya dan memiliki jangkauan terhadap pasar lokal, hingga ke pasar internasional. Dalam upaya mendorong terwujudnya produk unggulan daerah dibutuhkan banyak dukungan dan kerjasama berbagai stakeholder yang memiliki hubungan keterkaitan yang tidak terpisahkan. Keterkaitan banyak pihak ini harus dikuatkan dengan pentingnya koordinasi antar berbagai pihak tersebut dalam pencapaian tujuan produk unggulan daerah. Koordinasi ini sangat penting dan menjadi salah satu bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengembangan produk unggulan daerah.

Untuk menciptakan keunggulan daya saing suatu wilayah, maka sudah waktunya semua Kabupaten dan Kota di Indonesia mengubah paradigma pembangunannya. Apabila selama ini proses pembangunan lebih banyak mengandalkan sumber-sumber keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti kekayaan alam melimpah, upah buruh murah, dan posisi wilayah yang strategis, maka memasuki perekonomian global, pembangunan wilayah diarahkan pada prinsip penciptaan keunggulan daya saing (competitive advantage).


(27)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wahyudin (2007) diperoleh sembilan komoditi andalan Kabupaten Deli Serdang yang telah mampu menopang dan memberikan kontribusi produk dari industri pengolahan berskala kecil dan menengah terhadap perekonomian di seputar kawasan Kabupaten ini. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komoditas Andalan Industri Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang

No Komoditi Unit usaha Jlh tenaga kerja Nilai investasi (000) Kapasitas produksi Satuan Nilai produksi 1 Kerupuk opak 120 650 640.400 4. 675 TON 12.635.000 2 Sapu ijuk 210 421 548.00 2.430.500 BTG 10.887.000 3 Meubel kayu 34 90 172.000 10.100 PCS 20.20.000 4 Emping

melinjo

240 756 86.050 156 TON 2808.000

5 Keramik gerabah

18 180 374.500 6000 PCS 985

6 Sabut kelapa 9 56 489.000 240 TON 1.440.000 7 Pandai besi 32 65 205.000 144.500 BUAH 3.612.000 8 Sulaman bordir 178 456 231.100 19.000 PTG 950.000 9 Gula aren 231 778 52.000 200 TON 1.400.000

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang 2008

Pemilihan sembilan komoditi diatas menjadi produk unggulan di Kabupaten Deli Serdang didasarkan pada kriteria : penggunaan tenaga kerja, keterampilan, kualitas rasa, manajemen distribusi pemasaran, desain dan inovasi. Dari kriteria-kriteria tersebut kemudian diperoleh bahwa kerupuk opak menjadi Produk Unggulan


(28)

Prioritas (PUP) peringkat pertama, yang kemudian disusul oleh produk sapu ijuk dan meubel kayu pada peringkat kedua dan ketiga (Wahyudin, 2007)

Jenis industri di Kabupaten Deli Serdang yang dalam beberapa tahun terakhir ini tumbuh dengan pesat adalah industri kerajinan tangan. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa industri kerajinan tangan selalu masuk menjadi produk unggulan Kabupaten Deli Serdang, walaupun masing-masing penelitian tersebut menggunakan indikator atau kriteria produk unggulan yang berbeda satu sama lain. Salah satu jenis produk unggulan UKM di wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah komoditi sapu ijuk yang terfokus di daerah Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa.

Di daerah ini terdapat puluhan perajin sapu ijuk. Mereka bergerak di rumahnya masing-masing. Dengan kata lain, usaha mereka tersebut dapat digolongkan pada industri rumahan. Industri sapu ijuk ini merupakan salah satu industri yang mampu menyerap tenaga kerja. Sektor industri sapu ijuk ini cukup potensial, lapangan usaha di sektor ini setiap tahun mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan usaha kerajinan sapu ijuk semakin banyak dilakukan oleh masyarakat. Usaha Kerajinan sapu ijuk yang merupakan produk asli daerah tersebut sudah dikembangkan menjadi produk unggulan daerah yang cukup memberi kontribusi terhadap aktivitas ekonomi daerah.


(29)

Kondisi tersebut di atas merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian ini, dimana produk sapu ijuk ini telah berkembang menjadi produk unggulan daerah yang dapat mendukung perekonomian masyarakat setempat. Namun dalam perkembangannya ternyata bukan tanpa kendala meski sudah menjadi unggulan. Sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa beberapa tahun belakangan proyek produk unggulan ini mengalami stagnasisasi dalam berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat maupun daerah. Sesuai dengan analisa sosial yang ada hal ini disebabkan oleh permasalahan peningkatan nilai tambah produk dan pemasarannya. Pasar yang dinamis memerlukan inovasi dan kreatifitas yang tiada henti. Tujuannya adalah untuk dapat tetap eksis dipasaran, bahkan harus ditingkatkan. Apabila kondisi ini dapat terwujud maka berimplikasi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah.

Permasalahan tersebut di atas tentunya membutuhkan adanya usaha –usaha ke arah pengembangan. Pengembangan komoditas unggulan di daerah akan membuka peluang usaha bagi masyarakat terutama di pedesaan. Menurut Basri (2003), suatu peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang yang ada akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri. Hal kedua adalah


(30)

kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi usaha yang secara aktual dapat dioperasikan.

Menurut Bachrein (2006), untuk mendukung keberhasilan program pengembangan keanekaragaman komoditas , maka pemerintah daerah juga harus berupaya agar komoditas berpotensi untuk diunggulkan dapat menjadi komoditas unggulan dengan meningkatan pengkomersialan komoditas tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah Pengembangan Produk Unggulan Sapu Ijuk yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang dalam percepatan ekonomi lokal .

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisa keunggulan produk sapu ijuk produksi Desa Medan Sinembah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana pengembangan produk unggulan sapu ijuk yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam percepatan ekonomi lokal di Kabupaten Deli Serdang


(31)

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan

berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Magister Studi Pembangunan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang demi meningkatkan potensi produk unggulan.

3. Bagi Program Studi Magister Studi Pembangunan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan referensi bahan bacaan dan referensi dari satu karya ilmiah.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produk/Komoditas Unggulan 2.1.1. Kriteria dan Pengertian

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah. Kriteria-kriteria tersebut, adalah (Alkadri, dkk. 2001 dalam Daryanto, 2003) : (1) harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, (4) memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, (5) memiliki status teknologi yang terus meningkat, (6) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, (7) dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, (8). tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, (9) pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/ disinsentif, dan lainnya, dan (10) pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.


