1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemilihan teknik anestesi untuk bedah sesar, para ahli anestesi akan memilih cara yang dianggap aman dan nyaman untuk ibu, minimal depresi napas
pada neonatus, dan memberikan kondisi kerja yang optimal untuk ahli obstetrik selama pembedahan. Teknik anestesi regional telah menjadi pilihan untuk anestesi
bedah sesar oleh karena memenuhi semua kriteria tersebut.
1
Pemilihan dan penggunaan teknik anestesi regional pada bedah sesar dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun telah mengalami peningkatan yang sangat
pesat seiring semakin menurunnya teknik anestesi umum
2,3
Menurut data di Inggris penggunaan anestesi regional dari tahun 1979-1990 untuk kasus bedah
sesar elektif menunjukkan 94,9 kasus sedangkan untuk kasus emergensi bedah sesar adalah sebesar 86,7, dan rata-rata penggunaan anestesi regional untuk
kasus bedah sesar elektif meningkat dari 69,4 di tahun 1992 hingga mencapai 94,9 di tahun 2002, dimana teknik anestesi regional subarakhnoid spinal
dominan digunakan pada 86,6 kasus.
3,4
Pada penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Hawkins dkk pada tahun 1997 telah menunjukkan penurunan
penggunaan teknik anestesi umum dari 35 di tahun 1981 menjadi 12 pada tahun 1992.
5
Tsen dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan teknik anestesi umum turun dari 7,2 di tahun 1990 menjadi 3,6 di tahun
1995.
6
Alasan utama penurunan tersebut yaitu bahwa teknik anestesi regional lebih aman daripada teknik anestesi umum untuk kebanyakan ibu hamil yang akan
menjalani bedah sesar, oleh karena tingginya risiko komplikasi jalan napas pada anestesi umum, khususnya saat dilakukan tindakan intubasi, dengan angka
mortalitas ibu yang menjalani bedah sesar dengan anestesi umum hampir 17 kali lebih tinggi dibandingkan setelah penggunaan anestesi regional.
7,8,9,10
Penggunaan teknik anestesi spinal telah mulai dikerjakan sejak Augustus Bier memperkenalkan teknik anestesi spinal pada tahun 1899 oleh karena murah,
Universitas Sumatera Utara
2
relatif mudah dikerjakan dengan angka keberhasilan yang tinggi, dan efektif.
11,12
Keuntungan lain anestesi regional sebagai pilihan saat ini adalah mula kerja dan masa pulih anestesi yang cepat, blok saraf sensorik dan motorik yang baik,
sedikitnya risiko aspirasi pneumonitis, manajemen nyeri pasca operasi serta memungkinkan ibu tetap sadar pada saat kelahiran bayinya.
8,13,14
Pada awalnya obat anestesi lokal yang populer digunakan adalah Lidokain 1945 dengan mula kerja yang cepat dan
masa kerja yang singkat 60- 75 menit. Namun, Lidokain kini telah mulai ditinggalkan oleh karena
mempunyai resiko Transient Neurologic Symptoms TNS yang lebih tinggi, sehingga mendorong para klinisi untuk mencari obat anestesi lokal lain untuk
anestesi spinal yang lebih baik dari Lidokain.
15,16,17
Idealnya obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan adalah yang memiliki mula kerja yang cepat, mempunyai blokade motorik dan sensorik
yang adekuat, tidak neurotoksik dan pemulihan blok motorik yang cepat pada pasca operasi sehingga mengurangi waktu untuk keluar dari ruang
pemulihan.
2,18,19,20
Pada masa kini, obat anestesi lokal secara intratekal yang lebih sering digunakan untuk bedah sesar adalah Bupivakain hiperbarik, selain memberikan
kualitas blokade yang baik, juga sesuai untuk lama kerja operasi bedah sesar dan penyebarannya yang ke arah sefalad akan menimbulkan analgesia sesuai dengan
yang diharapkan. Bupivakain adalah anestesi lokal golongan amida, yang
memiliki potensi yang tinggi, dengan mula kerja 5- 10 menit, lama kerja antara 90-120 menit, dengan dosis yang biasa digunakan untuk bedah sesar adalah 12-
15 mg.
