Memanfaatkan Secara Maksimal Proses Pengendalian Alami oleh Patogen Hama Introduksi dan Aplikasi Patogen Hama sebagai Faktor Mortalias Tetap Aplikasi Patogen Hama sebagai Insektisida Mikrobia

yang besar untuk dijadikan agens pengendalian hayati khususnya di Indonesia. Rikettsia mampu menyebabkan kematian pada Popillia japonica, Melolontha melolontha dan Oryctes rhinoceros.

5. Nematoda

Disamping virus, jamur, bakteri, dan protozoa juga ada banyak spesies nematoda yang bersifat parasitik terhadap serangga baik yang bersifat parasit obligat maupun fakultatif. Dari 19 famili nematoda yang menyerang serangga, Mermithidae merupakan famili yang terpenting dan tersebar terdiri atas 50 genera dan 200 spesies. Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui kutikula dan kemudian masuk ke dalam hemocoel. Setelah berganti kulit beberapa kali di dalam tubuh serangga nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga untuk kawin dan menyebar. Serangga inang mati sebelum atau sesudah nematoda meninggalkan tubuh inangnya. Jenis nematoda entomopatogen lainnya adalah Heterorhabditis spp dan Steinernema spp. Kedua nematoda ini bersimbiosis dengan bakteri. Inang yang terserang nematoda akan mengalami septisemia dan akhirnya mati. Nematoda masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang-lubang alami serangga seperti mulut, anus dan spirakel. Untuk selanjutnya nematoda menuju ke saluran pencernaan kemudian melepaskan bakteri simbion yang bersifat racun. Dalam beberapa jam bakteri tersebut melakukan replikasi dan akhirnya menyebar dan meracuni tubuh serangga. Serangga akan mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi. Tubuh serangga akan lemas, terjadi penurunan aktivitas, dan terjadi perubahan warna tubuh menjadi merah kecoklatan jika terserang Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis spp. Nematoda akan berkembang biak di dalam tubuh serangga inang sampai menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan memasuki fase reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila populasi nematoda dalam tubuh inang rendah sedangkan apabila populasi tinggi akan memasuki fase infektif. Nematoda stadium ketiga atau sering disebut juvenil infektif akan keluar dari tubuh serangga dan berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif mampu bertahan hidup lama sampai memperoleh inang kembali dan fase ini merupakan satu-satunya fase yang bersifat infektif terhadap serangga inang. Beberapa kelebihan dari penggunaan nematoda entomopatogen ini adalah kemampuannya dalam mematikan inang yang relatif cepat, memiliki kisaran inang yang luas diantaranya Lepidoptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Diptera, tidak menyebabkan resistensi hama, tidak berbahaya bagi lingkungan, tidak berbahaya bagi mamalia dan vertebrata serta kompatibel dengan pengendalian lain. Jenis Steinernema spp telah terbukti mampu mengendalikan lebih dari 100 spesies serangga hama terutama ordo Lepidoptera dan Coleptera. Steinernema carpocapsae dapat mengendalikan hama penggerek Schirpophaga sp, Chilo sp, Helicoverpa armigera hingga 65. Pada pengujian yang lain, Steinernema spp mampu menyebabkan kematian Spodoptera exigua sampai 98, Spodoptera litura 99 bahkan 100 untuk mengendalikan Crocidolomia binotalis. S. carpocapsae juga telah terbukti memiliki kemampuan mengakibatkan mortalitas pada Cylas formicarius. STRATEGI PENGENDALIAN HAYATI DENGAN PATOGEN HAMA Patogen serangga dapat digunakan dalam PHT dengan beberapa strategi atau cara yaitu:

1. Memanfaatkan Secara Maksimal Proses Pengendalian Alami oleh Patogen Hama

Ada banyak jenis patogen seperti virus dan jamur yang mampu menekan populasi hama secara alami sehingga populasi tetap berada di bawah aras ekonomi. Kita harus menjaga 53 ekosistem sedemikian rupa sehingga patogen dapat melaksanakan fungsinya secara density dependent. Untuk itu keadaan dan perkembangan patogen hama yang penting perlu terus dipantau dan menjaga tindakan-tindakan yang mengurangi berfungsinya patogen hama dapat dibatasi sekecil mungkin. Salah satu tindakan yang merugikan adalah penggunaan pestisida. Oleh karena itu pestisida sebaiknya hanya digunakan apabila berbagai agens pengendalian alami termasuk patogen hama tidak mampu menghentikan laju peningkatan populasi hama yang berhasil melampaui Ambang Pengendalian.

2. Introduksi dan Aplikasi Patogen Hama sebagai Faktor Mortalias Tetap

Prinsip penggunaan patogen hama di sini sama dengan introduksi serangga parasitoid atau predator untuk menekan populasi hama untuk jangka waktu yang panjang. Caranya adalah dengan memasukkan dan menyebarkan patogen pada suatu ekosistem sedemikian rupa sehingga patogen tersebut mantap di ekosistem yang baru ini sehingga kemudian menjadi faktor mortalitas tetap bagi spesies hama yang dikendalikan. Cara ini yang paling berhasil dilakukan untuk mengendalikan hama yang nilai Ambang Pengendalian atau Ambang Ekonomi cukup tinggi karena untuk pengembangan permulaan bagi patogen diperlukan kepadatan populasi inang yang cukup.

3. Aplikasi Patogen Hama sebagai Insektisida Mikrobia

Sasaran aplikasi patogen hama dengan cara ini adalah guna menekan populasi hama untuk sementara waktu. Oleh karena itu aplikasi patogen perlu dilakukan beberapa kali sama prinsipnya dengan penggunaan insektisida sintetik organik. Saat ini beberapa jenis patogen seperti NPV dan Bacillus thuringiensis telah dipasarkan dengan nama dagang tertentu. Berbeda dengan insektisida sintetik organik maka insektisida mikrobia mempunyai beberapa keuntungan yaitu bersepektrum sempit atau khas inang dan aman bagi lingkungan hidup serta tidak membahayakan binatang bukan sasaran. Kecuali itu apabila keadaan lingkungan memungkinkan patogen hama yang diaplikasikan pada ekosistem mungkin dapat menjadi pengendali alami hama yang permanen di ekosistem tersebut. PEMBIAKAN MASSAL AGENS PENGENDALIAN HAYATI Pengendalian dengan agens hayati dalam skala luas memerlukan jumlah agens hayati yang relatif mencukupi sehingga perlu usaha pembiakan massal. Pembiakan massal dilakukan untuk mengembangbiakkan agens hayati dengan menggunakan media alami maupun media buatan dalam habitat atau lingkungan yang dibentuk sesuai lingkungan aslinya sehingga diperoleh sejumlah tertentu sesuai kebutuhan. Pada saat ini usaha pembiakan massal agens hayati telah banyak dilatihkan dan dilakukan di Indonesia baik oleh laboratorium dinas maupun oleh para kelompok petani terutama yang telah mengikuti SLPHT. Namun dalam pembiakan massal perlu adanya tahap-tahap khusus yang harus diperhatikan dan dilakukan sehingga nanti akan diperoleh hasil yang memuaskan. Tahapan atau kaidah-kaidah pembiakkan tersebut berfungsi sebagai pedoman utama dalam melaksanakan usaha pembiakan. Ada 10 tahapan pembiakan massal agens hayati atau kontrol kualitas pengembangbiakkan agens pengendalian hayati yang diterapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura BPTPH di Propinsi DIY sebagai berikut:

1. Eksplorasi dan Koleksi