Selektivitas Melalui Penentuan Formulasi dan Cara Aplikasi

konvensional. Bt umumnya ditujukan untuk mengendalikan hama yang termasuk ordo Lepidoptera.

2. Selektivitas Ekologi

Dengan mempelajari sifat biologi dan ekologi hama sasaran dapat diketahui waktu dan cara aplikasi insektisida yang tepat dan efektif. Dengan mempelajari neraca kehidupan hama, perilaku hama, kisaran inang hama kita dapat menentukan bagaimana aplikasi insektisida yang tepat. Aplikasi terutama ditujukan pada bagian yang lemah pada kehidupan hama yaitu sewaktu hama berada pada stadium hama yang peka terhadap insektisida dan dalam keadaan yang terbuka terhadap perlakuan insektisida diusahakan sedapat mungkin serangga parasitoid dan predator dapat terhindar dari perlakuan insektisida. Dalam praktek di lapangan selektivitas ekologi perlakuan insektisida dapat dalam beberapa cara yaitu: a. Penetapan waktu aplikasi yang tepat. b. Perlakuan insektisida secara parsial atau spot treatment yang meliputi penyemprotan hanya di pesemaian, pada tanaman batas, atau pernyemprotan hanya pada bagian tanaman atau pertanaman yang terserang. c. Perlakuan insektisida pada tanaman perangkap. d. Perlakuan insektisida pada tanaman inang alternatif harus yang berupa gulma. e. Perlakuan benih dapat mengurangi perlakuan insektisida pada pertanaman. f. Aplikasi insektisida melalui tanah atau air pengairan untuk mengurangi terbunuhnya musuh alami.

