Jamur Entomopatogenik buku diktat DIHT

Teknik rekayasa genetika diharapkan mampu memacu perkembangan dan perluasan aplikasi virus sebagai agens pengendalian hayati.

2. Jamur Entomopatogenik

Kelompok jenis jamur yang menginfeksi serangga dinamakan jamur entomopatogenik. Saat ini telah dikenal lebih dari 750 spesies jamur entomopatogenik dari sekitar 100 genera jamur. Tabel 1 menunjukkan berbagai genus jamur penting yang dapat menjadi patogen serangga. Tabel 1. Kelompok Jamur Patogen Serangga yang Umum Menurut Sistematikanya Subdivisi Kelas Ordo Genus Contoh Inang Mastigomycotina Chytridiomycetes Blastocladiales Coelomomyces Lalat hitam Zygomycotina Zygomycetes Entomophthorales Enthomophthora Nilaparvata lugens Ascomycotina Pyrenomycetes Plectomycetes Spaeriales Ascosphaerales Cordyceps Ascophaera Setora nitens Aphis sp. Deuteromycotina Hypomycetes Moniliales Beauveria Metarhizium Nomuraea Paecilomyces Verticillium Hirsutella Sorosporella Spicaria Nilaparvata lugens Oryctes rhinoceros Helicoverpa zea, S. litura Diaphorina citri Aleurodicus destructor Plutella xylostela Berbagai ulat grayak Helopeltis antonii Sumber: Tanada dan Kaya, 1993 Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk ke dalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan tetapi langsung masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau integumen. Setelah konidia jamur masuk ke dalam tubuh serangga, jamur memperbanyak dirinya melalui pembentukan hife dalam jaringan epikutikula, epidermis, hemocoel, serta jaringan-jaringan lainnya. Pada akhirnya semua jaringan dipenuhi oleh miselia jamur. Disamping itu ada beberapa jenis jamur yang mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat mempengaruhi fisiologi serangga. Karena pengaruh infeksi jamur terhadap pembentukan pigmen, larva atau instar serangga yang terserang jamur memperlihatkan perubahan warna tertentu seperti warna merah muda dan merah. Proses perkembangan jamur dalam tubuh inang sampai inang mati berjalan sekitar 7 hari. Setelah inang terbunuh, jamur membentuk konidia primer dan sekunder yang dalam kondisi cuaca yang sesuai konidia tersebut muncul keluar dari kutikula serangga. Konidia akan menyebarkan sporanya melalui angin, hujan, air, dll. Penyebaran dan infeksi jamur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan inang, kesediaan spora, cuaca terutama angin dan kebasahan. Kebasahan tinggi dan angin kencang sangat membantu penyebaran konidia dan pemerataan infeksi patogen pada seluruh individu pada populasi inang. Saat ini jamur Metarhizium anisopliae telah digunakan secara luas di Indonesia untuk pengendalian hama Oryctes rhinoceros yang menyerang kelapa, wereng coklat, ulat jengkal Ectropis bhurmitra. Jamur ini juga sudah dikembangkan untuk pengendalian hama wereng daun, penggerek batang padi, hama putih palsu, walang sangit dan kepinding tanah. Jamur Beauveria bassiana telah dicoba untuk pengendalian hama wereng padi coklat dan hama penggerek buah kopi Hypothenemus hampei. Mortalitas Helopeltis sp dapat mencapai 98 setelah disemprot dengan B. bassiana, bahkan hama penting pada kelapa sawit, Darna catenata mampu dikendalikan oleh jamur ini hingga 100. Pengendalian dengan menggunakan jamur Hirsutella citriformis dapat menurunkan populasi Diaphorina citri hingga 62. Penurunan populasi mencapai 82 dengan jamur Paecilomyces fumosoroseus terhadap jenis hama yang 50 sama. Hama wereng coklat dapat dikendalikan dengan menggunakan jamur Enthomopthora sp. Ulat api Setora nitens mampu ditekan perkembangannya dengan Cordyceps purpurea. Helopeltis sp. dapat dikendalikan dengan jamur Spicaria sp. Jamur Verticillium mampu menekan populasi Scotinophora coartata, Aphis, dan kutu putih Aleurodichus destructor. Penggunaan pestisida baik insektisida maupun fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit ternyata sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan jamur patogenik serangga. Banyak laporan membuktikan pestisida dapat menghambat perkecambahan konidia primer dan pengurangan pelepasan konidia sekunder berikutnya.

3. Bakteri