Skeptisisme mutlak atau universal Democritus 2. Protagoras Phyrro 4. Montaigne Charron 6. Bayle Charles Sanders Peircee

sikap dalam filsafat dakwah epistemology tersebut. Meskipun demikian, kita masih tetap mengklasifikasi permasalahan tersebut. Untuk dapat mengetahui faktor penyebab permasalahan itu dapat terjadi, ‘’ apakah ilmu, penyampaian, maha siswanya yang salah dalam mengimplementasikan kepada kehidupan sehari – hari. Setelah itu, akan didapat sebuah kesimpulan dan ternyata bukan llmu tersebut yang patut disalahkan namun pengimplementasi dari para maha siswa yang mengalami suatu kekeliruan.

C. Macam – Macam Skeptisisme

Skeptisisme terbagi menjadi beberapa macam di antaranya sebagai berikut :

1. Skeptisisme mutlak atau universal

Merupakan bentuk skeptisisme yang secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk mengetahui kebenaran. Jenis skeptisisme yang mengingkari kemungkinan manusia untuk mengetahui dan meragukan semua jenis pengetahuan dalam kenyataannya tidak ada seorang pun yang sependapat dengan argument tersebut. Dikarenakan manusia merupakan makhluk intelegensi berpikir yang dibekali Tuhan semenjak di dalam rahim seorang ibu. Oleh karena itu, sangat mustahil manusia tidak bisa mencapai hakikat kebenaran yang telah diketahuinya. Jika ada seseorang yang sepaham dengan argument tersebut, berarti dia telah merendahkan dirinya sendiri ke dalam lubang kebodohannya. Dikarenakan dia tidak mempercayai kemampuannya untuk dapat mengetahui kebenaran. Kaum skeptik di jaman Yunani kuno rupanya masih mengecualikan proposisi mengenai apa yang tampak atau langsung dialami dari lingkup keraguannya. Menurut Socrates bahwa kaum skeptic atau sofis telah mengingkari pernyataannya sendiri. Dikarenakan dalam teorinya secara eksplisit mereka menegaskan kebenaran mengenai pernyataan tersebut. Namun dalam prakteknya atau secara implisit mereka mengingkarinya. Sehingga dapat dikatakan mereka ragu terhadap pernyataan yang telah mereka yakini.

2. Skeptisisme Nisbi atau Partikular

Merupakan bentuk skeptisisme yang secara menyeluruh tidak meragukan sesuatu hal. Namun hanya meragukan kemampuan manusia untuk mengetahui dengan pasti dan memberikan dasar pembenaran yang tidak diragukan tentang pengetahuan dalam bidang tertentu. Paham skeptisisme ini masih dianut oleh sebagian besar orang karena tidak bertentangan dengan kodrat manusia sebagai makhluk inteligensi cerdas . Meskipun demikian manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan dalam menentukan kebenaran. Oleh karena itu, pengetahuan yang didapatnya, masih diperlukan pengevaluasi dan diteliti kembali untuk menghindari kesalahan yang dapat terjadi.

D. Tokoh – Tokoh Aliran Skeptisisme

Tokoh – tokoh aliran skeptisisme diantaranya sebagai berikut :

1. Democritus 2. Protagoras

3. Phyrro 4. Montaigne

5. Charron 6. Bayle

7. Nietze 8. Spengler dan lain-lain

EMPIRISME

A. Pengertian Empirisme

Beberapa pemahaman tentang pengertian empirisme cukup beragam, namun intinya adalah pengalaman. Di antara pemahaman tersebut antara lain: Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke. Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία empeiria yang berarti pengalaman Sementara menurut A.R. Laceyberdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yangberpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkankepada pengalaman yang menggunakan indera. Para penganut aliran empiris dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut aliran rasionalisme. Mereka menentang pendapat-pendapat para penganut rasionalisme yang didasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Menurut pendapat penganut empirisme, metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori tetapi posteriori, yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian. Bagi penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman. Yang dimaksud dengan pengalaman disini adalah pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman bathin yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data yang diperoleh melalui pengalaman.

B. Ajaran-ajaran pokok Empirisme

Ajaran-ajaran pokok Empirisme Yaitu: a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi. d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika. e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman. f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu- satunya sumber pengetahuan.

