Strategi Meraih Keunggulan Bersaing

jaringan transportasi, kebijakan, pemasaran dan fasilitas penelitian ataupun penyuluhan Bunasor, 1993. Menurut Badan Standarisasi Nasional 2004, standarisasi adalah suatu ukuran yang berkaitan dengan tingkat mutu suatu produk yang dapat digunakan dengan berdasarkan warna, ukuran atau volume, bentuk, susunan, ukuran jumlah dan jenis zat yang terkandung, kadar air serta tingkat kematangan. Standarisasi sebagai ukuran untuk tingkatan mutu produk memegang penting pada saat ini karena akan dapat memenuhi kriteria-kriteria yang diinginkan oleh pasar ataupun konsumen, adanya kesamaan persepsi tentang tingkatan mutu produk itu sendiri serta mempermudah proses pemasaran seperti dalam melakukan ekspor maka pembeli cukup memberikan standar yang diinginkannya dari produk dan kepada pembeli tersebut cukup dikirimkan contoh produknya tanpa perlu datang langsung ke lokasi produks. Hal terpenting bagi ukuran komoditas adalah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga mampu bersaing di pasar dengan komoditas pesaingnya.

2.5.2. Strategi Meraih Keunggulan Bersaing

Setiap organisasi mengharapkan memiliki keunggulan bersaing terhadap organisasi lainnya. Dalam hal ini Agus Rahayu 2008:66-67 menyebutkan dua strategi dasar yang bisa dilakukan oleh organisasi, yaitu: “strategi bersaing competitive strategy dan strategi kerja sama cooperative strategy”. Strategi Universitas Sumatera Utara bersaing, menurut Agus Rahayu 2008:67 akan efektif apabila suatu organisasi memiliki sumber daya yang lebih baik superior resources. Sebaliknya apabila sumberdaya yang dimiliki imperior imperior resources, maka cooperative strategy. tepat untuk dipilih. Sumber: Agus Rahayu 2008:67 Bagan 1. Strategi Meraih Keunggulan Berkaitan dengan strategi bersaing competitive strategy, Agus Rahayu 2008:67 menerangkan lebih lanjut, bahwa: dalam skenario perancangan dan implementasinya strategi bersaing terdapat dua skenario yang dapat dipilih, yaitu skenario biaya cost strategy dan skenario manfaat unik differentiation strategy. Substansi cost strategy berkaitan dengan penciptaan dan penawaran produk, untuk satu satuan manfaat yang relatif sama, dengan harga yang lebih rendah. Dalam hal ini, suatu satuan pendidikan menawarkan program dan atau manfaat tertentu relatif sama dengan yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis dengan harga yang lebih rendah. Sedangkan substansi differentiation strategy berkaitan dengan penciptaan dan Universitas Sumatera Utara penawaran produk, untuk satu satuan manfaat yang lebih unik, dengan harga yang relatif sama. Untuk meraih keunggulan, suatu satuan pendidikan dapat menawarkan program dan atau manfaat yang lebih unik dari pada yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis dengan harga yang relatif sama. Sementara cooperative strategy, dijelaskan oleh Agus Rahayu 2008:69 bahwa: “Cooperative strategy digunakan untuk meraih keunggulan melalui kerja sama dengan yang lain. Pada umumnya bentuk kerja sama yang dipilih adalah aliansi strategi strategic alliance”. Senada dengan Agus Rahayu 2008:69, strategi aliansi diungkapkan oleh Pietras Stormer 2001 dalam Kuncoro 2008:111 bahwa: “Strategic alliances are a way for companies with complementary strengths to enter a given market more effectively an efficiently than either alliance partner could manage alone. Strategic alliances allow companies to minimize risks relating to their technological, market, or competitive environment. Berdasarkan definisi strategi aliansi dari Pietras Stormer 2001 tersebut dapat diketahui bahwa strategi aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh kekuatan dalam memasuki sebuah pasar, karena dengan strategi aliansi perusahaan dapat meminimalkan resiko yang berkaitan dengan teknologi, kekuatan pasar dan persaingan lingkungan sekitarnya. Universitas Sumatera Utara Definisi lain disampaikan oleh Michael A. Hitt 1997 dalam Kuncoro 2008:112, yang menyebutkan aliansi strategi sebagai: “kemitraan perusahaan- perusahaan sehingga sumber daya, kemampuan dan kompetensi inti digabungkan untuk meraih kepentingan dan tujuan bersama”. Dari pendapat Agus Rahayu 2008, Pietras Stormer 2001, Kuncoro 2008, dan Michael A. Hitt 1997 di atas terungkap tentang pentingnya sinergi antara kelembagaan sekolah dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan daya saing sekolah. Hal ini didukung oleh pendapat Kuncoro 2008:97 yang menyebutkan bahwa: Faktor yang cukup penting untuk dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan daya saingnya adalah dengan melakukan aliansi strategis. Aliansi strategis kepada dunia usaha sebagai link and match pendidikan dengan dunia usahaindustri merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing lembaga pendidikan. Berkaitan dengan strategi aliansi ini, Kuncoro 2008:112 menyebutkan beberapa alasan organisasi melakukan sinergi atau kemitraan antara lain: a memperoleh akses ke dalam pasar baru, b memasuki bisnis baru, c memperkenalkan produk baru, d mengatasi halangan perdagangan, e menghindari persaingan tidak sehat, f memperoleh akses ke dalam sumberdaya komplementer, Universitas Sumatera Utara g menggabungkan sumber daya, keahlian, dan modal resiko, h berbagi resiko, dan i berbagi biaya penelitian dan pengembangan. Istilah kemitraan untuk aliansi strategis, dikemukan juga oleh Tjutju Yuniarsih 2004:63. Secara umum kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri bertujuan untuk: 1. mengembangkan kerja sama kemitraan antara lembaga penyelenggara pendidikan dengan dunia bisnis dan industri; 2. menyelaraskan pembekalan kompetensi lulusan dengan kebutuhan lapangan; 3. memberi pengalaman komparatif kepada mahasiswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan teoritik yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam bentuk keterampilan empirik yang dialaminya di dunia bisnis maupun industri; 4. memperluas wawasan peserta didik dengan melihat langsung kondisi kehidupan nyata di lapangan sehingga dapat mengenal lebih kongkrit tentang dunia kerja; 5. memberi pengalaman bekerja secara langsung, sehingga peserta didik memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan dunia kerja yang akan dijalaninya kelak, dan mereka dapat mempersiapkan diri menjadi sumberdaya manusia yang handal, mandiri, dan profesional sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Universitas Sumatera Utara Sementara tujuan khusus pengembangan pola kemitraan menurut Tjutju Yuniarsih 2004:63 adalah agar peserta didik: 1. memiliki keterampilan praktis yang relevan dengan bidang keilmuannya; 2. memperoleh pengalaman empirik dalam menangani berbagai persoalan kerja, misalnya: bagaimana berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, bawahan, serta dengan mitra usaha; bagaimana mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam penyelesaian tugas; bagaimana mengembangkan kreativitas dalam bekerja; bagaimana mengenal teknik khusus mengoperasikan peralatan; bagaimana mengendalikan emosi di tempat kerja; 3. menjalin hubungan awal secara baik dengan institusi mitra kerja, untuk kemudian dikembangkan menjadi peluang bisnis; 4. mampu mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat, tidak semata-mata berorientasi menjadi pegawai negeri. Selanjutnya menurut Tjutju Yuniarsih 2004 ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar tercipta kelancaran dan keberhasilan membangun kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, yaitu mencakup: 1. Prinsip demokratis. Pembentukan dan pengembangan jaringan kolaborasi dilakukan secara sistemik dan transparan, sambil menjunjung tinggi nilai budaya kerja pada lembaga mitra dengan tetap mengedepankan pencapaian target pembelajaran bagi peserta didik. Universitas Sumatera Utara 2. Prinsip empowering. Kolaborasi pembelajaran diselenggarakan dengan memberdayakan berbagai komponen masyarakat, khususnya dunia bisnis dan industri, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 3. Prinsip simbiose mutualistis: Pola kolaborasi harus dapat memberi manfaat secara proporsional bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi peserta didik yang sedang menjalani kegiatan, peserta didik yang akan mengikuti kegiatan berikutnya, institusi pendidikan, serta bagi perusahaan yang menjadi mitra kerja.. 4. Prinsip profesionalisme. Penetapan bidang kegiatan dalam program kerja sama kemitraan ini dilakukan sesuai dengan bidang kajian mahasiswa, di bawah pengawasan dosen pembimbing yang berkolaborasi dengan pembimbing lapangan. 5. Prinsip efektivitas. Kolaborasi diarahkan pada tujuan yang jelas, sesuai dengan tuntutan kurikulum dalam rangka membentuk kompetensi tertentu. Berdasarkan pendapat Tjutju Yuniarsih tersebut 2004 tersebut, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh agar terjadi sinergi yang baik antara kelembagaan daerah sekolah dengan masyarakat, baik itu lembaga sosial, perorangan atau dunia usahaindustri.

2.6. Pembangunan Berwawasan Masyarakat