Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk” dalam hal ini Comte mengusulkan
untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam- imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai
“Suatu agama Katholik tanpa agma Masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai
dasar, kemajuan sebagai tujuan. Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebutdi atas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi
juga berlaku bagi perkembangan perorangan. Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog adalah seorang positivis.
2. John Stuart Mill 1806 – 1873
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat
positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah
pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3. H. Taine 1828 – 1893
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4. Emile Durkheim 1852 – 1917
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.
Pembahasan A. Pengertian Filsafat Islam
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni philoshopia dan philoshopos. Philo berarti cinta loving, sedangkan shopia atau shopos berarti pengetahuan atau
kebijaksanaan wisdom. Jadi filsafat secara sederhana berarti cinta pada pengetahuan atau kebijaksanaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari
ajaran agama. Adapun definisinya secara khusus seperti apa yang dikemukakan penulis islam sebagai berikut:
1. Ibrahim Madkur, filsafat islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam
semesta, wahyu dan akal, agama dan filsfat. 2. Ahmad Fu’ad Al-Ahwaniy, filsafat islam adalah pembahasan tentang alam
dan manusia yang disinari ajaran agama. 3. Muhammad ‘Athif Al-‘Iraqy, filsafat islam adalah pokok-pokok atau
dasar-dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan para filosof muslim. Jelaslah bahwa filsafat islam merupakan hasil pemikiran umat islam secara
keseluruhan. Pemikiran umat islam ini merupakan buah dari dorongan ajaran Al qur’an dan hadist.
B. Terminologi Filsafat Islam
Pengetahuan dibangun atas dasar pengenalan indrawi dengan adanya kekuatan rasio. Akan tetapi, kebenaran indrawi dan rasio belum menyentuh kebenaran esensinya yang
tetap, karena sifat-sifat yang indrawi berubah-ubah dan kondisinya pun berbeda-beda, sedangkan fungsi esensi sesuatu adalah memegang ciri-ciri substansinya yang pokok
ketika terjadi perubahan keadaan. Lalu, kebenara lahiriah yang indrawi dengan rohaniah yang esensi ditalitemalikan atau dihubung-hubungkan dengan berbagai pendekatan.
Akan tetapi, siapakah yang menyembuhkan orang yang sakit? Apakah benar obat yang membuatnya sembuh? Lalu darimana asalnya obat, siapa yang mula
menciptakannya, mengapa bisa menyembuhkan? Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul, tetapi jawabannya belum ditemukan. Untuk mencari jawaban-jawaban
pertanyaan itu, lahirlah filsafat, yang mencoba memikirkan secara kontemplatif, tentang kebenaran hakiki dari segala sesuatu dan segala sesuatu yang benar-benar hakiki.
Manusia pun mempertanyakan penggerak semua yang ada di alam ini? Yang tentu, Dia yang menyembuhkan seluruh penyakit. Karena sehat berasal dari-Nya, demikian pula
dengan sakit, tentu “obat”nya Dia-lah yang memiliknya. Pencarian dilakukan oleh filosof, tidak terkecuali filosof muslim, hingga akhirnya lahirlah filsafat islam yang
dikembangkan oleh orang-orang muslim yang pada zamannya sangat gandrung kepada filsafat. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Kindi
Ia membagi filsafat kepada tiga bagian, yaitu: ilmu fisika sebagai tingkatan yang paling bawah, matematika sebagai tingkatan tengah-tengah, ilmu
ketuhanan sebagai tingkatan paling tinggi. 2. Al-Farabi
Bagi Al-Farabi tujuan filsafat dan agama sama, yaitu mengetahui semua wujud. Hanya saja, filsafat memakai dalil-dalil yang yakin dan ditujukan kepada
golongan tertentu. Mengenai pengertian filsafat, ia mengatakan bahwa filsafat ialah
mengetahui semua yang wujud karena ia wujud. Al-Farabi membagi dua objek filsafat. Bagian pertama ialah filsafat teori. Bagian kedua ialah filsafat amalan.
