57
8. Alat
–alat steril untuk anestesi spinal 9.
Laringoskop set dan face mask sungkup ukuran dewasa dengan alat Endotracheal tube ETT no : 7, dan 6,5 .
10. Laringoskop set Laringoskop set dan face mask sungkup ukuran bayi dengan alat Endotracheal tube ETT no : 2,5.
11. Oksigen nasal kanul ukuran dewasa 12. Kassa steril, sarung tangan steril.
13. Bantal
3.5.2 Bahan
1. Ringer laktat 500 ml. 2. Obat Anestetika Lokal: Bupivakain 0,5 Hiperbarik Marcain
®
0,5 Hiperbarik, Astra Zeneca.
3. Fentanil Fentanyl
®
, Janssen Pharmaceutica. 4. Meperidin Pethidine
®
, Kimia Farma 5. Bahan-bahan untuk tindakan aseptik dan antiseptik: betadin, alkohol 70
6. Ondansentron Ondansentron
®
, Kimia Farma 7. Obat
– obat emergensi : epinefrin, sulfas atropin, efedrin, aminofilin, dan deksametason
3.5.3 Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah : Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik Medan.
1. Pasien yang telah terdaftar untuk operasi terencana maupun operasi darurat dengan anestesi spinal
yang telah memenuhi kriteria penerimaan diminta untuk jadi subjek penelitian.
2. Pasien diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian serta diminta untuk menandatangani persetujuan untuk keikutsertaan dalam penelitian.
3. Pasien tidak diberikan premedikasi sedasi sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
58
4. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok dan dilakukan randomisasi tersamar ganda oleh relawan yang sudah dilatih.
5. Randomisasi dilakukan dengan memakai cara sederhana, dengan menggunakan tabel angka random. Caranya : dengan mata tertutup,
relawan menjatuhkan pena di atas tabel angka random. Angka yang ditunjuk oleh ujung pena tadi merupakan nomor awal untuk menentukan
sekuens yang sesuai. 6. Kemudian diambil digit angka paling terakhir dari 6 digit angka yang
tertera pada tabel angka random yang ditunjuk dengan ujung mata pena tersebut. Dengan ketentuan, bila angka terakhir adalah genap maka
dianggap sebagai AB, bila angka terakhir adalah ganjil dianggap sebagai BA. Dengan ketentuan A adalah kelompok Fentanil dan B adalah
kelompok Meperidin. Pengambilan angka di urut ke samping dari angka yang pertama tadi sampai diperoleh jumlah sekuens yang sesuai dengan
besar sampel. Kemudian sekuens yang diperoleh disusun secara berurutan, dimasukkan ke dalam amplop dan diberi nomer.
7. Obat disiapkan atas bantuan relawan I yang telah melakukan randomisasi peneliti tidak mengetahui komposisi obat yang diberikan.
Setelah melakukan randomisasi dan menyiapkan obat, obat dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan label obat Fentanil dan Meperidin ditutup,
kemudian relawan I memberikan obat kepada relawan II untuk diberikan pada hari pelaksanaan penelitian.
Pada hari pelaksanaan penelitian : a. Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang
oleh peneliti terhadap indentitas nama, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, diagnosa, rencana tindakan pembiusan, akses infus pastikan
telah terpasang infus dengan abocath 18G, threeway dan aliran infus lancar.
b. Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi pada saat akan dilakukan penelitian. Disiapkan terlebih dahulu obat anestesi lokal dalam
spuit 3 ml .
Universitas Sumatera Utara
59
-Kelompok A : 7,5 mg Bupivakain 0,5 hiperbarik 1,5 ml ditambah 25 mcg Fentanil 0,5 ml dengan total volume adalah 2 ml.
-Kelompok B : 7,5 mg Bupivakain 0,5 hiperbarik 1,5 ml ditambah 25 mg Meperidin 0,5 ml dengan total volume 2 ml.
c. Sebelum pasien memasuki kamar operasi, telah disiapkan mesin anestesi yang disambungkan dengan sumber oksigen. Juga dipersiapkan set alat
intubasi endo trakeal ETT, obat- obat gawat darurat injeksi seperti epinefrin, sulfas atropin, efedrin dan deksametason.