13,21.22
Bedah sesar memerlukan traksi pada peritoneum dan sentuhan hingga ke organ intra-peritoneal yang menimbulkan sensasi nyeri visceral selama tindakan
operasi. Semakin tinggi dosis Bupivakain maka insidens nyeri visceral selama operasi dapat berkurang, namun pada beberapa penelitian, apabila digunakan
dosis sebesar 12-15 mg Bupivakain pada operasi bedah sesar didapatkan angka kejadian hipotensi yang tinggi hingga mencapai hampir 90, hal ini dikarenakan
terjadinya hambatan blokade simpatis yang tinggi.
13,19,23
Universitas Sumatera Utara
3
Chung dkk pada penelitiannya dengan menggunakan 12 mg Bupivakain hiperbarik 0,5 mendapatkan insiden hipotensi sebesar 80.
24
Sedangkan pada penelitian Siddik-Sayyid dkk dengan 12 mg Bupivakain hiperbarik 0,75
mendapatkan hipotensi sebesar 87.
25
Bryson dkk mendapatkan insiden hipotensi yang lebih dari 70.
20
Bogra, Suwardi,dan Kang 12,5 mg Bupivakain hiperbarik 0,5 mendapatkan insiden hipotensi sebesar 50, 46, dan 20.
26-28
Anestesi spinal dengan obat anestesi lokal tunggal dianggap masih kurang lama dalam pemanjangan lama kerja blokade, dan bila diberikan tunggal dengan
dosis yang tinggi akan menimbulkan efek samping hipotensi yang besar serta risiko toksisitas sistemiknya yang lebih tinggi. Oleh karena itu, akhir-akhir ini
banyak dilakukan penelitian terhadap penggunaan dosis rendah obat anestesi lokal yang bertujuan untuk menjaga kestabilan hemodinamik, berkurangnya efek
hipotensi, menghindari efek blokade yang tinggi, dan meningkatkan kenyamanan ibu.
Namun, bila dosis yang digunakan semakin kecil maka akan dapat berpengaruh terhadap kualitas blok sensorik dan lama kerja anestesi spinal.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang lama kerja anestesi spinal, salah satunya adalah dengan
menambahkan obat-obatan adjuvan pada anestesi lokal, diantaranya yaitu menambahkan opioid secara intratekal.
2,18-20,29-37
Opioid yang ditambahkan pada obat anestesi lokal pertama kali diperkenalkan secara klinis oleh Wang, pada tahun 1976, dengan mempergunakan
Morfin intratekal pada delapan pasien yang didiagnosa kanker pada daerah genitourinaria, dan sejak saat itu intratekal opioid dipergunakan untuk
menghilangkan nyeri. Intratekal opioid atau disebut juga spinal opioid, adalah memasukkan obat opioid dan mengkombinasikannya dengan obat anestesi lokal
ke dalam ruang spinal dengan ditandai keluarnya cairan spinal. Opioid intratekal akan menghasilkan blok nyeri yang selektif tanpa menghambat simpatis.
Pemberian opioid secara intratekal sebagai adjuvan diberikan dalam dosis kecil karena apabila memakai dosis yang besar maka efek sampingnya akan lebih
banyak.
12,18,21,38
Universitas Sumatera Utara
4
Penelitian Ginosar dkk mengemukakan bahwa dosis rendah Bupivakain hiperbarik yang dapat digunakan ketika ditambahkan dengan opioid adalah
bekisar antara 6-12 mg. Pada penelitian tersebut terbukti bahwa penambahan opioid intratekal yang bersinergi dengan anestetik lokal akan menambah intensitas
blok sensorik tanpa meningkatkan resiko blok simpatis sehingga kombinasi tersebut akan memungkinkan pencapaian blok anestesi meskipun dengan dosis
anestesi lokal yang kurang adekuat. Penelitian terhadap binatang juga telah menunjukkan adanya sinergisme antara penambahan opioid intratekal pada obat
anestesi lokal terhadap nyeri nosiseptik visceral maupun somatik Fentanil adalah opioid lipofilik yang banyak digunakan dan mudah didapat.