3. Selektivitas Melalui Penentuan Formulasi dan Cara Aplikasi

Selektivitas insektisida di sini adalah dalam menentukan dan memilih formulasi insektisida dan teknik aplikasi yang tepat, efektif dalam mengendalikan hama sehingga kurang membahayakan eksistensi musuh alami hama. Yang termasuk dalam selektivitas ini adalah: a. Penggunaan formulasi butiran atau Granule dengan insektisida sistemik diharapkan dapat efektif untuk mengendalikan hama penggerek tanaman dan membatasi pengaruh yang merugikan bagi serangga predator dan parasitoid dewasa. b. Penggunaan formulasi ULV Ultra Low Volume yang tepat dapat membatasi drift insektisida sehingga dapat mengurangi risiko pencemaran dan membatasi terbunuhnya musuh alami. c. Cara aplikasi di lapangan yang kurang tepat dapat mengakibatkan peningkatan kematian organisme bukan sasaran. Oleh karena itu petani perlu dilatih tentang bagaimana cara penyemprotan insektisida yang benar. Bijaksana: Tepat apa? 69  Sasaran  Dosis  Cara  Waktu  Konsentrasi  ----- Materi 9 PENGELOLAAN HAMA TANAMAN PANGAN Tujuan: 1. Mempelajari dan memahami jenis-jenis hama utama tanaman pangan 2. Mempelajari dan memahami pelaksanaan PHT pada tanaman pangan Materi Kuliah: PERMASALAHAN HAMA TANAMAN PANGAN 70 Yang disebut tanaman pangan adalah jenis tanaman yang menjadi sumber pangan utama sebagian besar penduduk. Di Indonesia tanaman pangan dibagi dalam dua kelompok yaitu padi-padian dan palawija. Kelompok padi-padian diwakili oleh PADI yang menghasilkan BERAS sebagai makanan utama penduduk Indonesia dan JAGUNG, sedangkan palawija terdiri atas KEDELAI dan tanaman kacang-kacangan seperti KACANG TANAH, KACANG PANJANG, dll. Dari sekian banyak jenis tanaman dan komoditas pertanian yang dibudidayakan dan diusahakan, padi merupakan tanaman yang paling memperoleh perhatian utama dari Pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena padi menyangkut hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Karena pentingnya padi seringkali padi disebut sebagai TANAMAN POLITIK. SWASEMBADA BERAS Sejak Pemerintah mencanangkan program peningkatan produksi beras untuk mencapai swasembada beras pada tahun 1970 Pemerintah mengintroduksikan teknologi intensifikasi produksi padi atau yang dikenal dengan teknologi “revolusi hijau“ atau green revolution. Istilah yang terkenal dengan teknologi revolusi hijau adalah Panca Usaha yaitu: 1. Pengolahan Tanah 2. Penanaman Bibit atau Benih Unggul 3. Pemupukan 4. Pengendalian Hama dan Penyakit 5. Perbaikan Pengairan Teknologi revolusi hijau pada tanaman padi sangat tergantung pada bibit unggul, pupuk buatan atau pupuk kimia Urea, ZA, TSP, KCL serta pestisida kimia. Tujuan intensifikasi pangan agar dapat meningkatkan produksi pangan khususnya beras dengan tujuan agar Indonesia menjadi swasembada beras atau memenuhi kebutuhan sendiri akan beras sebagai makanan utama penduduk. Program intensifikasi pangan berjalan sampai saat ini. Nama program bermacam-macam tergantung kegiatan dan “selera” Kabinet yang bersangkutan. Sejak tahun 1970an kita kenal banyak nama program intensifikasi yaitu sebagai program BIMAS Bimbingan Massal, INMAS Intensifikasi Massal, INSUS Intensifikasi Khusus, SUPRA INSUS, dan lain- lainnya. Kabinet sekarang mempunyai program yang disebut Program Ketahanan Pangan. Indonesia hanya mencapai Swasembada beras pada tahun 1984, setelah itu kita masih harus mengimpor beras untuk dapat memenuhi kebutuhan beras penduduknya. Pada beberapa tahun terakhir ini Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras terbesar dunia. Dampak penerapan intensifikasi pertanian pada ekosistem persawahan dan sistem sosial masyarakat di Indonesia sangat besar antara lain: 1. Ekosistem persawahan menjadi sangat rawan hama dan penyakit padi. Berbagai hama penyakit “baru” timbul, meluas dan sering meletus setelah program BIMAS dilaksanakan antara lain hama wereng coklat dan wereng-wereng lainnya, penyakit tungro. Puncak letusan hama terjadi pada tahun 1979 hampir satu juta hektar sawah gagal panen atau rusak oleh wereng coklat. 2. Dengan perbaikan sistem pengairan petani dapat menanam padi dua kali sampai 3 kali setahun, seringkali dengan menanam varietas sama dan masa tanam yang tidak serentak. Kondisi lingkungan ini menguntungkan perkembangbiakan hama-hama padi seperti tikus dan wereng coklat. Karena itu sampai saat ini sawah di Indonesia tidak pernah “sepi” akan serangan hama. 3. Karena penggunaan bahan kimia pertanian yang sangat banyak, kesuburan tanah semakin menurun sehingga proses produksi tanaman padi menjadi semakin tidak efisien, sasaran peningkatan produksi tidak tercapai dan lingkungan pertanian semakin tercemar. 71 Penggunaan pestisida yang masih tinggi dapat menimbulkan resistensi dan resurjensi hama- hama utama padi seperti wereng coklat. 4. Petani semakin tergantung pada bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida yang harganya semakin mahal. Keadaan ini mendorong terjadinya kesenjangan di pedesaan antara petani yang kaya dan petani yang miskin terutama buruh tani. Program PHT pada tanaman padi yang dilaksanakan Pemerintah sejak tahun 1989 yang telah melatih sekitar satu juta petani padi dengan konsep dan teknologi dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia di tingkat petani. Ada banyak petani padi saat ini yang tidak lagi menggunakan pestisida karena sudah mengandalkan musuh alami hama-hama padi. Ekosistem persawahan secara ekologi sebenarnya merupakan ekosistem yang memiliki kestabilan tinggi apabila kita dapat menerapkan PHT secara konsisten dan konsekuen. Dalam kondisi stabil letusan hama tidak perlu dikhawatirkan. Penerapan PHT untuk hama-hama padi secara umum adalah sebagai berikut: 1. Pola tanam padi, padi, palawija. 2. Tanam bibit atau varietas unggul tahan hama terutama VUTW Varietas Unggul Tahan Wereng sesuai dengan biotipe wereng coklat pada suatu tempat. Seperti kita ketahui saat ini kita mempunyai kelompok Non VUTW, VUTW I, dan VUTW I. Sebaiknya dilakukan pergiliran varietas antar musim tanam. 3. Pada kondisi populasi wereng coklat tinggi hindarkan penanaman varietas padi peka hama terutama varietas-varietas lokal Rojolele, Mentik, Cianjur, dll. 4. Diusahakan di suatu hamparan sawah dilakukan penanaman secara serentak termasuk di daerah-daerah yang berbukit. Serangan hama tikus berkurang di daerah-daerah yang menanam padi serentak. 5. Pengendalian hayati terutama dengan teknik augmentasi dan konservasi musuh alami merupakan teknik pengendalian hama-hama padi utama. Banyak jenis predator dan parasitoid dijumpai di ekosistem persawahan kita. 6. Bila diperlukan pestisida kimia gunakan secara sangat selektif dengan menggunakan jenis- jenis pestisida yang tidak membunuh musuh alami. Penggunaan pestisida diputuskan setelah mempelajari hasil pengamatan ekosistem. 7. Laksanakan kegiatan pengamatan atau pemantauan hama dan musuh alami seminggu sekali. Apabila jumlah musuh alami banyak tidak perlu dilakukan kegiatan pengendalian dengan pestisida.

A. HAMA-HAMA PADI

Pada ekosistem padi dijumpai banyak jenis hama yang menyerang hampir seluruh stadia tumbuh padi dari persemaian sampai panen dan pasca panen. Yang akan dibahas di sini beberapa hama utama padi saja. Intensitas serangan hama-hama tersebut dari suatu lokasi ke lokasi lain sangat berbeda, dengan demikian hama-hama utama di suatu daerah dapat berbeda dengan hama-hama utama di daerah lain. Namun dari laporan pada 5 tahun terakhir urut-urutan hama padi utama di Indonesia adalah 1 Tikus, 2 Penggerek Batang dan 3 Wereng Coklat. Secara singkat sifat hama dengan cara pengelolaannya adalah sbb:

1. Tikus Sawah Rattus argentiventer