7
tertarik untuk membandingkan efek terhadap penambahan adjuvan opiod intratekal yang berbeda dari Fentanil yaitu menggunakan Meperidin dengan biaya
yang jauh lebih murah dibandingkan Fentanil, yang sama-sama ditambahkan pada Bupivakain 0,5 hiperbarik 7,5 mg pada anestesi spinal untuk operasi bedah
sesar dengan membandingkan mula kerja kedua obat tersebut dan lama kerja analgesianya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti utuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah sebagai berikut :
“Apakah terdapat perbedaan mula kerja dan lama kerja analgesia antara Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Fentanil 25 mcg dan Bupivakain
0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Meperidin 25 mg pada bedah sesar dengan anestesi regional subarakhnoid. “
1.3 Hipotesa
Ada perbedaan mula kerja dan lama kerja analgesia antara Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Fentanil 25 mcg dan Bupivakain 0,5
Hiperbarik 7,5 mg ditambah Meperidin 25 mg pada bedah sesar dengan anestesi regional subarakhnoid.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum :
mendapatkan alternatif rasemik obat anestesi regional subarakhnoid dengan mula kerja cepat dan lama kerja yang panjang.
1.4.2 Tujuan Khusus :
1. Mendapatkan mula kerja obat Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Fentanil 25 mcg
2. Mendapatkan lama kerja analgesia obat Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Fentanil 25 mcg.
Universitas Sumatera Utara
8
3. Mendapatkan mula kerja obat Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Meperidin 25mg.
4. Mendapatkan lama kerja analgesia obat Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah Meperidin 25mg.
5. Membandingkan mula dan lama kerja analgesia Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah 25 mcg Fentanil dengan Meperidin 25 mg.
6. Membandingkan efek samping hipotensi, mual muntah, pruritus dan depresi nafas intraoperatif yang ditimbulkan oleh penggunaan
Bupivakain 0,5 Hiperbarik 7,5 mg ditambah 25 mcg Fentanil dengan Meperidin 25 mg.
1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat Dalam Bidang Akademik
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan meningkatkan perkembangan ilmu anestesi regional dengan memberikan tambahan informasi mengenai mula
dan lama kerja analgesia dari penggunaan kombinasi Bupivakain 0,5 hiperbarik 7,5 mg ditambah Meperidin 25 mg dengan penambahan Fentanil 25
mcg pada bedah sesar dengan teknik regional subarakhnoid.
1.5.2 Manfaat Dalam Bidang Pelayanan Masyarakat
Penambahan Meperidin 25 mg pada Bupivakain 0,5 hiperbarik 7,5mg dapat digunakan sebagai alternatif pilihan obat adjuvan selain dengan
penambahan Fentanil 25 mcg pada bedah sesar dengan teknik regional subarakhnoid.
1.5.3 Manfaat Dalam Bidang Penelitian
Dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya dengan membandingkan obat-obat adjuvan lainnya pada anestesi spinal.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Spinal pada Bedah Sesar
Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang artinya “memotong”. Pengertian ini dapat dijumpai dalam hukum roma yaitu lex regia
atau lex caesarea yang merupakan hukum yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut dilakukan di akhir kehamilan pada seorang wanita yang dalam keadaan
sekarat demi menyelamatkan calon bayinya. Secara definisi seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui insisi abdominal laparatomi dan
dinding uterus histereotomi. Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen.
49
Berdasar kamus kedoteran Dorland, 2002, bedah sesar merupakan suatu proses insisi dinding
abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. Pemilihan teknik anestesi pada ibu hamil yang akan menjalani bedah sesar
adalah anestesi yang aman dan nyaman bagi ibu tanpa menyebabkan menurunnya kondisi janin dan bayi yang akan dilahirkan, oleh karena pemilihan teknik anestesi
memegang peranan sekitar 3-12 dari angka kematian ibu melahirkan.
49,50
Pada saat ini, teknik regional anestesi yang paling sering digunakan oleh ahli anestesi
selama bedah sesar adalah dengan menggunakan teknik anestesi regional subarakhnoid anestesi spinal. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena tingginya
angka mortalitas ibu yang menjalani bedah sesar dengan anestesi umum, yaitu hampir 17 kali lebih tinggi dibandingkan setelah penggunaan anestesi regional
dengan risiko komplikasi jalan napas pada anestesi umum, gagal intubasi, gagal ventilasi-oksigenasi dan atau terjadinya aspirasi.
