Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara walaupun ia tidak mempunyai satu pun faktor risiko tersebut. Menghindari faktor risiko tersebut dan deteksi awal
adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian berkaitan dengan kanker ini. Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat
berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50 kasus kanker payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30
kasus merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan Gibbs, 2000. Kedua protein tersebut selain berperan dalan metastasis, juga berperan
dalam perkembangan kanker payudara early cancer development. Proses metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasiekspresi
berlebih beberapa protein, misalnya Estrogen Reseptor ER dan c-erbB-2 HER- 2 yang merupakan protein predisposisi kanker payudara Fuqua, 2001; Eccles,
2001. Aktivasi reseptor estrogen melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan memacu transkripsi gen yang mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu
ekspresi protein yang berperan dalam siklus sel seperti siklin D1, CDK4 cyclin- dependent kinase 4, siklin E dan CDK2.
2.3.4 Sel T47D
Sel T47D Human ductal breast epithelial tumor cell line adalah sel yang mengekspresikan tumor yang telah termutasi pada protein p53. Sel ini dapat
kehilangan estrogen reseptor ER apabila kekurangan esterogen pada jangka waktu lama selama percobaan in vitro. Sel ini berasal dari ductal carcinoma dan
mengeksprasikan caspase 3 Mooney, et al., 2002. Oleh karena itu sel ini digunakan pada model untuk penelitian resistensi obat pada pasien dengan tumor
payudara p53 mutan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Doksorubisin efek sampingnya dan resitensinya
Doksorubisin adalah golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara
luas untuk mengobati kanker payudara Thurston dan Iliskovic, 1998. Senyawa ini menunjukkan kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah
digunakan sebagai obat kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960-an Singal, et
al., 1998; Rock, et al., 2003.
Doksorubisin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan
pasti. Mekanisme aksi doksorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan
RNA melalui pengkacauan template dan halangan sterik. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid membran sel, yang
akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA Rock, et al., 2003.
Aplikasi doksorubisin yang telah digunakan secara klinis untuk berbagai jenis tumor ini dibatasi oleh timbulnya efek samping Tyagi, et al., 2004. Efek
samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doksorubisin adalah mual, imunosupresi dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat dikontrol dengan
obat-obat lain. Efek samping yang paling serius akibat pengobatan dengan doksorubisin dalam jangka waktu yang lama adalah cardiomyopathy yang diikuti
dengan gagal jantung Tyagi, et al., 2004. Berdasarkan hasil penelitian restrospektif diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doksorubisin
merupakan efek samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang
Universitas Sumatera Utara
memperantarai toksisitas kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif, meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan
ATP yang kemudian menyebabkan perlukaan jaringan kardiak Wattanapitayakul, et al., 2005.
2.3.6 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT