B. Tokoh-tokoh Pragmatisme
1. Charles Sanders Peircee
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis dugaan sementara pegangan dasar itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di
dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought1974 menjelaskan bahwa peirce memformulasikan merumuskan tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi
pragmatisme sebagai berikut : a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia. b. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima
keyakinan dari “community of knowers “ c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakatkomunitas.
2. Wiliam James 1842-1910
Wiliam James lahir di New York pada tahun 1842 M, putra Hery James,Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkedudukan yang tinggi, pemikir yang kreatif, selain kaya
keluarganya memang dibekali kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin
mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi usaha yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan
kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology 1890,Thee Will to Belive 1897, the Varietes of Religious Exsperience 1902, dan Pragmatism1970.
Di dalam bukunya the Maening Of Truth, Arti kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, kaena dalam prakteknya apa
yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran artinya dalam bentuk jamak yaitu apa
yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat di ubah oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, the Varietes of Religious Exsperience atau keaneka ragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri didalam kesadaran dengan cara yang berlainan , barang kali didalam bawah sadar kita, kita menjumpai
suatu realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorang kepercayaan terhadap
suatu realistis cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup
perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain. James membawakan pragmatism kedaratan Amerika. pragmatisme ini kemudian
diturunkan kepada Dewey yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pendidikan yang menghasilkan orang Amerika sekarang ini. Dengan kata lain orang yang paling
bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James dan John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut : Pandangan bahwa tidak
ada hokum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan,
mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri. Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap
pragmatisme, sebagai berikut: a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi
tetapi dunia benar adanya. b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-
ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny
maupun penguasaan ilmu pengetahuannya. d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi
semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran- kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya Horton dan
Edwards, 1974:172.
3. John Dewey 1859-1952