memiliki titik didih tinggi dengan jumlah yang semakin berkurang dan hampir habis.
Hal yang menarik adalah recovery minyak pada penyulingan dengan laju 1.5 lj kg yang lebih banyak daripada penyulingan dengan laju 1 lj kg ketika
tekanan dinaikkan menjadi 3 bar. Walaupun recovery minyak yang dihasilkan keduanya pada tekanan 2 dan 2.5 bar hampir sama, namun perbedaan laju uap
yang digunakan dapat mendorong minyak keluar lebih banyak. Hasil kajian Moestafa et al. 1991 pada akar wangi juga menunjukkan
bahwa penggunaan laju uap yang lebih besar menghasilkan minyak yang lebih banyak. Dimana penyulingan pada laju 0,6 kg uapjam diperoleh minyak 2.47
dan pada laju penyulingan 0,5 kg uapjam dihasilkan minyak 2.17.
4.6. Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap
Penyulingan dengan peningkatan tekanan 2, 2.5, 3 bar dan laju alir uap 1, 1.5, 2 lj kg bahan secara bertahap terhadap waktu juga dilakukan dalam
penelitian ini. Recovery minyak terlihat terus meningkat dengan kenaikan tekanan dan laju alir uap Gambar 14. Peningkatan tekanan yang berarti juga peningkatan
suhu mampu mempercepat proses difusi minyak. Sedangkan peningkatan laju alir uap menjadikan proses ekstraksi berjalan sempurna.
Recovery minyak yang dihasilkan pada perlakuan tekanan dan laju alir uap bertahap ini masih lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan tekanan bertahap
dengan laju alir uap konstan 2 lj kg bahan. Perlakuan dengan laju alir uap konstan 2 lj kg bahan mampu merecovery minyak hingga 90,42 sedangkan perlakuan
laju bertahap ini hanya menghasilkan 73,03. Diperkirakan jumlah minyak pada penyulingan dengan peningkatan
tekanan dan laju alir uap bertahap masih dapat diperbesar hingga menyamai jumlah minyak pada perlakuan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap
konstan 2 lj kg bahan, tetapi diperlukan waktu yang lebih lama. Akantetapi penambahan waktu penyulingan membutuhkan energi yang lebih besar, sehingga
biaya produksi untuk bahan bakar meningkat.
21.88 25.42
25.73 38.02
39.58
12.81 20
40 60
2 4
6 8
10 Waktu, jam
R e
c o
v e
ry ,
V4 = Bertahap V3 = 2 ljkg
Gambar 14. Recovery minyak pada tekanan dan laju alir uap bertahap Kajian Milojevic et al. 2008 terhadap biji juniper juga diperoleh hasil
yang sama dimana rendemen minyak dari peningkatan laju alir uap 0.13 mlmenit menjadi 10 mlmenit secara bertahap 0.94 g minyak100 g bahan lebih rendah
dibandingkan dengan rendemen minyak pada penyulingan dengan laju alir uap konstan 10 mlmenit 1.4 g minyak100 g bahan.
4.7. Mutu Minyak Akar Wangi Hasil Penyulingan Tekanan Bertahap
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai sifat khas tersendiri. Sifat ini tergantung dari komponen senyawa penyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu
minyak dapat berubah mulai dari minyak yang masih berada dalam bahan, selama proses ekstraksi, penyimpanan dan pemasaran Ketaren 1985. Mutu minyak atsiri
didasarkan atas kriteria atau batasan yang dituangkan dalam standar mutu.
Warna dan Aroma
Warna merupakan salah satu parameter mutu yang menjadi salah satu pertimbangan konsumen minyak akar wangi. Umumnya warna yang bening lebih
disukai dari pada warna yang gelap. Warna minyak hasil penyulingan bertahap lebih baik dibanding minyak hasil penyulingan tekanan konstan. Minyak yang
dihasilkan pada fraksi 1 tekanan 2 bar, jam ke 0-2 berwarna lebih muda yaitu kuning dan jernih. Minyak hasil fraksi 2 tekanan 2.5 bar, jam ke 2-5 berwarna
kuning kecoklatan, dan dari fraksi 3 tekanan 3 bar, jam ke 5-9 berwarna coklat
2 bar 2,5 bar
3 bar
kemerahan. Sementara minyak hasil penyulingan konstan 3 bar fraksi 1 terlihat lebih gelap. Minyak yang dihasilkan dari penyulingan tekanan bertahap dengan
maupun tanpa pengaturan laju alir uap, secara visual menunjukkan warna yang cenderung semakin gelap seiring dengan bertambahnya waktu penyulingan.