C. Beberapa Jenis Emperisme

1. Empirio-Kritisisme Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi pencerapan-pencerapan. Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik. 2. Empirisme Logis Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut: a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman. b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan direduksikan pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna. 3. Empiris Radikal Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti Probable. Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin I feel certain, tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali. Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.

D. Tokoh-tokoh Empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon 1210-1292 dan Thomas Hobes 1588-1679, namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. 1. John Locke John Locke lahir di Wrington Kota Somerset Inggris tahun 1632 meninggal tahun 1704. Bapaknya seorang pengacara dan tuan tanah. Locke belajar di Oxford tempat ia memperoleh gelar BA dan M.A, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di bidang ilmu kedokteran pada tahun 1667 dan menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, pemimpin partai Whing. Selanjutnya Locke menduduki beberapa jabatan publik penting yang memberikannya kesempatan untuk mengamati secara langsung realitas dan konspirasi politik di negaranya. Karena gangguan kesehatan, Locke pindah ke Perancis selama empat tahun, dan pada saat itu beliau mengembangkan pemikiran filsafat politiknya. Setelah kembali dari Perancis, Shaftesbury terlibat makar menentang raja dan terpaksa meninggalkan negara. Meskipun Locke tidak terlibat dalam konspirasi itu, namun ia tetap dituduh dan terpaksa mengasingkan diri di Holland. Memasuki awal tahun 1689, di saat kasus makar yang melibatkan Shaftesbury selesai, ia kembali ke Inggris dan pada tahun 1690 Locke menerbitkan karya utamanya tentang politik, Two Treatises of Government, sebuah karya yang sering disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern, menguraikan tentang perubahan masyarakat sampai terbentuknya sebuah negara. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke : Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi otak. Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah yang bersumber dari akal budi dengan pengalaman lahiriah yang bersumber dari empiris. John Locke dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat, “Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima. Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi. Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah, Locke mempergun akannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan pikiran manusia. 2. David Hume David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis tempat di mana Descartes menempuh pendidikan. Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis. Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan, yaitu : A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783. Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature. Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang meninggalkan cita- cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan pasti tersebut, salah satunya adalah Empirisme. Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”. Hume melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan- kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut Hume, dapat sederhana maupun kompleks. Sebuah ide sederhana merupakan perpanjangan dari kesan sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan dari kesan kompleks. Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana. Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkannya. Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas, maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi. Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya. Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan impression. Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia impression, atau kesan yang disistematiskan dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “observasi dan uji coba eksperimentasi, kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan. Dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan . Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah yang menyangkut dunia, maupun yang batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, aku tidak lain hanyalah a bundle or collection of perceptions = kesadaran tertentu. Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya alam untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain daripadanya adalah bukan kebenaran baca omong kosong. Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim pengetahuan atas perkara dibalik penampakan noumena baik melalui pengalaman faktual maupun prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan sumbernya. Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri. Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.

E. Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme

Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu: 1. Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya. 2. Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. 3. Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah. 4. Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera di sisi meta tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan. Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial. RESAINANCE

A. Pengertian Renaisans Renaissance

Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali rebirth. Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Jules Michelet,kemudian dikembangkan oleh J.Burckhardt 1860 untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia sebagai periode yang di lawankan dengan periode Abad Pertengahan. Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang di mulai di Italia, kemudian di Francis, Spanyol, dan selanjutnya hingga meyebar ke seluruh eropa. Abad Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran di kungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat di batasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat di katakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif dalam perenungan mencari alternatif itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak di kungkung sehingga sains berkembang yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi.Kondisi seperti itulah yang hendak di hidupkan kembali. Pada pertengahan abad ke-14, di Italia muncul gerakan pembaruan di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang dipelopori oleh kaum humanis Italia. Tujuan utama gerakan ini adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Gerakan ini berusaha meyakinkan Gereja bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat binasa. Dengan memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka berupaya menyatukan kembali Gereja yang terpecah-pecah dalam banyak sekte. Tidak dapat di nafikan bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah di lakukan oleh orang pada masa itu berbeda dengan apa yang di inginkan dan di lakukan oleh kaum humanis. Para humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya kepustakaan yang baik dan mengikuti.kultur klasik Yunani Para humanis pada umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa wahyu manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian dapat di katakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah. Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman Renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia di kenal sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak di dasarkan atas campur tangan ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan. Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang di hargai kemanusiaannya. Kebenaran di ukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang di buat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut akhirnya agama Kristen semakin di tinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.

B. Karakteristik Renaissance

Renaissance merupakan titik awal dari sebuah peradaban modern di Eropa. Essensi dari semangat Renaissance salah satunya adalah pandangan manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti semangat Abad Tengah, tetapi mereka harus memikirkan hidupnya di dunia ini. Renaissance menjadikan manusia lahir ke dunia untuk mengolah, menyempurnakan dan menikmati dunia ini baru setelah itu menengadah ke surga. Nasib manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah takdir Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-baktnya. Manusia bukan budak melainkan majikan atas dirinya. Inilah semangat humanis, semangat manusia baru yang oleh Cicero dikatakan dapat dipelajari melalui bidang sastra, filsafat, retorika, sejarah dan hukum. Dengan semakin kuatnya Renaissance sekularisasi berjalan makin kuat. Hal ini menyebabkan agama semakin diremehkan bahkan kadang digunakan untuk kepentingan sekulerisasi itu sendiri. Semboyan mereka “religion was not highest expression of human values”. Bahkan salah seorang yang dilukiskan sebagai manusia ideal renaissance Leon Batista Alberti 1404-1472, secara tegas berani mengatakan “Man can do all things if they will”. Renaissance mengajarkan kepada manusia untuk memanfaatkan kemampuan dan pengetahuannya bagi pelayanan kepada sesama. Manusia hendaknya menjalani kehidupan secara aktif memikirkan kepentingan umum bukan hidup bersenang-senang dalam belenggu moral dan ilmu pengetahuan di menara gading. Manusia harus berperan aktif dalam kehidupan, bukan sifat pasif seraya pasrah pada takdir. Namun, manusia menjadi pusat segala hal dalam kehidupan atau Antoposentrisme. Manusia renaissance harus berani memuji dirinya sendiri, mengutamakan kemampuannya dalam berfikir dan bertindak secara bertanggung jawab, menghasilkan karya seni dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginan manusia untuk menonjolkan diri baik dari keindahan jasmani maupun kemampuan intelektual- intelektualnya. Keinginannya itu dituangkan dalam berbagai karya seni sastra, seni lukis, seni pahat, seni music dan lain-lain. Ekspresi daya kemampuan manusia terus berkembang sampai saat ini sehingga di zaman modern ini pun tidak ada lagi segi kehidupan manusia yang tidak ditonjolkan.

