terutama   setelah   ratusan   ribu   atau   jutaan   individu   parasitoid   atau   predator   dilepaskan. Pelepasan inundatif parasitoid sering disebut penggunaan insektisida biologi karena dalam hal
ini   musuh   alami   seakan-akan   diharapkan   dapat   bekerja   secepat   insektisida   kimiawi   dalam penurunan populasi hama.
Karena jumlah musuh alami yang dilepaskan sangat banyak diperlukan teknik pembiakan massal musuh alami yang cepat, dan ekonomik. Umumnya inang bagi perbanyakan massal
musuh alami bukan serangga inang hama tetapi serangga inang alternatif yang lebih mudah diperbanyak di ruang perbanyakan. Contoh untuk memperbanyak parasitoid telur Trichogramma
sp  di laboratorium digunakan inang pengganti yaitu  Sitotroga cerealia,  hama yang menyerang gabah.
Sukses   yang   dicapai   oleh   teknik   inokulatif   adalah   dilepaskannya   secara   massal parasitoid   telur  Trichogramma  sp  untuk   mengendalikan   berbagai   hama   penting   seperti
penggerek pucuk tebu dan penggerek batang tebu, hama penggerek buah kapas, dll. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa  pelepasan 150.000 telur  Trichogramma  sp.  per hektar  dapat
menurunkan populasi dan kerusakan penggerek pucuk tebu, sedangkan untuk pengendalian penggerek batang tebu diperlukan 250.000 telur per hektar.
Teknik pengendalian hayati lainnya agar teknik augmentasi dengan pelepasan periodik ini berhasil   diperlukan   informasi   yang   lengkap   tentang   biologi   dan   ekologi   hama   dan   musuh
alaminya  terutama  dalam  menentukan  tempat,   waktu,   frekuensi  dan   cara   pelepasan  musuh alami.
3. Konservasi Musuh Alami
Dalam   penerapan   PHT  konservasi   musuh   alami   terutama   pemanfaatan   predator   dan parasitoid merupakan teknik pengendalian hayati yang sering dilakukan dan dianjurkan. Teknik
konservasi   bertujuan   menghindarkan   tindakan-tindakan   yang   dapat   menurunkan   populasi musuh   alami.   Banyak   tindakan   agronomi   yang   secara   langsung   dan   tidak   langsung   dapat
merugikan populasi musuh alami terutama penggunaan pestisida kimia. Pengendalian hama tanpa menggunakan pestisida atau kalau digunakan secara selektif berarti usaha konservasi
musuh alami  sudah  dilaksanakan.    Dari hasil  penelitian  Settle  et  al.  1996  dapat  diketahui bahwa aplikasi insektisida pada permulaan musim tanam padi tidak hanya membunuh musuh
alami   hama-hama   padi,   tetapi   dapat   membunuh   serangga-serangga   akuatik   detrivora   dan pemakan plankton yang hidup di air sawah. Keberadaan serangga-serangga air tersebut sangat
bermanfaat   karena  menjaga  populasi  wereng  coklat   padi  pada   posisi  yang  tidak  merugikan petani. Menghindarkan aplikasi insektisida pada permulaan musim tanam padi merupakan salah
satu   bentuk   konservasi   musuh   alami   yang   efektif   untuk   pengendalian   hama-hama   padi   di Indonesia.
Beberapa cara konservasi musuh alami yang dapat dilakukan antara lain berupa: 1. Menekan pemakaian pestisida.
Musuh alami memiliki kepekaan terhadap pestisida lebih tinggi daripada hama sehingga pemakaian   pestisida   secara   terus-menerus   akan   memusnahkan   populasi   musuh   alami.
Parasitoid lebih peka terhadap pestisida daripada predator.
2. Memakai sistem tanam yang lebih beraneka ragam. Sistem   tanam   yang   beraneka   ragam   akan   mempengaruhi   lingkungan   mikro   di   suatu
lahan. Lingkungan akan lebih terlindung dari pengaruh buruk cuaca seperti angin dan hujan, kelembaban   lebih   tinggi,   dan   tempat   akan   menjadi   lebih   teduh.   Dengan   demikian   jumlah
serangga   bermanfaat   seperti   musuh   alami   akan   lebih   beraneka   ragam   dibandingkan   pada sistem monokultur.
46
3. Menanam dan melestarikan tanaman berbunga. Tanaman   berbunga   yang   menghasilkan   sari   madu   dan   serbuk   sari   dapat   menaikkan
kemampuan musuh alami untuk berkembang biak sehingga lebih disukai oleh parasitoid dan predator.
4. Melestarikan tanaman liar yang mendukung inang alternatif parasitoid atau mangsa alternatif
predator. Parasitoid atau predator akan sulit mempertahankan hidup setelah panen karena inang
utama tidak dijumpai lagi. Pelestarian tanaman liar dapat mendukung kehidupan musuh alami sebagai   inang   alternatif   sampai   inang   utama   kembali   tersedia   sehingga   musuh   alami   tetap
mampu   menurunkan   populasi   hama.   Adanya   tanaman   liar   juga   harus   diwaspadai   apabila berpotensi menjadi tempat hidup hama di luar musim tanaman budidaya.
Sebelumnya   Stehr 1982 mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memodifikasi ekosistem untuk konservasi musuh alami dengan rincian sebagai berikut:
1. Perlindungan dari penggunaan pestisida kimiawi. 2. Pengembangan musuh alami yang tahan atau toleran terhadap pestisida.