39
Telah banyak dilakukan penelitian untuk melihat efek Bupivakain dosis rendah dengan penambahan Fentanil yang bertujuan untuk mengurangi efek
samping hipotensi pasca spinal anestesi, menambah efek analgesia intra operatif serta meningkatkan kualitas analgesi pasca operasi.
Penelitian pertama kali dilakukan oleh Hunt dkk, tahun 1989, dengan membandingkan efek dari penambahan Fentanil intratekal pada Bupivakain
hiperbarik dengan dosis yang berbeda, antara 6,25-50 mcg, untuk operasi bedah sesar, terbukti bahwa dengan penambahan opioid Fentanil intratekal 6,25 mcg
dapat meningkatkan periode analgesia perioperatif saat anestesi spinal, tetapi tidak mempengaruhi onset blok sensorik dan motorik.
40
Menurut Belzarena, tahun 1992, penambahan dosis rendah Fentanil 0,25 mcgkg akan memberikan analgesia intraoperatif yang sangat baik dengan
analgesia pasca operasi yang singkat dan minimal efek samping. Sedangkan jika dosis Fentanil ditingkatkan 0,5-0,7 mcgkg maka analgesia pasca operasi akan
menjadi lebih lama, tetapi akan terjadi perubahan terhadap respirasi.
41
Pada penelitian yang dilakukan Dahlgren dkk, tahun 1997, mendapatkan bahwa dosis 12,5-25 mcg Fentanil intratekal pada Bupivakain hiperbarik akan
menurunkan ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh tarikan peritoneum dan manipulasi uterus selama tindakan bedah sesar dibandingkan dengan plasebo.
Dalam hal ini terbukti bahwa kombinasi Fentanil intratekal dan Bupivakain
Universitas Sumatera Utara
5
hiperbarik dapat meningkatkan analgesia intraoperatif dibandingkan hanya pemberian Bupivakain hiperbarik saja.
42
Bahkan pada penelitian Ben David dkk, 2000 dengan penambahan Fentanil β5 g intratekal pada Bupivakain isobarik 5 mg saat anestesi spinal
membuktikan bahwa insidensi hipotensi dapat menurun sebanyak 31, meskipun dalam literatur dikatakan bahwa efek samping hipotensi pada kehamilan tanpa
komplikasi akibat anestesi spinal dilaporkan sebanyak 94 dan tidak ada intervensi yang dapat mencegah ikutan hipotensi secara sempurna.
43
Tolia dkk,2008, meneliti penambahan Fentanil intratekal 10 µg pada ketiga dosis rendah Bupivakain 0,5 hiperbarik yang berbeda , yaitu 11 mg, 9
mg, 7,5 mg dengan teknik anestesi spinal untuk bedah sesar terhadap mula kerja hingga mencapai level Th
5-6
lebih cepat pada kelompok 7,5 mg yaitu 2,84 ±0,86 menit, bila dibandingkan kelompok 11 mg 2,88± 0,50 menit dan kelompok 9
mg 3,04±0,92 menit, dengan lama kerja anestesi yang juga lebih cepat pada kelompok 7,5 mg 147,35±22,82 menit dibanding kelompok 11 mg
159,60±17,71 menit, dan 9 mg 151,42±17,08 menit. Efek hipotensi yang minimal juga diperoleh kelompok yang menggunakan dosis 7,5 mg Bupivakain
0,5 hiperbarik ditambah Fentanil 10 µg 8, dan bahkan pada kelompok tersebut tidak dijumpai efek samping mual, muntah dan menggigil.
