anak keluar dari rumah, semakin meningkatnya perceraian, faktor ekonomi sehingga kemiskinan meningkat karena belum siap secara ekonomi, dan kebebasan anak dari
orangtua meningkat karena telah menikah mereka akan keluar dari desanya mencari pekerjaan, beberapa kasus menyebutkan mereka bekerja sebagai penyanyi karauke
bahkan ada yang menjadi wanita penghibur. Faktor kesehatan yang terjadi, biasanya terjadi pada pasangan wanita saat
mengalami kehamilan dan persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadap kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya ia belum siap mental untuk
hamil, namun karena keadaaan ia terpaksa menerima kehamilan dengan risiko. Rianti 2004 melakukan penelitian terhadap 127 orangtua yang melakukan
pernikahan berusia 20 tahun menyimpulkan bahwa hampir sebagian besar orangtua 84,11 persen kurang memperhatikan kesehatan dan pendidikan anaknya, 72,43
persen orangtua cenderung mengabaikan keinginan anaknya dan membatasi semua aktivitas anak dengan mengancam serta memarahinya dan 81,66 persen orangtua
pesimistis terhadap anaknya.
2.4. Faktor-faktor Karakteristik Keluarga
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak dari hasil pernikahan dini, antara lain sebagai berikut :
2.4.1. Pendidikan
Pendidikan yang tinggi memungkinkan seorang ibu dapat mengakses informasi tentang gizi juga akan semakin mudah. Wanita terpelajar lebih mudah
Universitas Sumatera Utara
tertarik terhadap informasi gizi dan banyak diantara mereka yang memperoleh informasi tersebut dari media cetak, khususnya majalah dan koran. Apriadji 1986
menyatakan bahwa faktor pendidikan mennetukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Dalam kepentingan gizi
keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan dan penghasilan lebih tinggi mendapat paparan media masa lebih tinggi juga
BKKBN, 1986. Di Indonesia, seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih mudah mengakses berbagai masalah populer termasuk masalah gizi.
Tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan keadaan gizi anak. Hal ini disebabkan ibu rumah tangga mempunyai peranan penting dalam menentukan dan
mengatur keuangan,. Semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik status gizi anak Hasanah, 2012. Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu
kurang mampu memilih makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang berpendidikan lebih tinggi, karena sekalipun pendidikannya rendak,
jika orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.
Tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Sumarwan 2003 menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga maka kemungkinan akan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
tingkat pendapatan yang relatif tinggi pula sehingga pola konsumsi rumah tangga yang bersangkutan juga akan berubah.
Widjaya 2000 mengungkapkan bahwa kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal yang diterima oleh seseorang, semakin tinggi pula status sosial
ekonominya dan semakin otoritatif pola asuhnya. Hal ini disebabkan mereka lebih terbuka terhadap pembaharuan karena lebih seriang mendapatkan informasi dari
media cetak maupun media massa.
2.4.2. Pengetahuan