Semua hasil yang diperoleh pada setiap fraksi masih memenuhi SNI. Perbedaan warna yang dihasilkan dari tiap-tiap fraksi diduga akibat
perbedaan tekanan yang digunakan pada setiap fraksi. Peningkatan tekanan uap juga akan menaikkan suhu dalam ketel suling. Pada suhu yang tinggi ini
komponen minyak yang memiliki titik didih tinggi berwarna kecoklatan. Selain itu, suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya proses browning dan
reaksi polimerisasi yaitu kemungkinan rusaknya minyak Brown dan Islip 1953 dan warna minyak menjadi lebih gelap. Penampilan visual warna minyak akar
wangi masing-masing fraksi dapat dilihat pada Gambar 15. Warna minyak akar wangi dari semua penyulingan yang dilakukan pada
penelitian ini, memberikan warna yang lebih baik jika dibandingkan dengan warna minyak dari penyulingan rakyat yaitu coklat kehitaman. Warna yang gelap
ini memiliki kualitas yang rendah yang ditandai oleh kerusakan beberapa komponen senyawa minyak.
Aroma minyak yang dihasilkan dalam penelitian ini khas akar wangi. Minyak akar wangi fraksi 3 beraroma lebih kuat dibandingkan minyak hasil fraksi
1 dan 2. Hasil analisa GC-MS menunjukkan persentase komponen α-vetivon dan β-vetivone yang memberikan aroma khas akar wangi pada fraksi 3 lebih tinggi
dari fraksi 1 dan 2. Namun keseluruhan minyak dari semua perlakuan tidak berbau gosong seperti halnya minyak yang dihasilkan pada penyulingan rakyat.
Penyulingan tekanan bertahap Penyulingan rakyat
F3 F2
F1
Penyulingan tekanan 2 bar Penyulingan tekanan 3 bar
Gambar 15. Tampilan warna minyak akar wangi
Bobot jenis, indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester
Berdasarkan SNI 2006 kisaran bobot jenis adalah 0.980–1.003. Untuk itu hanya minyak hasil fraksi 1 yang memenuhi standar Gambar 16. Sementara
fraksi 2 dan 3 dari setiap perlakuan berada di atas rentang tersebut. Fenomena ini sangat mungkin terjadi karena SNI melakukan uji terhadap seluruh minyak yang
disuling dari awal hingga akhir, sementara pada penelitian ini sampel minyak diambil berdasarkan peningkatan tekanan yang terbagi menjadi 3 fraksi.
Sedangkan nilai indeks bias minyak akar wangi hasil penyulingan tekanan bertahap memberikan nilai yang sesuai dengan kisaran standar yang telah
ditetapkan SNI yaitu 1.520–1.530. Gambar 16a dan 16b memperlihatkan bahwa peningkatan tekanan uap
pada setiap perlakuan meningkatkan nilai bobot jenis dan indeks bias. Peningkatan tekanan uap akan menyebabkan kenaikan suhu di dalam ketel yang
berimplikasi pada peningkatan titih didih penguapan minyak. Komponen minyak yang bertitik didih rendah dapat menguap pada suhu yang rendah, begitupula
sebaliknya komponen minyak yang bertitik didih tinggi menguap pada suhu yang tinggi.
Bobot jenis dan indeks bias minyak berbanding lurus dengan titik didih komponen yang terdapat dalam minyak tersebut. Pada tekanan rendah, minyak
yang tersuling umumnya memiliki titik didih yang rendah seperti monoterpen dan monoterpen-O yang mempunyai bobot jenis rendah. Pada tekanan tinggi
komponen minyak yang bertitik didih tinggi seperti sesquiterpen dan sesquiterpen-O tersuling dan akan meningkatkan bobot jenis minyak. Menurut
F3 F2
F1 F3
F2 F1
Ketaren dan Djatmiko 1978 nilai indeks bias yang tinggi dapat disebabkan karena komponen-komponen terpen teroksigenasinya mengandung molekul
berantai panjang dengan ikatan tak jenuh atau mengandung banyak gugus oksigen. Peningkatan nilai bobot jenis dan indeks bias minyak akar wangi ini juga
dapat dideteksi melalui hasil analisa GC-MS. Komponen khusimene dan khusimone yang merupakan komponen dengan titik didih yang rendah dapat
menguap pada fraksi 1 dan 2. Sedangkan pada fraksi 3 komponen ini sudah tidak keluar lagi. Kemungkinan disebabkan jumlah komponen tersebut dalam bahan
telah semakin berkurang atau bahkan telah habis. Nilai bobot jenis dan indeks bias yang melampaui batasan SNI dan ISO mengindikasikan adanya zat pengotor
maupun kerusakan pada komponen-komponen minyak. Standar mutu untuk bilangan asam minyak akar wangi berada pada
kisaran 10–35 SNI 2006. Namun nilai bilangan asam hasil penelitian berkisar antara 2.5–9.5. Nilai bilangan asam yang rendah ini dapat dikarenakan kondisi
penyulingan yang cukup terkontrol, sehingga hidrolisis ester yang menjadi pemicu naiknya bilangan asam dapat diminimalkan. Jika dibandingkan dengan
standar mutu internasional ISO 2002, bilangan asam minyak akar wangi hasil penelitian masuk dalam kriteria yaitu maksimal 35. Ini berarti bahwa minyak
yang dihasilkan dari penelitian ini tergolong cukup baik. Sementara nilai bilangan ester berkisar 4-20. Bilangan ester yang diperoleh dari minyak akar wangi hasil
penyulingan tekanan bertahap secara umum berada dalam rentang nilai baik sesuai dengan SNI. Rata-rata dari ketiga fraksi, dihasilkan minyak akar wangi
sesuai dengan standar baik SNI maupun ISO.