(33)

Pada dasarnya, keberadaan komoditas unggulan pada suatu daerah akan memudahkan upaya pengembangan agrobisnis. Hanya saja, persepsi dan memposisikan kriteria serta instrumen terhadap komoditas unggulan belum sama. Akibatnya, pengembangan komoditas tersebut menjadi salah urus bahkan menjadi kontra produktif terhadap kemajuan komoditas unggulan dimaksud. Berikut adalah pengelompokan komoditas unggulan, sebagai rujukan untuk menempatkan posisi produk agro dari sisi teori keunggulan komoditas, antara lain :

a. Komoditas unggulan komparatif : komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya alam, di mana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Atau pula, komoditas hasil olahan yang memiliki dukungan bahan baku yang tersedia pada lokasi usaha tersebut. b. Komoditas unggulan kompetitif : komoditas yang diproduksi dengan cara

yang efisien dan efektif. Komoditas tersebut telah memiliki nilai tambah dan daya saing usaha, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dan harga.

c. Komoditas unggulan spesifik : komoditas yang dihasilkan dari hasil inovasi dan kompetensi pengusaha. Produk yang dihasilkan memiliki keunggulan karena karakter spesifiknya.

d. Komoditas unggulan strategis : komoditas yang unggul karena memiliki peran penting dalam kegiatan sosial dan ekonomi.


(34)

Sebagai perbandingan, komoditas unggulan akan lebih mudah dan lebih rasional untuk dikembangkan jika memandang komoditas unggulan dari kebutuhan pasar. Dilihat dari sisi positif, jika mengelompokkan komoditas unggulan berdasarkan potensi pasarnya, mengingat ukuran keberhasilan komoditas unggulan dapat diukur dari perannya dalam memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha. Selain itu, memberikan kontribusi dalam pengembangan struktur ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Adapun pengelompokan komoditas tersebut, dapat disusun sebagai berikut :

a. Komoditas unggulan pasar ekspor : komoditas yang telah mampu memenuhi persyaratan perdagangan di pasar ekspor. Ini menyangkut aspek keamanan, kesehatan, standard, dan jumlah yang memadai, sehingga komoditas tersebut diminati negara pengimpor.

b. Komoditas unggulan pasar tradisional : komoditas yang mampu memenuhi keinginan selera konsumen lokal, baik dari aspek cita rasa, bentuk, ukuran, kualitas harga, dan budaya lokal.

c. Komoditas unggulan pasar modern : komoditas yang telah memiliki daya saing tinggi dari aspek harga, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, serta biasa dibutuhkan oleh berbagai kalangan konsumen secara internasional.

d. Komoditas unggulan pasar industri : komoditas yang merupakan bahan baku utama industri manufaktur agro.


(35)

e. Komoditas unggulan pasar antar pulau : komoditas yang dibutuhkan oleh pasar antar pulau karena komoditas tersebut tak mampu diproduksi di pulau tersebut.

f. Komoditas unggulan pasar khusus : komoditas yang memang dipesan oleh pasar tertentu lengkap dengan spesifikasinya. (Yuhana, 2008). 2.1.2. Produk Unggulan Daerah

Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi wilayah (daerah) mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi potensi ekonomi daerah adalah dengan menginventarisasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah tiap-tiap sub sektor serta tingkat Kabupaten.

Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan/atau menembus pasar ekspor. (Anonim, 2000).

Sementara menurut Cahyana Ahmadjayadi (2001), Produk Unggulan Daerah (PUD) adalah unggulan daerah yang memiliki ciri khas dan keunikan yang tidak


(36)

dimiliki daerah lain serta berdaya saing handal dan dapat memberikan peluang kesempatan kerja kepada masyarakat lokal. Produk unggulan daerah juga berorientasi ramah lingkungan dan berorientasi pada pasar baik lokal maupun nasional dan regional.

Pengembangan produk unggulan dan pemberdayaan sebagai potensi ekonomi daerah pada era otonomi adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah dilaksanakan, hal tersebut disebabkan karena pengembangan PUD terkait erat dengan kemauan politik atau kebijakan dari Pemerintah Daerah. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dan sangat penting dalam pengembangan dan pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai salah satu tonggak dari pada ekonomi daerah. Oleh karena, produk unggulan daerah terkait beberapa stakeholders yang saling berperan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Stakeholders dimaksud adalah pemilik bahan baku dan pengolah/penghasil bahan baku, pengguna atau konsumen, fasilitator atau pemerintah dan lembaga sosial masyarakat. Stakeholders tersebut saling terkait dan menunjang satu sama lain sehingga peranan koordinasi dalam pencapaian tujuan menjadi unsur utama dalam pengembangan PUD. Koordinasi ini menjadi instrumen penting dalam pengembangan produk unggulan daerah. (Cahyana Ahmadjayadi, 2001).

Produk unggulan merupakan suatu strategi pembangunan yang tidak mudah didikte oleh daerah/negara lain. Produk unggulan daerah tidaklah harus berupa hasil industri yang berteknologi canggih atau dengan investasi tinggi tetapi produk


(37)

unggulan bisa dengan produk lokal yang disebut dengan One Area Five Products (satu daerah bisa dengan lima produk unggulan) Hal tersebut sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah pada tahun 1998 dan 1999. Inti daripada surat tersebut adalah bahwa kabupaten/kota dapat menghasilkan 5 (lima) PUD yang disahkan oleh kepala daerah. (Cahyana Ahmadjayadi, 2001).

2.1.3. Faktor-Faktor Vital pada Produk Unggulan 1. Pendapatan

Tujuan pokok perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau pendapatan maksimal, disamping ada tujuan-tujuan lain yaitu pertumbuhan sekala usaha dalam jangka panjang, kepentingan sosial dan sebagainya (Sudarsono; 1983). Dengan demikian untuk melihat keberhasilan dari suatu usaha dapat dilihat dengan tercapai tidaknya tujuan dari perusahaan. Demikian pula dengan keberhasilan pengusaha produk unggulan dapat diukur dengan melihat keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut.