3. Perlindungan atau penjagaan stadia tidak aktif musuh alami pupa atau fase diapause. 4. Menghindari praktek budidaya tanaman yang merugikan kehidupan musuh alami.
5. Penjagaan keanekaragaman komunitas setempat dan inang yang diperlukan. 6. Penyediaan inang alternatif.
7. Penyediaan makanan alami nektar, pollen, embun madu 8. Penyediaan suplemen makanan tambahan.
9. Pembuatan tempat berlindung musuh alami 10.Pengurangan populasi predator yang tidak diinginkan.
11.Pengendalian semut pemakan madu. 12.Pengaturan suhu yang mendukung perkembangan musuh alami.
13.Menghindarkan debu-debu yang mengganggu efektivitas musuh alami.
PERANAN PENGENDALIAN HAYATI DALAM PHT
Sesuai dengan konsepsi dasar PHT pengendalian hayati memegang peranan yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukan
untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya  musuh alami sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras ekonomik. Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang
lain terutama pestisida kimia, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu
permanen, aman, dan ekonomi.
Arti permanen di sini karena apabila pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan di ekosistem dan selanjutnya secara alami musuh alami akan mampu
menjaga populasi hama dalam keadaan yang seimbang di bawah aras ekonomi dalam jangka waktu yang panjang.
Pengendalian   hayati   aman   bagi   lingkungan   karena   tidak   memiliki   dampak   samping terhadap   lingkungan   terutama   terhadap   serangga   atau   organisme   bukan   sasaran.   Karena
musuh   alami   biasanya   adalah   khas   inang.   Meskipun   pernah   dilaporkan   kasus   terjadinya ketahanan   suatu   jenis   hama   terhadap   musuh   alami   antara   lain   dengan   membentuk   kapsul
dalam tubuh inang, namun kejadian tersebut sangat langka.
47
Pengendalian hayati juga relatif ekonomis karena begitu usaha tersebut berhasil petani tidak   memerlukan   lagi   tambahan   biaya   khusus   untuk   pengendalian   hama,   petani   kemudian
hanya   mengupayakan   agar   menghindari   tindakan-tindakan   yang   merugikan   perkembangan musuh alami.
Kesulitan dan permasalahan utama dalam penerapan dan pengembangan pengendalian hayati adalah modal investasi permulaan yang besar yang harus dikeluarkan untuk kegiatan
eksplorasi, penelitian, pengujian dan evaluasi terutama yang menyangkut berbagai aspek dasar baik   untuk   hama,   musuh   alami   maupun   tanaman.  Aspek   dasar   dapat   meliputi   taksonomi,
ekologi, biologi, siklus hidup, dinamika populasi, genetika, fisiologi, dll. Identifikasi yang tepat baik untuk jenis hama maupun musuh alaminya merupakan langkah permulaan yang sangat
penting. Apabila identifikasi kurang benar kita akan memperoleh kesulitan dalam mempelajari sifat-sifat kehidupan musuh alami dan langkah-langkah kegiatan selanjutnya.
Kecuali diperlukan modal, fasilitas yang lengkap juga diperlukan sumber daya manusia terutama para peneliti yang berkualitas dan berpendidikan khusus dan berdedikasi tinggi sesuai
dengan yang diperlukan untuk pengembangan teknologi pengendalian hayati. Sampai saat ini tenaga-tenaga   ahli   dengan   kualifikasi   demikian   masih   sangat   jarang   tersedia   di   Indonesia.
Meskipun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa untuk pengendalian hayati yang penting adalah adanya tenaga peneliti yang berpengalaman dan berdedikasi tinggi serta cukup memiliki
rasa seni dan intuisi, namun bagaimanapun untuk keberhasilan pengendalian   hayati dalam kerangka PHT diperlukan juga dasar pengetahuan dan teknologi yang mantap.
B. Patogen Serangga
Tujuan: 1. Mempelajari dan memahami berbagai kelompok dan jenis patogen serangga sebagai agens
pengendalian hayati 2. Mempelajari   dan   memahami   strategi   dan   cara   pemanfaatan   patogen   serangga   untuk
pengendalian hama 3. Mempelajari  dan  memahami  kelemahan  dan  kekuatan  patogen   serangga  sebagai  agens
pengendalian hayati
Materi: JENIS-JENIS JASAD RENIK PATOGENIK
Serangga seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya diserang oleh banyak patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, rikettsia dan nematoda. Beberapa
penyakit dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga,   tetapi   ada   banyak   penyakit   yang   pengaruhnya   kecil   terhadap   gejolak   populasi
serangga.   Serangga   yang   terkena   penyakit   menjadi   terhambat   pertumbuhan   dan pembiakannya. Pada keadaan serangan penyakit yang parah serangga terserang akhirnya mati.
Saat   ini   dikenal   lebih   dari   2000   jenis   patogen   yang   menginfeksi   serangga   dan   jumlah   itu mungkin baru sebagian kecil dari jenis patogen serangga di muka bumi.
Oleh karena kemampuannya membunuh serangga hama sejak lama patogen digunakan sebagai   agens   pengendalian   hayati   biological   control   agents.   Penggunaan   patogen   untuk
pengendalian   hama   tercatat   pada   abad  ke-18   yaitu   pengendalian   hama   kumbang  moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur. Berikut secara singkat
diuraikan beberapa kelompok jasad renik yang saat ini sudah banyak dan sering digunakan sebagai agens pengendalian hayati.
48
1. Virus