7,8,9
Menurut sejarah teknik spinal anestesi pertama kali dikemukakan oleh J.Leonard Corning pada tahun 1885. Beliau adalah seorang ahli saraf di New
York yang melakukan eksperimen dengan menyuntikkan kokain ke dalam ruang subarakhnoid pada saraf tulang belakang anjing. Kemudian perkembangan teknik
anestesi spinal yang digunakan untuk operasi pada manusia yang pertama kali
Universitas Sumatera Utara
10
dilakukan oleh seorang pria berkebangsaan Jerman bernama Agust Bier 1861- 1949 pada tanggal 16 Agustus 1898, di Kiel, bersama asistennya Hildebrandt.
Obat anestesi yang digunakannya pada masa itu adalah 3 ml larutan kokain 0,5 pada enam orang pasien, berusia 34 tahun. Setelah menggunakannya pada 6
pasien, ia dan asistennya masing-masing menyuntikkan kokain ke dalam tulang belakang pasien yang lain. Karena kefektivitasan anestesi spinal maka mereka
merekomendasikan anestesi spinal untuk operasi kaki, tetapi mereka akhirnya tidak menggunakan lagi anestesi spinal karena toksisitas kokain.Sampai saat ini
Agustus Bier dikenal sebagai Bapak Spinal Anestesi.
12,54-56
Selanjutnya pada tahun 1900, Kreis, menggunakan teknik spinal ini untuk menghilangkan nyeri persalinan sedangkan Tuffer mencoba pada 63 pasien
operasi dengan histerektomi dimana pasien tidak lagi merasa sakit dan dapat dilakukan histerektomi.
12
Anestesi spinal disebut juga spinal analgesia atau sub-arachnoid nerve block oleh karena memasukkan obat anestesi lokal ke dalam ruangan
subarakhnoid untuk menghasilkan blok saraf yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat reversibel. Penyuntikan obat
anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal pada tingkat di bawah medula spinalis berakhir L
2
, pada L
3
– L
4
atau L
2
– L
3
, bisa dengan posisi duduk ataupun miring.
27,54,58,63,67
Ada beberapa keuntungan dari tindakan anestesi spinal sehingga menjadi pilihan yaitu merupakan teknik yang sederhana, relatif mudah dikerjakan dengan
angka keberhasilan yang tinggi, mula kerja dan masa pulih anestesi yang cepat, blok saraf sensorik dan motorik yang baik, risiko toksisitas anestesi lokal yang
rendah, tidak meningkatkan risiko pada janin yaitu bayi yang lahir tidak tersedasi selama tidak menerima anestesi melalui sirkulasi uteroplasenta, dapat sebagai
manajemen nyeri pasca operasi serta memungkinkan ibu tetap sadar pada saat kelahiran bayinya sehingga dapat menyusui bayinya sesegera mungkin. Selain itu
keuntungan anestesi spinal pada pasien yang menjalani bedah sesar adalah jalan nafas tetap paten dan risiko aspirasi lambung yang menyebabkan pneumonitis
lebih kecil.
3,7-9,13,20,49
Universitas Sumatera Utara
11
Namun, anestesi spinal juga memiliki kekurangan dalam hal kestabilan hemodinamik, yaitu hipotensi yang tetap menjadi permasalahan tersendiri.
Kerugian lain adalah efek anestesia yang tidak dapat diperpanjang jika waktu operasi memanjang, analgesia pasca operasi harus ditambahkan dengan obat
analgetika lain jika diberikan suntikan obat anestesi lokal secara tunggal.
8,18,19,44,55
Anestesi spinal pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar memerlukan dosis obat anestesi lokal yang lebih sedikit untuk mendapatkan ketinggian blok
yang cukup bila dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan sensitifitas sel saraf terhadap anestesi lokal, penurunan
jumlah cairan serebrospinal, dan efek dari uterus gravid terhadap penyebaran obat intratekal ke arah sefalad.
213,27,49
Tindakan bedah sesar merupakan tindakan dengan lama kerja operasi yang tidak lama. Dimitrov dkk, dalam penelitiannya menyatakan rerata total lama
kerja prosedur bedah sesar adalah 44,3 menit. Lama kerja operasi juga turut berperan dalam menentukan pemilihan jenis dan jumlah obat.
61
Pada bedah sesar, ketinggian blokade analgesia untuk menghasilkan bebas nyeri selama tindakan bedah sesar yang diperlukan adalah setinggi Th
6
batas bawah sternum. Hal ini dapat dicapai dengan 2-2,5 ml 10-12,5 mg larutan
Bupivakain 0,5 hiperbarik ataupun isobarik.
2,13,49,57,63
Tabel 1. Ketinggian Blok Yang Perlu Dicapai Dalam Prosedur Operasi.
57
Universitas Sumatera Utara
12
Sarvela menganjurkan dosis Bupivakain sebesar 9 mg untuk tindakan bedah sesar, sedangkan Ginosar untuk mencapai ketinggian blok setinggi T6 pada
ibu hamil diperlukan dosis anestesi lokal Bupivakain sebesar 6,7 – 11 mg dengan
penambahan Fentanil 10 mcg dan di Indonesia, Bintartho telah meneliti efektivitas Bupivakain 0,5 hiperbarik dengan dosis 7,5 mg pada ibu hamil yang
akan dilakuan tindakan bedah sesar.
39,44,65
2.1.1 Anatomi Kolumna Vertebralis
Sebagai seorang ahli anestesi perlunya memahami pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis oleh karena merupakan salah satu faktor
keberhasilan tindakan anestesi spinal serta perlunya pengetahuan tentang penyebaran analgesia lokal ke dalam cairan serebrospinal dan level analgesia yang
diperlukan untuk menjaga keamana tindakan anestesi spinal. Area tulang belakang manusia atau yang disebut kolumna vertebralis
terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5 lima segmen yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 koksigeus, yang dihubungkan
dengan melekatnya kelompok-kelompok syaraf. Kolumna vertebralis memiliki empat lengkungan yaitu daeah servikal dan lumbal melengkung ke depan, daerah
torakal dan sakral melengkung ke belakang sehingga pada waktu berbaring daerah tertinggi adalah L3 sedangkan yang terendah L5.
58,66,67
Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen tengah daerah torakal lebih kurang 2 kali panjang segmen servikal atau lumbal atas. Terdapat dua
pelebaran yang berhubungan dengan saraf servikal atas dan bawah Pelebaran servikal berasal dari serabut-serabut syaraf dalam pleksus brakhialis. Pelebaran
lumbal sesuai dengan asal serabut syaraf dalam pleksus lumbosakralis. Adanya hubungan antara segmen-segmen medula spinalis dengan korpus vertebralis serta
tulang belakang memiliki arti penting dalam klinik agar dapat menentukan tinggi lesi pada medula spinalis dan juga untuk mencapainya pada pembedahan. .
58,66,67
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 1. Penampang Kolumna Vertebralis Manusia
Ada beberapa lapisan yang harus ditembus sebelum mencapai ruang subarakhnoid; lapisan tersebut dari luar yaitu : kulit, subkutis, ligamentum
supraspinosum, ligamentum flavum, dan duramater. Arakhnoid letaknya berada diantara duramater dan piamater serta mengikuti otak hingga ke medula spinalis
dan melekat pada duramater. Antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang yang disebut ruang subarakhnoid. .
58,66,67
Gambar 2. Anatomi Vertebra Lumbal
58
Universitas Sumatera Utara
14
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2, sehingga di bawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinalis. Ruang
subarakhnoid merupakan sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang berisi cairan otak, jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang
berasal dari medula spinalis. Pada orang dewasa medula spinalis berakhir pada sisi bawah vertebra lumbal pada daerah L1-L2. Secara anatomi anestesi spinal
dilakukan pada L3-L4 atau L2-L3 oleh karena daerah lumbal adalah daerah yang paling besar jarak ligamentum intraspinosumnya
sehingga memungkinkan bagi seorang dokter anestesi untuk melakukan tindakan anestesi spinal. .