Pendapatan atau keuntungan ekonomi adalah pendapatan yang diperoleh pengusaha, setelah dikurangi oleh ongkos tersembunyi (Sadono Sukirno, 1982: 38). Pendapatan merupakan hasil yang didapatkan dari kegiatan usaha seseorang sebagai imbalan atas kegiatan yang dilakukan. Pengusaha sebagai pimpinan usaha dapat mengambil keputusan-keputusan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, di


(38)

samping itu pengusaha dapat memproduksi barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Kegiatan perusahaan dalam menciptakan keuntungan diperoleh dengan cara mengurangkan bebagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran upah, pembayaran bunga, dan sewa tanah. Hasil penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya tersebut diperolehkan keuntungan. Kentungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan.

2. Modal Kerja

Pada fase Merkantilis, pengertian modal dihubungkan dengan pengertian uang, sebagai realisasi dari pandangan Merkantilis tersebut, maka Adam Smith dan David Hume atau yang dinamakan fase klasik, muncul pengertian modal dipandang dari sudut barang. Jenis modal ditinjau dari segi sumbernya meliputi: (Bambang Riyanto, 1994: 171-181)

1. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar, sifatnya sementara sehingga modal tersebut merupakan hutang dimana pada saatnya harus dibayar kembali.

2. Modal sendiri adalah usaha yang berasal dari pemilik dan yang tertanam di dalam usaha tersebut untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan dana


(39)

jangka panjang yang tidak tertentu waktunya. Berdasarkan fungsi kerjanya modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Bambang Riyanto, 1994: 51). 3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat dominan dalam kegiatan produksi, karena tenaga kerja itulah yang berperan mengalokasikan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi lain guna menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Sedangkan pengertian tenaga kerja itu sebagai berikut:

1. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Ketenagakerjaan No. 14 1969).

2. Tenaga kerja (Man Power) adalah sejumlah penduduk yang dapat menghasilkan barang atau jasa, jika ada permintaan tenaga kerja mereka akan berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja sering pula disebut penduduk usia kerja dalam arti sudah bekerja, sedang mencari kerja dan sedang melakukan kegiatan lain yang belum tercakup mencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut berpartisipasi dalam bekerja (Sutomo, 1990:3).

3. Tenaga kerja berdasarkan definisi PBB dalah penduduk usia 15-64 tahun. Sementara penduduk Indonesia usia 10 tahun telah ada yang mulai bekerja


(40)

atau membantu mendapatkan penghasilan, dan penduduk umur tua (65 keatas) juga ada yang masih bekerja, oleh karena itu definisi tenaga kerja yang tampak lebih sesuai untuk Indonesia adalah penduduk kelompok usia 10 tahun ke atas. Dalam definisi tenaga kerja Indonesia tercakup penduduk kelompok umur 10-14 tahun dan kelompok umur 65 tahun keatas (Aris Ananta dkk, 1998: 21).

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan harus diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan cuma dilihat dari segi jumlah tenaga kerjanya tetapi juga dari segi kualitas dan macam tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengn kebutuhan sampai pada tingkat tertentu, sehingga jumlahnya optimal (Soekartawi, 1994: 7).

Tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah tenaga kerja yang di gunakan (Sukirno, 1994 : 195). Apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus-menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan mengalami pertambahan, tetapi setelah mencapai tingkat produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai titik negatif dan ini berakibat pertambahan produksi semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun (Sukirno, 1994 : 195).

Dengan perbedaan tingkat produksi maka akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pengusaha.


(41)

4. Bahan Baku

Bahan baku atau bahan mentah merupakan faktor produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi (Gunawan Adi Saputro dan Mawan asri, 1989: 225). Menurut prinsip akuntansi, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap olah, merupakan harga pokok bahan baku atau nilai bahan baku.

Harga pokok bahan baku meliputi harga beli yang tercantum dalam faktur penjualan, biaya angkutan, biaya-biaya pembelian, dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah (Mulyadi, 1990: 163)

Namun pada kenyataanya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pada masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang lebih besar bila dibanding dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh (Mulyadi, 1990: 133).

Dalam teori, yang perlu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan dalam produksi adalah banyaknya output yang harus di produksi, serta bagaimana kombinasi-kombinasi yang diperlukan (Budiono, 1982: 62)


(42)

2.2. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2.2.1. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Usaha kecil menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu berbagai upaya pemberdayaan perlu terus dilakukan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (asset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (asset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan defenisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu. (Sukirno, 2004:365)

Dalam konsep Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan UKM yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria:

1.Aset Rp Rp 50 milyar,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2.Omzet Rp 250 milyar.

Adapun yang menjadi karakteristik UKM menurut Mintzberg, Musselman dan Hughes, ciri-ciri umum usaha kecil adalah (Situmorang dkk., 2003: 15):


(43)

b.Struktur organisasinya bersifat sederhana

c.Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar

d.Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan

e.Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki f. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya

g.Kemampuan dasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas h.Margin keuntungan sangat tipis

i. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

Sedangkan ciri-ciri usaha kecil di Indonesia menurut Sutojo (Bararualo, 2001:7):

a.Lebih dari setengah usaha kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan

b.Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha

c.Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank


(44)

e.Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60%

f. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial

g.Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen h.Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar

Di dalam melaksanakan kegiatan usahanya, UKM menghadapi tantangan yang bersifat global dalam bentuk blok-blok perdagangan global serta perdagangan investasi lainnya. Selain tantangan tersebut, UKM juga menghadapi kendala seperti kualitas sumber daya manusia yang rendah; tingkat produktivitas dan kualitas produk dan jasa rendah; kurangnya teknologi dan informasi; faktor produksi, sarana dan prasarana belum memadai; aspek pendanaan dan pelayanan jasa pembiayaan; iklim usaha belum mendukung (seperti: Peraturan Perundangan Persaingan Sehat); dan koordinasi pembinaan belum berjalan baik.

Namun demikian ada peluang yang dapat dimanfaatkan oleh UKM dalam kegiatan usahanya, seperti: adanya komitmen pemerintah; pembangunan yang makin berkeadilan dan transparan; ketersediaan SDM yang berkualitas (Eks PHK); sumberdaya alam yang beraneka ragam; terpuruknya usaha-usaha yang dikelola pengusaha besar; apresiasi dolar Amerika Serikat yang sangat tinggi.