C. Tokoh-Tokoh Renaissance

Beberapa tokoh yang menurut mempunyai peranan penting dalam renaissance. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: a. Dante Alighiere 1265-1321 Dante lahir pada tanggal 21 Mei 1265 di Firenze, berasala dari keluarga kaya raya. Dia pernah menjadi prajurit Firenze, ingin negaranya dapat merdeka dari pengaruh tiga kerajaan yang lebih besar yaitu Kepausan, Spanyol dan Perancis. Dante mulai menjadi pengkritik dan penentang atoritas moral Kepausan yang dinilai tidak adil dan tidak bermoral. Puncaknya dia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul De Monarchia On Monarchy yang berisi tentang kedudukan dan keabsahan Sri Paus sebagai pemimpin spiritual tertinggi Gereja Katolik, mengapa sekaligus menjadi raja dunia Kerajaan Kepausan yang otoriter. Hasil karya Dante antaral lain adalah La Vita Nuova The New Life berisi tentang gambaran pertumbuhan cinta manusia. Comedia yang ditulis ketika dia berada dalam pengasingan panjang di Revenna. Buku ini berisi tentang perjalanan jiwa manusia yang penuh kepedihan dalam perjalanan dari dunia ke alam gaib. Tokoh utamanya adalah Virgilius nama sastrawan dari zaman Romawi kuno yang setelah kematiannya harus melewati tiga fase yaitu inferno neraka, purgatoria pembersih jiwa, dan paradiso surga. b. Lorenzo Valla 1405-1457 Lahir di Roma pada tahun 1405 dari keluarga ahli hukum. Salah satu ungkapannya yang sangat terkenal adalah “Mengorbankan hidup demi kebenaran dan keadilan adalah jalan menuju kebajikan tertinggi, kehormatan tertinggi dan pahal tertinggi”. Hasil karyanya antara lain adalah De volupte kesenangan yang terbit pada tahun 1440, yang berisi kekagumannya pada etika Stoisisme yang mengajarkan pentingnya manusia itu mati raga askese dalam rangka mendapatkan keselamatan jiwa. Buku yang berjudul De Libero erbitrio keinginan bebas yang mengatakan individualitas manusia berakar pada kebesaran dan keunikan manusia, khususnya kebebasan sehingga kehendak awal Sang Pencipta tidak membatasi perbuatan bebas manusia dan tidak meniadakan peran kreatif manusia dalam sejarahnya. Judul buku De falso credita et ementita Constantini donation declamation berisi tentang donasi hadiah kepada Sri Paus oleh Kaisar Constantinus sebenarnya palsu sebab dari sudut bahasa donasi itu jelas bukan gaya bahasa abad ke4 melainkan abd ke-8. c. Niccolo Machiavelli 1469-1527 Filosof politik Italia, Niccolo Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence, Italia. Ayahnya, seorang ahli hukum. Pada usia 29 tahun Machiavelli memperoleh kedudukan tinggi di pemerintahan sipil Florence. Selama empat belas tahun sesudah itu dia mengabdi kepada Republik Florentine dan terlibat dalam berbagai missi diplomatik atas namanya, melakukan perjalanan ke Perancis, Jerman, dan di dalam negeri Italia. Hasil karyanya yang paling masyhur adalah The Prince, Sang Pangeran ditulis tahun 1513, dan The Discourses upon the First Ten Books of Titus Livius Pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama Titus Livius. Diantara karya-karya lainnya adalah The art of war seni berperang, A History of Florence sejarah Florence dan La Mandragola suatu drama yang bagus, kadang-kadang masih dipanggungkan orang. Tetapi, karya pokoknya yang terkenal adalah The Prince Sang Pangeran, mungkin yang paling brilian yang pernah ditulisnya dan memang paling mudah dibaca dari semua tulisan filosofis. Machiavelli kawin dan punya enam anak. Dia meninggal dunia tahun 1527 pada umur lima puluh delapan. d. Boccacio 1313-1375 Giovani Boccacio lahir di Certaldo, Italia tahun 1313 dari seorang pedangang yang berasal dari Firenze. Hasil karyanya antara lain cerita epos seperti Thebaid atau Aenid, prosa seperti Ameto, puisi seperti Amoroso Visione dan Ninfale Fiesolan. Puncak karyanya Decamerome, karya sastra lainnya De genealogis deorum gentilium On The Genealogy of God yang tersusun dalam 15 jilid. e. Francesco Petrarca 1304-1374 Lahir pada 20 Juli 130 di Tuscan. Ia belajar hukum di Montpellier dan melanjutkan ke Universitas Bologna. Namun, ia lebih tertarik pada seni sastra dan seni lukis. Dia seorang humanis yang mengagumi hal-hal yang serba naturalis, polos dan apa adanya. Salah satu ungkapannya pada alam dituangkan dalam karya lukis yang diberi nama Ikaros. f. Desiderius Erasmus 1466-1536 Eramus lahir pada 27 Oktober 1466 di Gouda. Ibunya bernama Margaret. Setelah lulus dari Sekolah Atas ia melanjutkan ke biara Agustin di Styn hingga menjadi pastor kemudian melanjutkan ke Universitas Paris.