58,66,67
Gambar 3. Anatomi Anestesi Spinal dan Lapisan Tulang Vertebra Saat Tindakan Anestesi Spinal
58
2.2. Nyeri 2.2.1 Fisiologi Nyeri
Definisi nyeri menurut International Association for the Study of Pain IASP 1979 adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
sehubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang
dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor
kompleks nyeri, bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya dan tes
Universitas Sumatera Utara
15
laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti
orangtua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi. Individualisme rasa nyeri ini sulit diinterpertasikan secara obyektif, walaupun dokter telah
melakukan observasi atau menggunakan alat monitor. Baku emas untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri ataupun tidak adalah dengan
menanyakannya langsung.
68-71,75
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan
untuk menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau stimulus noksius. Banyak pasien merasakan nyeri meskipun tidak ada stimulus noksius. Nyeri
nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius.
71,74-75
Setiap pasien yang mengalami trauma berat tekanan, suhu, kimia atau pasca pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena
dampak nyeri akan menimbulkan respon stress metabolik yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasien, sehingga
akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti :
71-73,75
Perubahan kognitif sentral : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa.
Perubahan neurohormonal : hiperalgesia perifer, peningkatan sensitifitas luka. Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme.
Peningkatan aktivitas simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin,
hipertensi, takikardi.
2.2.2 Klasifikasi Nyeri
Berdasakan lamanya nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronik. Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri karena stimulus noksius karena
adanya kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ dalam viscera. Biasanya bersifat nosiseptif. Merupakan bentuk nyeri
Universitas Sumatera Utara
16
yang paling sering yang dihasilkan dari pasca trauma, pasca operasi, dan nyeri obstetrik. Kebanyakan nyeri akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam
beberapa hari atau minggu. Apabila nyeri gagal untuk sembuh karena atau akibat abnormal penyembuhannya atau karena pengobatan yang tidak adekuat, nyeri
menjadi kronis. Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih dari 3 bulan atau 6 bulan dari sejak mulai merasakan nyeri. Dapat bersifat nosiseptif atau
neuropatik, ataupun gabungan keduanya.
71
Definisi lain yang mengatakan nyeri kronik adalah nyeri yang dialami selama waktu yang seharusnya perlukaan
mengalami penyembuhan. Yang termasuk nyeri kronik adalah nyeri persisten yaitu nyeri yang menetap untuk waktu yang lama atau nyeri rekuren yaitu nyeri
yang kambuh dengan interval tertentu.
71,74,75
Berdasarkan asalnya nyeri dapat dibagi menjadi dua, yaitu nyeri somatik nyeri visceral, dan nyeri neuropatik. Nyeri somatik berasal dari kulit yang disebut
nyeri superfisial, sedangkan nyeri yang berasal dari otot rangka, tulang, sendi atau jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri superfisial cirinya terasa tumpul, sulit
dilokasi, dan cenderung menyebar ke sekitarnya. Nyeri somatik dideskripsikan sebagai sakit, menggerogoti, dan tajam dalam hal kualitas. Secara umum dapat
dilokalisasi dan diinisiasi oleh aktivitas nosiseptor di jaringan kulit dan jaringan dalam. Contoh nyeri somatik termasuk nyeri akut pasca operasi dan patah tulang.
Nyeri viscera disebabkan oleh penarikan yang kuat dari organ-organ dalam abdomen, demikian juga karena spasme atau kontraksi yang kuat dari organ
viscera yang menimbulkan nyeri terutama bila disertai dengan aliran darah yang tidak adekuat. Nyeri viscera juga diasosiasikan dengan kerusakan jaringan,
khususnya infiltrasi, kompresi dan distensi dari organ dalam, biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tumpul dan sukar dialokasikan dan bisa menyebar ke
tempat lain, misalnya nyeri perut yang disebabkan oleh konstipasi. Sedangkan nyeri neuropati dihasilkan dari kerusakan terhadap sistem saraf baik pusat maupun
perifer. Tertembak , sengatan listrik, ataupun luka bakar sering bersamaan dengan latar belakang timbulnya sensasi nyeri dan terbakar. Contoh nyeri neuropati
adalah neuralgia post herpetic dan neuropati diabetik.