Berdasarkan peluang, kendala dan tantangan yang dihadapi UKM maka kita dapat menggunakan beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat


(45)

pertumbuhan UKM tersebut. Adapun yang menjadi indikator didalam melihat serta meningkatkan pertumbuhan UKM antara lain: (Anoraga, 2002: 250-272)

1. Legalitas Usaha (Perizinan)

Legalitas (izin) untuk suatu usaha sangat penting mengingat dengan adanya legalitas usaha (izin usaha) tersebut para pengusaha baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil menegah dapat memudahkan mereka melakukan berbagai kegiatan seperti dalam melakukan akses permodalan, serta di dalam memasarkan produk. Dengan adanya legalitas usaha (izin) tersebut maka mereka dapat dengan mudah memperoleh kepercayaan dari pihak lain. Sehingga hal ini dapat memperlancar serta meningkatkan atau mengembangkan usahanya.

2. Permodalan

Permodalan merupakan hal terpenting didalam mendirikan usaha. Masalah permodalan akan selalu dialami perusahaan, tidah hanya ketika perusahaan mulai berdiri tetapi juga ketika perusahaan tersebut ingin mengembangkan operasinya. Seringkali terjadi kesalahan terhadap pemahaman konsep di antara para pengusaha berkaitan dengan modal untuk ekspansi. Mereka akan menghendaki modal ekspansi ketika perusahaan mencapai tingkat laba dan produksi tertentu yang menghendaki tambahan tenaga kerja, peralatan atau fasilitas. Ketika mereka baru menyadari hal tersebut maka sebelum modal ekspansi diperoleh kesempatan sudah tidak ada lagi.


(46)

Pengusaha UKM perlu membuat rencana strategik termasuk di dalamnya rencana bisnis dan pemasaran yang akan menggambarkan proyeksi pertumbuhan, kebutuhan kas dan kebutuhan investasi kapital. Ketika menentukan sumber permodalan, seorang pengusaha perlu menganalisis keuangan mereka untuk menentukan kemampuan meminjam dari luar. Dengan demikian UKM dapat menentukan kemampuannya baik sekarang maupun di masa yang akan datang.

3. Produksi

Didalam melaksanakan kegiatan usahanya UKM memproduksi barang (produk) yang akan dipasarkan. Produk tersebut umumnya produk yang diminati masyarakat dan memerlukan biaya produksi yang rendah. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhannya maka UKM harus menekan biaya produksi seminimal mungkin untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal. Untuk meningkatkan kualitas maka para pengusaha UKM juga harus memperhatikan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan baik dari segi bahan baku yang akan diperlukan apakah dapat diadakan tepat pada waktunya, waktu akan diproduksinya barang tersebut, kapan atau peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi, jumlah persediaan yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat (tidak memproduksi barang secara berlebihan). Selain itu UKM juga harus memperhatikan potensi dari tenaga kerja dan peralatan (teknologi) yang dipergunakan untuk memproduksi suatu barang sehingga dapat memuaskan konsumen (masyarakat).


(47)

4. Pemasaran

Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan menghasilkan produk tetapi tidak disertai kemampuan memasarkan produk adalah kehancuran”. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada usaha kecil dan menengah sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya.

Jadi, setiap perusahaan perlu memperdalam bidang pemasaran karena:

a. Semakin banyak pesaing untuk produk-produk yang sejenis.

b. Semakin berkembangnya teknologi yang digunakan oleh perusahaan untuk memproduksi barang.

c. Semakin banyak barang-barang pengganti dengan manfaat yang sama.

d. Semakin beraneka ragam desain, bentuk, warna dan corak dari barang yang mempunyai manfaat yang sama.

e. Pergeseran perilaku konsumen yang begitu cepat mengakibatkan pergeseran dalam hal selera, maupun keinginan konsumen.

Oleh karena itu, perlu mencari informasi yang paling akurat berkaitan dengan produk yang dibuat, baik mengenai pesaing, selera konsumen, teknologi yang terbaru untuk memproduksi dan masih banyak hal lain yang nantinya dapat dikembangkan di perusahaan.


(48)

5. Sumberdaya Manusia

SDM merupakan salah satu unsur atau bagian yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha baik yang berskala kecil maupun menengah. Permasalahan UKM yang menyangkut SDM terkait dengan struktur organisasi dan pembagian kerja, masalah tenaga kerja, dan kemampuan manajerial pengusaha.

Pada umumnya struktur organisasi dan pembagian kerja/ deskripsi pekerjaan yang dimiliki UKM kurang atau tidak jelas bahkan yang mengarah pada one man show. Hal ini pada tingkat tertentu dapat mengganggu kelancaran usaha, menurunkan omzet, serta mengakibatkan lepasnya kesempatan untuk meraih peluang-peluang pasar. Karena bagaimanapun, kemampuan seorang pengusaha secara individu sangatlah terbatas, baik energi, waktu maupun pikiran.

Sulit mencari dan mempertahankan tenaga kerja atau pegawai yang memenuhi loyalitas, disiplin, kejujuran dan tanggung jawab yang cukup tinggi. Hal ini merupakan implikasi dari sistem insentif pada UKM yang relatif kurang mampu bersaing, sehingga UKM tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan pekerja, terutama pekerja yang berprestasi.

6. Teknologi

Seiring dengan perkembangan zaman teknologi yang ada sangat berperan di dalam menggerakan roda perekonomian di suatu negara. Pemanfaatan teknologi yang baik dan tepat guna dapat mempermudah seseorang didalam melaksanakan kegiatan


(49)

(usahanya). Teknologi yang ada saat ini seharusnya dapat digunakan atau dimanfaatkan pula oleh UKM guna meningkatkan produktivitas usahanya. Teknologi yang ada saat ini sangat beraneka ragam seperti teknologi industri dan teknologi informasi. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi produksi oleh UKM dapat kita lihat dari jenis peralatan atau alat-alat yang mereka pergunakan di dalam mengolah atau membuat produk (barang). Semakin baik alat-alat yang digunakan untuk memproduksi barang maka kegiatan produksi akan lebih efektif dan efisien sehingga para pengusaha dapat memenuhi permintaan dari konsumen atau masyarakat yang membutuhkan produk tersebut. Lain halnya dengan teknologi informasi, pada dasarnya teknologi ini memungkinkan dan mempermudah pengusaha agar dapat berhubungan dengan cepat, mudah dan terjangkau. Teknologi ini juga mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi, baik untuk usaha dalam skala yang besar, usaha kecil maupun usaha menengah. Selain itu, teknologi ini juga dapat membantu mereka di dalam memasarkan produk. Dengan demikian segala kegiatan baik produksi maupun distribusi akan menjadi lebih mudah.

