Pada penelitian Swamy dan Gowda 2001 menemukan gambaran klinis
terbanyak pada pasien tumor jinak yakni hidung tersumbat 56, epistaksis 53 dan hidung berair 50.
Tanda dan gejala klinis pada pasien dengan tumor ini terbagi menjadi dua yakni gejala dini dan gejala lanjut. Tanda dan gejala klinis berupa epistaksis,
hidung tersumbat dan hidung berbau. Hidung tersumbat di salah satu sisi merupakan indikator yang paling penting untuk membedakan tumor dengan
penyakit peradangan di kavum nasi dan sinus paranasal. Epistaksis ringan maupun berat biasanya terjadi tumor ganas yang tidak berdefferensiasi dan
karsinoma sel skuamosa Marentette et al, 2009. Gejala lanjut pada tumor yang berasal dari kavum nasi dan sinus
paranasal berupa parasthesia, gangguan penciuman, nyeri ketika membuka mulut, gangguan pendengaran, proptosis dan maloklusi. Parasthesia
disebabkan karena tumor meluas ke cabang dari saraf trigeminal. Gangguan penciuman terjadi karena perluasan tumor di kedua kavum nasi, sedangkan
proptosis disebabkan oleh invasi tumor ke orbita Marentette et al, 2009.
Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal
bervariasi dari 1 hingga 26, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10. Hanya 15 pasien dengan keganasan
sinus paranasal berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11 pada pasien yang mendapat
terapi radiasi pada leher Bailey, 2006.
2.5 Diagnosis
2.5.1 Pemeriksaan fisik
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan adanya tumor yang berasal dari kavum nasi dan sinus paranasal meliputi pemeriksaan kepala dan leher yang
komplit. 1.
Kavum nasi dan sinus paranasal Pemeriksaan dari kavum nasi dan sinus paranasal dapat menunjukkan
adanya massa pada kavum nasi. Septum dapat ditandai sebagai tanda apakah terjadi deviasi kontralateral disebabkan karena ekspansi
dari tumor karena erosi tumor biasa meluas ke daerah kontralateral. Pada evaluasi dengan endoskopi berguna pada tumor jinak seperti
inverted papiloma untuk mengevaluasi mukosa dari tumor sehingga dapat dibedakan dibedakan dengan polip..
2. Kavum oris.
Gigi dan palatum perlu diperiksa untuk melihat apakah ada invasi ke maksila.
3. Wajah dan mata
Pembengkakan pada wajah, pipi dan kulit hidung merupakan indikasi bahwa tumor telah meluas ke dinding jaringan melalui dinding tulang
anterior. Proptosis biasanya meluas melalui lamina papirasea menekan periorbital pada yang tumor jinak seperti mukokel dan bisa
disebabkan karena keganasan yang melibatkan invasi intraorbital. Diplopia biasanya terlihat dengan proptosis dan kehilangan
penglihatan dapat menjadi tanda terjadi keterlibatan penekanan saraf optikus.
4. Saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial merupakan kelanjutan dari invasi tumor di kavum nasi dan sinus paranasal. Gangguan saraf kranial olfaktorius I
biasanya terjadi pada esthesioneuroblastomas. Saraf kranial lain melibatkan saraf optikus II, saraf okulomotorius III, saraf trokhlearis
Universitas Sumatera Utara
IV, saraf abdusen VI dan supraorbital serta cabang maksilaris dari saraf trigeminal.
5. Penemuan fisik lain
Penemuan fisik lain yang dapat bisa berupa otitis media serosa karena keterlibatan tuba eustahius dan massa di leher karena metastase
tumor ke kelenjar getah bening Mandpe, 2008 .
2.5.2 Radiologi
Deteksi dengan tomografi komputer pada kavum nasi dan sinus paranasal CT scan lebih akurat daripada foto polos untuk menilai struktur tulang sinus
paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinus
paranasal dan dengan simptom persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan potongan aksial
dan koronal dengan kontras atau magnetic resonance imaging MRI. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus
sinus paranasal dan dasar tomografi tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri
karotid Bailey, 2006. MRI dipergunakan untuk membedakan tumor sekitar dengan jaringan
lunak, membedakan sekresi di dalam kavum nasi dan sinus paranasal yang tersumbat dari space occupying lesion, menunjukkan penyebaran perineural,
membuktikan keunggulan pencitraan pada potongan sagital dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. MRI potongan koronal
dipergunakan untuk mengevaluasi foramen rotundum, kanal vidian, foramen ovale dan kanal optik. Potongan sagital berguna untuk menunjukkan
pergantian sinyal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave berintensitas tinggi pada lemak di dalam fossa pterigopalatina oleh sinyal
tumor yang mirip dengan otak Bailey, 2006; Maroldi et al, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Positron emission tomography PET sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk menetukan stadium dan angka ketahanan hidup.
Kombinasi PETCT scan ditambah dengan anatomi yang jelas membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat luasnya tumor Bailey,
2006. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika
tumor tampak di kavum nasi atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan melalui tindakan rinoskopi atau melalui operasi
Caldwell-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal Roezin, 2007.
2.6 Tumor Jinak Kavum Nasi dan Sinus Paranasal