18
Di Indonesia telah dilakukan penelitian oleh Bintartho dkk, tahun 2010, menunjukkan bahwa anestesi spinal pada bedah sesar yang menggunakan 7,5 mg
Bupivakain hiperbarik 0,5 ditambah Fentanil 25 mcg lebih efektif bila dibandingkan Bupivakain 0,5 hiperbarik 12,5 mg., menghasilkan analgesia
intraoperatif yang adekuat, menghasilkan rerata waktu yang tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai p 0,05 dibandingkan kelompok tanpa
Fentanil untuk mencapai level blokade sensorik setinggi dermatom Th
6
3,94 ±1,4 menit vs 3,55 ±1,17 menit, memiliki hemodinamik yang lebih stabil dengan
angka kejadian hipotensi yang rendah 24,1, tidak menimbulkan depresi pernafasan intraoperatif, serta efek samping yang minimal.
. 44
Selain Fentanil, opioid lain yang juga dapat digunakan pada anestesi spinal adalah Meperidin atau yang lebih dikenal dengan Meperidin. Salah satu alasan
Universitas Sumatera Utara
6
utama mengapa Meperidin dipilih sebagai salah satu agen opioid yang juga banyak digunakan pada anestesi spinal adalah karena Meperidin memiliki lama
kerja kerjanya yang lama, memberikan efek analgesia segera pasca operasi yang baik, dan dengan biaya yang terjangkau.
Beberapa penelitian tentang penggunaan Meperidin intratekal dalam bedah sesar juga telah banyak dilakukan antara lain : Kafle dari Nepal, tahun
1993, melakukan penelitian tentang penggunaan Meperidin 5 dengan dosis 1 mgkg BB secara intratekal dibandingkan dengan Lidokain heavy 5. Didapatkan
hasil rata-rata lama kerja analgesia pasca operasi pada kelompok Meperidin lebih panjang, yaitu selama 6 jam apabila dibandingkan dengan kelompok Lidokain
yang hanya berlama kerja 1 jam.
45
Pada penelitian di Korea oleh Cheun dkk, tahun 1999, membuktikan bahwa Meperidin dapat digunakan sebagai agen tunggal secara intratekal pada
operasi bedah sesar dengan hemodinamik yang cukup stabil, dan pemanjangan lama kerja analgesi 453,7±158,1 menit dan waktu pemulihan motorik yang cepat
75,9±17,2 menit.
46
Penelitian di China oleh Yu dkk, tahun 2002, yaitu penambahan Bupivakain hiperbarik 0,5 10 mg dengan Meperidin 10 mg intratekal
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan Bupivakain 05 hiperbarik 2 ml ditambah normal salin 0,2 ml, terbukti dapat memperpanjang lama kerja analgesia
pasca operasi, yaitu 234 menit pada kelompok Meperidin vs 125 menit pada kelompok salin.
47
Penelitian di Turkey oleh Atalay dkk, tahun 2010, membuktikan bahwa waktu yang diperlukan oleh obat anestesi lokal plain Bupivakain 5 mg dengan
penambahan Meperidin 25 mg untuk dapat mencapai level sensorik setinggi Th-4 adalah 7,0±1,7 menit dengan lama kerja analgesia 295,0 ±23,0 menit, dan terbukti
kombinasi keduanya menghasilkan hemodinamik yang cukup stabil, minimal efek samping, tanpa mengurangi kualitas anestesi dan pembedahan, serta
ketidaknyamanan pasien.
48
Mengingat bahwa di lapangan, terbatasnya ketersediaan obat Fentanil di daerah perifer, dengan biaya Fentanil yang cenderung lebih mahal, maka peneliti
Universitas Sumatera Utara
7
tertarik untuk membandingkan efek terhadap penambahan adjuvan opiod intratekal yang berbeda dari Fentanil yaitu menggunakan Meperidin dengan biaya
yang jauh lebih murah dibandingkan Fentanil, yang sama-sama ditambahkan pada Bupivakain 0,5 hiperbarik 7,5 mg pada anestesi spinal untuk operasi bedah
sesar dengan membandingkan mula kerja kedua obat tersebut dan lama kerja analgesianya.
1.2 Rumusan Masalah