2.2.2 Jenis-Jenis UKM

Secara umum UKM bergerak dalam 2 (dua) bidang, yaitu bidang perindustrian dan bidang perdagangan barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001, adapun bidang/ jenis usaha yang terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri dan perdagangan adalah:


(50)

a.Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

b.Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/ celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan.

c.Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb.

d.Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan:

1. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut. 2. Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.

e.Industri perkakas tangan yang diperoses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

f. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

g.Industri barang dari tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

h.Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan


(51)

i. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.

j. Perdangangan dengan skala kecil dan informasi. 2.2.3. Landasan Hukum UKM

Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut:

a.Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985.

b.Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

c.Bentuk Badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.

d.Perizinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

e.Tata cara perizinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP).

2.3. Industri Kecil

Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang menyebutkan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,


(52)

bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan dan perekayasaan industri. Pengertian industri juga meliputi semua perusahaan yang mempunyai kegiatan tertentu dalam mengubah secara mekanik atau secara kimia bahan-bahan organis sehingga menjadi hasil baru.

Dari pengertian di atas maka industri mencakup segala kegiatan produksi yang memproses pembuatan bahan-bahan mentah menjadi bahan-bahan setengah jadi maupun barang jadi atau kegiatan yang bisa mengubah keadaan barang dari suatu tingkat tertentu ke tingkat yang lain, kearah peningkatan nilai atau daya guna yang berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Industri sebagai suatu sistem terdiri dari unsur fisik dan unsur perilaku manusia. Unsur fisik yang mendukung proses industri adalah komponen tempat meliputi pula kondisinya, peralatan, bahan mentah/bahan baku, dan beberapa hal yang memerlukan sumber energi. Sedangkan unsur perilaku manusia meliputi komponen tenaga kerja, ketrampilan, tradisi, transportasi, dan komunikasi, serta kpeadaan pasar dan politik (Dumairy, 1998).

Menurut Azhary (1986) industri di Indonesia digolongkan dalam empat kriteria yaitu:

1. Industri besar menggunakan tenaga kerja mencapai 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang menggunakan tenaga kerja mencapai 20-99 orang. 3. Industri kecil menggunakan tenaga kerja 5-19 orang.


(53)

4. Industri rumah tangga menggunakan tenaga kerja mencapai 1-4 orang.

Menurut Deperindag industri juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat investasinya, yaitu:

1. Industri besar dengan tingkat investasi lebih dari Rp. 1 milyar. 2. Industri sedang dengan tingkat investasi Rp. 200 juta – 1 milyar. 3. Industri kecil dengan tingkat investasi Rp. 5 juta – 200 juta.

4. Industri kerajinan rumah tangga dengan tingkat investasi kurang dari Rp. 5 juta.

Perusahaan industri kecil merupakan kesatuan produksi yang terkecil di suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang secara mekanis atau kimia sehingga menjadi barang atau produk baru yang sifatnya lebih dekat dengan konsumen. Karakteristik industri kecil menurut Tambunan (1999) antara lain:

1. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi di samping rumah si pengusaha atau pemilik usaha.

2. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja bayaran (wage labour).

3. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup sophisticated.


(54)

Berdasarkan eksistensinya dinamisnya industri kecil (dan kerajinan rumah tangga) di Indonesia dapat dibagi dalam tiga (3) kelompok kategori, yaitu:

1. Industri lokal, yaitu kelompok industri yang menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta relatif tersebar dari segi lokasi.

2. Industri sentra, yaitu kelompok jenis industri yang dari segi satuan usaha mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis.

3. Industri mandiri, adalah kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifat- sifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadakan teknologi produksi yang cukup canggih (Saleh, 1986 dalam Subekti, 2007).

Klasifikasi industri kecil menurut Departemen Perindustrian (dalam Subekti, 2007) antara lain:

1. Industri Kecil Modern

Menurut definisi Departemen Perindustrian, industri kecil modern meliputi industri kecil yang:

a. Menggunakan teknologi yang proses madya (intermediate process technologies).


(55)

c. Tergantung pada dukungan Litbang dan usaha-usaha kerekayasaan (industri besar).

d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.

e. Menggunakan mesin khusus dan alat perlengkapan modal lainnya.

2. Industri Kecil Tradisional

Ciri-cirinya antara lain:

a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.

b. Teknologi pada bantuan Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang disediakan oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian dari program bantuan teknisnya kepada industri kecil.

c. Mesin yang digunakan dan alat perlengkapan modal lainnya relative sederhana.

d. Lokasinya di daerah pedesaan.

e. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan yang berdekatan terbatas.

3. Industri Kerajinan Kecil

Industri kerajinan kecil meliputi industri kecil yang sangat beragam mulai dari industri kecil yang menggunakan teknologi proses yang sederhana, sampai industri


(56)

kecil yang menggunakan teknologi proses madya atau malahan teknologi proses yang maju. Selain potensinya untuk menyediakan lapangan kerja dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok- kelompok yang berpendapatan rendah, terutama di daerah pedesaan, industry kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.

Menurut Saleh (1986) dalam Subekti (2007) alasan-alasan yang mendukung pentingnya pengembangan industri kecil adalah:

1. Fleksibel dan adaptabilitasnya yang ditopang oleh kemudahan relatif dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan.

2. Relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sektor-sektor ekonomi lainnya.

3. Potensinya terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi pengangguran.

4. Berperan sebagai basis bagi suatu kemandirian pembangunan ekonomi, karena pada dasarnya diusahakan oleh pengusaha dalam negeri serta proses produksinya dengan dengan kandungan impor (impor content).

Menurut Wening (1998) dalam Subekti (2007), bahwa usaha kecil mempunyai potensi untuk dikembangkan, yaitu:


(57)

2. Kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal serta menghasilkan barang serta jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau. 3. Suasana kekeluargaan lebih mudah diciptakan.

4. Memiliki kelebihan dibanding dengan usaha besar, yaitu lebih leluasa bergerak, lebih fleksibel dan cepat mengantisipasi perubahan yang terjadi.

2.4. Ekonomi Daerah

2.4.1. Pertumbuhan Ekonomi.

Pengertian pertumbuhan ekonomi sudah banyak dirumuskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh para ekonom. Boediono (1999:1) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan di sini adalah pada proses karena mengandung unsur perubahan dan indikator pertumbuhan ekonomi dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama.

