Tokoh-tokoh Empirisme Nietze 8. Spengler dan lain-lain

untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin I feel certain, tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali. Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.

D. Tokoh-tokoh Empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon 1210-1292 dan Thomas Hobes 1588-1679, namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. 1. John Locke John Locke lahir di Wrington Kota Somerset Inggris tahun 1632 meninggal tahun 1704. Bapaknya seorang pengacara dan tuan tanah. Locke belajar di Oxford tempat ia memperoleh gelar BA dan M.A, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di bidang ilmu kedokteran pada tahun 1667 dan menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, pemimpin partai Whing. Selanjutnya Locke menduduki beberapa jabatan publik penting yang memberikannya kesempatan untuk mengamati secara langsung realitas dan konspirasi politik di negaranya. Karena gangguan kesehatan, Locke pindah ke Perancis selama empat tahun, dan pada saat itu beliau mengembangkan pemikiran filsafat politiknya. Setelah kembali dari Perancis, Shaftesbury terlibat makar menentang raja dan terpaksa meninggalkan negara. Meskipun Locke tidak terlibat dalam konspirasi itu, namun ia tetap dituduh dan terpaksa mengasingkan diri di Holland. Memasuki awal tahun 1689, di saat kasus makar yang melibatkan Shaftesbury selesai, ia kembali ke Inggris dan pada tahun 1690 Locke menerbitkan karya utamanya tentang politik, Two Treatises of Government, sebuah karya yang sering disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern, menguraikan tentang perubahan masyarakat sampai terbentuknya sebuah negara. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke : Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi otak. Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah yang bersumber dari akal budi dengan pengalaman lahiriah yang bersumber dari empiris. John Locke dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat, “Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima. Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi. Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah, Locke mempergun akannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan pikiran manusia. 2. David Hume David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis tempat di mana Descartes menempuh pendidikan. Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis. Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan, yaitu : A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783. Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature. Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang meninggalkan cita- cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan pasti tersebut, salah satunya adalah Empirisme. Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”. Hume melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan- kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut Hume, dapat sederhana maupun kompleks. Sebuah ide sederhana merupakan perpanjangan dari kesan sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan dari kesan kompleks. Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana. Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkannya. Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas, maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi. Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya. Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan impression. Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia impression, atau kesan yang disistematiskan dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “observasi dan uji coba eksperimentasi, kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan. Dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan . Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah yang menyangkut dunia, maupun yang batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, aku tidak lain hanyalah a bundle or collection of perceptions = kesadaran tertentu. Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya alam untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain daripadanya adalah bukan kebenaran baca omong kosong. Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim pengetahuan atas perkara dibalik penampakan noumena baik melalui pengalaman faktual maupun prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan sumbernya. Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri. Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.

E. Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme