4.9. Model Kinetika Penyulingan Minyak Akar Wangi
Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model persamaan kinetik untuk proses penyulingan minyak atsiri seperti yang dilakukan Milojevic
2008. Persamaan tersebut adalah : t = 0 ; q = q
w
atau b
q q
q q
o w
o
= =
4
kt o
o
e b
q q
q
−
− =
− .
1 5
Atau kt
b q
q q
o o
− −
= −
1 ln
ln 6
Yield minyak awal q
o
dalam bahan dan yield minyak pada waktu tertentu q diambil dari hasil penelitian.
Pengembangan model matematis untuk kinetika penyulingan minyak atsiri menggunakan mekanisme yang sama seperti pada isolasi bahan tanaman melalui
ekstraksi pelarut. Berdasarkan mekanisme tersebut, penyulingan minyak akar wangi terdiri dari 2 tahap : 1 penyulingan cepat yaitu pelepasan minyak atsiri
yang berada di sekitar permukaan luar bahan tanaman diawal proses. Pada kondisi ini koefisiennya b diartikan sebagai jumlah minyak yang terekstrak pada saat t =
0. 2 penyulingan lambat yaitu pelepasan minyak atsiri dari bagian dalam bahan menuju ke permukaan luar bahan. Koefisien distilasi pada penyulingan lambat k
ini merupakan konstanta kinetika pada keseluruhan proses penyulingan. Nilai koefisien distilasi dihitung dari transformasi data menggunakan
model eksponensial Chapra Canale 1991. Transformasi dilakukan dengan memplotkan kurva hubungan ln[q
o
-qq
o
] terhadap waktu persamaan 6.
-2.5 -2
-1.5 -1
-0.5 2
4 6
8 10
Waktu jam ln
[ q
o -q
q o
]
V1 V2
V3
Gambar 19. Kinetika penyulingan minyak akar wangi Nilai koefisien distilasi, k, merupakan kemiringan slope kurva,
sedangkan nilai koefisien distilasi b, merupakan perpotongan intercept kurva. Nilai koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai koefisien distilasi Perlakuan
k s
-1
b 1 R
2
V1 1 lj kg
0,1629 0,0158
0,9988 V2
1,5 lj kg 0,1911
0,0224 0,9971
V3 2 lj kg
0,2369 0,0450
0,9855 Nilai koefisien distilasi meningkat seiring dengan peningkatan laju alir
uap. Nilai koefisien k lebih besar daripada koefisien b. Hal ini menyatakan bahwa laju alir uap lebih besar pengaruhnya terhadap koefisien k dari pada koefisien b.
Artinya peningkatan laju alir uap pada proses penyulingan lebih berperan pada proses pelepasan minyak yang terdapat dari dalam bahan menuju ke permukaan
bahan dan bukan pada pelepasan minyak yang ada di dekat permukaan bahan. Penentuan model hubungan antara parameter kinetik koefisien distilasi
terhadap laju alir uap diperoleh dengan metode penyesuaian kurva kuadrat terkecil least square curve fitting method dengan menggunakan persamaan pangkat
sederhana power. Plot masing-masing nilai koefisien distilasi terhadap laju alir uap disajikan pada Gambar 20.
0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
0.5 1
1.5 2
2.5
Laju k
0.000 0.010
0.020 0.030
0.040 0.050
0.5 1
1.5 2
2.5
Laju b
Gambar 20. Plot nilai koefisien distilasi terhadap laju alir uap Berdasarkan Gambar 20, maka model persamaan matematis untuk
masing-masing parameter kinetik disajikan pada Tabel 13. Penelitian mengenai model persamaan kinetika pada penyulingan biji juniper dengan menggunakan
tekanan konstan juga dilakukan oleh Milojevic 2008. Model persamaan yang dihasilkan juga disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Model matematis untuk parameter kinetika penyulingan Penelitian
Koefisien distilasi R2
Keterangan proses Milojevic 2008
k = 0.984 V
0.532
0,995 b = 0.871 V
0.167
0,946 •
Tekanan konstan •
Laju konstan Tutuarima 2009
k = 0.840 V
0.530
0,967 b = 0.985 V1
.446
0,920 •
Tekanan bertahap •
Laju konstan Masing-masing persamaan pada Tabel 13 memperlihatkan ada sedikit
perbedaan yang dihasilkan dari kedua penelitian tersebut. Pada penelitian Milojevic 2008 nilai k lebih besar daripada nilai b. Ini berbanding terbalik
dengan penelitian ini yang menghasilkan nilai k yang lebih kecil daripada nilai b. Nilai k yang besar berarti kinetika yang terjadi selama proses penyulingan
berjalan cepat. Pada penelitian Milojevic 2008 penyulingan dilakukan terhadap biji jintan yang telah dihancurkanbubuk comminuted ripe juniper berries.
Guenther 1990 menyebutkan bahwa penyulingan bahan tanaman dengan ukuran yang lebih kecil mempermudah proses hidrodifusi. Hal ini berarti bahan tanaman
dengan ukuran yang lebih kecil lebih mudah menguap daripada bahan dalam keadaan utuh. Sementara pada penelitian ini bahan akar wangi juga telah
diperkecil. Namun jika dibandingkan dengan ukuran bubuk juniper, maka ukuran ini masih lebih besar. Perbedaaan ukuran bahan yang disuling inilah yang diduga
menjadi penyebab terjadinya perbedaan konstanta kinetika. Percobaan dengan peningkatan laju alir uap secara bertahap pada periode
waktu tertentu selama proses penyulingan juga dilakukan pada penelitian ini. Peningkatan laju alir uap secara bertahap tidak mampu memberikan jumlah
minyak yang lebih tinggi dari pada minyak yang dihasilkan dengan menggunakan laju alir uap konstan yang tertinggi, dalam hal ini 2 lj kg bahan lihat Gambar
14. Nilai koefisien distilasi dari kedua parameter untuk penyulingan dengan laju alir uap bertahap k = 0,1336 min
-1
; b = 0,0214 lebih rendah daripada nilai koefisien parameter kinetika pada penyulingan dengan laju alir uap konstan
tertinggi. Oleh karena itu diduga laju alir uap yang rendah pada awal penyulingan tidak cukup mampu membebaskan seluruh minyak dari akar wangi.
Model persamaan kinetika penyulingan minyak akar wangi yang dihasilkan pada Tabel 13, diujicobakan pada percobaan penyulingan dengan
peningkatan laju alir uap secara bertahap. Hasil perhitungan dari persamaan kinetika dibandingkan dengan hasil percobaan Gambar 21.
0.029 0.024
0.021 0.009
0.016 0.007
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Waktu, jam q
, g
g
q hit q perc
Gambar 21. Perbandingan konsentrasi minyak hasil percobaan dan hasil prediksi model pada V = bertahap.
Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan antara konsentrasi minyak hasil percobaan dengan hasil perhitungan. Konsentrasi minyak hasil percobaan
lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan, tetapi keduanya menunjukkan
pola kedekatan nilai yang cukup baik. Peningkatan laju alir uap dan penambahan waktu penyulingan memperbesar perbedaan nilai hasil perhitungan dan
percobaan. Perbedaan konsentrasi minyak antara hasil perhitungan dan percobaan tidak terlalu besar dan masih dapat ditoleransi, hanya berkisar antar 0.002–0.005
gg minyak. Perbedaan ini diduga akibat terjadinya kendala teknis selama penyulingan seperti terjadinya kondensasi uap dalam ketel suling yang
mengakibatkan minyak yang telah dibawa uap tidak terpisah, beberapa komponen minyak yang larut dan teremulsi ke dalam air destilat serta faktor-faktor luar yang
diabaikan saat melakukan perhitungan.
V. KESIMPULAN