Teori pertumbuhan secara umum terbagi dalam dua kelompok pendekatan yaitu pendekatan klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo dan Arthur Lewis dan modern yang dianut oleh Keynes (Harrod-Domar), Neo Klasik (Solow-Swan). Menurut teori pertumbuhan Adam Smith dalam Boediono (1999:7), proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menyangkut dua aspek utama yaitu pertumbuhan output total yang berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan stok modal.

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, maka setiap daerah dituntut dapat berperan aktif dalam mengelola dan mengembangkan sektor publik dalam


(58)

upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kemandirian serta mampu bersaing dengan daerah lainnya

Dalam upaya pembangunan daerah akan dimanfaatkan aspek-aspek yang secara ekonomi berpotensi untuk dikembangkan. Secara harafiah, potensi ekonomi dalam kerangka pembangunan daerah dapat diartikan sebagai kesanggupan, kekuatan, dan kemampuan di bidang ekonomi yang dimiliki oleh suatu daerah untuk membangun daerah tersebut.

Proses pembangunan tidak terjadi begitu saja, tetapi harus diciptakan melalui intervensi pemerintah, melalui kebijakan-kebijakan yang mendorong terciptanya proses pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan ada tiga pertanyaan dasar yang perlu dijawab, pertama, pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua, pembangunan perlu diletakkan pada arah pemberdayaan masyarakat dan memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat banyak untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Dan ketiga, pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor mencakup program pembangunan antarsektor, pembangunan antardaerah, dan pembangunan khusus (Sumodiningrat, 2001 13-14).

Selanjutnya Blakely, (1994: 70-73) menyatakan peranan pemerintah dalam pembangunan daerah adalah : (a) entrepreneur, yaitu pemerintah daerah bertanggungjawab untuk merangsang jalannya suatu usaha bisnis, (b) koordinator, yaitu pemerintah daerah sebagai koordinator dalam penetapan suatu kebijakan atau


(59)

strategi-strategi bagi pembangunan daerah, (c) fasilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional di daerahnya, (d) stimulator, yaitu pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi investor baru agar masuk dan mempertahankan serta menumbuhkembangkan investor yang telah ada di daerahnya.

Kebijakan pembangunan daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dapat berjalan ditandai dengan adanya perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian daerah dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila, tingkat kegiatan ekonomi suatu masyarakat tersebut lebih tinggi dari kegiatan ekonomi yang dicapainya pada masa sebelumnya.

Secara lebih mendalam Sukirno (1985:19) mengatakan bahwa perkembangan ekonomi baru dapat tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya, sedangkan Djojohadikusumo (1994:55) memberikan batasan tentang pertumbuhan ekonomi yang ditandai tiga ciri pokok yaitu adanya laju pertumbuhan pendapatan per kapita dalam arti nyata (riel), persebaran (distribusi) angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya serta persebaran penduduk dalam masyarakat.

Todaro (1997:112) lebih lanjut mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktur dan sektoral yang tinggi.


(60)

Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktivitas pertanian ke arah sektor non pertanian dari sektor industri ke sektor jasa, sedangkan Kuznets mendefinisikan bahwa dalam proses pembangunan terjadinya perubahan struktur ekonomi yaitu ditandai dengan adanya perubahan persentase sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi (lihat Sukirno 1985:77). Secara umum transformasi struktural ditandai oleh peralihan dan pergeseran kegiatan perekonomian dari sektor poduksi primer (pertanian) menuju sektor peroduksi sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan sektor tersier.

Untuk mengetahui perekonomian suatu daerah dalam periode tertentu, salah satu indikatornya ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah

Pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang memiliki sumber daya yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada hakekatnya setiap potensi diduga memiliki peluang untuk di kembangkan secara riil menjadi berbagai manfaat melalui kegiatan yang secara ekonomis dapat menghasilkan produk dalam bentuk barang dan jasa, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemanfaatan potensi sumber daya tersebut dapat menciptakan berbagai peluang usaha baru yang kemudian dapat meningkatkan laju perekonomian yang berkelanjutan yang pada gilirannya akan menimbulkan dampak yang lebih luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.


(61)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ekonomi suatu masyarakat menurut Arsyad (1999:244) adalah sebagai berikut .

1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources).

2. Pertumbuhan penduduk. 3. Kemajuan teknologi.

Perkembangan atau pertumbuhan dari masing-masing sektor perekonomian ini ditentukan oleh berbagai sebab seperti ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia. Mengacu pada pendapat Kuznets (lihat Widodo, 1990 : 41) transformasi struktural merupakan rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan penggunaan faktor produksi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

2.4.2. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan usaha-usaha baru. Dalam teori pembangunan ekonomi daerah terdapat paradigma baru (Arsyad, 1999 : 302) sebagai dalam tabel berikut:


(62)

Komponen Konsep Lama Konsep Baru Kesempatan Kerja Basis Pembangunan Aset-aset Lokasi Sumberdaya Pengetahuan Semakin banyak perusahaan

Semakin banyak peluang kerja.

Pengembangansektor ekonomi.

Keunggulan komparatif didasarkan pada aset fisik. Ketersediaan Angkatan Kerja. Perusahaan dalam mengembangkan usahanya harus menyesuaikan dengan kondisi penduduk daerah. Industri

Pengembangan lembaga-lembaga Ekonomi baru.

Keunggulan kompetitif didasarkan pada kualitas lingkungan.

Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi. Sumber : Arsyad (1999:302)

Strategi (program) pengembangan untuk kedua kondisi tersebut haruslah berbeda (spesifik). Bahkan strategi pengembangan untuk pengusaha yang sudah ada pun tidak dapat dilakukan dengan “penyeragaman”. Apa yang disebutkan oleh Haeruman di atas adalah kondisi yang digeneralisasi. Tiap jenis usaha, bahkan tiap pengusaha pada jenis yang sama akan mempunyai permasalahan yang berbeda.

Diperlukan suatu studi yang matang dan mendalam (diagnosis) untuk mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang akan dibina. Tanpa studi dan perencanaan yang matang, maka usaha program pengembangan (meski dengan niat yang baik) akan menemui banyak kendala,


(63)

implementasinya. Kasus munculnya koperasi (dan UKM di dalamnya) “dadakan” ketika diluncurkan kebijakan kredit tanpa bunga (kredit dengan bunga yang rendah), dapat dijadikan salah satu contoh kegagalan usaha pengembangan UKM yang dilakukan pemerintah.