D. Dampak Renaissance

Sumbangan Renaissance Kepada Eropa : a. Kemunculan aliran pemikiran yang mementingkan kebebasan akal seperti alirn baru Eropah hingga abad ke 18 seperti Humanisme, rasionalisme, nasionalisme dan absolutisme berani mempersoalkan kepercayaan dan cara pemikiran lama yang diamalkan selama ini secara langsung melemhkan kekuasaan golongan feudal. b. Itali telah menjadi pusat ilmu yang terkenal di Eropah pada abad ke 15. Hal ini terjadi apabila Kota constntinople dikuasai oleh Islam telah jatuh ke tangan orang Barat pada tahun 1453. Keadaan ini telah menyebabkan ramai para ilmuan Islam berhijrah ke pusat- pusat perdagangan di Itali. Ini menyebabkan Itali menjadi pusat intelektual terkenal di Eropah pada masa itu. c. Renaissance telah membentuk masyarakat perdagangan yang berdaya maju.Keadaan ini telah melemahkan kedudukan dn kekuasaan golongan feudal yang sentiasa berusaha menyekat perkembangan ilmu dan masyarakat di Eropah. d. Melahirkan tokoh-tokoh pemikir seperti Leonardo de Vinci yang terkenal sebagi pelukis, pemuzik dan ahli falsafah serta jurutera. Michelangelo merupakan tokoh seni, arkitek, jurutera, penyair dan ahli anotomi. e. Melahirkan ahli-ahli sains terkenal seperti Copernicus dan Galileo.Melahirkan ahli matematik seperti Tartaglia dan Cardan yang berusaha menghuraikan persamaan ganda tiga. Tartaglia orang pertama yang menggunakan konsep matematik dalam ketenteraan iaitu mengukur tembakan peluru mariam. Cardan terlibat dalam penghasilan ilmu algebra. f. Selain itu, Renaissance telah melahirkan tokoh-tokoh perubatan di Eropah.Antara tokoh perubatan terkenal iaitu William Harvey yang telah memberi sumbangan dalam kajian peredaran darah. g. Renaissance telah melahirkan masyarakat yang lebih progresif dan wujud semangat inquiri sehingga membawa kepada aktiviti penjelajahan dan penerokaan.