Mengenai ilmu mantik, Al-Farabi menganggapnya sebagai alat filsafat bukan merupakan salah satu bagiannya. Ia mengatakan bahwa filsafat hanya bisa
dicapai dengan kepandaian membedakan, yakni antara benar dan salah, dan kepandaian ini hanya bisadicapai dengan kekuata pikiran dalam mengetahui
kebenaran. Oleh karena itu, kekuatan pikiran hanya dapat terwujud, manakala kita mempunyai kesanggupan mengetahui bahwa perkara yang salah itu salah,
kemudian kita menjauhkannya, dan kita pun sanggup mengetahui kesalah yang kelihatannya benar, kemudian kita tidak akan tertipu; sanggup pula mengetahui
perkara yanghakikatnya benar, tetapi tampaknya salah, kemudian kita tidak akan menyalahkannya. Ilmu yang dapat memberi kesanggupan seperti itu adalah ilmu
mantik. 3. Ikhwanushafa
Bagi golongan ini, filsafat itu bertingkat-tingkat. Pertama-tama cinta kepada ilmu; kemudian mengetahui hakikat wujud-wujud menurut kesanggupan
manusia dan yang terakhir ialah berkat dan berbuat sesuai dengan ilmu. Ilmu ketuhanan mempunyai bagian-bagian, yaitu:
a. Mengetahui tuhan; b. Ilmu kerohanian, yaitu malaikat-malaikat Tuhan;
c. Ilmu kejiwaan, yaitu mengetahui roh-roh dan jiwa-jiwa, yang ada pada
benda-benda langitdan benda-benda alam; d. Ilmu politik yang mencakup politik kenabian, olitik pemeritahan, politik
umum, politik khusus, politik pribadi; e. Ilmu keakhiratan, yaitu mengetahui hakikat kehidupan di hari kemudian
4. Ibnu Sina
Ia membaginya menjadi filsafat teori dan amalan. Dasar-dasar tersebut terdapat dalam agama atau syariat Tuhan, hanya penjelasan dan kelengkapannya
didapatkan oleh kekuatan akal pikiran manusia. Bagian-bagian filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina ialah:
1. Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk rohani yang
membawa wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dari sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yangdapat dilihat dan
didengar. 2. Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini
tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.
Ibnu Sina mengatakan bahwa tujuan filsafat amalan ialah mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan oleh tiap-tiap orang, agar ia mejadi bahagia di
dunia dan di akhirat. Inilah yang disebut ilmu akhlak. Selain itu, juga untuk mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang dalam
hubungannya dengan rumah tangga dan negara. Dalam pergaulan harus ada undang-undang dan penegak hukum, dan undang-undangtersebut dibuat oleh
para raja. Para penulis tidak sama dalam memberikan nama terhadap Filsafat Islam,
apakah “filsafat Islam” ataukah “filsafatArab”. Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin, lebih tepat disebut “filsafat Islam”, mengingat
bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi juga kebudayaan.
C. Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya 1. Al-Kindi
a. Sejarah Hidup
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al- Shabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah
merupakan suatu nama kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang melahirkan
seorang tokoh sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab, sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah
pembunuhan ayahnya. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan
terhormat. Ayahnya, Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Ar-Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa
pemerintahan lima khalifah Bani Abbas, yakni Al-Amin, Al-Ma’mun, Al- Mu’tasim, Al- Wasiq, dan Al-Mutawakkil.
Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota
kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak
heran jika ia dapat menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika, filsafat,
dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof
terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab filosof berkebangsaan Arab.
b. Filsafat atau Pemikirannya 1 Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan talfiq antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat adalah pengetahuan yang benar knowledge of truth.
Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh
filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan
mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping
wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian
membahas tentang Tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia
menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang ke-
Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal
sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para
pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan
mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran.
Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan pada akikatnya
orang itu tidak lagi beragama. Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal
yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi, tidak dapat
dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaaan antara
keduanya, yaitu:
1. Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir,
belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan
hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
2. Jawaban filsafat menunjukan ketidakpastian semu dan memerlukan
berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan
dengan mutlak.
3. Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama
mendekatinya dengan keimanan.
Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak mendewa-dewakan akal.
2 Jiwa
Tentang jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan.
Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berbeda
dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan
saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan
pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang pendapat Aristoteles. Aristoteles mengatakan
bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk kesatuan isensial,
dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan
accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya
jiwa. Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai
tiga daya, yakni: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah qadim, namun keqadimannya
berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh Tuhan.
3 Moral
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup
susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri Aristoteles, melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam para ulama yang
memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya
dalam negara. Ia merasa diri korban kelaliman negara seperti Socrates. Dalam kesesakkan jiwa filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk
melatih kekangan, keberanian dan hikmak dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara.
Sebagai filsuf, Al-Kindi prihatin kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Karena itu dalam akhlak atau
moral dia mengutamakan kaedah Socrates.
4 Filsafat Ketuhanan
Tulisan Al-Kindi yang membicarakan ketuhanan antara lain Fi al- falsafat al-Ula dan Fi Wahdaniyyat Allah wa Tanahi Jirm al-Alam. Dari
tulisan-tulisan tersebut dapat dilihat bahwa pandangan Al- Kindi tentang ketuhanan sesuai dengan ajaran islam. Allah adalah wujud yang
sebenarnya, bukan dari tiada kemudian ada. Ia mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada selamanya. Allah adalah wujud yang sempurna
dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lin disebabkan wujud-Nya. Ia adalah Maha Esa yang tidak dapat
dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.
2. Al-Farabi a. Biografi