THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15 dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio
laki-laki banding wanita sebesar 2:1 Roezin, 2007. Rifqi mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di sepuluh kota besar di
Indonesia bahwa frekuensi tumor hidung dan sinus adalah 9,3–25,3 dari keganasan THT dan berada pada peringkat kedua setelah tumor ganas
nasofaring Tjahyadewi dan Wiratno, 1999. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari 2005 sampai dengan Desember 2009 pasien yang dirawat
dengan diagnosis karsinoma hidung dan sinus paranasal adalah sebanyak 51 kasus terdiri dari 30 laki- laki dan 21 perempuan Salim, 2010.
2.3 ETIOLOGI
Kavum nasi dan sinus paranasal merupakan daerah yang jarang untuk tumor di daerah kepala dan leher. Sejumlah faktor berupa paparan industri,
termasuk nikel, kromium, debu kayu, kulit, formaldehide, minyak mineral, isopropil,radium,iradiasi dan merokok. Hubungan antara faktor makan dan
keganasan dari kavum nasi dan sinus paranasal serta alkohol dan makanan diasinkan meningkatkan terjadi resiko. Selain itu, Human Papiloma virus
HPV dianggap memiliki hubungan dengan inverted papiloma dan karsinoma sel skuamosa Chukuezy Nwosu, 2010.
2.4 Gambaran Klinis
Tumor yang berasal pada kavum nasi dan sinus paranasal merupakan tumor yang jarang. Gejala pada tumor bisa menjadi samar dan pasien sering
didiagnosa dengan rinosinusitis. Keterlambatan yang signifikan pada diagnosa tumor ini terjadi sampai usaha pengobatan rinosinusitis dengan
obat –obatan tidak berhasil ataupunditemukan pemeriksaan tambahan berupa anjuran pemeriksaan radiologi Marentette et al, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian Swamy dan Gowda 2001 menemukan gambaran klinis
terbanyak pada pasien tumor jinak yakni hidung tersumbat 56, epistaksis 53 dan hidung berair 50.
Tanda dan gejala klinis pada pasien dengan tumor ini terbagi menjadi dua yakni gejala dini dan gejala lanjut. Tanda dan gejala klinis berupa epistaksis,
hidung tersumbat dan hidung berbau. Hidung tersumbat di salah satu sisi merupakan indikator yang paling penting untuk membedakan tumor dengan
penyakit peradangan di kavum nasi dan sinus paranasal. Epistaksis ringan maupun berat biasanya terjadi tumor ganas yang tidak berdefferensiasi dan
karsinoma sel skuamosa Marentette et al, 2009. Gejala lanjut pada tumor yang berasal dari kavum nasi dan sinus
paranasal berupa parasthesia, gangguan penciuman, nyeri ketika membuka mulut, gangguan pendengaran, proptosis dan maloklusi. Parasthesia
disebabkan karena tumor meluas ke cabang dari saraf trigeminal. Gangguan penciuman terjadi karena perluasan tumor di kedua kavum nasi, sedangkan
proptosis disebabkan oleh invasi tumor ke orbita Marentette et al, 2009.
Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal
bervariasi dari 1 hingga 26, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10. Hanya 15 pasien dengan keganasan
sinus paranasal berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11 pada pasien yang mendapat
terapi radiasi pada leher Bailey, 2006.
2.5 Diagnosis