E. Humanisme

Pada masa Renaissance muncul aliran yang menetapkan kebenaran berpusat pada manusia, yang kemudian disebut dengan humanisme. aliran ini lahir disebabkan kekuasaan gereja yang telah menafikan berbagai penemuan manusia, bahkan dengan doktrin dan kekuasaannya, gereja telah meredam para filosof dan ilmuwan yang dipandang dengan penemuan ilmiahnya telah mengingkari kitab suci yang selama ini diacu oleh kaum kristiani. Humanisme, menurut Ali Syariati 1992 : 39, berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyaakan bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya. Ada empat aliran yang mengklaim sebagai bagian dari humanisme, yaitu : 1 liberalisme barat; 2marxisme; 3 eksistensialisme; dan 4 agama. liberalisme barat menyatakan diri sebagai pewaris asli filsafat dan peradaban humanisme dalam sejarah, yang dipandangnya sebagai aliran pemikiran peradaban yang dimulai dari Yunani Kuno dan mencapai puncak kematangan kesempurnaan relatif pada Eropa modern. Teori humanisme barat dibangun atas asas yang sama yang dimiliki oleh mitologi Yunani Kuno bahwa antara langit dan bumi, alam dewa-dewa dan alam manusia, terdapat pertentangan dan peraturan, sampai-sampai muncul kebencian dan kedengkian antara keduanya. para dewa adalah kekuatan yang memusuhi manusia. seluruh perbuatan dan kesadarannya ditegakkan atas kekuasaannya yang lazim terhadap manusia yang dibelenggu oleh kelemahan dan kebodohannya. Tentu saja hubungan yang bercorak permusuhan seperti ini, sepenuhnya wajar dan logis. dan dari satu sisi bisa dikatakan benar dan sepenuhnya sahih. sebab, dewa-dewa dalam mitologi Yunani adalah penguasa segala sesuatu, dan manifestasi dari kekuatan fisik yang terdapat di alam semesta:laut, sungai, bumi, hujan, keindahan, kekuatan jasmani, kemakmuran ekonomi, gempa, penyakit, kelaparan, dan kematian. Ali Syariati, 1992 : 40. Di bawah komando keluarga Medici atau setidaknya pada zaman merekalah para humanis mulai menarik perhatian dan mewarnai opini masyarakat Italia. Kaum humanis menggiring perhatian rakyat dari agama ke filsafat dan dari langit ke bumi. Kekayaan pikiran dan seni masa-masa kesyirikan dikembalikan kepada sebuah generasi yang terpukau. Sejak zaman Ariosto Ludovico, orang-orang yang gila ilmu pengetahuan ini mulai tenar dengan nama kaum humanis, sebab mereka membaca telaah kebudayaan klasik tentang humanitas berkaitan dengan dunia manusia atau humanuras kesusasteraan yang lebih manusiawi, dan bukan berarti kesusasteraan yang lebih berprikemanusiaan, melainkan berarti kesusasteraan yang lebih banyak berkaitan dengan dunia manusia. Jadi, tema kajian yang paling tepat ialah manusia itu sendiri dengan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, dan keindahan jasmani dengan segala kesenangan dan penderitaan panca indera dan perasaannya dan dengan segala kekuatan akalnya yang menakjubkan. Poin-poin inilah yang mendapat perhatian penuh seperti yang pernah terjadi dalam kesusasteraan dan seni Yunani dan Romawi kuno. Erasmus adalah salah seorang pelopor humanisme yang telah melakukan reformasi keagamaan dalam menghadapi eksklusivitas dan monopoli para elit gereja. Dia berjuang keras untuk menghapus peranan para penguasa gereja sebagai perantara antara Tuhan dan manusia.Erasmus berpendapat bahwa kitab suci harus disosialisasikan kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah. Dia mengecam keras penyimpangan-penyimpangan teologis yang dilakukan kalangan ahli, yaitu para elit gereja. Dia mengatakan, “Dunia berada dibawah kekuasaan para rahib yang bergaya pengemis. Walaupun mereka adalah abdi- abdi istana Roma, namun kekuatan dan jumlah mereka yang cukup banyak telah membuat takut pribadi Paus dan bahkan para raja. Saya tidak mengutuk semua ini, walaupun sebagian besar dari mereka layak mendapat kutukan. Hanya demi keuntungan dan kekuasaan otoriter, mereka telah menjebak hati rakyat secara piawai. Mereka bicara dengan tanpa rasa malu, dan perlahan-lahan mereka mengeluarkan Al-Masih dari wilayah kekristenan. Nasihat-nasihat mereka tak lebih dari dosa-dosa yang terjadi dalam setiap perkataan tanpa rasa malu mereka. Mereka memberikan pengampunan dengan kalimat-kalimat yang bahkan tidak patut untuk orang-orang yang buta huruf .” Pada abad-abad pertengahan, manusia diposisikan sebagai makhluk yang pasif dan tak punya ikhtiar apapun di depan para elit gereja. Akibatnya, pada era Renaisans lahirlah sebuah gerakan dengan misi mengembalikan kebebasan manusia yang telah dinistakan. Mula-mula gerakan ini memprioritaskan reformasi keagamaan, dan setelah beberapa lama secara ekstrim gerakan ini menentang segala sesuatu yang dipaksakan dengan atas nama agama. Pencorengan citra agama yang dilakukan para penguasa gereja pada abad pertengahan telah menimbulkan sebuah gerakan bernama humanisme yang bermula pada era Renaisans, sebuah gerakan yang manganggap kebahagiaan manusia hanya bisa dicapai dengan kembali kepada era klasik, atau dengan kata lain era politeisme. Kaum humanis meyakini bahwa manusia pada era klasik telah mengandalkan potensi-potensi wujudnya tanpa keterikatan kepada agama, gereja, dan para penguasa gereja. Jalan kembali kepada era klasik bisa ditempuh melalui perhatian kepada kebudayaan dan kesusasteraan klasik. Kaum humanis memandang penekanan kepada ilmu logika dan ilmu-ilmu teoritis seperti ilmu metafisik sebagai sikap yang kurang patut. Mereka hanya berminat kepada kepada bidang-bidang yang berfungsi langsung dalam kehidupan masyarakat, seperti retorika dan cabang-cabangnya termasuk politik, sejarah, dan syair. Selain itu, mereka juga tertarik kepada bidang dialektika atau seni dialog. Secara lebih umum, kaum humanis terikat kepada pemikiran mengenai kedudukan dan potensi manusia di dunia tanpa mempertimbangkan nasib manusia di alam azali. Pada masa kemunculan humanisme, dalam waktu singkat karya-karya sastra dan filsafat Yunani klasik sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Semua ini tentu karena banyaknya para ilmuan dan murid-murid mereka yang aktif di Italia. Terjemahan- terjemahan ini memiliki kecermatan yang lebih tajam ketimbang terjemahan yang dilakukan pada abad ke-12 dan 13. Guvarino menerjemahkan sebagian karya Strabon dan Plotarckh ke dalam bahasa Latin. Sedangkan Travarsori menerjemahkan karya-karya Divagnos Lairitos, Valla menerjemahkan karya-karya Herodotus, Tosidid, dan Iliad Homer, Proti menerjemahkan karya-karya Polybius, dan Ficino menerjemahkan karya- karya Plato dan Platinus. Di antara sekian karya-karya klasik itu, karya-karya Plato yang paling banyak memukau para humanis. Kaum humanis mengapresiasi dan cemburu menyaksikan kebebasan orang-orang Yunani zaman Socrates yang bisa dengan leluasa mengupas berbagai persoalan agama dan politik yang paling sensitif. Carlo Masopini sedemikian besar mengapresiasi kebudayaan klasik era politeis sampai-sampai dia berangan untuk berpaling dari kekristenan. Tokoh humanis Italia yang paling berkarya dan kontroversial ialah Pod Ju Bratcolini yang menulis surat-surat kepada Paus Martin V untuk melakukan pembelaan sengit terhadap dogma-dogma gereja. Tetapi kemudian dalam sebuah pertemuan ekslusif dengan segenap karyawan istana Paus, dia tak segan-segan menertawakan keyakinan-keyakinan Kristen. Dia menulis surat-suratnya dengan bahasa Latin yang tidak fasih namun memikat. Lewat surat-surat ini ia mencemooh ketidaksucian para ruhaniwan. Dia keberatan melakukan perbuatan ini selagi dia mampu. Dengan kata lain, di mata sebagian kaum humanis, agama dan pencerahan pemikiran merupakan dua kutub yang saling bertentangan. Agama adalah milik masyarakat awam, sedangkan bagi para pemikir, kepatuhan kepada agama merupakan perilaku yang menyalahi kebebasan berpikir. Mereka bukannya melenyapkan bencana akibat penyalahgunaan agama, yaitu kerakusan dan despotisme sistem gereja yang telah membendung nilai, ikhtiar, dan kebebasan manusia abad pertengahan, tetapi malah sekaligus menyerang dan mencabut akar-akar agama dan keberagamaan. Kehidupan kaum humanis mencerminkan keyakinan-keyakinan mereka yang sebenarnya. Dalam praktiknya, tak sedikit di antara mereka yang memberlakukan kriteria-kriteria moral era politeisme, itupun banyak dari segi hawa nafsunya, bukan dari sisi stoicismenya. Satu-satunya keabadian yang mereka kenal ialah keabadian berupa perekaman karya-karya besar mereka. Tanpa peranan Tuhan, keabadian seperti ini bisa dipersiapkan untuk seseorang dengan kekuatan pena yang akan membuahkan nama baik atau buruk. Setelah Cozimo, satu generasi kemudian datang menampilkan para seniman yang andil dengan membuat lukisan atau patung-patung para pemilik nikmat keabadian tersebut, atau dengan mendirikan bangunan-bangunan megah dengan nama mereka demi mengabadikan mereka. Harapan untuk mendapatkan keabadian seperti ini adalah salah satu stimulan terkuat yang telah memotifasi kreatifitas dalam seni dan kesusasteraan Renaisans. Akhirnya, humanisme berhasil mempengaruhi segala seni karena kebangkitan humanisme lebih memfokuskan rasio ketimbang perasaan. Sebelumnya, gereja adalah sponsor utama gerakan seni di mana tujuan utamanya adalah sosialisasi kisah-kisah Kristen para jemaat yang buta huruf serta dekorasi Tuhan. Santa Maria dan anaknya, penderitaan dan tersalibnya Kristus, para nabi dan rasul, para bapa gereja dan orang- orang suci lainnya tentu merupakan obyek utama gerakan seni patung, lukis, dan bahkan aliran-aliran seni lainnya yang lebih kecil. Tetapi kemudian, perlahan-lahan kaum humanis mempromosikan makna keindahan yang lebih bernuansakan hawa nafsu kepada masyarakat Italia sehingga pujian kepada postur tubuh yang indah, baik lelaki maupun perempuan, apalagi dalam keadaan telanjang, akhirnya menjadi tradisi di kalangan terdidik. Awalnya, kaum humanis menjadikan seni sebagai media untuk mempengaruhi perasaan kalangan awam dan tak berpendidikan, karena pada awal-awal kebangkitan humanisme kesenian masih ada di tangan kalangan agamis yang menjadikan kekristenan sebagai tema-tema seni. Ketika para humanis merasakan kebutuhannya kepada seni, maka seni akan diarahkan kepada obyek-obyek materialistik, kebendaan, dan sesuatu yang profan. Karena itu, semaraklah pembuatan patung-patung atau lukisan-lukisan telanjang yang mempertontonkan keindahan fisik wanita dan pria. Dengan demikian, sedikit sekali faktor spiritual yang terlihat dalam gelanggang seni humanistik. Sebaliknya, seni dipertontonkan dengan mengerahkan kecenderungan naturalistik yang semata-mata memfokuskan kepada keindahan-keindahan materi. Sebagian besar kaum humanis sudah tidak lagi berpikir tentang alam transendental. Karena mengira pahala hanya terbatas pada kehidupan dunia, kaum humanis berusaha membuat patung-patung orang-orang yang sukses sebagai hadiah untuk mereka. Oleh sebab itu, seni humanistik banyak mengacu kepada apa yang mereka saksikan dan jarang sekali memperlihatkan hasrat kepada ide-ide yang gaib dan tak tampak oleh mata. Dengan kata lain, seni humanistik lebih merupakan seni realisme yang tidak ada hubungannya dengan hakikat. Arus kecenderungan humanistik bahkan juga telah mengimbas sebagian para pemuka gereja. Tak kurang, Nicholas V 1447-1455 M., Paus humanis pertama, menyerahkan jabatan-jabatan kerohanian kepada para tokoh ilmuan dan sangat menghormati kepakaran dan pengetahuan mereka tanpa mengindahkan pertimbangan- pertimbangan lain. Lorenzo Valla yang notabene penganut ajaran Epicurus dan telah membuktikan kepalsuan dokumen anti Constantine, mencemooh prosa terjemahan resmi kitab suci Vulgate, menuduh Augustine sebagai ateis, justru diangkat sebagai ajudan khusus Paus. Pengangkatan ini jelas memberi semangat kepada humanisme dan diprioritaskannya humanisme daripada keberagamaan dengan segala iman dan keyakinannya hingga dikuasainya Roma pada tahun 1527. Aplaus untuk humanisme kendati telah membuat masyarakat utara benar-benar terpesona, kata Bertrand Russel, bisa jadi terpuji, sebab kebijakan haus perang dan gaya hidup amoral sebagian Paus memang tidak bisa dibela dari segala aspek, kecuali dari aspek politik permainan kekuasaan yang mutlak. Reformasi yang dimulai pada masa penobatan Louis X 1512- 1513 M. merupakan hasil yang alami dari kebijakan tidak agamis para Paus era Renaisans. Boleh jadi putusnya hubungan kaum humanis dengan gereja agaknya telah menempatkan mereka di bawah kekuasaan rasio, namun kenyataannya tidak demikian. Sesuai pernyataan Russel, sebagian besar kaum humanis ternyata mempertahankan mitos- mitos yang pernah diyakini masyarakat era klasik. Astrologi, khususnya di kalangan yang berpikiran bebas, sedemikian digemari sehingga lebih lebih popular ketimbang masa- masa klasik. Dampak pertama pembebasan dari kekangan gereja bukan berupa adanya masyarakat yang berpikir secara benar, melainkan terbukanya benak masyarakat untuk kembali kepada segala hal-hal yang nonsens dan absurd. Dari segi moralitas, keterlepasan dari gereja ini juga menimbulkan dampak yang sedemikian tragis. Undang-undang moral klasik akhirnya kehilangan nilanya. . Pengertian Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma bahasa yunani yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar yang dibuktikan dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai benar dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis” Kata pragmatisme sering sekali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatism. Pragmatisme adalah aliran dari filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu adalah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Pragmatisme dalam perkembanganya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan yang sama. Kendati demikian ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatism yaitu, 1 Menolak segala intelektualisme dan 2 Absolutisme, serta 3 Meremehkan logika formal. Pragmatisme berpegang teguh pada praktek. Berusaha menemukan asal mula serta hakekat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukan sengketa antara masalah ini, bidang filsafat selalu menyebabkan adanya sementara orang yang menoloknya sebagai suatu masalah yang menyebabkan sementara orang yang lain memandangnya sebagai suatu yang tidak berfaedah. Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktek. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi- konsekuensi yang bersifat praktis tersebut erat hubunganya dengan makna dan kebenaran.

B. Tokoh-tokoh Pragmatisme

1. Charles Sanders Peircee

Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis dugaan sementara pegangan dasar itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought1974 menjelaskan bahwa peirce memformulasikan merumuskan tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut : a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia. b. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “ c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakatkomunitas.

2. Wiliam James 1842-1910