2.4.3. Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya kelembagaan (SDL). Pendayagunaan sumber daya tersebut dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok- kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

Keutamaan pada pengembangan ekonomi yang berorientasi atau berbasis lokal ini penekanannya pada proses peningkatan peran dan inisiatif masyarakat local dalam pengembangan aktifitas ekonomi serta peningkatan produktivitas. Pengembangan ekonomi lokal menitikberatkan pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dirancang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap komunitas atau wilayah. Kesesuaian ini membuat efektif dan berhasil dalam menjawab permasalahan kesejahteraan rakyat, dibanding dengan solusi - solusi yang bersifat global. Setiap upaya pengembangan ekonomi lokal


(64)

mempunyai tujuan utama, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

Kebutuhan perubahan orientasi ini tidaklah berlebihan kalau mengamati bahwa di dalam era otonomi daerah ini banyak Pemerintah Kota/ Kabupaten yang tidak punya pegangan dalam mengelola ekonomi daerahnya. Otonomi daerah disambut dengan eksploitasi sumber daya alam, menjual aset daerah, memberlakukan berbagai pajak dan retribusi yang seringkali tidak rasional, yang justru menyebabkan investor enggan masuk. Tanpa ada visi tentang bagaimana mengelola kota/kabupaten sebagai unit ekonomi yang sustainable.

Pengembangan ekonomi lokal bukan hanya retorika baru tetapi mewakili suatu perubahan fondamental pada aktor dan kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi, sebagaimana definisinya: “LED is the process by which actors within cities/districts (public, business and civil society partners) work collectively to enhance the quality of life by creating better conditions for economic growth, employment generation and assist local government to provide better services to its residents.” (LGSP-USAID)

PEL pada hakekatnya merupakan proses kemitraan antara pemerintah daerah dengan para stakeholders termasuk sektor swasta dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia maupun kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah


(65)

dan menciptakan pekerjaan baru. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development" mendayagunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. (Blakely, 1989).

Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan, yaitu: meningkatkan jumlah dan variasi peluang kerja tersedia untuk penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain kegiatan pengembangan ekonomi lokal, sebagaimana kegiatan publik lain, sifatnya tidak berdiri sendiri atau saling terkait dengan aspek publik lainnya.

2.4.4.Percepatan Pertumbuhan UKM dalam Daerah

Sadar atau tidak sadar, dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan


(66)

kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan daerah.

Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang selama ini dipegang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolabo-ratif berbagai unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas pelaku di masyarakat harus bekerja bersama untuk meningkatkan nilai sumberdaya setempat.

Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UKM strategis untuk penciptaan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UKM tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UKM, pemerintahan setempat dan entitas masyarakat setempat.

Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian, meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, ketersediaan tenaga terampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan kualitas pengelola sektor publik.


(67)

Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat, identifikasi kesempatan bagi UKM, pengurangan hambatan bisnis, dan pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam proses.

Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa dilakukan, antara lain : investasi di bidang infrastruktur, penyediaan insentif bagi investasi bisnis, mendorong pengembangan bisnis baru, pengembangan klaster, pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro, penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggungjawab sosial perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga pembangunan daerah.

Untuk meningkatkan pertumbuhan UKM, pemda harus selalu mengintegrasikan semua lintas pelaku, termasuk berbagai unsur dalam pemerintah daerah, bisnis, organisasi nirlaba dan penduduk lainnya.

Lintas pelaku harus bekerja bersama untuk membuat kerangka kerja formal dan informal atau lembaga untuk mendorong interaksi dan mengatur hubungan antarlembaga. Fleksibilitas harus menjadi kunci dari kerangka kerja dan lembaga yang harus menyalurkan perhatian dan kepentingan yang relevan dalam proses dan mobilisasi sumber daya masyarakat.


(68)

Percepatan pembangunan pemerintahan daerah mungkin memerlukan pendirian suatu organisasi pengembangan khusus, yang bertanggungjawab dalam pengoordinasian seluruh lintas pelaku dan berfungsi sebagai juru bicara rencana aksi atau platform yang ingin dituju. Organisasi ini harus membentuk jejaring untuk pembangunan daerah untuk peningkatan efisiensi pengalokasian sumber daya serta berbagi pengetahuan dan informasi. Operasionalisasi dan pembiayaan organisasi ini harus didukung oleh lintas pelaku daerah.

Salah satu misi utama dari entitas pemda adalah menggambarkan dan mengimplementasikan seluruh strategi pembangunan. Proses ini harus dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas dan memahami kondisi lokal setempat.

Entitas harus juga mempertimbangkan keberlanjutan pada semua tahapan perencanaan dan implementasi untuk menjamin suatu lingkungan yang sehat dan suatu kualitas hidup yang baik. Strategi yang diterapkan haruslah dikembangkan dengan pembagian tenaga kerja antar pelaku sesuai dengan kekuatan dan sumberdaya mereka.

Sejalan dengan tren desentralisasi, peran pemda menjadi semakin penting dalam pembangunan. Otoritas pemda harus menyediakan petunjuk dan bantuan untuk efektivitas dan efisiensi implementasi pengembangan strategi. Simplifikasi dan deregulasi prosedur birokrasi harus dilakukan untuk mengurangi biaya bisnis. Pemda harus menjembatani antara masyarakat dan otoritas pemerintahan yang lebih tinggi.


(69)

1. Promosi Inovasi

Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan untuk pengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi, wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat.

Sumberdaya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan bisnis dengan memfasilitasi pengusaha untuk mengakses informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan sumberdaya manusia yang dibutuhkan bagi keberhasilan bisnisnya. Lebih penting lagi, otoritas daerah harus mampu melakukan upaya penyederhanaan proses administratif bagi usaha pemula (new business start-up).

Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental untuk penguatan kapasitas inovasi di tingkat lokal. Adapun aktor utama dalam sistem ini meliputi pemerintah setempat, industri, lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk penguatan operasi sistem inovasi lokal, pemda perlu mengembangkan kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi dengan menyediakan insentif untuk pengembangan usaha patungan antara pengusaha daerah dan perguruan tinggi. Pengembangan inkubator akan meningkatkan diseminasi ilmu pengetahuan dalam sistem inovasi.