74,75
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.3 Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Nyeri pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar , yaitui adaptif
dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses bertahan hidup dengan melindungi organisme dari cidera berkepanjangan dan membantu proses
pemulihan, sebaliknya nyeri maladaptif merupakan bentuk patologis dari sistem saraf.
75-77
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medula spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.
75-77
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat pebaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus non
noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
menghilangkan respon inflamasi. Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif namun demikian pada kasus-kasus cidera elektif misalnya : pembedahan,
cidera karena trauma, dan perlunya penatalaksanaa aktif harus dilakukan. Tujuan terapi adalah menormalkan sensitivitas nyeri.
75,76
Nyeri maladaptif tidak berhubungan dengan adanya stimulus noksius atau penyembuhan jaringan. Nyeri maladaptif dapat terjadi sebagai respon kerusakan
sistem saraf nyeri neuropatik atau sebagai akibat fungsi abnormal sistem saraf nyeri fungsional.
75,77
2.2.3.1 Respon Terhadap Stimulus Nyeri Akut
Secara klinis nyeri dapat diberi label “ nosiseptif” jika melibatkan nyeri yang berdasarkan aktivasi dari sistem nosiseptif karena kerusakan jaringan.
Meskipun perubahan neuroplastik seperti hal-hal yang mempengaruhi sensitisasi jaringan dengan jelas terjadi, nyeri nosiseptif terjadi sebagai hasil dari aktivasi
Universitas Sumatera Utara
18
normal sistem sensorik oleh stimulus noksius, sebuah proses yang melibatkan transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
75-77
Nyeri pembedahan akan mengalami dua perubahan, pertama adalah akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua
setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, terjadi pelepasan zat-zat kimia prostaglandin, bradikinin, substansi P dan
lekotrien oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri dan akan
ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke neuroaksis.
74-77
Transmisi lebih lanjut ditentukan oleh modulasi kompleks yang mempengaruhi di medula spinalis. Beberapa impuls diteruskan ke anterior dan
anterolateral dorsal horn untuk memulai respon refleks segmental. Impuls lain ditransmisikan ke sentral yang lebih tinggi melalui tract spinotalamik dan
spinoretikular, dimana akan dihasilkan respon suprasegmental dan kortikal. Respon refeks segmental diasosiasikan dengan operasi termasuk peningkatan
tonus otot lurik dan spasme yang diasosiasikan dengan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi asam laktat. Stimulasi dari saraf simpatis menyebabkan
takikardi, peningkatan curah jantung sekuncup, kerja jantung, dan konsumsi oksigen miokard. Tonus otot menurun di saluran cerna dan kemih.
75,77
Respon refleks suprasegmental menghasilkan peningkatan tonus simpatis dan stimulasi hipotalamus. Konsumsi dan metabolisme oksigen selanjutnya akan
meningkat.
75
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 4. Mekanisme Nyeri
87
2.2.3.2 Sensitisasi Perifer
Sensitivitas daripada terminal nosiseptor perifer tidaklah tetap, dan aktivasinya dapat dilakukan baik melalui stimulasi perifer berulang atau melalui
perubahan komposisi kimia dari terminal dapat mensensitisasi neuron sensor primer. Fenomena ini dikatakan sebagai sensitisasi perifer.
71,72,74,75,77
2.2.3.3 Sensitisasi Sentral dan Modulasi
Sebagai akibat perubahan pada sensitivitas terminal nosiseptor perifer, penambahan sinaps transmisi nosiseptif di dorsal horn dari medula spinalis terjadi.
Dan ini berkontribusi untuk meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri, yang dikenal sebagai sensitisasi sentral. Input yang intensif dari nosiseptor ke medula
spinalis memicu sensasi segera dari nyeri yang berakhir selama waktu stimulus noksius dan merefleksikan aktivasi langsung dari hasil potensial aksi dari saraf
yang diproyeksikan. Beberapa input, bagaimanapun juga menginduksi aktivitas yang bergantung kepada modulasi proses sensori di dorsal horn yang
menghasilkan hipersensitivitas terhadap nyeri.
71,72,74,75,77
Universitas Sumatera Utara
20
2.2.3.4 Nosiseptor
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, visceral dan vascular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab
pada kehadiran stimulus noksious yang berasal dari kimia, suhu panas, dingin, atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidakb aktif sampai
adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus resting. Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak skrining
fungsi ke CNS untuk interpretasi nyeri.