0.9700 0.9800
0.9900 1.0000
1.0100 1.0200
1.0300 1.0400
1.0500
2 4
6 8
10
Waktu, jam B
o b
o t
je n
is V1=1 ljkg
V2=1.5 ljkg V3=2 ljkg
V4=bertahap
1.5200 1.5210
1.5220 1.5230
1.5240 1.5250
1.5260 1.5270
1.5280
2 4
6 8
10 Waktu, jam
In d
e k
s b
ia s
V1=1 ljkg V2=1.5 ljkg
V3=2 ljkg V4=bertahap
2 4
6 8
10
2 4
6 8
10 Waktu, jam
B il
a n
g a
n a
s a
m V1=1 ljkg
V2=1.5 ljkg V3=2 ljkg
V4=bertahap
5 10
15 20
25
2 4
6 8
10 Waktu, jam
B il
a n
g a
n e
s te
r V1=1 ljkg
V2=1.5 ljkg V3=2 ljkg
V4=bertahap
Gambar 16. Mutu minyak akar wangi pada penyulingan tekanan bertahap a Bobot jenis; b Indeks bias; c Bil. asam; d Bil. ester
2 bar 2,5 bar
3 bar
2 bar 2,5 bar
3 bar
2 bar 2,5 bar
3 bar
2 bar 2,5 bar
3 bar
a
d c
b
Gambar 16c dan 16d memperlihatkan bahwa peningkatan tekanan uap pada setiap perlakuan meningkatkan bilangan asam dan bilangan ester.
Peningkatan tekanan mengakibatkan jumlah ester yang menguap meningkat serta terjadinya hidrolisa dari ester-ester seperti vetivenyl-vetivenat bereaksi dengan air
sehingga membentuk asam dan alkohol Hardjono et al. 1973. Rusli 1974 menyebutkan bahwa ester-ester yang terdapat dalam minyak atsiri merupakan
fraksi berat yang menguap pada suhu tinggi. Penggunaan laju uap yang tinggi juga menghasilkan nilai bilangan asam dan ester yang tinggi pula. Hal ini menurut
Milojevic et al. 2008 dikarenakan oleh transformasi hidrolisis persenyawaan minyak terhadap peningkatan jumlah airuap.Laju uap yang rendah menyebabkan
proses hidrodifusi berjalan kurang sempurna karena uap air yang kontak dengan bahan sedikit sehingga ester-ester yang memiliki berat molekul tinggi tidak dapat
tersuling. Mutu minyak hasil penelitian ini dinilai lebih baik jika dibandingkan
dengan minyak yang dihasilkan pada penyulingan rakyat. Nilai bobot jenis dan indeks bias hasil penyulingan rakyat masih memenuhi standar, namun nilai
bilangan asam dan ester tidak terpenuhi Tabel 10. Nilai bilangan asam minyak akar wangi hasil penyulingan rakyat berkisar antara 26–51 Mulyono 2007.
Sementara batasan standar mutu internasional untuk bilangan asam minyak akar wangi adalah maksimal 35. Bilangan asam yang tinggi umumnya menjadi tanda
adanya penurunan mutu minyak. Penyebab kerusakan yang mengakibatkan nilai bilangan asam menjadi lebih tinggi adalah proses oksidasi golongan terpen
menjadi asam rantai pendek dan proses hidrolisa ester yang mengubah komponen ester dalam minyak menjadi asam. Proses penyulingan yang lama 18 jam yang
biasa digunakan oleh masyarakat bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya proses oksidasi dan hidrolisa.
Tabel 10. Perbandingan mutu minyak hasil penelitian dan penyulingan rakyat
Standar Mutu Parameter
Penelitian Penyulingan
Rakyat Indonesia
Reunion Haiti
• Warna
Kuning – coklat
kemerahan Coklat tua
gelap Kuning muda -
coklat kemerahan
Coklat - merah
kecoklatan Coklat -
merah kecoklatan
• Bobot jenis
2020
o
C 0,997 – 1,001
0,9882 – 0,9870
0,980 – 1,003 0,99 –
1,015 0,986 –
0,998 •
Indeks bias pada 20
o
C 1,5228 –
1,5267 1,5178 –
1,5221 1,520 – 1,530
1,5220 – 1,5300
1,521 – 1,526
• Bilangan asam
10 26,82 –
51,17 10 - 35
Maks. 35 Maks. 14
• Kelarutan dalam
etanol 80 pada 20
o
C 1:1
1:1 1:1
Maks. 1 : 2 Maks. 1 : 2
• Bilangan ester
4,86 – 20,69 3,17 – 17,82
5 – 26 5 - 16
5 – 16 •
Vetiverol total asetilasi
46,01 – 70,28 -
Min 50 -
- •
Kadar vetiverol GC
13,45 – 22,84 4,44 – 6,31
- -
-
Sumber : Mulyono et al.2007, SNI 2006, ISO 2002.
4.8. Distribusi Komponen Minyak Akar Wangi