Uji sitotoksik menggunakan metode MTT Indeks selektivitas IS

memperantarai toksisitas kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif, meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian menyebabkan perlukaan jaringan kardiak Wattanapitayakul, et al., 2005.

2.3.6 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT

Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro, yaitu untuk menentukan potensi sitotoksik suatu senyawa seperti obat antikanker. Toksisitas merupakan kejadian kompleks secara in vivo yang menimbulkan kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat sitotoksik. Respon sel terhadap agen- agen sitotoksik dipengaruhi oleh kerapatan sel Kupcsik dan Stoddart, 2011. Metode MTT [3-4,5-dimetiltiazol-2-il-2,5-difenil tetrazolium bromida] adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna kolorimetri yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna Kupcsik dan Stoddart, 2011. Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup Kupcsik dan Stoddart, 2011. Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanool atau 10 SDS dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif Universitas Sumatera Utara melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

2.3.7 Indeks selektivitas IS

Untuk memperoleh nilai Indeks selektivitas digunakan sel yang berasal dari ginjal monyet hijau afrika Vero menggunakan 3-4,5-dimethylthiazol-2-yl- 2,5-diphenyltetrazolium bromide MTT. Indeks selektivitas IS diperoleh dari rasio IC 50 sel Vero sel dibandingkan dengan sel kanker yang diuji. Nilai IS lebih tinggi dari 3 menunjukkan bahwa obat atau ekstrak memiliki selektivitas keamanan yang tinggi Prayong, 2008. 2.3.8 Indeks kombinasi IK Terapi pengobatan kanker pada umumnya menggunakan terapi kombinasi ko-kemoterapi dengan agen-agen yang memiliki efek sinergis terhadap sel kanker, bersifat spesifik dan memiliki efek toksik seminimal mungkin. Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi melawan kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen kemoterapi Sharma, et al., 2004; Tyagi, et al., 2004. Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat. Isobologram dan indeks kombinasi IK merupakan metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kombinasi obat. Metode ini dikemukakan pertama kali oleh Chou dan Talalay pada tahun 1984 Zhao, et al., 2004. Universitas Sumatera Utara Analisis isobologram mengevaluasi interaksi dua obat dengan jalan menentukan terlebih dahulu konsentrasi efektif IC 50 dari masing-masing obat ketika diaplikasikan sebagai agen tunggal kemudian diplotkan pada sumbu X dan Y. Garis yang menghubungkan kedua titik disebut dengan garis aditif. Selanjutnya, konsentrasi kombinasi kedua obat untuk menghasilkan efek yang sama digambarkan pada plot yang sama. Efek sinergis, aditif, atau antagonis diindikasikan oleh letak titik plot tersebut, yaitu apakah secara berurutan di bawah, pada, atau di atas garis aditif Zhao, et al., 2004. Selain dengan isobologram, interaksi antara dua obat dapat dianalisis dengan indeks kombinasi IK. Analisis IK menghasilkan suatu nilai parameter kuantitatif yang menggambarkan efikasi dari kombinasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut. I= D 1 Dx 1 + D 2 Dx 2 I adalah IK. Dx adalah konsentrasi dari satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk memberikan efek, dalam hal ini adalah IC 50 terhadap pertumbuhan sel kanker payudara. D 1 dan D 2 adalah besarnya konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama. Nilai IK kurang, sama, atau lebih dari 1 mengindikasikan efek secara berurutan sinergis, aditif, atau antagonis Zhao, et al., 2004; Reynold dan Maurer, 2005. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat cause and effect relationship, dengan cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan Danim, 2002. Tahap penelitian meliputi identifikasi sampel atau bahan tumbuhan, pengumpulan dan pembuatan simplisia, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pembuatan ekstrak n-hexan, etilasetat dan etanol umbi lapis bawang sabrang yang dilakukan di laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian efek sitotoksik ekstrak n-heksan umbi lapis bawang sabrang, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol umbi lapis bawang sabrang dan doksorubisin, pengujian indeks kombinasi ekstrak paling aktif dengan doksorubisin, pengujian selektivitas terhadap sel Vero dengan metode MTT, pengujian siklus sel, pengujian apoptosis dengan metode flowsitometri dan penekanan ekspresi protein Bcl2 dan siklin D1 dengan metode imunositokimia dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoclave Hirayama blender Philips, conical tube, eksikator, ELISA reader Universitas Sumatera Utara