Penggunaan pestisida yang masih tinggi dapat menimbulkan resistensi dan resurjensi hama- hama utama padi seperti wereng coklat.
4. Petani semakin tergantung pada bibit unggul, pupuk kimia dan pestisida yang harganya semakin mahal. Keadaan ini mendorong terjadinya kesenjangan di pedesaan antara petani
yang kaya dan petani yang miskin terutama buruh tani. Program PHT pada tanaman padi yang dilaksanakan Pemerintah sejak tahun 1989 yang
telah melatih sekitar satu juta petani padi dengan konsep dan teknologi dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia di tingkat petani. Ada banyak petani padi saat ini yang tidak lagi
menggunakan pestisida karena sudah mengandalkan musuh alami hama-hama padi. Ekosistem persawahan secara ekologi sebenarnya merupakan ekosistem yang memiliki kestabilan tinggi
apabila kita dapat menerapkan PHT secara konsisten dan konsekuen. Dalam kondisi stabil letusan hama tidak perlu dikhawatirkan.
Penerapan PHT untuk hama-hama padi secara umum adalah sebagai berikut: 1. Pola tanam padi, padi, palawija.
2. Tanam bibit atau varietas unggul tahan hama terutama VUTW Varietas Unggul Tahan Wereng sesuai dengan biotipe wereng coklat pada suatu tempat. Seperti kita ketahui saat
ini kita mempunyai kelompok Non VUTW, VUTW I, dan VUTW I. Sebaiknya dilakukan pergiliran varietas antar musim tanam.
3. Pada kondisi populasi wereng coklat tinggi hindarkan penanaman varietas padi peka hama terutama varietas-varietas lokal Rojolele, Mentik, Cianjur, dll.
4. Diusahakan di suatu hamparan sawah dilakukan penanaman secara serentak termasuk di daerah-daerah yang berbukit. Serangan hama tikus berkurang di daerah-daerah yang
menanam padi serentak. 5. Pengendalian hayati terutama dengan teknik augmentasi dan konservasi musuh alami
merupakan teknik pengendalian hama-hama padi utama. Banyak jenis predator dan parasitoid dijumpai di ekosistem persawahan kita.
6. Bila diperlukan pestisida kimia gunakan secara sangat selektif dengan menggunakan jenis- jenis pestisida yang tidak membunuh musuh alami. Penggunaan pestisida diputuskan
setelah mempelajari hasil pengamatan ekosistem. 7. Laksanakan kegiatan pengamatan atau pemantauan hama dan musuh alami seminggu
sekali. Apabila jumlah musuh alami banyak tidak perlu dilakukan kegiatan pengendalian dengan pestisida.
A. HAMA-HAMA PADI
Pada ekosistem padi dijumpai banyak jenis hama yang menyerang hampir seluruh stadia tumbuh padi dari persemaian sampai panen dan pasca panen. Yang akan dibahas di sini
beberapa hama utama padi saja. Intensitas serangan hama-hama tersebut dari suatu lokasi ke lokasi lain sangat berbeda, dengan demikian hama-hama utama di suatu daerah dapat berbeda
dengan hama-hama utama di daerah lain. Namun dari laporan pada 5 tahun terakhir urut-urutan hama padi utama di Indonesia adalah 1 Tikus, 2 Penggerek Batang dan 3 Wereng Coklat.
Secara singkat sifat hama dengan cara pengelolaannya adalah sbb:
1. Tikus Sawah Rattus argentiventer
Tikus sawah aktif pada malam hari. Siang hari mereka selalu berlindung di dalam liang atau di semak belukar. Untuk tempat tinggal atau lubang biasanya tikus berorientasi ke daerah
yang cukup memberi perlindungan dan rasa aman dari gangguan predator dan tersedia sumber
72
makanan dan air. Fungsi lubang bagi tikus sawah adalah sebagai tempat bernaung, tempat memelihara anak dan kelompok keturunan, serta menimbun makanan.
Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Serangan tikus dapat terjadi sejak di persemaian sampai pasca panen. Populasi tikus umumnya masih
rendah pada persemaian sampai fase vegetatif dan kepadatan populasi meningkat pada fase generatif.
Gejala serangan: 1. Adanya sarang dari batang rerumputan dan daun diantara vegetasi tanaman yang tumbuh di
lapangan 2. Adanya saluran lubang yang masuk ke dalam tanah yang tidak begitu basah atau tergenang
air 3. Adanya lubang yang biasanya dengan diameter yang lebih besar dari tubuh tikus dan
berbentuk bulat yang merupakan jalan masuk menuju saluran. 4. Adanya lintasan jalan dimana tikus hilir mudik di antara pertanaman tempat makannya
dengan lubang persembunyiannya. 5. Adanya bekas-bekas kotoran tikus sepanjang lintasan
6. Adanya bekas-bekas telapak kaki tikus terutama pada tanah berlumpur 7. Adanya bentuk-bentuk kerusakan tertentu pada tanaman yang diakibatkan oleh tikus seperti
rebahnya tanaman karena pangkal batang putus, terutama pada tanaman-tanaman muda. Pada kepadatan populasi rendah, serangan tikus biasanya bersifat acak terutama di
bagian tengah petakan, sehingga belum tampak jelas dari pematang. Pada serangan berat, biasanya hanya menyisakan beberapa baris tanaman pinggir.
Pengelolaan: 1. Diupayakan agar waktu tanam dengan selang 10 hari dalam areal yang luas, sehingga
masa generatif hampir serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang singkat.
2. Mengurangi ukuran pematang, di sekitar sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran 30 cm.
3. Memanfaatan musuh alami, antara lain burung hantu, elang, ular. 4. Melakukan gropyokan, penggenangan lahan, pemasangan bambu perangkap dan
pemanfaatan jaring. 5. Pengemposan dilakukan pada saat tanaman fase generatif, karena pada saat tersebut
umumnya tikus tinggal di dalam liang. 6. Pengumpanan beracun menggunakan racun antikoagulan, karena kematian tikus oleh racun
ini lambat dan kematian umumnya tidak terlihat karena di dalam inang sehingga dapat menghindari jera umpan.
7. Yang harus diperhatikan dalam usaha pengendalian tikus sawah yakni harus terorganisasi dengan baik, melibatkan semua petani dan aparat pemerintah.
2. Penggerek Batang Padi