(70)

Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru dan menarik perusahaan dari luar daerah, sehingga meningkatkan output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru. Melalui interaksi dan berbagi sumber daya dalam jejaring, inovasi dan perbaikan teknologi dapat ditingkatkan. Dalam kaitan ini pemda perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri klaster.

2. Pengembangan SDM.

Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan ekonomi dan kebijakan stabilisasi sosial. Dan, keberhasilan pada satu sisi suatu kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga haru membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain, dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas implementasinya.

UKM dan bisnis pemula menjadi pengelola penciptaan tenaga kerja di tingkat lokal. Penumbuhan UKM dan bisnis pemula mempunyai andil penting dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja di berbagai wilayah. Agar kebijakan UKM dan bisnis pemula berjalan baik, otoritas pemda harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan.


(71)

Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar pebisnis, tenaga ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis dapat membantu menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan keterampilan yang sesuai dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja. Otoritas daerah dapat menawarkan insentif untuk mengembangkan pelatihan keterampilan, dan mendorong partisipasi dalam pelatihan.

Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar berubah cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempercepat kapasitas pekerja untuk mempelajari keterampilan baru, dan alih keterampilan bagi industri yang lain.

3. Dukungan Finansial

Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi yang dihadapi UKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan usaha mikro, biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka.

Lembaga keuangan mikro bisa berbentuk bank atau non bank, termasuk koperasi. Bagi usaha pemula, pengembangan jejaring lokal usaha malaikat (business angels) dapat mengatasi sebagian masalah mereka. Lembaga jaminan kredit termasuk di tingkat lokal juga memadai untuk pasar lokal yang lebih kecil.

Adapun tujuan pengembangan lembaga jaminan kredit untuk menjamin keamanan pembiayaan UKM, membantu UKM mengatasi keterbatasan agunan,


(72)

meningkatkan minat lembaga keuangan meminjami UKM, dan mendukung lembaga lain yang telah berusaha membantu UKM.

Dalam kaitan ini, otoritas daerah dapat menyediakan insentif dan bekerjasama dengan lembaga keuangan lainnya untuk membantu permodalan UKM. Kerja sama dengan lembaga konsultan yang selama ini membantu UKM menyusun sistem keuangan dan akuntansi, berguna bagi otoritas daerah untuk meningkatkan kapasitas UKM.

4. Strategi Pemasaran

Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama, khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal yang tradisional mungkin masih menggunakan metode pemasaran kedaluwarsa. Ini bisa membuat industri ini mengalami penurunan.

Tetapi, upaya mengembangkan industri budaya lokal dengan pemasaran inovatif dan modern bisa membantu meraih kembali keuntungan pasar. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai budaya dan sejarah karena dampak globalisasi.

Produk dari industri budaya lokal merupakan ekpresi budaya dan seni, yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor tinggi. Walaupun secara umum, sebagain besar dari industri ini adalah usaha mikro yang kesulitan pemasaran di luar negeri.


(73)

Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu memasarkan produknya ke luar negeri dengan biaya murah. Sebelum itu, memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan infrastruktur internet. Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pebisnis budaya lokal dapat menerapkan strategi membangun kerja sama, seperti kerja sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang saling menguntungkan.

Para pasangan bisnis ini dapat bekerja bersama untuk membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk. Otoritas lokal dan asosiasi dapat mengembangkan model one village one product untuk memperoleh nilai tambah lebih baik. Model ini banyak dikembangkan Jepang, Taiwan, Thailand dan belakangan Malaysia dan Vietnam.

5. Membangun Kemitraan

Pembangunan daerah sebagian besar tergantung pada kemitraan antara pemerintah, pebisnis dan lembaga non pemerintah. Kemitraan ini memfasilitasi koordinasi dan kerja sama. Pasangan lokal dari sektor swasta dapat membantu mengeksploitasi kesempatan daerah dalam mengembangkan kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan setempat.


(1)

Irwan, Alexander. 1998. Isu Jaringan bisnis. Dalam: Kekuatan Kolektif Sebagai Strategi mempercepat Pemberdayaan Usaha Kecil. Hasil Konferensi nasional Usaha Kecil II. 7-8 Oktober 1998. editor:Edi Priyono, dkk. Center for Economic and Sosial Studies The Asia Foundation. Jakarta.

Jumhur, A.A, Model Pengembangan Industri Kecil, Makalah Seminar Nasional Teknik Industri, Jakarta 2001

Konferensi Nasional Usaha kecil II. 7-8 Oktober 1998. Editor : Edy Priyono, dkk. Center for Economic and Sosial Studies The Asia Foundation, Jakarta.

Kartajaya, Hermawan. 2002. Markplus on Strategi.. Gramedia.Jakarta Masngudi. Kebijakasanaan Pemerintah dalam Pembinaan Usaha Menengah dan Kecil secara berkesinambungan. Dalam INFOKOP No.14 Tahun 1995 Perkreditan dan Pembangunan Koperasi Serta Usaha Kecil.

Porter, Michel E., 1993. Competitive Advantage. USA: Collier Macmillan Publisers Rustiani, Frida. 1996. Globalisasi: Masihkah Ekonomi Rakyat Boleh Berharap?

Dalam Prosiding Dialog Nasional dan Lokakarya: Pengembangan Ekonomi Rakyat Dalam Era Globalisasi: Masalah, Peluang dan Strategi Praktis. Editor: Frida

Rustiani. Yayasan AKATIGA dan YAPIKA. Bandung . 303 halaman.

Soetrisno, Noer. Nilai Dasar Koperasi Dalam Perspektif Perkembangan Global. Infokop nomor 11, tahun IX Mei 1992

... 1998. Kebijakan Makro Perberdayaan Usaha kecil. Dalam: Usaha Kecil Indonesia, Tantangan Krisis dan Globalisasi. Kerjasama The Asia Foundation, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Center for Economic and Sosial Studies. Jakarta.


(2)

FOTO-FOTO KEGIATAN

Gambar 1, 2, dan 3 Bahan baku ijuk


(3)

Gambar 1, 2, 3 dan 4. Kondisi di lokasi pengrajin sapu ijuk yang setiap harinya bekerja membuat sapu ijuk untuk kebutuhan hidup keluarga


(4)

Gambar 6 dan 7. Produk Sapu

Gambar 8. Mesin Produksi Modern


(5)

(6)

314  

 

Gambar 11. Dokumentasi pemasaran produk sapu ijuk di gedung Dekranasda