d. Setelah pasien masuk ke ruang operasi, dibaringkan terlentang, dipasang alat pemantau berupa monitor EKG, tensimeter, saturasi oksigen pada
tubuh pasien dan diberikan oksigen melalui kanul nasal 2-3 Lmenit. e. Pencatatan data-data awal dilakukan berupa tekanan darah, frekuensi nadi
dan frekuensi nafas oleh peneliti. f. Kedua kelompok pasien diberikan preloading cairan Ringer Laktat
sebanyak 10 mgkgbb selama 15 menit sebelum anestesi spinal . g. Pasien diposisikan miring lateral dekubitus kemudian kaki dan kepala
difleksikan sehingga terlihat membungkuk untuk dilakukan tindakan anestesi spinal.
h. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadin dan alkohol 70 pada lapangan tempat penyuntikan.
i. Dilakukan punksi lumbal menggunakan jarum Quincke ukuran 25 G pada vertebra lumbal setinggi garis imajiner Tuffier atau setinggi sela vertebra
lumbal 3-4 dengan posisi bevel paralel dengan sagital plane untuk mencegah robekan dura yang lebih besar. Kemudian obat anestesi lokal
diinjeksikan dengan posisi bevel kearah sefalat dengan syringe 3 cc , total volume sebanyak 2ml .
j. Ujung jarum berada di ruang subarakhnoid ditandai dengan keluarnya cairan serebrospinal dari lumen jarum spinal.
k. Anestetika lokal kemudian disuntikkan dengan kecepatan 0,2ccdetik. l. Kemudian syringe dilepaskan dari jarum spinal dan tampak cairan
serebrospinal mengalir untuk memastikan posisi ujung jarum spinal tetap
Universitas Sumatera Utara
60
berada di ruang subaraknoid, dimasukkan obat anestetika lokal kedalam ruang subaraknoid dan setelahnya jarum dicabut.
m. Segera setelah selesai dilakukan anestesi, pasien dikembalikan pada posisi terlentang horizontal, kepala diganjal bantal dan blok diatur setinggi Th
6
. n. Dilakukan pemantauan dan pencatatan terhadap tanda vital tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan pada menit ke 0 o. Untuk menilai mula kerja analgesia : dilakukan pencatatan waktu mulai
disuntikkan obat T0 hingga tercapainya tinggi level hambatan sensorik setinggi Th
6
dengan menggunakan tes tusuk jarum pinprick hingga mencapai derajat Holmes 3. Pencatatan waktu dilakukan per 30 detik
dalam 10 menit pertama, setelah10 menit hingga menit ke 20 dilakukan pencatatan level sensorik dalam rentang waktu per 1 menit, dan setelah
menit ke 20 hingga menit ke 120 pencatatan waktu dilakukan per 5 menit setelah menit ke 120 hingga menit ke 240 dilakukan pencatatan per 30
menit. p. Untuk menilai lama kerja analgesia : dicatat lama kerja kerja sensorik
mulai dari awal penyuntikan hingga mulai terjadi penurunan 2 segmen level sensorik, yang ditandai dengan derajat Holmes 2, dengan
menggunakan tes pin prick, dan mulai diberikan inj.ketorolac 30 mg i.v. q. Jika terjadi hipotensi yaitu penurunan tekanan darah sistolik hingga kurang
dari 90 mmHg, maka tindakan yang dilakukan adalah segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid, efedrin 5 -10 mg intravena atau
epinefrin 1:200000. Pemberian efedrin dapat diulang tiap 60 detik hingga tekanan darah sistolik 90 mmHg.
r. Setelah bayi lahir dicatat nilai skor APGAR menit 1. s. Dicatat efek samping yang terjadi: mual muntah, pruritus, dan depresi
nafas t. Dinilai skor VAS saat istirahat pasca pembedahan dengan menggunakan
tabel gambar VAS ditanyakan ke pasien dengan menunjukkan gambar yang sesuai dengan persepsi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Penilaian
Universitas Sumatera Utara
61
ini dilakukan langsung oleh peneliti yang tidak ikut terlibat didalam pemberian obat-obatan pada pasien tersebut.
u. Bila telah memenuhi skor Aldrette 9-10 pasien dipindahkan ke ruangan. v. VAS istirahat dinilai ketika pasien sedang berbaring tanpa bergerak
sedikitpun dan ditanyakan intensitas nyeri yang dirasakan berdasarkan nilai VAS.
w. VAS bergerak dinilai ketika pasien diminta untuk duduk sambil memeluk bantal di perut dan dimintakan untuk batuk. Dinilai intensitas nyeri yang
dirasakan pasien ketika sedang batuk dengan menggunakan tabel penilaian VAS. Penilaian ini tidak digunakan dalam penelitian.
x. Tabel 7. Kriteria aldrette