75,77
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang
lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri
beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan
terjadi, nyeri biasanya menimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi
pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemi kulit 20 sampai 30 menit.
75,77
Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas
atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak kimia, panas, dingin. Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like.
Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang
akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk- produknya. Allodynia mekanikal nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan
ringan dihasilkan mekanoreseptor A-beta. Nosiseptor visceral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didisain hanya sebagai reseptor nyeri karena organ
internal jarang terpapar pada keadaan yang merusak. Banyak stimulus yang merusak memotong, membakar, kepitan tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan
pada struktur visceralis. Selain itu, inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme visceralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini
Universitas Sumatera Utara
21
biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi.
75,77
2.2.4 Perjalanan Nyeri
75,77,79
Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu
aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun panas. Dan dapat terjadi di seluruh
jalur nyeri.
2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh
proses transduksi sepanjang jalur nyeri, dimana molekul molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya
3. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini
dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini dapat berupa augmentasi peningkatan
ataupun inhibisi penghambatan.
4. Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai
korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut.
Gambar 5. Perjalanan Nyeri
86
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.5 Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska pembedahan yang efektif. Nyeri dinilai berdasarkan tingkah laku
manusia, yang secara kultur mempengaruhi ekspresi dan pemahaman terhadap nyeri. Nyeri merupakan respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan dan juga
mempengaruhi respon emosional dan tingkah laku berdasarkan pengalaman nyeri seseorang di masa lalu dan persepsi terhadap nyeri. Persepsi dan interpretasi
terhadap input nosiseptif, respon emosional terhadap persepsi missal, depresi,takut, cemas, dan tingkah laku sebagai respon terhadap emosi dan
persepsi yang menuntun observer untuk yakin bahwa seseorang sedang merasakan nyeri misalnya mengeluhkan nyeri, meringis. Persepsi nyeri kelihatannya sama
pada berbagai suku akan tetapi batas ambang nyeri berbeda antara suku atau ras. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat
nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Penilaian skala
nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki kemampuan verbal dan dapat melaporkan sendiri rasa sakitnya self reported dan pasien dengan
ketidakmampuan verbal baik karena terganggu kognitifnya, dalam keadaan tersedasi, ataupun berada dalam mesin ventilator.
69,71,75
2.2.5.1 Skala Nyeri Verbal Self Reported
Ada beberapa skala nyeri yang dapat digunakan. Pada umumnya skala ini dibagi atas skala kategorik tidak sakit,sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat.
Ataupun penggunaan skala yang digambarkan sebagai garis horizontal atau vertical yang ujung-
ujungnya diberi nilai “0” menandakan tidak ada nyeri dan “10” menandakan nyeri yang hebat.
a. Verbal Rating Scale.
69,71,72,82
Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang
dirasakannya. Peneliti memilih nomor dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan pasien. Skor tersebut terdiri dari empat poin yaitu :
Universitas Sumatera Utara
23
• 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya • 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya
• β = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya • γ = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan tangan,
wajah merintih atau menangis Keempat poin ini secara luas digunakan oleh klinisi untuk menentukan
tingkat kebenaran dan keandalan. Untuk pasien yang memiliki gangguan kognitif, skala nyeri verbal ini sulit digunakan.
Gambar 6. Verbal Rating Scale
b. Visual Analogue Scale
72,80,81
Skala yang pertama kali ditemukan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan suatu garis lurus yang panjangnya 10 cm atau 100 mm,
di mana awal garis 0 penanda tidak ada nyeri dan akhir garis 10 menandakan nyeri hebat, dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya. Nilai
VAS 0 - 4 = nyeri ringan, 4 - 7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri berat. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami
oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, secara
metodologis kualitanya lebih baik, penggunaanya relatif mudah karena hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi
permasalahan. Willianson dkk juga telah melakukan uji pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS 4
Universitas Sumatera Utara
24
dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga memerukan obat analgesik rescue analgesic.
Gambar 7. Visual Analogue Scale
c. Wong Baker Faces Pain Scale